Biji Tasbih Budaya Kafir?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ustadz, mungkin udah tahu ya lagi ramai ada penceramah yang mengatakan tasbih bukan berasal dari Islam .. lho kalo gitu budaya kafir ya? Jazakallah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah …

Sangat disayangkan pernyataan seperti itu keluar dengan ringan dari seorang Ustadz. Dibarengi dengan gaya yang meremehkan para tokoh pahlawan Indonesia dengan sorban yang mereka pakai.

Ada pun tentang tasbih, sudah pernah saya bahas panjang lebar di channel ini. Baik antara yang pro dan kontra, namun mayoritas ulama menyatakan kebolehannya, dengan sejumlah dalil yang mereka sampaikan.

Saya tidak akan mengulangi itu, saya hanya menyampaikan dan menegaskan bahwa apa yang disampaikan ustadz tersebut sangat tertolak dan terlalu nekad.

Saya akan sampaikan saja beberapa penjelasan para Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam hal ini.

Imam As Suyuthi Rahimahullah -sebagaimana dikutip Imam Asy Syaukani Rahimahullah- berkata:

وقد ساق السيوطي آثارًا في الجزء الذي سماه المنحة في السبحة وهو من جملة كتابه المجموع في الفتاوى وقال في آخره : ولم ينقل عن أحد من السلف ولا من الخلف المنع من جواز عد الذكر بالسبحة بل كان أكثرهم يعدونه بها ولا يرون في ذلك مكروهًا انتهى

Imam As Suyuthi telah mengemukakan berbagai atsar dalam juz yang dia namakan Al Minhah fi As Subhah, yang merupakan bagian dari kumpulan fatwa-fatwa, dia berkata pada bagian akhirnya: “Tidaklah ada nukilan seorang pun dari kalangan salaf dan tidak pula khalaf yang melarang kebolehan menghitung dzikir dengan subhah, bahkan justru MAYORITAS MEREKA MENGHITUNG DZIKIR DENGANNYA, dan mereka tidak memandangnya sebagai perbuatan yang dibenci. Selesai”

(Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, Hal. 317. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, seorang ulama yang track record-nya dikenal “keras” oleh banyak kalangan berkata:

وَعَدُّ التَّسْبِيحِ بِالْأَصَابِعِ سُنَّةٌ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ : { سَبِّحْنَ وَاعْقِدْنَ بِالْأَصَابِعِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ } . وَأَمَّا عَدُّهُ بِالنَّوَى وَالْحَصَى وَنَحْوُ ذَلِكَ فَحَسَنٌ وَكَانَ مِنْ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ وَقَدْ رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ تُسَبِّحُ بِالْحَصَى وَأَقَرَّهَا عَلَى ذَلِكَ وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يُسَبِّحُ بِهِ

“Menghitung tasbih dengan jari jemari adalah sunah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kaum wanita: “Bertasbihlah dan menghitunglah dengan jari jemari, karena jari jemari itu akan ditanya dan diajak bicara.”

Adapun menghitung tasbih dengan biji-bijian dan batu-batu kecil (semacam kerikil) dan semisalnya, maka hal itu perbuatan BAIK (hasan). Dan, dahulu SEBAGIAN SAHABAT Radhiallahu ‘Anhumi ada yang MELAKUKANNYA, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melihat ummul mukminin bertasbih dengan batu-batu kecil, dan beliau mentaqrirkannya (menyetujuinya), dan diriwayatkan pula bahwa Abu Hurairah pernah bertasbih dengannya.” (Majmu’ Fatawa, 5/225. Mawqi’ Al Islam)

Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah berkata:

وَقَدْ وَرَدَتْ فِي ذَلِكَ آثَارٌ ، وَلَمْ يُصِبْ مَنْ قَال إِنَّ ذَلِكَ بِدْعَةٌ

Telah sampai BERBAGAI ATSAR tentang hal itu, dan sama sekali tidak benar bagi yang mengatakan itu adalah bid’ah. (‘Aunul Ma’bud, 4/367, sebagaimana dikutip dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 21/259)

Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:

وهذا أصل في ندب السبحة المعروفة وكان ذلك معروفا بين الصحابة فقد أخرج عبد الله بن أحمد أن أبا هريرة كان له خيط فيه ألفا عقدة فلا ينام حتى يسبح به

“Hadits ini merupakan dasar terhadap sunahnya subhah (untaian biji tasbih) yang sudah dikenal. Hal itu dikenal pada masa sahabat, Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah memiliki benang yang memiliki seribu himpunan, beliau tidaklah tidur sampai dia bertasbih dengannya.” (Faidhul Qadir, 4/468. Cet. 1, 1415H-1994M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut – Libanon)

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata:

لكن يجوز له لو سبح بشيء كالحصى أو المسبحة أو النوى، وتركها ذلك في بيته ، حتى لا يقلده الناس فقد كان بعض السلف يعمله ، والأمر واسع لكن الأصابع أفضل في كل مكان ، والأفضل باليد اليمنى

“Tetapi boleh baginya seandainya bertasbih menggunakan kerikil atau misbahah (alat tasbih) atau biji-bijian, dan meninggalkan biji tasbih itu dirumahnya sehingga manusia tidak menggantungkannya, dan dahulu PARA SALAF MELAKUKANNYA. Masalah ini lapang, tetapi menggunakan jari adalah lebih utama pada setiap tempat, dan utamanya dengan tangan kanan.”. (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqallat, 29/318. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

السبحة ليست بدعة لأن النبي صلى الله عليه وسلم مر على نساء وهن يسبحن بالحصى فقال عليه الصلاة والسلام اعقدن بالأنامل فإنهن مستنطقات فقد بينت السنة حكم التسبيح بغير الأصابع وأن الأولى التسبيح بالأصابع

“As Sub-hah (untaian biji tasbih) BUKANLAH BID’AH, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melewati para wanita, dan mereka sedang bertasbih menggunakan batu-batu kecil (semacam kerikil). Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hitunglah bilangannya dengan ujung-ujung jari, karena nanti itu akan diajak bicara (pada hari kiamat).” Saya telah menjelaskan tentang KESUNNAHAN hukum bertasbih dengan selain jari jemari dan lebih utamanya bertasbih adalah dengan jari jemari.”

(Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Fatawa Nur ‘alad Darb, Bab Mutafariqah, No. 708. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Demikian. Data-data ini sudah cukup menunjukkan kekeliruan penceramah tersebut dan dia telah menabrak para imam kaum muslimin. Semoga selanjutnya bisa mawas diri.

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq

🌷🌴🌱🌸🍃🌵🍄🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 3)

SebelumnyaKeutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

4⃣ Shalat Idul Adha

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman;

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)

Shalat Idul Adha (juga Idhul Fitri) adalah sunah muakadah. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

شرعت صلاة العيدين في السنة الاولى من الهجرة، وهي سنة مؤكدة واظب النبي صلى الله عليه وسلم عليها وأمر الرجال والنساء أن يخرجوا لها

Disyariatkannya shalat ‘Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317)

Ada pun kalangan Hanafiyah berpendapat wajib, tetapi wajib dalam pengertian madzhab Hanafi adalah kedudukan di antara sunah dan fardhu.

Disebutkan dalam Al Mausu’ah:

صَلاَةُ الْعِيدَيْنِ وَاجِبَةٌ عَلَى الْقَوْل الصَّحِيحِ الْمُفْتَى بِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ – وَالْمُرَادُ مِنَ الْوَاجِبِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : أَنَّهُ مَنْزِلَةٌ بَيْنَ الْفَرْضِ وَالسُّنَّةِ – وَدَلِيل ذَلِكَ : مُوَاظَبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا مِنْ دُونِ تَرْكِهَا وَلَوْ مَرَّةً

Shalat ‘Idain adalah wajib menurut pendapat yang shahih yang difatwakan oleh kalangan Hanafiyah –maksud wajib menurut madzhab Hanafi adalah kedudukan yang setara antara fardhu dan sunah. Dalilnya adalah begitu bersemangatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, Beliau tidak pernah meninggalkannya sekali pun. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/240)

Sedangkan Syafi’iyah dan Malikiyah menyatakan sebagai sunah muakadah, dalilnya adalah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh orang Arab Badui tentang shalat fardhu, Nabi menyebutkan shalat yang lima. Lalu Arab Badui itu bertanya:

هَل عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَال لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ

Apakah ada yang selain itu? Nabi menjawab: “Tidak ada, kecuali yang sunah.” (HR. Bukhari No. 46)

Bukti lain bahwa shalat ‘Idain itu sunah adalah shalat tersebut tidak menggunakan adzan dan iqamah sebagaimana shalat wajib lainnya. Shalat tersebut sama halnya dengan shalat sunah lainnya tanpa adzan dan iqamah, seperti dhuha, tahajud, dan lainnya. Ini menunjukkan bahwa shalat ‘Idain adalah sunah.

Sedangkan Hanabilah mengatakan fardhu kifayah, alasannya adalah karena firman Allah Ta’ala menyebutkan shalat tersebut dengan kalimat perintah: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2). Juga karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu merutinkannya. (Ibid, 27/240)

5⃣ Menyembelih Hewan Qurban

Jumhur ulama mengatakan sunnah muakadah, kecuali Abu Hanifah hang mengatakan wajib, bagi yang sedang lapang rezekinya.

Untuk detilnya masalah ini, sila merujuk ke tautan berikut:

Serial Qurban dan Pembahasannya

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 1)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 2)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 3)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 4)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 5)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 6)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 7)

Qurban dan Pembahasannya (Bag. 8)

Bersambung …

🍃🌴🌻🌾🌸🌺☘🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Serial Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 3)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 4)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 1)

💢💢💢💢💢💢

🗒 Mukaddimah

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)

1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa .

2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

3. Kelak dia akan masuk ke dalam api neraka yang bergejolak.

4. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar .

5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.

🗒 A. Identifikasi surat

✅ Urutan surat ke 111

✅ Termasuk surat golongan Makiyyah

✅ Jumlah ayatnya ada 5, 23 kalimat dan 77 huruf.

✅ Nama lain surat ini adalah Surat Tabbat , Surat Al Masad dan surat Al-Lahab. Karena dalam surat lain tidak disebutkan kisah tentang Abu Lahab ( Abdullah Al Hani, Asma Suwar Fil Qur’an, hal 191)

🗒 B. Siapakah Abu Jahal dan Istrinya?

Abu Jahal nama aslinya adalah Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib, Abu Jahal termasuk paman Nabi Muhammad, istri Abu Jahal bernama Arwa binti Harb dikenal dengan sebutan Ummu Jamil saudara perempuan Abu Sofyan.

Ibnu Jarir At Thabari menyebutkan, sebab dipanggil dengan sebutan Abu Lahab adalah Kuniyah (panggilan) karena salah seorang anaknya bernama Lahab, dan juga karena wajahnya yang merah menyala seperti api. Al Waqidi menyebutkan, Abu Lahab termasuk orang yang sangat keras memusuhi dakwah Nabi Muhammad dan berusaha mencelakakan beliau. Abu Lahab meninggal beberapa saat setelah peristiwa perang Badar. ( Ibnu Jarir At Thabari, Fath Al Bari, 8/737)

🗒 C. Al-Munasabah (Korelasi) Surat Al Ikhlas dan Surat Al Masad

Abu Hayyan Al Andalusy menyebutkan bahwa korelasi (hubungan) antar surat Al Ikhlas dan surat Al Masad adalah:

“Surat Al Ikhlas kandungannya memurnikan tauhid dan keyakinan dalam menyembah Allah yang Maha Esa, sedangkan surat Al Lahab berisi permusuhan Abu Lahab yang menyembah patung berhala kepada Nabi Muhammad Shalallah Alaihi wasallam”. (Abu Hayyan Al Andalusi, Bahrul Muhith, 8/529)

🗒 D. Sabab nuzul Surat Al Masad

✅ Imam Al Bukhari menyebutkan sebab turun surat ini dalam hadits:

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى البَطْحَاءِ، فَصَعِدَ إِلَى الجَبَلِ فَنَادَى: «يَا صَبَاحَاهْ» فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ العَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ، أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ} إِلَى آخِرِهَا

“Dari Said bin Zubair dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam keluar ke sebuah tempat yang disebut Bathha, lalu beliau naik kebukit dan bersabda,”(Wahai Manusia) kemudian orang-orang Quraiys berkumpul, kemudian beliau berkata,” Bagaimana pendapat kalian, jika aku mengabarkan bahwa ada musuh dibalik bukit ini akan menyerang atau menyergap kalian, apakah kalian membenarkanku?”. Mereka berkata, “Ya” lalu Nabi meneruskan berkata,” Sesungguhnya aku pemberi peringatan kepada kalian, dihadapanku ada azab yang pedih ada azab yang pedih”. Lalu Abu Lahab berkata,” Apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?”. Celakalah bagimu”. Lalu Allah menurunkan ayat Tabbat Yada Abi Lahab, hingga akhir ayat. (HR. Bukhari, No. 4972)

✅ Menurut Al Mawardi.

Beliau menyebutkan ada tiga sabab nuzul dalam surat Al Masad, yaitu:

1⃣ Riwayat bersumber dari Abdurrrahman bin Zaid, bahwa Abu Lahab datang kepada Rasulullah dan berkata:

ماذا أُعطَى إن آمنتُ بك يا محمد؟ قال: ما يعطَى المسلمون , قال: ما عليهم فضل؟ قال: وأي شيء تبتغي؟ قال: تبَّا لهذا من دين أن أكون أنا وهؤلاء سواء , فأنزل الله فيه: {تبت يدا أبي لهب}

“Apa yang akan kau berikan jika aku masuk Islam, wahai Muhammad?”, Nabi Muhammad menjawab,” Apa yang diberikan bagi orang-orang muslim. Abu Lahab bertanya,” Apa keutamaan mereka?”, Nabi bersabda,” Apa yang kau cari?”, Abu Lahab menjawab,” Celakalah agama ini, yang menjadikan aku sama dengan mereka (kaum muslimin), lalu Allah menurunkan ayat, Tabbat Yada Abi Lahab.

2⃣ Riwayat kedua bersumber dari Abdullah bin Abbas, seperti tercantum dalam hadits dalam Shahih Bukhari diatas.

3⃣ Riwayat ketiga bersumber dari Abdurrahman bin Kisan

أنه كان إذا وفد على النبي صلى الله عليه وسلم وفْدٌ انطلق إليهم أبو لهب , فيسألونه عن رسول الله ويقولون: أنت أعلم به , فيقول لهم أبو لهب: إنه كذاب ساحر , فيرجعون عنه ولا يلقونه , فأتاه وفد , ففعل معهم مثل ذلك , فقالوا: لا ننصرف حتى نراه ونسمع كلامه , فقال لهم أبو لهب: إنا لم نزل نعالجه من الجنون فتبّاً له وتعساً , فأخبر بذلك النبي صلى الله عليه وسلم فاكتأب له , فأنزل الله تعالى (تَبّتْ) السورة

“Jika datang utusan kepada Nabi Muhammad , Abu Lahab datang dan bertanya tentang Nabi Muhammad, lalu para utusan itu menjawab,”Engkau lebih mengetahui tentangnya”. Abu Lahab berkata,” Dia (Muhammad) seorang pendusta dan tukang sihir, lalu mereka (para utusan) kembali dan tidak jadi menemui nabi. Lalu datang lagi utusan yang lain dan Abu Lahab melakukan hal yang sama, lalu mereka berkata,” Kita jangan pergi hingga melihatnya ( Nabi Muhammad) dan mendengar ucapannya. Abu Lahab berkata kepada mereka,”Kami terus mengobati Muhammad dari sakit gila-nya, celaka dan rugilah ia”. Lalu hal tersebut di kabarkan kepada Nabi Muhammad, Nabipun murung, dan turunlah Surat Tabbat. ( Al Mawardi, Tafsir Al Mawardi, 6/364)

🗒 E. Kandungan Ayat

Tema utama surat ini adalah:

✅ Permusuhan yang dilakukan oleh Abu Lahab dan isterinya terhadap Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, dan dakwah.

✅ Hubungan kekerabatan bisa menjadi merupakan rintangan dakwah jika mereka menolak dan memusuhi secara membabi buta.

✅ Ancaman Allah kepada Abu Lahab dan isterinya.

Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi menyebutkan:

“Allah menjadikan musuh bagi Nabi Muhammad dan dakwah Islam orang yang masih memiliki hubungan kerabat dengan beliau, karena agama ini datang bukan karena kekerabatan dan golongan tertentu, namun untuk seluruh alam. Banyak dari orang-orang yang dahulunya memusuhi Nabi Muhammad, namun akhirnya Allah lunakkan hati mereka untuk masuk Islam, seperti Abu Shofyan, Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Amr Bin Al Ash dan sebagainya, namun tidak untuk Abu Lahab, itulah takdir Allah, seperti tercantum dalam ayat:

سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

Kelak dia akan masuk ke dalam api neraka yang bergejolak ( QS. Al Lahab:3)

( Syekh Mutawalli Asy Sya;rawi, Tafsir Juz Amma, h. 647)

والله أعلم

☘🌴🌷🍃🌸🌻🌺🌹

📝 Fauzan Sugiono

Serial Tafsir Surat Al Lahab

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 1)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 2)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 3)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

SebelumnyaKeutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)


🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

3⃣ Shaum ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)

Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)

Hadits ini menunjukkan sunahnya puasa ‘Arafah.

✖ Apakah yang sedang wuquf dilarang berpuasa ‘Arafah?

Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan: “Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah.” (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)

❓ Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?

Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)

Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya.

Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: “Aku berkata: Ibnu khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban.” (At Talkhish, 2/461-462)

Namun ulama lain menyatakan bahwa hadits ini dhaif. (Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No. 8031, Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya seperti Tamamul Minnah Hal. 410, At Ta’liq Ar Raghib, 2/77, Dhaif Abi Daud No. 461, dan lainnya)

Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Al Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.

Imam Al Munawi mengatakan: “Berkata Al Hakim: ‘Sesuai syarat Bukhari,’ mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Al Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhul. Al ‘Uqaili mengatakan: ‘Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.’” (Faidhul Qadir, 6/431)

Lalu, Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.

Syaikh Al Albani berkata: “Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul.” (Tamamul Minnah Hal. 410)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata: “Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen).” (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)

Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban dinilai sebagai imam hadits yang longgar men-tsiqah-kan perawi yang majhul.

Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir, 2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)

Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani.” (Nailul Authar, 4/239)

Maka, pandangan yang dinilai para ulama lebih kuat adalah tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Tidak ada yang shahih

bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah).” (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)

Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.

Diriwayatkan secara shahih:

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya.” (HR. Bukhari No. 5636)

Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan: “Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari ‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang larangan berpuasa pada hari itu.” (Adh Dhuafa, No. 372)

Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah. Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut: “Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)

Maka, larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun tidak pernah berpuasa ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para sahabat setelahnya. Sehingga, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi yang wuquf di ‘Arafah.

Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata: isnaduhu shahih.)

Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/25)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya, tujuannya agar mereka kuat berdoa: “Ada pun para haji, tidaklah disunahkan berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk mengikuti sunah.” (Ibid, 3/24). Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.

🌐 Namun mayoritas madzhab memakruhkannya, berikut ini rinciannya:

✅ Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).

✅Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.

✅Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka puasanya itu menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.

✅Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam, bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa. (Lihat rinciannya dalam Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/887, karya Syaikh Abdurrahman Al Jazairi)

Bersambung …

🌷🌺🌻🌴🌸🌾🍃☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Serial Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 3)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 4)

scroll to top