Tabur Bunga di Kubur

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Apa hukum menabur bunga di kubur? (08220825xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah …

Afwan baru sempat ..

Para ulama berbeda pendapat dalam hal itu.

📌 Pertama, membolehkan bahkan menyunnahkan.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Rahimahullah berkata:

يسن وضع جريدة خضراء للاتباع و سنده صحيح و لأنه يخفف عنه ببركة تسبيحها اذ هو اكمل من تسبيح اليابسة لما تلك من نوع حياة و قيس بها ما اعتيد من طرح الريحان و نحوه

Disunahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau dalam rangka mengikuti sunah, dan sanadnya shahih, dan hal itu bisa meringankan si ahli kubur mellui keberkahan tasbih pelepah kurma tsb. Lebih sempurna lagi tasbih dr yang pelepah masih basah karena itu termasuk jenis tanaman hidup, dan diqiyaskan dengan hal itu adalah menaburkan kembang harum dan semisalnya.
(Tuhfatul Muhtaj, 3/198)

Kedua. Pihak yang melarang bahkan membid’ahkannya.

Fatwa di Al Lajnah Ad Daimah:

وضع الأزهار أو الريحان أو ورق الشجر الأخضر أو غيرها على القبر زعمًا أنها تستغفر لصاحب القبر ما لم تيبس كل ذلك محدث وبدعة لا أصل له في الشرع المطهر، والمشروع هو الاستغفار للميت والدعاء له عند قبره أو في أي مكان، فذلك الذي ينفعه، وأما ما يحتج به بعض الناس على مشروعية وضع الجريد أو الورق الأخضر على القبور بحديث ابن عباس رضي الله عنهما، أن
(الجزء رقم : 7، الصفحة رقم: 450)
النبي صلى الله عليه وسلم مر بقبرين فقال: إنهما ليعذبان وما يعذبان في كبير، أما أحدهما فكان لا يستتر من البول، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة ثم أخذ جريدة رطبة فشقها نصفين فغرز في كل قبر واحدة، فسئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك فقال: لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا رواه البخاري . فالجواب عن ذلك أن هذه الحادثة واقعة عين لا عموم لها في شخصين، أطلع الله نبيه صلى الله عليه وسلم على تعذيبهما وذلك خاص برسول الله صلى الله عليه وسلم، ولم يكن ذلك منه سنة مطردة في قبور المسلمين.

📌 Meletakkan kembang, bunga, daun2
-daunan, dgn menyangka bisa memohonkan ampun bagi ahli kubur adalah bid’ah, tidak ada dasarnya.

📌 Yg disyariatkan itu adalah mendoakannya memohonkan ampun di sisi kuburnya atau di mana saja

📌 Dasar pihak yg membolehkan, yaitu kisah Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam melewati dua kubur yg penghuninya sdg diazab, lalu Beliau menanamkan pelepah kurma basah ke dua kubur itu, yg dengan itu bs meringankan siksa kuburnya. (HR. Bukhari)

📌 Keistimewaan ini khusus bagi Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam saja, tidak berlaku umum.

📌 Maka tidak boleh kaum muslimin mengamalkannya karena bukan Sunnah.

(Fatwa no. 20517)

Jadi, perbedaan ini dikarenakan beda paham dalam memahami perbuatan Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam. Pihak yang menyunnahkan menilainya sebagai hujjah yang berlaku umum, pihak yang membid’ahkan menganggap itu adalah khusus bagi Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam saja.

Maka kita lihat kubur-kubur di negeri yang umumnya bermazhab Syafi’iy seperti Asia Tenggara, banyak ditumbuhi dedaunan, dan bunga-bunga.

Sementara di Arab Saudi, tidak demikian. Dibiarkan kering, ini tidak semata kondisi tanah atau iklim, tapi juga dipengaruhi pilihan pendapat fiqih ulamanya.

Demikian. Wallahu a’lam

🍄🌷🌴🌱🌸🍃🌵🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu

💦💥💦💥💦💥💦💥

Imam An Nawawi Rahimahullah menceritakan tentang keutamaan para sahabat secara umum dan khusus:

وَاتَّفَقَ أَهْل السُّنَّة عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ أَبُو بَكْر ، ثُمَّ عُمَر . قَالَ جُمْهُورهمْ : ثُمَّ عُثْمَان ، ثُمَّ عَلِيّ . وَقَالَ بَعْض أَهْل السُّنَّة مِنْ أَهْل الْكُوفَة بِتَقْدِيمِ عَلِيّ عَلَى عُثْمَان ، وَالصَّحِيح الْمَشْهُور تَقْدِيم عُثْمَان . قَالَ أَبُو مَنْصُور الْبَغْدَادِيّ : أَصْحَابنَا مُجْمِعُونَ عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ الْخُلَفَاء الْأَرْبَعَة عَلَى التَّرْتِيب الْمَذْكُورَة ثُمَّ تَمَام الْعَشَرَة ، ثُمَّ أَهْل بَدْر ، ثُمَّ أُحُد ، ثُمَّ بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَمِمَّنْ لَهُ مَزِيَّة أَهْل الْعَقَبَتَيْنِ مِنْ الْأَنْصَار ، وَكَذَلِكَ السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ ، وَهُمْ مَنْ صَلَّى إِلَى الْقِبْلَتَيْنِ فِي قَوْل اِبْن الْمُسَيِّب وَطَائِفَة ، وَفِي قَوْل الشَّعْبِيّ أَهْل بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَفِي قَوْل عَطَاء وَمُحَمَّد بْن كَعْب أَهْل بَدْر

“Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa sahabat yang paling utama adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Lalu mayoritas mengatakan: Utsman, kemudian Ali. Sebagian Ahlus Sunnah mengatakan dari Penduduk Kufah lebih mengutamakan Ali dibanding Utsman, yang shahih adalah mengutamakan Utsman. Abu Manshur Al Baghdadi berkata: ‘Sahabat-sahabat kami telah ijma’ bahwa para sahabat yang paling utama adalah khalifah yang empat sesuai urutan yang telah disebutkan, kemudian sepuluh orang (yang dijamin masuk surga), kemudian Ahli Badr, kemudian Uhud, kemudian Bai’atur Ridhwan, dan orang-orang mulia yang ikut serta dalam dua kali Bai’at ‘Aqabah dari kalangan Anshar, demikian juga as sabiqunal awwalun, mereka adalah orang yang pernah mengenyam dua buah kiblat menurut Said bin Al Musayyib, dan menurut Asy Sya’bi mereka adalah pengikut Bai’atur Ridhwan, ada pun menurut Atha’, Muhammad bin Ka’ab, mereka adalah Ahli Badr.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Muqadimah Bab Fadhailush Shahabah, Mausu’ah Syuruh Al Hadits)

📌 Tentang urutan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, memiliki dasar shahih sebagai berikut:

Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, berkata:

كُنَّا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَعْدِلُ بِأَبِي بَكْرٍ أَحَدًا ثُمَّ عُمَرَ ثُمَّ عُثْمَانَ ثُمَّ نَتْرُكُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نُفَاضِلُ بَيْنَهُمْ

“Dahulu kami pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidaklah membandingkan Ab Bakar dengan siapa pun, kemudian Umar, kemudian Utsman, barulah kami membiarkan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kami tidak mengutamakan satu sama lain di antara mereka.” (HR. Bukhari No. 3455, 3494)

📌 Ada pun keuatamaan Abu Bakar secara khusus

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِي وَصَاحِبِي

“Seandainya saya mengambil kekasih dari kalangan umatku, maka aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku, tetapi dia adalah saudaraku dan sahabatku.” (HR. Bukhari No. 3456)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah (9): 40)

Imam Bukhari meriwayatkan tentang ayat ini:

قالت عائشة وأبو سعيد وابن عباس رضي الله عنهم: وكان أبو بكر مع النبي صلى الله عليه وسلم في الغار

Berkata ‘Aisyah, Abu Said, dan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhum: adalah Abu Bakar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam gua. (HR. Bukhari No. 3692)

Ini juga diceritakan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq sendiri, katanya:

قلت للنبي صلى الله عليه وسلم وأنا في الغار: لو أن أحدهم نظر تحت قدميه لأبصرنا، فقال: (ما ظنك يا أبا بكر باثنين الله ثالثهما)

“Aku berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan saat itu aku sedang di gua: ‘Seandainya salah seorang mereka melihat ke bawah kakinya niscaya kita akan terlihat.” Rasulullah bersabda: “Tidakkah engkau kira wahai Abu Bakar dengan dua orang, Allah-lah yang ketiganya.” (HR. Bukhari No. 3453, 4386, 3707)

📌 Gelar Ash Shiddiq adalah pemberian Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya, setelah peristiwa Isra’ Mi’raj.

Abu Yahya berkata, aku mendengar Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu bersumpah:

أن الله أنزل اسم أبي بكر من السماء الصديق

“Sesungguhnya Allah menurunkan nama dari langit bagi Abu Bakar dengan Ash Shiddiq.” (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 14. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Ahad wal Matsani, No. 6, Abu Nu’aim, Ma’rifatu Ash Shahabah, No. 56)

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: rijalnya tsiqat (kredibel) (Fathul Bari, 7/9. Darul Fikr. Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi, 10/138. Al Maktabah As Salafiyah) begitu juga kata Imam Al Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 9/41. Darul Kutub Al ‘Ilmiah) sedangkan Imam As Suyuthi mengatakan jayyid shahih (Tarikhul Khulafa’, Hal. 11)

Ucapan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu ini menjadi penegas dustanya kaum Syi’ah. Abu Bakar yang mereka sebut dengan ‘Fir’aun’ justru Ali Radhiallahu ‘Anhu telah membelanya.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أما إنك يا أبا بكر أول من يدخل الجنة من أمتي

“Ada pun engka wahai Abu Bakar, adalah orang pertama dari umatku yang akan masuk surga.” (HR. Abu Daud, No. 4652. Ath Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 538. Dishahihkan oleh Al Hakim, Tarikhul Khulafa’ Hal. 20)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah ridha bahwa Abu Bakar adalah penggantinya. Diriwayatkan oleh Jubeir bin Mut’im, dari ayahnya:

أتت امرأة النبي صلى الله عليه وسلم، فأمرها أن ترجع إليه، قالت: أرأيت إن جئت ولم أجدك؟ كأنها تقول: الموت، قال صلى الله عليه وسلم: (إن لم تجديني فأتي أبا بكر)

“Datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka nabi memerintahkannya untuk kembali lagi kepadanya. Wanita itu berkata: ‘Apa pendapatmu jika aku datang tetapi tidak berjumpa lagi denganmu?’ Seakan wanita itu mengatakan: Sudah wafat. Beliau bersabda: ‘Jika angkau tidak menemui aku, maka datanglah kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari No. 3459, 6927, 6794. Muslim No.2386. At Tirmidzi No. 3758)

Imam As Suyuthi Rahimahullah telah menulis demikian:

وفي حديث ابن زمعة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرهم بالصلاة وكان أبو بكر غائباً فتقدم عمر فصلى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” لا لا لا يأبى الله والمسلمون إلا أبا بكر يصلي بالناس أبو بكر ” . وفي حديث ابن عمر ” كبر عمر فسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم تكبير فأطلع رأسه مغضباً فقال أين ابن أبي قحافة ” .
قال العلماء: في هذا الحديث أوضح دلالة على أن الصديق أفضل الصحابة على الإطلاق وأحقهم بالخلافة وأولاهم بالإمامة

“Dalam hadits Ibnu Zam’ah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka shalat berjamaah dan saat itu Abu Bakar sedang tidak ada, maka majulah Umar ke depan, Nabi bersabda: “Tidak, tidak, tidak, Allah dan kaum msulimin akan menolak kecuali Abu Bakar, maka Abu Bakar pun shalat (jadi Imam) bersama manusia.”

Dalam riwayat Ibnu Umar: “Umar bin Al Khathab takbir (memimpin shalat berjamaah), maka Rasulullah mendengar takbirnya Umar, lalu dia menampakkan kepalanya dan berkata: “Di mana Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar)?”

Berkata para ulama: “Ini merupakan dalil yang jelas bahwa Abu Bakar merupakan sahabat paling utama secara mutlak, yang berhak dengan khilafah, dan paling utama dalam imamah/kepemimpinan.” (Tarikhul Khulafa’ Hal. 24)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:

أنت صاحبي على الحوض، وصاحبي في الغار

“Engkau adalah sahabatku di haudh (telaga rasul di surga) dan sahabatku di gua.” (HR. At Tirmidzi No. 3752, katanya: hasan shahih gharib. Alauddin Al Muttaqi A l Hindi, Kanzul ‘Ummal, No. 32559. Al Fadhl Sayyid Abul Ma’athi An Nuri, Al Musnad Al Jami’ No. 8183)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:

من أصبح منكم اليوم صائما؟ ” قال أبو بكر: أنا. قال “فمن تبع منكم اليوم جنازة؟ ” قال أبو بكر: أنا. قال “فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟ ” قال أب

و بكر: أنا. قال “فمن عاد منكم اليوم مريضا؟” قال أبو بكر: أنا. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم “ما اجتمعن في امرئ إلا دخل الجنة

“Siapakah di antara kalian yang berpuasa pagi ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang ikut meiringi jenazah hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang sudah menjenguk orang sakit hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidaklah semuanya terkumpul pada seseorang melainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa Sallam.

🍃🌾🌸🌻🌴🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhuma (Bag. 2)

💥💦💥💦💥💦

1⃣ Didoakan Nabi sebagai Mahdi

Berikut tertulis dalam Sunan At Tirmidzi dalam Kitab Al Manaqib ‘an Rasulillah, pada Bab Manaqib Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

حدثنا محمد بن يحيى حدثنا أبو مسهر عبد الأعلى بن مسهر عن سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة وكان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لمعاوية اللهم اجعله هاديا مهديا واهد به

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yahya, telah bercerita kepada kami Abu Mushir Abdul A’la bin Mushir, dari Sa’id bin Abdul Aziz, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Abdurrahman bin Abi ‘Amirah, dan dia seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda kepada Muawiyah:

“Ya Allah jadikanlah dia sebagai orang yang bisa memberikan petunjuk dan seorang yang diberi petunjuk (Mahdi) dan berikanlah hidayah (kepada manusia) melaluinya.”

(HR. At Tirmidzi No. 3842, Imam At Tirmidzi berkata: hasan gharib. Ahmad No. 17895, Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir, 5/240. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Aahaad wal Matsani No. 1129, Al Khathib dalam Tarikh Baghdad , 1/207-208, Ibnul Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah No. 442, Al Khalal dalam As Sunnah No. 699, Ibnu Qaani’ dalam Mu’jam Ash Shahabah, 2/146, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 660, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 8/358. Imam Ibnu Abdil Bar dan Al Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Lihat Al Ishabah, 4/342-343 dan Fathul Bari, 7/104)

Hadits ini shahih. Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth:

رجاله ثقات رجال الصحيح، إلا أن سعيد بن عبد العزيز، الذي مدار الحديث عليه، اختلط في آخر عمره فيما قاله أبو مسهر ويحيى بن معين

“Rijal hadits ini tsiqat (terpercaya) dan merupakan para perawi hadits shahih, kecuali Sa’id bin Abdul Aziz, dia menjadi pokok perbincangan hadits ini, dia telah mengalami kekacauan hapalan pada akhir usianya seperti yang dikatakan oleh Abu Mushir dan Yahya bin Ma’in.” (Musnad Ahmad No. 17895, dengan tahqiq; Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Syaikh ‘Adil Mursyid, dan lainnya)

Maka, doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa ‘Ala Aalihi wa Sallam untuk Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu ini menunjukkan keutamaan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu yang sangat jelas. Kelompok syiah terus-menerus mengulang bahwa sebagian sahabat –termasuk Mu’awiyah- telah berubah menjadi pelaku maksiat bahkan menjadi kafir setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Persangkaan ini membawa konsekuensi:

▶ Menunjukkan bahwa doa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk Mu’awiyah tidak maqbul. Tentunya ini merupakan penghinaan atas kehormatan dan kemuliaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

▶ Teranulirnya banyak ayat dan perkataan nabi yang menyatakan keutamaan para sahabat, seakan Allah dan RasulNya salah dalam memuji mereka. Tentunya pula ini merupakan kelancangan terhada firman Allah ‘Azza wa Jalla dan perkataan RasulNya.

2⃣ Memimpin perang di Laut dan Nabi menjamin surga

Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, dari hadits Ummu Haram Radhiyallahu ‘Anha, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا

“Pasukan pertama dari umatku yang berperang mengarungi lautan telah wajib bagi mereka (yakni surga)”. (HR. Bukhari No. 2924)

Ternyata Mu’awiyahlah yang menjadi panglima angkatan laut tersebut. Angkatan laut kaum Muslimin berperang mengarungi lautan pada masa kekhalifahan beliau.

Hal ini diceritakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang meriwayatkan dari jalan Muhammad bin Yahya bin Hibban, dari Anas bin Malik dari bibinya, Ummu Haram binti Milhan Radhiyallahu ‘Anhuma berkata: “Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidur di dekat saya. Kemudian beliau terbangun, lalu tersenyum. Saya bertanya: “Apa yang membuatmu tersenyum?” Beliau menjawab:

أُنَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ يَرْكَبُونَ هَذَا الْبَحْرَ الْأَخْضَرَ كَالْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ

“Telah diperlihatkan kepadaku beberapa orang dari umatku yang mengarungi samudera biru ini, laksana para raja di atas singgasananya!”

“Mintalah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka!” pinta Ummu Haram. Lalu Rasulullah mendoakannya. Kemudian beliau tidur lagi. Dan beliau melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, lalu Ummu Haram bertanya seperti di atas, dan Rasulullah menjawabnya seperti jawaban sebelumnya. Ummu Haram berkata,”Mohonlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka,” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,”Engkau termasuk golongan pertama (dari angkatan laut tersebut)!”

Kemudian Ummu Haram keluar berperang menyertai suaminya, yakni Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘Anhuma, bersama pasukan angkatan laut yang pertama kali diberangkatkan di bawah kepemimpinan Mu’awiyah. Sekembalinya dari peperangan tersebut, mereka singgah di Syam, lalu diserahkan kepadanya seekor kuda tunggangan. Kuda tunggangan tersebut membuatnya jatuh, hingga ia meninggal Radhiyallahu ‘Anhuma. (HR. Bukhari No. 2799 dan Muslim No. 1912)

3⃣ Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu adalah sekretaris Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan bahwa Abu Sufyan Radhiallahu ‘Anhu berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

قال: ومعاوية، تجعله كاتبا بين يديك. قال “نعم”

Abu Sufyan berkata: “Dan Mu’awiyah, kau jadikanlah dia sebagai juru tulis bagimu.” Beliau bersabda: “Ya.” (HR. Muslim No. 2501)

Beliau adalah salah seorang juru tulis wahyu, dan ini menunjukkan keutamaannya. Kalau bukan karena keutamaannya, karena apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkatnya?

4⃣ Didoakan buruk oleh nabi dan itu berarti tazkiyah baginya

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ قَالَ فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ اذْهَبْ وَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ قَالَ ثُمَّ قَالَ لِيَ اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ فَقَالَ لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ

“Saya bermain bersama anak-anak lalu datang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan saya bersembunyi di belakang pintu. Beliau datang dan mengeluarkan saya dan berkata: pergilah dan panggilah Muawiyah kepada saya. Maka saya mendatanginya, dan berkata: “Dia sedang makan.” Kemudian Nabi memintaku lagi: “Pergilah dan panggil Muawiyah kepadaku.” Saya katakan; “Dia masih makan.” Maka Nabi bersabda: “Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya.” (HR. Muslim No. 2604)

Sebagian kecil kalangan tidak menerima jika hadits ini dijadikan sebagai keutamaan Mu’awiyah, karena mereka berpegang pada lahiriyah hadits saja. Bagi mereka ini adalah doa buruk buat Mu’awiyah. Lalu mereka memutar-mutar lidah mereka dengan berbagai alasan dan kata-kata yang dibuat-buat dengan target bahwa Mu’awiyah tetaplah terhina dalam pandangan mereka.

Ada pun Ahlus Sunnah, menetapkan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam katakan sendiri. Oleh karena itu hanya nabi yang berhak menjelaskan apa maksud ucapan beliau yang bernadakan buruk kepada seorang muslim.

Imam Muslim memasukkan hadits Mu’awiyah di atas dalam Bab Man La’anahu An Nabi Aw Sabbahu Aw Da’a ‘Alaihi Wa Laisa Huwa Ahlan Lidzalika Kaana Lahu Zakatan Wa Ajran Wa rahmatan (Orang yang dilaknat, dicaci maki atau dido’akan jelek oleh Nabi sedangkan orang itu tidak layak diperlakukan seperti itu maka laknatan, caci maki dan doa itu menjadi penyuci, pahala dan rahmat baginya).

Banyak hadits nabi yang menyebutkan bahwa caci makian beliau itu adalah tazkiyah (pensucian), pahala, kaffarat (tebusan) dan rahmat bagi orang yang menerimanya. Berikut akan saya paparkan bberapa saja.

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

دخل على رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلان. فكلمها بشيء لا أدري ما هو. فأغضباه. فلعنهما وسبهما. فلما خرجا قلت: يا رسول الله! من أصاب من الخير شيئا ما أصابه هذان. قال “وما ذاك” قالت قلت: لعنتهما وسببت

هما. قال “أو ما علمت ما شارطت عليه ربي؟ قلت: اللهم! إنما أنا بشر. فأي المسلمين لعنته أو سببته فاجعله له زكاة وأجرا”.

Datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dua laki-laki, keduanya datang dengan sesuatu yang aku tidak tahu apa itu, lalu beliau memarahinya dan melaknat serta mencaci mereka berdua. Ketika keduanya keluar, aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Siapa yang mendapatkan kebaikan seperti yang didapatkan oleh kedua orang itu?” Beliau menjawab dengan balik bertanya: “kebaikan apa itu?” ‘Aisyah berkata: saya menjawab: “Engkau telah melaknat dan mencaci mereka berdua.” Beliau bersabda: “Apakah engkau tidak tahu isi perjanjian yang aku buat bersama Tuhanku ?” saya berdoa: “Ya Allah! Sesungguhnya saya ini hanyalah manusia, maka siapa saja umat Islam yang saya laknat atau caci maka jadikanlah itu sebagai pensuci dan pahala baginya.” (HR. Muslim No. 2600)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“اللهم! إنما أنا بشر. فأيما رجل من المسلمين سببته، أو لعنته، أو جلدته. فاجعلها له زكاة ورحمة”.

“Ya Allah! Sesungguhnya saya hanyala manusia. Laki-laki mana saja dari kaum muslimin yang saya caci, atau laknat, atau cambuk, jadikanlah itu sebagai pembersih dan rahmat baginya.” (HR. Muslim No. 2601)

Bersambung …

🌴🍃🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Sujud Hidung Tidak Menyentuh Tanah, Batalkah Shalatnya?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum
Ustadz farid yang di rahmati Allah saya ingin bertanya.
Saya pernah mendengar suatu ceramah yg mngatakan bahwa tidak sah shalat seseorang yg pd saat sujud hidungnya tidak mencium/menempel pada tanah/ubin….
Mohon penjelasannya ustadz..🙏🙏

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Afwan baru sempat .., tentang menempelkan hidung saat sujud, ada beragam pandangan walau zhahirnya menunjukkan wajib.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah menjelaskan:

 

فقد اختلف العلماء في حكم وضع الأنف على الأرض أثناء السجود:

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum meletakkan hidup ke tanah saat Sujud:

-فذهب الشافعي وهو رواية عن مالك ورواية عن أحمد إلى عدم الوجوب

Imam Asy Syafi’iy, salah satu riwayat dari Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, mengatakan itu TIDAK WAJIB.

-وذهب ابن جبير و النخعي و إسحاق وهو رواية عن مالك ورواية عن أحمد إلى الوجوب

Ibnu Jubeir, An Nakha’i, Ishaq, dan salah satu riwayat dari Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa itu WAJIB

-وذهب أبو حنيفة إلى أن الواجب هو أن يضع جبهته أو أنفه على الأرض

Abu Hanifah mengatakan wajibnya itu meletakkan dahi atau hidung di atas tanah.

والظاهر هو الوجوب، لحديث ابن عباس في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” أمرت أن أسجد على سبعة أعظم: الجبهة وأشار إلى أنفه، واليدين، والركبتين، وأطراف القدمين “

Namun, secara zhahirnya menunjukkan wajib, berdasarkan hadits dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Aku diperintah bersujud di atas 7 tulang: dahi dan beliau mengisyaratkan ke hidungnya, dua tangan, dua lutut, dan ujung dua telapak kaki.

والأمر يقتضي الوجوب. وقد قال صلى الله عليه وسلم: ” صلوا كما رأيتموني أصلي ” رواه البخاري
والله أعلم

Dan perintah konsekuensinya adalah menunjukkan wajib. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Shalatlah kami seperti melihat aku shalat. (HR. Bukhari).

Wallahu A’lam

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, no. 15023)

Kemudian .., apakah batal jika tidak menyentuh tanah? Tidak, shalatnya tetap sah menurut 4 madzhab.

Berikut ini keterangannya:

وأما من سجد ووضع جزءًا من جبهته على الأرض، ولم يلامس أنفه الأرض؛ فصلاته صحيحة في المعتمد من قول المذاهب الأربعة، ولكنها ليست على السنة الكاملة. يقول الخطيب الشربيني: “يكفي وضع جزء من كل واحد من هذه الأعضاء كالجبهة

Ada pun orang yg sujud dengan meletakkan bagian dahinya di tanah tanpa meletakan hidungnya di tanah, maka shalatnya SAH menurut pendapat mu’tamad (resmi) EMPAT MADZHAB, tapi itu bukanlah di atas sunnah yang sempurna. Khathib Asy Syarbini mengatakan: “Sudah cukup meletakkan bagian dari tiap-tiap salah satu anggota sujud itu sepeti dahi.” (Mughni Muhtaj, 1/372, Fathul Qadir, 1/300, Mawaahib Al Jalil, 1/520, Kasysyaaf Al Qinaa’, 1/352)

Demikian. Wallahu a’lam

🍄🌷🌴🌱🌸🍃🌵🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top