Tafsir Surat Al Mulk (Bagian 6)

📂 ILUSTRASI MURKA NERAKA KEPADA ORANG-ORANG KAFIR

📌 Teks Ayat

إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ (7) تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8)

“Apabila mereka dilemparkan kedalamnya, mereka mendengar suara neraka yang mengerikan dan menggelegak. Hampir-hampir neraka itu terpecah-pecah karena marahnya, setiap kali dilemparkan kedalamnya (sekumpulan orang-orang kafir)penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka,”Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” ( QS. AL Mulk: 7-8)

📌 Tinjauan Bahasa

شهيق: الصوت الذي يخرج من الجوف بشدّة كصوت الحمار

Yang dimaksud dengan Syahiq; suara yang keluar dari rongga mulut dengan kerasnya seperti suara keledai ( Tafsir aT Thabari,23/508)

Yaitu saat orang-orang kafir dilemparkan kedalam neraka mereka mendengar suara neraka yang mengerikan menggelegak begitu kerasnya seperti suara teriakan keledai.

Itulah seburuk-buruk suara teriakan, tak satupun kecuali setiap dada orang kafir dihinggapi rasa takut yang sangat ( tafsir Fathul Bayan, 14/235)

تَفُورْ

Melahap, menggelegak

Mujahid berkata,”Api neraka melahap tubuh orang-orang kafir ibarat butiran-butiran biji kecil yang lenyap ditelan samudera.”( Tafsir Al Qurtubi,18/212)

📌 Kondisi Orang-Orang Kafir

Al Qurthubi juga mendeskripsikan bahwa orang-orang kafir dilemparkan kedalam neraka seperti kayu bakar yang di lemparkan kedalam api yang berkobar sangat menjulang lalu mereka di campakkan didalamnya ( Tafsir Al Qurthubi,30/586)

“Kami dulu pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Tahukah kalian, apakah itu?” Para sahabat pun menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjelaskan, “Ini adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka sejak 70 tahun yang lalu dan batu tersebut baru sampai di dasar neraka saat ini.” ( HR. Muslim, no. 2844)

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ (8)

“Setiap kali dilemparkan kedalamnya (sekumpulan orang-orang kafir)penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka,”Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” ( QS. AL Mulk: 8)

Lihatlah jawaban orang kafir tentang pertanyan Allah dalam ayat diatas dalam analisa berikut:

  1. Mereka mendustakan pemberi peringatan yang diutus pada mereka.
  2. Mereka mendustakan secara umum yaitu dengan mengatakan bahwa mereka tidak diturunkan wahyu sedikit pun.
  3. Namun tidak berhenti sampai di situ, mereka pun menyesat-nyesatkan para rasul yang memberi peringatan. Padahal para rasul adalah orang yang memberi petunjuk dan diberi petunjuk oleh Allah.
  4. Tidak cukup hanya menyesatkan para rasul. Mereka pun menyatakan bahwa para rasul telah berada dalam kesesatan yang besar. ( Taisir karim ar Rahman,876)

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Fauzan Sugiono

Serial Tafsir Surat Al Mulk:

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 1) Gambaran Umum Surat Al Mulk

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 2)

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 3) Amal Terbaik

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 4) Allah Menciptakan Tujuh Langit Berlapis-lapis

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 5) Bintang dilangit dijadikan Allah alat pelempar syetan

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 6) ILUSTRASI MURKA NERAKA KEPADA ORANG-ORANG KAFIR

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 7) PENYESALAN ORANG-ORANG KAFIR

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 8) ALLAH MENGETAHUI YANG TERSEMBUYI DAN NYATA

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 9) ALLAH MAHA PEMBERI RASA AMAN

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 10) DESKRIPSI KEKUASAAN ALLAH PADA SEEKOR BURUNG

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 11) ALLAH MAHA PENOLONG, ALLAH PEMBERI REZEKI

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 12) Perumpamaan Orang Yang Mendapat Petunjuk

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 13) Nikmat Pendengaran, Penglihatan dan Hati Nurani

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 14) Hanya Allah Yang Maha Tahu Kapan Datangnya Hari Kiamat

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 15) Adzab yang Dinantikan Akhirnya Datang

Tafsir Surat Al Mulk ( Bagian 16) Allah Maha Mematikan dan Memberi Rahmat, Tawakal Hanya Kepada-Nya, serta Dia Maha Pemberi Nikmat air

Penyayangnya Rasulullah

Allah ﷻ berfirman tentang pribadi Rasulullah ﷺ:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. [1]

Semua orang beriman mendapatkan kasih sayangnya, tidak pilih kasih,  baik yang taat, atau yang maksiat. Imam Al Baghawi menyebutkan:

قيل: رؤوف بالمطيعين رحيم بالمذنبين

Dikatakan: belas kasihnya kepada orang-orang yang taat, dan sayangnya kepada orang-orang yang berdosa. [2]

Bahkan Rasulullah ﷺ adalah utusan Allah ﷻ yang membawa rahmat (kasih sayang) bagi alam semesta:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.[3]

Imam Ibnu Katsir mengatakan: “Allah ﷻ mengabarkan bahwa Dia menjadikan Muhammad ﷺ sebagai rahmat bagi alam semesta, yaitu Dia mengutusnya sebagai rahmat bagi mereka semua, maka siapa yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, maka dia akan bahagia dunia dan akhirat, dan siapa yang menolaknya dia akan merugi  dunia dan akhirat.”[4]

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Ini berlaku umum bagi semua manusia, baik yang sudah beriman atau yang belum beriman. Bagi yang sudah beriman maka rahmat baginya di dunia dan akhirat, sedangkan bagi yang belum beriman maka rahmat baginya di dunia dengan diakhirkan azab baginya di akhirat.” [5]

📓 Beberapa Contoh

Berikut ini beberapa contoh sifat penyayangnya Rasulullah ﷺ .

1⃣ Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa ada seseorang yang berkata: “Wahai Rasulullah, doakanlah kaum musyrikin!” Maka Rasulullah ﷺ menjawab:

إني لم أبعث لعانا وإنما بعثت رحمة

Sesungguhnya aku tidaklah diutus dengan melaknat tetapi aku diutus hanyalah sebagai rahmat (kasih sayang}.[6]

Mereka mengingkan Nabi ﷺ mendoakan keburukan bagi kaum musyrikin, tapi Nabi ﷺmenolaknya dan menegaskan misinya sebagai pembawa rahmat bagi manusia.

2⃣ Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ

“Datang seorang A’rabi (orang pedalaman – Badui) lalu dia kencing pada dinding masjid, maka manusia mencegahnya, namun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mereka (untuk mencegah kencing si Badui, pen). Ketika orang itu sudah selesai kencing, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membawa air yang banyak, lalu menyiramkan air kencing tersebut.” [7]

Kesalahan orang Badui ini sangat fatal, datang ke masjid bukan untuk menghormatinya, tapi justru dia kencing di salah satu sudut masjid. Para sahabat nabi marah. Namun Rasulullahﷺ justru melarang mereka memarahi orang Badui itu, tapi langsung memberikan solusi yaitu ambil air dan bersihkan najisnya.

3⃣ Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:

قَبَّلَ رَسُولُ اللهِ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا (جَالِسٌ) فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ  ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ

Rasulullah ﷺ mencium Al Hasan bin Ali, saat itu ada ‘Aqra bin Habis At Tamimi di sampingnya, lalu ‘Aqra berkata: “Aku punya sepuluh anak, tapi tak satu pun aku pernah mencium mereka.” Maka Rasulullah ﷺ memandang kepadanya dan bersabda: “Barangsiapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi.”[8]

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌹🌺🌷🌾🍀🌴🌻🌿🍃🍄
✏ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] QS. At Taubah: 128
[2] Imam Al Baghawi, Ma’alim At Tanzil, 16. Cet. 4, 1997M-1417H. Daruth Thayyibah
[3] QS. Al Anbiya: 107
[4] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 5/385. Cet. 2, 1999M-1420H. Daruth Thayyibah
[5] Imam Al Baghawi, Ma’alim At Tanzil, 5/359
[6] HR. Muslim No. 2599
[7] HR. Muttafaq ‘Alaihi
[8] HR. Bukhari No. 5997, Muslim No. 2318, At Tirmidzi No. 1911, Abu Daud No. 5220

[Adab Pada Rambut] Larangan Mencabut Uban

💥💦💥💦💥💦

Beruban? Jangan dicabut!! Karena …..

1⃣ Spesial bagi seorang muslim, dia cahaya baginya, bukan bagi non muslim.

Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نتف الشيب، وقال ((هو نور المؤمن))

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mencabut uban,” dan katanya: “Itu adalah cahaya bagi seorang mu’min.” (HR. Ibnu Majah No. 3721, Syaikh Al Albani mengatakan Hasan Shahih, dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3721)

Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن نتف الشيب وقال إنه نور المسلم”. هذا حديث حسن وقد رواه عبد الرحمن بن الحارث وغير واحد عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mencabut uban, dan bersabda: bahwa itu adalah cahaya bagi seorang muslim.”(HR. At Tirmidzi No. 2975, katanya: Hadits ini hasan. Abdurrahman bin Al Harits dan  selain dari satu orang telah meriwayatkannya dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 14604. Syaikh Al Albani mengatakan Shahih, dalamShahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2821)

2⃣ Beruban itu bisa mendatangkan pahala dan Menghapus dosa

Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاتنتفوا الشيب ما من مسلمٍ يشيب شيبةً في الإِسلام” قال عن سفيان “إلاَّ كانت له نوراً يوم القيامة” وقال في حديث يحيى “إلا كتب اللّه [تعالى وجل] له بها حسنةً وحطَّ عنه بها خطيئةً”

“Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang muslim beruban  satu saja di dalam Islam.” (Beliau berkata, dari Sufyan): “Melainkan baginya cahaya di hari kiamat nanti.” (Dia bersabda dalam hadits Yahya): “melainkan Allah Ta’ala catat baginya satu kebaikan dan menghapuskan untuknya satu kesalahan.” (HR. Abu Daud No. 4202, Syaikh Al Albani mengatakan Hasan Shahih, dalamShahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 4202. Lihat juga Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 14605)

3⃣ Uban Itu Kewibawaan

Imam Abul ‘Abbas Al Qurthubi mengatakan:

إنَّما كان لأنه وقارٌ ، كما قد روى مالك : (( أن أوَّل من رأى الشيب إبراهيم ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، فقال : يا رب ! ما هذا ؟ فقال : وقار . قال : يا رب زدني وقارًا )) ، أو لأنه نورٌ يوم القيامة

Sesungguhnya  uban adalah kewibawaan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik: Bahwa yang pertama kali melihat uban adalah Ibrahim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: Ya Rabb, apa ini?! Tuhan menjawab: Waqar (kewibawaan/mahkota),” Dia berkata: “Ya Rabb, tambahkan untukku kewibawaan.” Atau juga karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. (lalu Imam Abul Abbas menyebut hadits tentang itu). (Lihat Al Mufhim, 19/56. Maktabah Misykah)

5⃣ Mencabutnya terlarang

Hadits-hadits di atas secara zahir menunjukkan larangan mencabut uban, dan hukum dasar dari larangan  menunjukkanharam. Berkata Syaikh Abdul Muhsin Hamd Al ‘Abbad Al BadrHafizhahullah:

فهذا يدل على منع أو تحريم نتف الشيب

“Maka, ini menunjukkan larangan atau keharaman mencabut uban.” (Syarh Sunan Abi Daud No. 472. Maktabah Al Miyskah)

Tetapi, tertulis dalam  berbagai kitab tentang  riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu:

عن عبد الله بن مسعود أن نبي الله صلى الله عليه وسلم كان يكره الصفرة يعني الخلوق وتغيير الشيب يعني نتف الشيب وجر الإزار والتختم بالذهب…

Dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakruhkan shafrah yakni wangi-wangian, merubah uban yakni mencabutnya, menjulurkan kain, dan memakai cincin emas …”(HR. Abu Daud No. 4222, An Nasa’i No. 5088, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 15464)

Keterangan dari Ibnu Mas’ud ini menyebutkan bahwa NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam ‘hanya’ memakruhkan mencabut uban. Tetapi hadits ini memiliki redaksi yang musykil sebab menyebutkan bahwa memakai cincin emas (buat laki-laki) adalah makruh, padahal telah ijma’ (konsensus) bahwa cincin emas adalah haram untuk laki-laki, bukan makruh. Dan, secara sanad hadits ini pun munkar (LihatShahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 4222),   oleh karena itu menurut para ulama, hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah kemakruhannya. Maka, mesti kembali kepada hukum asal larangan yaitu haram.

Namun, ada riwayat lain yang dijadikan alasankemakruhannya, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu mengatakan:

يكره أن ينتف الرجل الشعرة البيضاء من رأسه ولحيته

“Dimakruhkan bagi seorang laki-laki mencabut rambut kepalanya yang memutih dan juga janggutnya.” (HR. Muslim No. 2341,  Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 14593)

Apa yang dikatakan Anas bin Malik ini menjadi penjelas, sekaligus dalil yang kuat makruhnya mencabut uban baik di kepala atau di janggut. Dan, ini menjadi pendapat madzhab Syafi’i dan Maliki bahwa mencabut uban adalah makruh, tidak haram.  Inilah pandangan yang lebih kuat. Wallahu A’lam

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قَالَ أَصْحَابنَا وَأَصْحَاب مَالِك : يُكْرَه وَلَا يَحْرُم

“Sahabat-sahabat kami (syafi’iyah) dan sahabat-sahabat Malik (Malikiyah) mengatakan: dimakruhkan, dan tidak diharamkan.”(Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 8/59. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Beliau juga menambahkan bahwa kemakruhan ini bukan hanya bagi rambut di kepala, tapi juga lainnya. Katanya:

ولا فرق بين نتفه من اللحية والرأس والشارب والحاجب والعذار من الرجل والمرأة

“Tidak ada perbedaan antara mencabut rambut janggut, kepala, kumis, alis, dan pipi, baik pada laki-laki dan wanita.” (Lihat Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/227)

Imam Abul Abbas Al Qurthubi Rahimahullah juga mengatakan:

وكراهته ـ صلى الله عليه وسلم ـ نَتْف الشيب إنَّما كان لأنه وقارٌ ، كما قد روى مالك : (( أن7 أوَّل من رأى الشيب إبراهيم ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، فقال : يا رب ! ما هذا ؟ فقال : وقار . قال : يا رب زدني وقارًا )) ، أو لأنه نورٌ يوم القيامة

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakruhkan mencabut uban, karena dia adalah kewibawaan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik: Bahwa yang pertama kali melihat uban adalah Ibrahim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: Ya Rabb, apa ini?! Tuhan menjawab: Waqar (kewibawaan/mahkota),” Dia berkata: “Ya Rabb, tambahkan untukku kewibawaan.” Atau juga karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. (lalu Imam Abul Abbas menyebut hadits tentang itu). (Lihat Al Mufhim, 19/56. Maktabah Misykah)

Maka lebih tepat dikatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh, sebagaimana langsung  dikatakan oleh salah seorang Sahabat Nabi, dan pernah menjadi pelayan di rumahnya, yakni Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu. Ada pula sebagian ulama yang mengatakan boleh mencabut uban, tetapi berbagai riwayat shahih di atas, dan juga fatwa sahabat ini sudah cukup mengoreksi pendapat mereka.

Wallahu A’lam. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbhi Ajma’in.

☘🌺🍃🌴🌻🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Adab Pada Rambut

Larangan Mencukur Rambut dengan Cara Qaza’

Memotong Rambut Bagi Muslimah Sesuai Syariat

Batasan Panjang Rambut Laki-Laki

Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki

Tarajjul (Menyisir Rambut)

Larangan Keras Menyambung Rambut (Wig, Konde, dan Semisalnya)

Menyemir Rambut

Larangan Mencabut Uban

Menutupi Rambut Bagi Wanita Karena Itu Adalah Salah Satu Aurat

Dampak dan Akibat Mendatangi dan Percaya Peramal

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum …

Afwan ustadz, apakah bs di share materi ttg “hukum Percaya pd dukun, paranormal, org pintar dan atau sejenisnya ? i02

📬 JAWABAN

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Terdapat beberapa hadits yang menyatakan larangan mendatangi peramal dan semisalnya, dengan larangan yang amat keras.

1⃣ Pertama. Dari Shafiyah Radhiallahu ‘Anha, dari sebagian istri nabi, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barang siapa yang mendatangi peramal, lalu dia menanyainya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam. (HR. Muslim No. 2230, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 16287, Al Baghawi dalamSyarhus Sunnah, 12/182)

Menurut Imam An Nawawi maksud “shalatnya tidak diterima” adalah shalatnya tidak mengandung pahala. Begitulah yang dikatakan mayoritas Syafi’iyah. Para ulama sepakat bahwa orang tersebut tidak wajib mengulangi shalatnya yang empat puluh malam tersebut, tetapi wajib baginya taubat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/227)

2⃣ Kedua. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كقر بما أنزل على محمد [ صلى الله عليه و سلم ]

Barang siapa yang mendatangi (baca: berjima’ dengan) istrinya yang sedang haid, atau dari duburnya, atau mendatangi peramal (dukun) maka dia telah kafir terhadap apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ . (HR. At Tirmidzi No. 135. Ibnu Majah No. 639, An Nasa’i dalam Al Kubra No. 8968, dll. Imam Al Hakim mengatakan: shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim. Lihat Al Mustadrak, 1/8. Dishahihkan pula oleh para imam seperti Imam Al Munawi, At Taysir, 2/746, Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 4/71, dll)

📘     Maksud “mendatangi peramal” adalah dengan membenarkan apa yang dikatakan peramal tersebut. Imam Al Munawi mengatakan: “Yaitu jika bertanya kepadanya lalu meyakininya dan membenarkannya, jika bertanya tetapi untuk mendustakannya maka tidak termasuk ancaman dalam hadits ini.” (At Taysir, 2/746)

📙 Maksud  “Kafir” di sini bukan murtad, tetapi dalam rangka memperberat dan memperkeras maknanya. Seperti yang dikatakan Imam At Tirmidzi dalam Sunannya dari para ulama terdahulu. Tetapi jika dia mendatangi peramal itu karena dia menghalalkan dan membenarkan perbuatan tersebut maka itu kufur secara zahirnya. Jika dia tidak menghalalkan dan tidak membenarkan, maka itu bermakna kufur nikmat. (Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 1/355)

📔 Imam Ali Al Qari, mengutip dari Ibnu Al Malak, katanya: “Ini diartikan jika dia menghalalkan perbuatan tersebut dan meyakininya, jika tidak maka itu adalah fasiq. Disebut “kafir” saat itu maksudnya adalah  kafir terhadap nikmat Allah ﷻ, atau secara mutlak itu perbuatan kufur yang biasa dilakukan kaum yang ingkar kepada Allah ﷻ.” (Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 2/489)

📓 Banyak sekali hadits-hadits serupa yang juga menggunakan kata “faqad kafara” atau “kufrun”, tapi tidak bermakna murtad tetapi untuk memperkuat dan memperberat kedudukan kesalahan perbuatan tersebut.

📚 Jadi, jika dia mendatanginya, lalu meyakininya dan membenarkannya serta dibarengi keyakinan bahwa adalah halal percaya terhadap peramal maka itu adalah kafir. Sedangkan jika tanpa ada keyakinan-keyakinan seperti ini, maka itu adalah fasiq, kufur nikmat, dan kafir ‘amali (perbuatan), bukan kafir i’tiqadi (keyakinannya).

Wallahu A’lam

☘🌺🌴🍃🌷🌻🌸🌾
✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top