Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag. 8) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

Tulisan Sebelumnya: Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag.7) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

SYARAH HADITS KEDUA

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِها :

Dia berkata: Beritahukan aku tentang tanda-tandanya

Bagian ini menunjukkan bahwa walaupun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengetahui secara pasti datangnya kiamat, namun Allah Ta’ala memberikannya keutamaan dengan mengetahui tanda-tanda datangnya kiamat. Dan, ini merupakan kekhususan bagi Beliau saja, tidak pada umatnya. Oleh karena itu banyak di antara ulama Islam yang mengumpulkan hadits-hadits dan juga penjelasannya tentang tanda-tanda dan peristiwa-peristiwa yang mendahului datangnya kiamat.

Imam Bukhari dalam Shahihnya menulisnya dalam Kitab Al Fitan (Berbagai Huru Hara), Imam Muslim dalam Shahihnya menulisnya dalam Kitabul Fitan wa Asyrath As Saa’ah (Berbagai Huru Hara dan Tanda-Tanda Kiamat), dan kitab hadits dari imam lainnya. Begitu pula hadits-hadits tanda-tanda kiamat beserta pejelasannya seperti yang ditulis oleh Imam Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah pada sub bab Al Fitan wal Malahim, juga Syaikh Yusuf Abdullah Yusuf Al Wabil dengan kitabnya Asyratus Saa’ah. Kedua buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

قَالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، :

beliau bersabda: Jika seorang hamba melahirkan tuannya

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud ungkapan ini. Di antara mereka ada yang memaknai bahwa saat itu kaum muslimin berhasil menguasai negeri-negeri kafir, mengalahkan kaum musyrikin, dan banyak futuhat (penaklukan) yang mereka raih. Seakan, posisi mereka yang tadinya anak dari budak wanita (Al Amah), justru anak itu menjadi tuan bagi budak tersebut. Sedangkan yang lainnya memahami bahwa saat itu kondisi manusia sudah sangat rusak sampai wanita (budak) dijual anak-anaknya sendiri sehingga keberadaan mereka ditangan pembelinya membuat ragu-ragu para pembelinya. Demikianlah tanda kiamat yang menunjukkan kebodohan mereka atas keharaman menjual ibu mereka sendiri. Ada juga yang mengatakan itu menunjukkan banyaknya kedurhakaan anak kepada orang ibunya, mereka memperlalukan ibu mereka seperti tuan terhadap budaknya, merendahkan dan memakinya. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 31)

Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan sebuah pendapat bahwa pada akhir zaman banyak anak-anak yang menjual ibunya sendiri (yakni ibu yang statusnya budak – al amah), sampai-sampai seorang pembeli menjadi pemilik ibunya sendiri dan dia tidak tahu, lantaran wanita ini sudah mengalami berbagai pergantian pemiliknya. (Al Qadhi ‘Iyadh, Al Ikmal, 1/158. Maktabah Al Misykah)

وَأَنْ تَرى الْحُفَاةَ العُرَاة العَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ :

dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan tak berpakaian, fakir dan penggembala domba

Kalimat ini menggambarkan seseorang yang fakir, disebutkannya penggembala domba menunjukkan posisi mereka yang paling lemah di antara penduduk gurun pasir, berbeda dengan pemilik Unta yang biasanya bukan orang-orang fakir. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah Hal. 32)

Tetapi, walau keadaan demikian, mereka tetap berlomba-lomba melakukan hal yang tidak mereka butuhkan. Oleh karena itu, dilanjutkan dalam hadits tersebut dengan ungkapan:

يَتَطَاوَلُوْنَ فِي البُنْيَانِ:

(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya

Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan:

وفي الحديث كراهة ما لا تدعو الحاجة إليه من تطويل البناء وتشييده وقد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: “يؤجر ابن آدم في كل شيء إلا ما وضعه في هذا التراب

“Pada hadits ini dimakruhkan ajakan terhadap hal-hal yang tidak dibutuhkan, berupa memanjangkan bangunan dan meninggikannya. Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa Dia bersabda; Akan diberikan pahala bagi anak Adam dalam segala hal kecuali apa-apa yang diletakannya (dibangunkannya) pada tanah ini. (Ibid)

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, dengan lafaz:

يؤجرُ الرجل في نفقته كلّها إلا التراب أو قال: – “في البناء”

“Seseorang akan diberika pahala pada semua nafkahnya kecuali tanah.” Atau dia berkata: “pada bangunan.”
Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih. (Sunan At tirmidzi No. 2483, Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 2831)

ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثَ مَلِيَّاً :

kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin mengatakan, Maliyyan artinya muddah thawilah (waktu yang lama), ada yang mengatakan tiga hari atau lebih, ada juga yang mengatakan lebih sedikit, tetapi yang ma’ruf (telah diketahui) maknanya adalah az zaman ath thawil (waktu yang lama). (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 58. Mawqi’ Ruh Al islam)

Artinya, ketika laki-laki itu pergi, Umar bin Al Khathab terdiam cukup lama.

ثُمَّ قَالَ :

Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya

: يَا عُمَرُ أتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟

Ya Umar tahukah engkau siapa yang bertanya ?

قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوله أَعْلَمُ :

aku berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui

قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ :

Beliau bersabda: Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian

رواه مسلم:

diriwayatkan oleh Imam Muslim

Bersambung …

Tulisan Berikutnya: Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag. 9) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

🍃🌸🌻🌷🌿🌾☘🌳

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Meminta-minta, Bolehkah?

Hukum meminta-minta bila dijadikan profesi maka ia terlarang. Tetapi ada pengecualian bila keadaan terdesak. Simak penjelasannya pada tanya jawab di bawah!


Pertanyaan

assalamualaikum ustadz, apakah hadits meminta minta kpd manusia itu haram statusnya shahih ustadz? bagaimana hukumnya bila kita ingin minta seteguk air minum ke teman, apakah termasuk tdk boleh?
Mohon penjelasan rincinya mengenai hukum meminta2
Syukran jazakallah khoir (08785987xxxx)


Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Meminta-minta jika memang mendesak, tidak apa-apa, dalam Al Qur’an sendiri ada bagian sedekah untuk para peminta:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah (2): 177)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

للسائل حق وإن جاء على فرس

Bagi orang yang meminta ada hak walau dia datang dengan menunggang kuda.

(HR. Abu Ya’la no. 6784, Syaikh Husein Salim Asas: sanadnya jayyid)

Hukum Berprofesi Meminta-minta

Ada pun meminta-minta yang telah menjadi profesi, untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan dan mendesak, tapi karena kemalasan bekerja .. maka itulah yang terlarang.

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

“Seseorang terus menerus meminta-minta kepada orang lain, sampai pada hari Kiamat dia datang dalam keadaan tidak ada segenggam daging pun di wajahnya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Dalam hadits lain:

يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا

“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya tidak halal meminta-minta, kecuali bagi salah satu dari tiga orang ini:

(1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, dia boleh meminta-minta sampai lunas, kemudian berhenti

(2) seseorang yang kena musibah yang menghabiskan hartanya, dia boleh meminta-minta sampai dia dapat sumber penghidupan,

(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan hidupnya sengsara.’ Dia boleh meminta-minta sampai dapat pegangan bagi nafkahnya.

Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah terlarang, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (HR. Muslim, Abu Daud, dll. Shahih)

Demikian. Wallahu a’lam

Baca juga: Minta Jabatan? Boleh! Menurut Al Quran, As Sunnah, dan Para Imam Salaf dan Khalaf

✍ Farid Nu’man Hasan

Keampuhan Kalimat Bismillah

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

“Jika seseorang menyebut nama Allah ketika hendak masuk rumahnya dan ketika hendak makan, maka setan berkata kepada kaumnya; ‘Kalian tidak bisa menginap dan tidak bisa makan! ‘ Jika seseorang tidak menyebut nama Allah ketika hendak masuk rumahnya, maka setan berkata; ‘Kalian bisa masuk dan bisa menginap.’ Jika seseorang tidak menyebut nama Allah sewaktu hendak makan, maka setan berkata; ‘Kalian bisa menginap dan makan malam.’

📚 HR. Muslim No. 3762, Abu Daud No. 3263

Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:

وَاَلَّذِي عَلَيْهِ الْجُمْهُورُ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ مِنْ الْمُحَدِّثِينَ وَغَيْرِهِمْ أَنَّ أَكْلَ الشَّيْطَانِ مَحْمُولٌ عَلَى ظَاهِرِهِ وَأَنَّ لِلشَّيْطَانِ يَدَيْنِ وَرِجْلَيْنِ وَفِيهِمْ ذَكَرٌ وَأُنْثَى وَأَنَّهُ يَأْكُلُ حَقِيقَةً بِيَدِهِ إذَا لَمْ يُدْفَعْ. وَقِيلَ إنَّ أَكْلَهُمْ عَلَى الْمَجَازِ وَالِاسْتِعَارَةِ. وَقِيلَ إنَّ أَكْلَهُمْ شَمٌّ وَاسْتِرْوَاحٌ، وَلَا مَلْجَأَ إلَى شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ. وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ كَمَا سَيَأْتِي «إنَّالشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ»
وَرُوِيَ عَنْ وَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ قَالَ: الشَّيَاطِينُ أَجْنَاسٌ، فَخَالِصُ الْجِنِّ لَا يَأْكُلُونَ وَلَا يَشْرَبُونَ وَلَا يَتَنَاكَحُونَ وَهُمْ رِيحٌ، وَمِنْهُمْ جِنْسٌ يَفْعَلُونَ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيَتَوَالَدُونَ وَهُمْ السَّعَالِي وَالْغِيلَانُ وَنَحْوُهُمْ

Mayoritas ulama baik kalangan salaf/terdahulu dan khalaf/belakangan, baik ahli hadits dan lainnya, mereka memaknai makannya syetan secara zahirnya (tekstual). Sesungguhnya syetan memiliki dua tangan, dua kaki, ada laki-laki, dan ada perempuan, mereka makan secara hakiki (sungguhan) dengan tangannya jika tidak ada yang mencegahnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa makannya syetan bermakna kiasan dan metafora saja (bukan sungguhan).

Ada juga yang mengatakan makannya mereka adalah mencium dan mengendus saja, tidak ada suatu pun yang terlindung dari hal itu.

Telah shahih dalam kitab Ash Shahih, sebagaimana nanti akan kami sampaikan, hadits: “Sesungguhnya syetan makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kiri.”

Diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih, kata beliau: “Syetan itu bermacam-macam, ada yang Jin sangat halus, tidak makan, tidak minum, dan tidak nikah, mereka angin saja.
Jenis lainnya ada yang melakukan itu semua dan mereka melahirkan anak, bisa batuk, jadi hantu lalu menghilang, dan semisalnya.”

📕 Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 8/172

🍃🌻🌸🌺☘🌷🌾🌴

✏ Farid Nu’man Hasan

Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag.7) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

Tulisan Sebelumnya: Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag.6) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

SYARAH HADITS KEDUA

قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ :

Kemudian dia berkata lagi: Beritahukan aku tentang ihsan

قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ :

Lalu beliau bersabda: Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNya maka Dia melihat engkau

Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan:

حاصله راجع إلى إتقان العبادات ومراعاة حقوق الله ومراقبته واستحضار عظمته وجلالته حال العبادات

“Esensinya adalah kembali pada keitqanan (kualitas) peribadatan dan menjaga hak-hak Allah, mendekatkan diri kepadaNya dan menghadirkan keagunganNya dan kebesaranNya dalam keadaan berbagai ibadah.” (Syarh Al Arbain An Nawawiyah, hal. 31)

Imam Sufyan bin ‘Uyainah Radhiallahu ‘Anhu mengatakan tentang makna Al Ihsan:

أن تكون سريرته أحسن من علانيته

“Menjadikan yang tersembunyi (di hati) lebih baik dari yang ditampakkannya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/595)

قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ :

Kemudian dia berkata: Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)

قَالَ: مَا الْمَسئُوُلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ :

Beliau bersabda: Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya

Maknanya adalah bahwa baik yang ditanya (yakni Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan yang bertanya (yakni laki-laki yang pada hakikatnya adalah malaikat Jibril), keduanya sama sama tidak mengetahui kapan pastinya terjadi kiamat. Pengetahuan mereka sama-sama terbatas.

Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari mengatakan tentang makna ucapan di atas:

لا أعلم وقتها أنا ولا أنت ، بل هو مما استأثر الله بعلمه

“Saya tidak mengetahui kapan waktunya begitu pula engkau, tetapi itu termasuk hal yang telah Allah tentukan dengan ilmuNya.” (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, hadits ke 2. Maktabah Misykah)

Hal ini ditegaskan dalam Al Quran:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” (QS. Al A’raf (7): 187)

Ayat lainnya:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا (42) فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا (43) إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا (44)

42. (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya? 43. siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? 44. kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). (QS. An Naziat (79): 42-44)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan tentang ayat-ayat ini:

ليس علمها إليك ولا إلى أحد من الخلق، بل مَردها ومَرجعها إلى الله عز وجل، فهو الذي يعلم وقتها على التعيين

“Pengetahuan tentang kiamat tidaklah ada padamu (Rasulullah) dan tidak pula seorang pun pada hambaNya, bahkan kembalikan dan pulangkanlah ilmu tentang kiamat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan Dialah yang mengetahui waktunya secara khusus/pasti.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/318. Dar An Nasyr wa At Tauzi’)

Dalam hadits ini, istilah kiamat diistilahkan dengan As Saa’ah- السَّاعَة. Secara bahasa penggunaan sehari-hari arti As Saa’ah adalah waktu, jam, arloji, dan masa 60 menit. Tapi, dalam konteks hadits ini dia bermakna kiamat. Istilah kiamat sendiri disebutkan dalam berbagai kata dalam Al Quran sesuai dengan bentuk peristiwanya, seperti Al Qiyamah (kiamat), Al Haaqqah (yang benar), Al Waaqi’ah (kenyataan yang terjadi), Al Infithar (pecah), At Takwir (terbelah), Al Insyiqaq (terbelah), Al Qaari’ah (pukulan keras), dan Al Zalzalah (guncangan).

Secara umum, pengetahuan manusia terhadap yang ghaib –bukan hanya kiamat- memang sangat sedikit. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّ

مَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah: “tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. An Naml (27): 65)

Tapi, yang jelas kiamat hanya terjadi pada hari Jum’at. Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al Abad Al Badr Hafizhahullah:

فكلهم لا يعلمون متى تقوم، الله تعالى هو الذي يعلم متى تقوم، فلا يُعلم متى تقوم في أي سنة وفي أي يوم من أي شهر، ولكن بلا شك هي لا تقوم يوم السبت ولا الأحد ولا الإثنين ولا الثلاثاء ولا الأربعاء ولا الخميس، وإنما تقوم يوم الجمعة بالتحديد، لأنه ثبت بذلك الحديث عن رسول الله عليه الصلاة والسلام، لكن أي جمعة من أي شهر من أي سنة لا يعلم بذلك إلا الله سبحانه وتعالى

“Maka, mereka semua tidak tahu kapan terjadinya kiamat, Allah Ta’ala yang mengetahui kapan terjadinya. Tidak diketahui pada tahun kapan terjadinya, pada hari apa, dan bulan apa. Tetapi, tidak diragkan lagi bahwa kiamat tidaklah terjadi pada hari sabut, ahad, senin, selasa, rabu, dan kamis. Dia terjadi pada hari jumat tertentu, karena hal ini telah shahih diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi, jumat yang mana dari bulan yang mana, dari tahun yang mana? Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala.” (Syaikh Abdul Muhsin Al Abad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, No. 490)

Hadits shahih yang menyebutkan bahwa kiamat terjadi pada hari Jumat cukup banyak diantaranya, dari jalur Abu Hurairah. (HR. Abu Daud No. 1046, An Nasa’i No. 1430, At Tirmidzi No. 491), dari jalur Abu Lubabah. (HR. Ibnu Majah No. 84, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 2/9).

Bersambung …

Tulisan Sebelumnya: Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag.8) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

🍃🌻🌴🌸🌺🌷🌾☘

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top