Mendulang Faidah Dari Surat Al Fatihah (Bag. 4)

💥💦💥💦💥💦

2⃣ Golongan kedua mengatakan tidak sah shalat tanpa Al Fatihah, inilah pandangan Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan para sajabatnya dan merupakan pendapat mayoritas ulama.

Alasannya adalah dari Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لا صلاة لمن لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب

“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” 1]

Imam At Tirmidzi memberikan keterangan:

والعمل عليه عند أكثر أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، منهم عمر بن الخطاب وجابر بن عبد الله وعمران بن حصين وغيرهم، قالوا: لا تجزئ صلاة إلا بقراءة فاتحة الكتاب. وبه يقول ابن المبارك والشافعي وأحمد وإسحق

“Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengamalkan (berdalil) dengan hadits ini, di antara mereka: Umar bin Al Khathab, Jabir bin Abdullah, ‘Imran bin Hushain, dan selain mereka. Mereka mengatakan: shalat tidaklah mencukupi kecuali dengan membaca Fatihatul Kitab. Ini juga perkataan Ibnul Mubarak, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ishaq.” 2]

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

، غير تمام من صلى صلاة لم يقرأ بأم القرآن فهي خداج

“Barangsiapa yang shalat dan tidak membaca Ummul Quran maka shalatnya khidaj (diulang tiga kali), yakni tidak sempurna.” 3]

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لا تجزئ صلاة لا يقرأ فيها بفاتحة الكتاب

“Shalat tidaklah mencukupi, yang di dalamnya tidak membaca Fatihatul Kitab.” 4]

Dalam pandangan kami –wallahu a’lam- pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur, yaitu dengan mentaufiq (kompromi) beberapa hadits yang zahirnya nampak bertentangan, hadits yang satu memerintahkan membaca yang termudah dari Al Quran, yang lain memerintahkan membaca Al Fatihah, dan semuanya shahih, tidak ada yang dinasakh, apalagi didhaifkan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ungkapan seorang sahabat nabi, yakni Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu:

أُمرنا أن نقرأ بفاتحة الكتاب وما تيسر

“Kami diperintahkan membaca Fatihatul Kitab dan apa-apa yang mudah.” 5]

Jadi, kedua hadits tersebut dipakai, membaca Al Fatihah dan juga surat lain yang mudah.

Tetapi golongan ini pun terbagi lagi dalam tiga kelompok pendapat sebagaimana yang dirinci oleh Imam Ibnu Katsir.

Pertama, Imam Syafi’i dan segolongan ulama mengatakan membaca Al Fatihah wajib pada setiap rakaat.

Kedua, ulama lainnya mengatakan wajib dibaca pada sebagian besar rakaat saja (tidak semua rakaat).

Ketiga, hanya wajib dibaca satu rakaat saja, ini pendapat Al Hasan Al Bashri dan mayoritas ulama Bashrah.

📌  Kelompok pertama. Dalilnya:

لا صلاة لمن لم يقرأ في كل ركعة بـ{الحمد لله} وسورة، في فريضة أو غيرها

“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Alhamdulillah (Al Fatihah) dan surat pada setiap rakaat, baik shalat wajib atau selainnya.” 6]

Imam Ibnu Katsir mengatakan: ”keshahihan hadits ini diperbincangkan.” 7]

Dalam sanadnya terdapat Abu Sufyan As Sa’di. Imam Ibnu Abdil Bar mengatakan: mereka semua sepakat (ijma’) atas kedhaifannya (Abu Sufyan As Sa’di). Tetapi riwayat Abu Sufyan  memiliki mutaba’ah (penguat) dari Qatadah, sebagaimana kata Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam beberapa kitabnya. 8]

📌 Kelompok kedua. Imam Ibnu Katsir tidak menyebutkan alasan kelompok ini.  Mereka hanya memberikan takwil bahwa membaca Al Fatihah pada hadits-hadits yang memerintahkannya bermakna mu’zham, yaitu pada sebagian besar rakaat atau rakaat yang penting saja.

📌 Kelompok ketiga. Dalilnya adalah:

لا صلاة لمن لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب

“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” 9]

Hadits ini menunjukkan tidak ada rincian rakaat, maka membaca satu kali Al Fatihah pada satu rakaat sudah mencukupi.

(Bersambung ….)

🌷☘🌺🌻🍃🌾🌸🌴

✏ Farid Nu’man Hasan
🌾🍃🌾🍃🌾🍃🌾🍃


[1] HR. Bukhari No. 723, Muslim No. 394, 395. Abu Daud No. 822, At Tirmidzi No.247, Ibnu Majah No. 837, Ibnu Hibban No. 1785, Al Baihaqi dalam Sunannya No.2193
[2] Sunan At Tirmidzi No. 247
[3] HR. Muslim No. 395, Abu Daud No. 821, Ibnu Majah No, 838, An Nasa’i No.909, At Tirmidzi No. 2953
[4] HR. Ibnu khuzaimah No. 490, dalam Al Mushannaf-nya Imam Ibnu Abi Syaibah ini merupakan perkataan mawquf dari Umar, 1/397
[5] Sunan Abu Daud , 1/216. No. 818. Syaikh Al Albani mengatakan: Shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 818
[6] HR. Ibnu Majah No. 839
[7] Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/109
[8] Dhaiful Jami’ No. 6299, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 839)
[9] Lihat takhrijnya dalam cat kaki no. 1

Adab Bertanya

💦💥💦💥💦💥

Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

وقد قسم العلماء السؤال إلى قسمين : أحدهما_ ما كان على وجه التعليم لما يحتاج إليه من أمر الدين ، فهذا مأمور به لقوله تعالى : ( فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون ) وعلى هذا النوع تتنزل أسئلة الصحابة عن الأنفال والكلالة وغيرهما . والثاني _ ما كان على وجه التعنت والتكلف وهذا هو المنهي عنه

Para ulama telah membagi pertanyaan menjadi dua jenis.

📌 Pertama, pertanyaan  untuk   mengetahui hal yang dibutuhkan berupa urusan agama. Ini justru diperintahkan karena Allah Ta’ala berfirman: (Bertanyalah kepada ahludz dzikr jika kalian tidak mengetahui), dan pada jenis inilah turunnya pertanyaan para sahabat tentang Al Anfal (rampasan perang), Kalaalah, dan selain keduanya.

📌 Kedua, pertanyaan dengan kepentingan untuk menyakiti dan memberatkan, dan inilah yang dilarang.

📖 At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah Hadits Arbain No. 9

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya (Bag. 5)

💦💥💦💥💦💥💦

✏Lalu, Apa setelah ini?

Telah diketahui berbagai keutamaan dan kemuliaan Masjid Al Aqsha. Tulisan ini bukanlah yang pertama (dan mungkin bukan yang terakhir). Semua sudah diketahui bersama, dan keadaan Al Aqsha saat ini pun sudah diketahui bersama. Lebih setengah abad lamanya dia berada di bawah cengkraman Zionis Yahudi. Berkali-kali pula kaum muslimin di usir, dibantai, wanitanya diperkosa, rumah-rumah dirubuhkan, dan semua ini terlihat jelas di mata dunia, sampai pula di kamar-kamar kita.

Tidak cukup mengutuk, tidak cukup KTT, dan tidak cukup melakukan kajian-kajian, harus ada amal nyata, terprogram, dan massiv agar Al Aqsha kembali ke tangan kaum muslimin. Baik dilakukan oleh pribadi, lembaga, atau negara-negara muslim. Semuanya tidak boleh tinggal diam atas kewajiban ini. Lakukanlah apa yang bisa kita lakukan.

Dari Zaid bin Khalid Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا

“Barangsiapa yang membantu persiapan orang yang berjihad, maka dia juga telah berjihad. (HR. Bukhari No. 2688)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menetapkan, orang yang mempertahankan harta pribadi dan membela keluarga adalah syahid, maka apalagi mempertahankan bumi yang diberkahi ini, milik kaum muslimin -bukan milik pribadi- dan segudang keutamaan lainnya.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

“Barangsiapa yang dibunuh karena hartanya, maka dia syahid.” (HR. Bukhari No. 2348, At Tirmidzi No. 1418I, bnu Majah No. 2580, An Nasa’i No. 4087)

Dari Sa’id bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

“Barangsiapa yang dibunuh karena hartanya maka dia syahid, barangsiapa dibunuh karena agamanya maka dia syahid, barangsiapa yang dibunuh karena darahnya maka dia syahid, barangsiapa yang dibunuh karena membela keluarganya maka dia syahid. (HR. At Tirmidzi No. 1421, katanya: hasan shahih, Abu Daud No. 4772, Syaikh Al Albani menshahihkan di berbagai kitabnya)

Sesungguhnya berperang membela Al Aqsha sudah wajib semampu yang kita berikan- bagi kaum muslimin. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

متى تشرع الحرب وإذا كانت القاعدة هي السلام، والحرب هي الاستثناء فلا مسوغ لهذه الحرب – في نظر الاسلام – مهما كانت الظروف، إلا في إحدى حالتين: (الحالة الاولى) حالة الدفاع عن النفس، والعرض، والمال، والوطن عند الاعتداء. يقول الله تعالى: ” وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم. ولا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين “.

“Jika yang menjadi kaidah dasar adalah berdamai (As Salam), sedangkan perang adalah pengecualian, maka berarti menurut ajaran Islam perang sama sekali tidak dikenal; dalam keadaan bagaimana pun kecuali pada dua keadaan:

Pertama. Mempertahankan diri, nama baik, harta dan tanah air ketika diserang musuh, firman Allah taala: Dan berperanglah di jalan Allah melawan meraka yang memerangi kamu, janganlah sekali-kali kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak   menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al Baqarah (2): 190)

Lalu, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menambahkan:

(الحالة الثانية) حالة الدفاع عن الدعوة إلى الله إذا وقف أحد في سبيلها. بتعذيب من آمن بها، أو بصد من أراد الدخول فيها، أو بمنع الداعي من تبليغها، ودليل ذلك: (أولا) أن الله سبحانه يقول: ” وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين واقتلوهم حيث ثقفتموهم وأخرجوهم من حيث أخرجوكم والفتنة أشد من القتل ولا تقاتلوهم عند المسجد الحرام حتى يقاتلوكم فيه، فإن قاتلوكم فاقتلوهم كذلك جزاء الكافرين – فإن انتهوا فإن الله غفور رحيم – وقاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين لله فإن انتهوا فلا عدوان إلا على الظالمين “

“Keadaan Kedua, dalam keadaan mempertahankan dakwah ke jalan Allah. Jika ada orang yang menghentikan dakwah ini dengan jalan menyiksa orang-orang yang seharusnya terjamin keamanannya, atau dengan jalan merintangi mereka yang ingin memeluk ajaran Allah, atau melarang juru dakwah menyampaikan ajaran Allah. Allah Ta’ala berfirman:

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah (2): 190-194) (Fiqhus Sunnah, 2/613-614. Dar Al Kitab Al ‘Arabi)

Insya Allah, masa depan Al Aqsha cerah sebagaimana janjiNya kepada para pejuangNya: wa innaa jundanaa lahumul ghaalibuun – Sesungguhnya tentara-tentara Kamilah yang pasti menang.

“Israel Akan Berdiri dan Tetap Akan Berdiri, Sampai Islam yang akan menghancurkannya sebagaimana ia pernah dihancurkan sebelum ini.” (Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah)

Wallahu A’lam

🍃🌻🌾🌴🌸🌾🌺🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya

Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya (Bag. 1)

Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya (Bag. 2)

Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya (Bag. 3)

Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya (Bag. 4)

Sejarah dan Keutamaan Al Aqsha Serta Kewajiban Melindunginya (Bag. 5)

Menggabungkan Shalat Tahiyatul Masjid Dengan Shalat Sunah Qabliyah

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Afwan Ustadz, saya mau tanya tentang sholat Fajar dan sholat Tahiyatul Masjid.

Klo sholat Fajar kan dilakukan setelah Adzan subuh. Sedangkan masjid dideket rumah saya, jeda antara Adzan dan iqomah terlalu singkat. Jadi kalo mengerjakan 2 sholat sunnah Tahiyatul masjid dan sholat Fajar, waktunya gak cukup. Baiknya bagaimana ya Ustadz? Ato lebih diutamakan yang mana? Syukron atas jawabannya Ustadz

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah …

Mungkin maksudnya menggabungkan shalat tahiyatul masjid dengan shalat sunah fajar (qabliyah subuh), sedangkan shalat fajar adalah shalat subuh itu sendiri.

Boleh bagi seseorang yang melaksanakan shalat sunah rawatib juga meniatkan sebagai shalat tahiyatul masjid, hal ini dikatakan para ulama, si antaranya sebagai berikut:

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

ولا يشترط أن ينوي بالركعتين التحية بل إذا صلى ركعتين بنية الصلاة مطلقا أو نوى ركعتين نافلة راتبة أو غير راتبة أو صلاة فريضة مؤداة أو مقضية أو منذورة أجزأه ذلك وحصل له ما نوى وحصلت تحية المسجد ضمنا ولا خلاف في هذا قال أصحابنا وكذا لو نوى الفريضة وتحية المسجد أو الراتبة وتحية المسجد حصلا جميعا بلا خلاف

Tidak disyaratkan melalukan dua rakaat sebagai tahiyatul masjid, tetapi jika seseoran melakukan shalat dua rakaat dengan niat shalat mutlak, atau shalat sunah rawatib atau yang bukan rawatib, atau shalat wajib, baik pada waktunya atau qadha, maka itu telah cukup dan dia telah mendapatkan apa yang dia niatkan, dan dia juga mendapatkan tahiyatul masjid tercakup di dalamnya, dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.

Para sahabat kami (Syafi’iyah)  mengatakan, jika seseorang meniatkan shalat wajib sekaligus tahiyatul masjid atau shalat rawatib sekaligus tahiyatul masjid, maka semua itu sah, tanpa adanya perbedaan pendapat. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/52)

Demikian. Wallahu A’lam

🌵🌷🌴🌸🍃🌱🌾🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top