Memahami dan Menggapai Lailatul Qadr (Bag. 2)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Kapan datangnya?

Dia ada pada bulan Ramadhan, namun kepastian harinya hanya Allah Ta’ala yang tahu. Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya memberikan petunjuk dan perintah untuk mengintainya.

📕  Sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir

Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir  atau tujuh  malam terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ

“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam terakhir.” (HR. Bukhari    No.  1158)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian  telah bertepatan pada tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam terakhir.”  (HR. Bukhari No. 2015, 6991, Muslim No.1165)

Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, sebagai berikut:

قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع الأواخر فمن كان أن يكون صلى الله عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة أنها في السبع الأخير في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع الأواخر والمعنى الثاني أن يكون النبي صلى الله عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع الأواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في العشر كله

Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke tujuh terakhir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya kesesuaian dengan mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun itu, maka beliau memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)

Makna  ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165, 209)

📗 Kemungkinan besar adalah pada malam ganjilnya

Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits berikut:

Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ

“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 813, 2036)

Dalam riwayat lain:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 2017)

Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.

📘  Malam ke 24,  25, 27 dan 29?

Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

التمسوا في أربع وعشرين

“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 2022)

Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ

“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada sepuluh malam terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 2023)

Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ
هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا

“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim No. 762)

Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain.  Salim meriwayatkan dari ayahnya Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا

“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh malam terakhir, maka carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)

Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya  Lailatul Qadr  adalah wallahu a’lam.

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:

وَقَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة الْقَدْر اِخْتِلَافًا كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَر مِنْ أَرْبَعِينَ قَوْلًا

“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)

Bersambung …

🍃🌾🌸🌻🌴🌺🌷☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Fiqih I’tikaf (Bag. 9)

💥💦💥💦💥💦💥

📖 ‘Ibrah dari I’tikaf

Pelajaran yang bisa kita petik dari I’tikaf adalah:

📌 Menegaskan kembali posisi Masjid sebagai sentral pembinaan umat

📌 Sesibuk apa pun seorang muslim harus menyediakan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala secara fokus dan totalitas

📌 Hidup di dunia hanya persinggahan untuk menuju keabadian  akhirat

Selesai. Wallahu A’lam wa ilaihi musytaka

🍃🌻🌴🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan


📚 Refensi:

–  Al Quran Al Karim
–  Shahih Bukhari, karya Imam Al Bukhari
–  Shahih Muslim, karya Imam Muslim
–  Shahih Ibnu Hibban, karya Imam Ibnu Hibban
–  Shahih Ibnu Khuzaimah, karya Imam Ibnu Khuzaimah
–  Sunan Abi Daud, karya Imam Abu Daud
–  Sunan At Tirmidzi. Karya Imam Abu Isa At Tirmidzi
–  Sunan Ibnu Majah, karya Imam Ibnu Majah
–  Sunan Ad Darimi, karya Imam Ad Darimi
–  Musnad Ahmad, karya Imam Ahmad
–  Musnad Abu Ya’la, karya Imam Abu Ya’la Al Maushili
–  As Sunan Al Kubra, karya Imam Al Baihaqi
–  Akhbar Ashbahan, karya Imam Abu Nu’aim
–  Syarhus Sunnah, karya Imam Al Baghawi
–  Syarh Musykilul Atsar, karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi
–  Al Mushannaf, karya Imam Ibnu Abi Syaibah
–  Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain, karya Imam Al Hakim
–  Al Jami’ Li  Ahkamil Quran, karya Imam Al Qurthubi
–  Fathul Qadir, karya Imam Asy Syaukani
–  Madarik At Tanzil wa Haqaiq At Ta’wil, karya Imam An Nasafi
–  Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani
–  As Silsilah Ash Shahihah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
–  Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, departemen Waqaf Kuwait
–  Fiqhus Sunnah, karya Syaikh Sayyid Sabiq
–  Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili
–  Syarhul Mumti’, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
–  Qiyamur Ramadhan, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
–  Atsarul ‘Ulama fi Tahqiqi Risalatil Masjid, karya Syaikh Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

I’tikafnya Jangan Kebanyakan Ta’lim Yaa

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

I’tikaf itu sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan ibadah-ibadah khusus, seperti tilawah, dzikir, shalat sunnah, dan muhasabah. Fokus di situ. Ada pun kajian-kajian, boleh saja, sebab itu bagian dari dzikir juga. Hanya saja, jika terlalu banyak justru menghambat agenda-agenda pribadi para mu’takif untuk perjalanan menuju Allah Ta’ala.

Kita lihat sebagian masjid ada kajian subuh, kajian dhuha, kuliah zhuhur, kajian ba’da ashar, kultum tarawih, dan kajian ba’da tarawih. Sehingga tipis perbedaan, ini i’tikaf atau pesantren kilat?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:

لا شك أن طلب العلم من طاعة الله، لكن الاعتكاف يكون للطاعات الخاصة، كالصلاة، والذكر، وقراءة القرآن، وما أشبه ذلك، ولا بأس أن يَحضر المعتكف درساً أو درسين في يوم أو ليلة؛ لأن هذا لا يؤثر على الاعتكاف، لكن مجالس العلم إن دامت، وصار يطالع دروسه، ويحضر الجلسات الكثيرة التي تشغله عن العبادة الخاصة، فهذا لا شك أن في اعتكافه نقصاً، ولا أقول إن هذا ينافي الاعتكاف.

“Tidak ragu bahwa menuntut ilmu termasuk ketaatan kepada Allah, tetapi i’tikaf terdapat ketaatan khusus, seperti shalat, dzikir, membaca Al Quran, dan yang serupa itu. Tidak apa-apa mu’takif menghadiri satu pelajaran atau dua dalam sehari atau malam, sebab itu tidak mempengaruhi I’tikafnya, tetapi jika majelis ilmu diadakan terus menerus, akan membuatnya mengkaji materinya, menghadiri berbagai majelis yang memalingkannya dari ibadah khusus, ini tidak ragu lagi membuat I’tikafnya berkurang, dan saya tidak katakan bahwa hal itu dapat menganulir I’tikafnya.

🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌

📚 Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 6/163

☘🌸🌺🌴🌻🌾🌷🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Fiqih I’tikaf (Bag. 8)

💦💥💦💥💦💥

📌Aktifitas Yang Diperbolehkan Selama I’tikaf

Berikut ini aktifitas yang diperbolehkan selama I’tikaf (diringkas dari Fiqhus Sunnah):

1.  Tawdi’  (melepas keluarga yang mengantar), sebagaimana yang nabi lakukan thdp Shafiyyah

2.  Menyisir dan mencukur rambut, sebagaimana yang ‘Aisyah lakukan terhadap nabi

3.  Keluar untuk memenuhi hajat manusiawi, seperti buang hajat

4.  Makan, minum, dan tidur ketika I’tikaf di masjid, atau mencuci pakaian, membersihkan najis, dan perbuatan lain yang tidak mungkin dilakukan di masjid.

Para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, dan shalat jumat bagi yang I’tikafnya di masjid ghairu jami’, antara yang membolehkan dan yang mengatakan batal I’tikafnya. Wallahu A’lam

📌 Pembatal-Pembatal I’tikaf

Pembatal-pembatal tersebut antara lain:
1. Secara sengaja Keluar dari masjid tanpa ada keperluan walau sebentar
2.  Murtad
3. Hilang akal
4. Gila
5. Mabuk
6. Jima’  (hubungan badan). (Lihat semua dalam Fiqhus Sunnah, 1/481-483)

📌 Aktifitas Selama I’tikaf

Hendaknya para mu’takifin memanfaatkan waktunya selama I’tikaf untuk aktifitas ketaatan, seperti membaca Al Quran, dzikir dengan kalimat yang ma’tsur,  muhasabah, shalat sunnah mutlak,  boleh saja diselingi dengan kajian ilmu.
Berbincang dengan tema yang membawa manfaat juga tidak mengapa, namun hal itu janganlah menjadi spirit utama. Tidak sedikit orang yang I’tikaf berjumpa kawan lama, akhirnya mereka ngobrol urusan dunianya; nanya kabar, jumlah anak, kerja di mana, dan seterusnya, atau disibukkan oleh SMS, WA, telegram, yang keluar masuk tanpa hajat yang jelas, akhirnya membuatnya lalai dari aktifitas ketaatan.

Syaikh Ibnul Utsaimin Rahimahullah mengomentari hal ini, katanya:

وقوله: «لطاعة الله» اللام هنا للتعليل، أي: أنه لزمه لطاعة الله، لا للانعزال عن الناس، ولا من أجل أن يأتيه أصحابه ورفقاؤه يتحدثون عنده، بل للتفرغ لطاعة الله عزّ وجل.
وبهذا نعرف أن أولئك الذين يعتكفون في المساجد، ثم يأتي إليهم أصحابهم، ويتحدثون بأحاديث لا فائدة منها، فهؤلاء لم يأتوا بروح الاعتكاف؛ لأن روح الاعتكاف أن تمكث في المسجد لطاعة الله ـ عزّ وجل ـ، صحيح أنه يجوز للإنسان أن يتحدث عنده بعض أهله لأجل ليس بكثير كما كان الرسول صلّى الله عليه وسلّم يفعل ذلك

“Perkataannya (untuk ketaatan kepada Allah) huruf Lam di sini adalah untuk menunjukkan sebab (‘ilat- istilahnya lam ta’lil), yaitu bahwa dia menetap di masjid dalam rangka ketaatan kepada Allah, bukan untuk memisahkan diri dari manusia, bukan pula karena ingin mengunjungi sahabat-sahabatnya, kerabatnya, lalu berbincang dengan mereka, tetapi untuk memfokuskan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Dengan inilah kita tahu bahwa mereka sedang i’tikaf di masjid. Lalu, datang kepada mereka sahabat-sahabat mereka, dan ngobrol dengan tema pembicaraan yang tidak berfaidah, mereka ini datang tidak dengan ruh (spirit) untuk beri’tikaf, karena ruh yang ingin beri’tikaf, berdiamnya di masjid adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Benar, bahwa manusia boleh saja berbincang kepada sebagian anggota keluarganya  tetapi tidaklah memperbanyaknya, sebagaimana yang dilakukan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Ada pun untuk menuntut ilmu di majelis I’tikaf, beliau berkata:

لا شك أن طلب العلم من طاعة الله، لكن الاعتكاف يكون للطاعات الخاصة، كالصلاة، والذكر، وقراءة القرآن، وما أشبه ذلك، ولا بأس أن يَحضر المعتكف درساً أو درسين في يوم أو ليلة؛ لأن هذا لا يؤثر على الاعتكاف، لكن مجالس العلم إن دامت، وصار يطالع دروسه، ويحضر الجلسات الكثيرة التي تشغله عن العبادة الخاصة، فهذا لا شك أن في اعتكافه نقصاً، ولا أقول إن هذا ينافي الاعتكاف.

“Tidak ragu bahwa menuntut ilmu termasuk ketaatan kepada Allah, tetapi i’tikaf terdapat ketaatan khusus, seperti shalat, dzikir, membaca Al Quran, dan yang serupa itu. Tidak apa-apa mu’takif menghadiri satu pelajaran atau dua dalam sehari atau malam, sebab itu tidak mempengaruhi I’tikafnya, tetapi jika majelis ilmu diadakan terus menerus, akan membuatnya mengkaji materinya, menghadiri berbagai majelis yang memalingkannya dari ibadah khusus, ini tidak ragu lagi membuat I’tikafnya berkurang, di sini saya tidak katakan menganulir I’tikafnya. (Lihat semua dalam Syarhul Mumti’,  6/163)

Bersambung …

🍃🌻🌸🌴🌺☘🌷🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Serial Fiqih I’tikaf

Fiqih I’tikaf Bag 1

Fiqih I’tikaf Bag 2

Fiqih I’tikaf Bag 3

Fiqih I’tikaf Bag 4

Fiqih I’tikaf Bag 5

Fiqih I’tikaf Bag 6

Fiqih I’tikaf Bag 7

Fiqih I’tikaf Bag 8

Fiqih I’tikaf Bag 9

Download E-book Fiqih I’tikaf:

Fiqih I’tikaf oleh Farid Nu’man Hasan

scroll to top