Kenapa Doaku Tidak Dikabulkan?

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الِاسْتِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ

“Doa seseorang senantiasa akan dikabulkan selama:

📌 Ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa
📌 ataupun untuk memutuskan tali silaturahim
📌 dan tidak tergesa-gesa.

Seorang sahabat bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa? ‘ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Yang dimaksud dengan tergesa-gesa adalah apabila orang yang berdoa itu mengatakan; ‘Aku telah berdoa dan terus berdoa tetapi belum juga dikabulkan’. Setelah itu, ia merasa putus asa dan tidak pernah berdoa lagi.’

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

📚 Shahih Muslim No. 4918

🌷☘🌺🌴🌻🌸🍃🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Minum Sambil Berdiri

Riwayat yang menunjukkan BOLEHnya minum sambil berdiri

Berikut ini adalah keterangan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah minum sambil berdiri.

✅ Dari Nazzal, katanya:

أَتَى عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى بَابِ الرَّحَبَةِ فَشَرِبَ قَائِمًا فَقَالَ إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ

“Ali Radhiallahu ‘Anhu datang ke pintu Ar Rahabah, lalu dia minum sambil berdiri, lalu berkata: Sesungguhnya manusia membenci salah seorang mereka minum sambil berdiri. Sesungguhnya saya melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan seperti yang kalian lihat terhadap perbuatanku.” (HR. Bukhari No. 5292)

✅ Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya:

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يشرب قائما وقاعدا

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum sambil berdiri dan duduk.” (HR. At Tirmidzi No. 1944, katanya: hasan shahih.  Syaikh Al Albani menyatakan hasan dalam Mukhtashar Asy Syamail Muhammadiyah No. 177)

✅ Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

سقيت النبي صلى الله عليه وسلم من زمزم فشرب وهو قائم

“Aku menuangkan air zamzam kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia meminumnya sambil berdiri.” (HR. At Tirmidzi, Syaikh Al Albani menyatakan shahih dalam Mukhtashar Asy Syamail Muhammadiyah No. 178)

✅ Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم شرب من زمزم وهو قائمٌ

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum zamzam sambil berdiri.”(HR. At Tirmidzi No. 1943, katanya: hasan shahih. Dishahihkan oleh Syaikh Al Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1882)

✅ Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَائِمًا وَقَاعِدًا

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum sambil berdiri dan duduk.” (HR. An Nasa’i No. 1361, Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1361)

Baca juga: Makan Minum Jangan Bersandar

Selanjutnya adalah keterangan bahwa Beliau MELARANG minum sambil berdiri.

✖ Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ

“Janganlah salah seorang kalian minum sambil berdiri, barang siapa yang lupa, maka muntahkanlah.” (HR. Muslim No. 2026)

✖ Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يشرب الرجل قائما فقيل الأكل قال: ذاك أشد

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang seseorang minum sambil berdiri.” Dikatakan: kalau makan? Beliau menjawab: lebih keras lagi larangannya.” (HR. At Tirmidzi No. 1940, Katanya: hadits ini shahih. Dalam riwayat Muslim No. 2024, lafaznya: lebih jelek dan lebih buruk lagi)

✖Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم زجر عن الشرب قائما

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri.” (HR. Muslim No. 2024, juga dengan lafaz yang sama dari jalur Abu Said Al Khudri No. 2025)

✖Dari Al Jarud bin Al ‘Ala Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن الشرب قائما 

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri.” (HR. At Tirmidzi No. 1941, katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1880)

Kita lihat berbagai keterangan riwayat shahih ini, bahwa Beliau minum sambil berdiri dan disaksikan oleh beberapa sahabatnya. Dan,  beliau juga melarang minum sambil berdiri dan ini pun juga didengar dan diriwayatkan oleh beberapa sahabatnya.

Perbedaan ini membuat perselisihan pendapat di antara para ulama; ada yang mengharamkan, memakruhkan, dan membolehkan.  Tapi mereka sepakat, minum sambil duduk adalah afdhal. Ada sebagian ulama menganggap hadits-hadits ini musykil (bermasalah), bahkan dhaif (lemah), dan ada pula yang menganggap yang satu menasakh (menghapus) yang lain.

Semua ini dibantah oleh Imam An Nawawi dengan bantahan yang bagus. Beliau melakukan metode kompromi di antara riwayat yang nampaknya bertentangan ini. Baginya, semua riwayat ini terbukti shahih, tidak ada yang merevisi satu sama lain, baik berdiri atau duduk, keduanya adalah boleh tetapi duduk adalah lebih utama dan sempurna.

Perhatikan  penjelasan Imam An Nawawi Rahimahullah:

  اِعْلَمْ أَنَّ هَذِهِ الْأَحَادِيث أَشْكَلَ مَعْنَاهَا عَلَى بَعْض الْعُلَمَاء حَتَّى قَالَ فِيهَا أَقْوَالًا بَاطِلَة ، وَزَادَ حَتَّى تَجَاسَرَ وَرَامَ أَنْ يُضَعِّف بَعْضهَا ، وَادَّعَى فِيهَا دَعَاوِي بَاطِلَة لَا غَرَض لَنَا فِي ذِكْرهَا ، وَلَا وَجْه لِإِشَاعَةِ الْأَبَاطِيل وَالْغَلَطَات فِي تَفْسِير السُّنَن ، بَلْ نَذْكُر الصَّوَاب ، وَيُشَار إِلَى التَّحْذِير مِنْ الِاغْتِرَار بِمَا خَالَفَهُ ، وَلَيْسَ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيث بِحَمْدِ اللَّه تَعَالَى إِشْكَال ، وَلَا فِيهَا ضَعْف ، بَلْ كُلّهَا صَحِيحَة ، وَالصَّوَاب فِيهَا أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة التَّنْزِيه . وَأَمَّا شُرْبه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَبَيَان لِلْجَوَازِ ، فَلَا إِشْكَال وَلَا تَعَارُض ، وَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ يَتَعَيَّن الْمَصِير إِلَيْهِ ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ نَسْخًا أَوْ غَيْره فَقَدْ غَلِطَ غَلَطًا فَاحِشًا ، وَكَيْف يُصَار إِلَى النَّسْخ مَعَ إِمْكَان الْجَمْع بَيْن الْأَحَادِيث لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ وَأَنَّى لَهُ بِذَلِكَ . وَاللَّهُ أَعْلَم . فَإِنْ قِيلَ : كَيْف يَكُون الشُّرْب قَائِمًا مَكْرُوهًا وَقَدْ فَعَلَهُ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَالْجَوَاب : أَنَّ فِعْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ بَيَانًا لِلْجَوَازِ لَا يَكُون مَكْرُوهًا ، بَلْ الْبَيَان وَاجِب عَلَيْهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَكَيْف يَكُون مَكْرُوهًا وَقَدْ ثَبَتَ عَنْهُ أَنَّهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّة مَرَّة وَطَافَ عَلَى بَعِير مَعَ أَنَّ الْإِجْمَاع عَلَى أَنَّ الْوُضُوء ثَلَاثًا وَالطَّوَاف مَاشِيًا أَكْمَل ، وَنَظَائِر هَذَا غَيْر مُنْحَصِرَة ، فَكَانَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنَبِّه عَلَى جَوَاز الشَّيْء مَرَّة أَوْ مَرَّات ، وَيُوَاظِب عَلَى الْأَفْضَل مِنْهُ ، وَهَكَذَا كَانَ أَكْثَر وُضُوئِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاث ثَلَاثًا ، وَأَكْثَر طَوَافه مَاشِيًا ، وَأَكْثَر شُرْبه جَالِسًا ، وَهَذَا وَاضِح لَا يَتَشَكَّك فِيهِ مَنْ لَهُ أَدْنَى نِسْبَة إِلَى عِلْم . وَاللَّهُ أَعْلَم

“Ketahuilah, hadits-hadits ini menurut sebagian ulama dinilai musykil (bermasalah) maknanya, sampai-sampai di antara mereka terdapat pendapat-pendapat yang batil, ditambah lagi sampai berani melemparkan anggapan sebagian hadits-hadits tersebut adalah  dhaif. Mereka mengklaim dengan vonis yang batil tapi kami tidak bermaksud membahasnya di sini, dan tidak akan menyebarkan kebatilan dan kekeliruan penafsiran mereka terhadap sunah. Tetapi kami akan sampaikan kebenaran tentang ini, bahwa larangan tersebut bermakna makruh tanzih (makruh  mendekati mubah, yang sebaiknyantidak dilalukan). Ada pun minumnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara berdiri merupakan penjelasan atas kebolehannya. Tidak ada musykil dan tidak ada pula kontradiksi, inilah yang telah kami sebutkan maknanya. Ada pun barangsiapa menyangka adanya nasakh (amandemen) atau lainnya, maka itu merupakan kesalahan yang buruk. Bagaimana bisa terjadi nasakh, padahal masih bisa dimungkinkan jam’u (kompromi) antara hadits-hadits yang ada.  Wallahu A’lam. Jika dikatakan: “Bagaimana bisa minum berdiri adalah makruh padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya?” Jawabnya: “Sesungguhnya perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika sebagai penjelas atas kebolehan sesuatu, maka tidaklah itu menjadi makruh, bahkan penjelasan itu adalah wajib atasnya (untuk menjelaskan), bagaimana hal itu menjadi makruh, padahal telah shahih darinya bahwa beliau berwudhu pernah sekali-sekali, thawaf  dengan menunggang  Unta, sedangkan ijma’ menyebutkan bahwa wudhu hendaknya tiga kali-tiga kali, dan thawaf dengan berjalan kaki adalah lebih sempurna. Pandangan-pandangan ini tidaklah dibatasi, sebab dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan kebolehan sesuatu sekali atau berkali-kali, dan beliau menegaskan pula mana yang afdhalnya. Demikian juga, bahwa kebanyakan wudhu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tiga kali-tiga kali, dan lebih banyak thawaf dengan berjalan kaki, dan lebih banyak minum dengan cara duduk. Dan, ini sangat jelas, tanpa ada keraguan lagi bagi orang-orang yang menyerukan dirinya kepada ilmu. Wallahu A’lam.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/62. Mawqi’ Al Islam)

Kesimpulannya, menurut Imam An Nawawi pendapat yang paling kuat dalam memahami perbedaan hadits-hadits ini adalah menunjukkan kebolehan minum sambil berdiri, tetapi dengan cara duduk adalah lebih utama, sebab itu yang lebih ditekankan.  Dalam kitab Riyadhushshalihin Beliau pun membuat Bab Bayan Jawaz Asy Syurb Qaa-iman wa Bayan An Al Akmal wal Afdhal Asy Syurb Qaa’idan. (Penjelasan Bolehnya Minum Berdiri dan Penjelasan Bahwa Lebih Sempurna dan Utama Minum adalah Sambil Duduk)

Tarjih Imam An Nawawi ini diperkuat oleh perilaku para sahabat, bahwa mereka pun pernah minum sambil berdiri.

Umar, Ali, dan Utsman Radhiallahu ‘Anhum

عن مالك أنه بلغه أن عمر بن الخطاب وعلي بن أبي طالب وعثمان بن عفان كانوا يشربون قياما

Dari Malik,  sesungguhnya telah sampai kepadanya, bahwa Umar bin Al Khathab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan, mereka minum sambil berdiri. (Al Muwaththa’ No. 1651)

Zubeir bin Awwam Radhiallahu ‘Anhu

Dari Abdullah bin Az Zubier, dari Ayahnya (yakni Zubeir bin Awwam):

أَنَّهُ كَانَ يَشْرَبُ قَائِمًا

“Bahwa dia (ayahnya) minum sambil berdiri.” (HR. Malik, Al Muwaththa’ No. 1654)

 ‘Aisyah dan Saad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhuma

Dari Ibnu Syihab, katanya:

أن عائشة أم المؤمنين وسعد بن أبي وقاص كانا لا يريان بشرب الإنسان وهو قائم بأسا

“Bahwa Ummul Mu’minin ‘Aisyah dan Sa’ad bin Abi Waqqash menganggap tidak apa-apa manusia minum sambil  berdiri.” (HR. Malik, Al Muwaththa’ No. 1652. Abdurrazzaq, Al Mushannaf, No. 19591. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 5/514,  No. 5)

Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Ahuma

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

كنا نأكل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ونحن نمشي ونشرب ونحن قيامٌ

“Kami makan pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sambil berjalan dan minum sambil berdiri.” (HR. At Tirmidzi No. 1942, katanya: hasan shahih. Ibnu Majah No. 3301,  Ahmad No. 5607. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf , 5/515, No. 16)

Selain itu juga dari Abu Hurairah, Said bin Jubeir, Al Hasan, dan lainnya. Wallahu A’lam

☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Memakai Dasi, Terlarangkah?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum . Apa benar laki-laki tidak boleh memakai dasi? (08216930zzzz)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah …

Tentang laki-laki, memakai dasi. Para ulama kontemporer berbeda pendapat. Sebagian mereka melarang dengan alasan tasyabbuh bil kuffar, menyerupai orang kafir, dan itu bentuk kekalahan mental terhadap mereka. Seperti yang difatwakan oleh Syaikh Al Albani, Syaikh Muqbil Al Wadi’i, juga Syaikh Abdul Muhsin Al Badr, dll.

Tapi umumnya ulama zaman ini MEMBOLEHKANNYA, alasannya karena dasi, jas, kemeja, bukanlah pakaian khas agama tertentu. Sudah dipakai banyak kaum muslimin di dunia.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah menjelaskan:

وقد صارت عادة لدى كثير من المسلمين، وخرجت عن حد الخصوصية بالكفار وعن التشبه بهم إلا إذا لبسها المرء لا يلبسها إلا لأن الغرب يلبسونها فعندئذ يدخل هذا في قول النبي صلى الله عليه وسلم: “ومن تشبه بقوم فهو منهم” رواه أحمد وأبو داود. على أن الأولى للمسلم تركها على كل حال

Dasi telah menjadi pakaian kebiasaan banyak umat Islam, dan telah keluar dari batas Kekhususan pakaian orang kafir dan penyerupaan kepada mereka. Kecuali jika ada seorang yg memakainya karena semata-mata orang Barat memakainya, maka saat itulah dia termasuk hadits: “Barangsiapa yg menyerupai sebuah kaum maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR. Ahmad, Abu Dawud)

Namun bagaimana juga seorang muslim lebih utama meninggalkannya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 579)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan:

وأمّا بالنسبة لربطة العنق فإن استطاع أن يستغني عنها فهو أفضل ، وإذا احتاج إلى لبسها فلا حرج إن شاء الله

Ada pun terkait dengan dasi, jika dia mampu tinggalkan maka itu lebih baik. Ada pun jika ada keperluan untuk memakainya maka tidak apa-apa, Insya Allah.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 1399)

Sementara dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengenakan Jubbah Syaamiyah (Jubah negeri Syam), dan dahulu Syaam masih dikuasai Nasrani, masih wilayah kekuasaan Romawi.

Demikian. Wallahu a’lam

🌴🌵🌷🌱🍃🌾🍄🌹

✍ Farid Nu’man Hasan

Perbedaan Qiyamullail dan Tahajud

Apa perbedaan antara qiyamullail dan tahajud? Simak artikel di bawah ini!


 Apa sih Qiyamullail?

معنى القيام أن يكون مشتغلا معظم الليل بطاعة , وقيل : ساعة منه , يقرأ القرآن أو يسمع الحديث أو يسبح أو يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم

Makna Al Qiyam yaitu menyibukkan diri disebagian besar malam dengan ketaatan. Ada yang mengatakan: walau sebentar. Caranya dgn membaca Al Qur’an, mendengar hadits, bertasbih, atau bershalawat kpd Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 34/117)

Apa itu Tahajud?

Ada pun tahajud, para ulama mengatakan itu shalat setelah tidur, tapi mayoritas ulama mengatakan tahajud adalah shalat malam secara mutlak walau sebelum tidur, itu juga tahajud.

Dalam Al Mausu’ah:

وفيه قولان : الأول : أنه صلاة الليل مطلقا ، وعليه أكثر الفقهاء
والثاني : أنه الصلاة بعد رقدة

Ada dua pendapat:

1. Yaitu shalat sunnah di malam hari secara mutlak. Inilah pendapat mayoritas fuqaha.

2. Shalat setelah tidur.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 2/232)

Maka, makna Qiyamullail lebih luas cakupan dan bentuknya dibanding tahajud.

Demikian. Wallahu a’lam


Perbedaan Qiyamullail dan Tahajud

Di Indonesia, istilah Qiyamullail dan Tahajud tidak bisa dipisahkan, bahkan dianggap identik

Sebenarnya, keduanya berbeda, Qiyamullail lebih umum dibanding tahajud.

Definisi Qiyamullail adalah:

وَجَاءَ فِي مَرَاقِي الْفَلاَحِ: مَعْنَى الْقِيَامِ أَنْ يَكُونَ مُشْتَغِلاً مُعْظَمَ اللَّيْل بِطَاعَةٍ، وَقِيل: سَاعَةً مِنْهُ، يَقْرَأُ الْقُرْآنَ أَوْ يَسْمَعُ الْحَدِيثَ أَوْ يُسَبِّحُ أَوْ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… وَالصِّلَةُ بَيْنَ قِيَامِ اللَّيْل وَالتَّهَجُّدِ: أَنَّ قِيَامَ اللَّيْل أَعَمُّ مِنَ التَّهَجُّدِ

Dalam Maraqi al Falah dijelaskan: “Qiyamullail adalah kesibukan di sebagian besar malam dengan melakukan ketaatan.” Dikatakan pula: “Walaupun sebentar”, yaitu membaca Al Quran, menyimak hadits, bertasbih, bershalawat kepada Nabi ﷺ … kaitannya dengan tahajud adalah Qiyamullail lebih umum dibanding tahajud. (al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah, 34/117-118)

Dari definisi ini begitu jelas, bahwa Qiyamullail begitu banyak ragam aktivitasnya, mencakup banyak jenis ketaatan dan bukan hanya tahajud.

Shalat Tahajud hanyalah salah satu aktivitas ketaatan di malam hari, sebagai bagian dari Qiyamullail. Qiyamullail sendiri bukan hanya tahajud.

Shalat tahajud sendiri dimaknai sebagai shalat sunnah di malam hari yang dilakukan antara setelah Isya sampai sebelum subuh, dan dilakukan setelah tidur. Namun jika tidak tidur dulu tetap sah, secara mutlak shalat sunah apa pun di malam hari adalah tahajud juga.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

الْحَجَّاجِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: يَحْسِبُ أَحَدُكُمْ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْل يُصَلِّي حَتَّى يُصْبِحَ أَنَّهُ قَدْ تَهَجَّدَ، إِنَّمَا التَّهَجُّدُ: الْمَرْءُ يُصَلِّي الصَّلاَةَ بَعْدَ رَقْدَةٍ ، وَقِيل: إِنَّهُ يُطْلَقُ عَلَى صَلاَةِ اللَّيْل مُطْلَقًا

Dari Al-Hajjaj bin Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Apakah salah seorang di antara kalian mengira bahwa jika ia bangun malam lalu shalat hingga subuh, ia telah melakukan tahajud?”

Sesungguhnya tahajud itu adalah seseorang yang shalat setelah tidur terlebih dahulu. Ada pula yang mengatakan bahwa istilah tahajud dapat digunakan secara umum untuk shalat di malam hari. (Ibid)

Demikian. Wallahu A’lam.

Baca juga: Lebih Baik Tahajud Berjamaah atau Sendiri Saja?

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top