Makan Daging Panggang (Ayam Bakar, Sate) Membatalkan Wudhu?

PERTANYAAN:

Pertanyaan:

Assalamu’alaykum ust… Maaf di weekend mau nanya…

Maksud hadits bagaimana penerapannya?

HADITS HARI INI
04 November 2017

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي حَدَّثَنِي عُقَيْلُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ خَارِجَةَ بْنَ زَيْدٍ الْأَنْصَارِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَاهُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْوُضُوءُ مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ

Dan telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Syu’aib bin al-Laits dia berkata, telah menceritakan kepada kami bapakku dari kakekku telah menceritakan kepada kami Uqail bin Khalid dia berkata, telah berkata Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadaku Abdul Malik bin Abi Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam bahwa Kharijah bin Zaid al-Anshari telah mengabarkan kepadanya bahwa bapaknya, Zaid bin Tsabit dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Wudhu (diwajibkan) karena (memakan daging) yang dibakar api.

HR Muslim No. 528.

قَالَ ابْنُ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ وَأَنَا أُحَدِّثُهُ هَذَا الْحَدِيثَ أَنَّهُ سَأَلَ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ عَنْ الْوُضُوءِ مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ فَقَالَ عُرْوَةُ سَمِعْتُ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ

(Masih dari jalur periwayatan yang sama dengan hadits sebelumnya) Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Khalid bin Amru bin Utsman, dan saya menceritakan kepadanya hadits ini bahwa dia berkata kepada Urwah bin Az Zubair tentang wudhu dikarenakan (memakan daging) yang dibakar, maka Urwah berkata, Aku mendengar Aisyah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Berwudhulah kalian, disebabkan makan (daging) yang dibakar.

HR Muslim No. 530.

وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

#Semoga Bermanfaat.

(08138636xxxx)

JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Dulu .., sebagian tabi’in sampai ada yang mengatakan: hadits itu berbahaya kecuali bagi ulama.

Maksudnya, membaca hadits, lalu langsung dibuat kesimpulan tanpa melihat hadits lain, sebagaimana kebiasaan orang awam, dan tanpa merujuk kepada penjelasan ulama.

Termasuk BC di atas .., berwudhu setelah makan daging yang dibakar atau panggang bukanlah KEWAJIBAN sebagaimana ditulis dalam judulnya, tapi SUNNAH. Hadits di atas telah MANSUKH (dihapus hukumnya) oleh hadits lainnya. Bahkan Ijma’ mengatakan tidak wajib.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

ان هذا الحديث ليس عليه العمل عند العلماء اما لكونه ممسوخا ….

Hadits ini tidaklah diamalkan oleh para ulama karena posisinya yang sudah mansukh …

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 55377)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah juga berkata:

كان النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر بالوضوء مما مست النار ثم ترك ذلك، وقال جمهور أهل العلم إنه منسوخ

Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan wudhu karena daging yang dibakar, kemudian hal itu sudah ditinggalkan, mayoritas ulama mengatakan itu sudah mansukh (dihapus). (selesai)

Hadits inilah sebagai nasikh – penghapusnya, yaitu:

Dari ‘Amru bin Umayyah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

يَحْتَزُّ مِنْ كَتِفِ شَاةٍ فَدُعِيَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَلْقَى السِّكِّينَ فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Nabi memotong daging paha kambing (yang sudah dipanggang), saat panggilan shalat tiba, beliau langsung meletakkan pisaunya dan shalat tanpa berwudlu lagi. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Oleh karena itu, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

والأمر بالوضوء محمول على الندب

Perintah berwudhu pada hadits ini bermakna anjuran (mandub) saja.

(Fiqhus Sunnah, 1/5)

Dulu, pada masa awal Islam memang terjadi perbedaan pendapat apakah WAJIB wudhu lagi setelah makan daging bakar/panggang, tapi kemudian hal itu berubah bahwa IJMA’ memakan daging bakar TIDAK MEMBUAT WAJIBNYA WUDHU.

Imam An Nawawi Rahimahullah:

ثم إن هذا الخلاف الذي حكيناه كان في الصدر الأول، ثم أجمع العلماء بعد ذلك على أنه لا يجب الوضوء بأكل ما مسته النار

Kemudian, sesungguhnya perbedaan pendapat yang telah kami ceritakan ini memang pernah terjadi di masa awal-awal, kemudian para ulama telah IJMA’ bahwa tidak wajib berwudhu disebabkan makan daging yang dibakar.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/44)

BC-BC seperti di atas, mengingatkan saya kepada seruan sebagian orang “Kembali ke Al Qur’an dan As Sunnah”. Ini seruan bagus dan harus didukung, tapi bukan berarti terjun bebas dalam memahaminya. Itu nekad namanya.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اذا اسند الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة

Jika urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhari)

Para ulama mengatakan:

إجماع المحققين على منع العوام من تقليد أعيان الصحابة بل من بعدهم

Telah sepakat para imam peneliti, bahwa terlarangnya bagi orang awam mengikuti secara langsung pendapat person-person sahabat nabi bahkan yang setelah mereka.

Kemudian …

بل عليهم أن يتبعوا مذاهب الأئمة )الذين سبروا ووضعوا ودنوا( لأنهم أوضحوا طرق النظر وهذبوا المسائل وبينها و جمعها بخلاف مجتهدى الصحابة فانهم لم يعتنوا بتهذيب المسائل الاجتهاد (و على هذا ) اى على أن عليهم أن يقلدوا الأئمة المذكورين لهذا الوجه

Bahkan hendaknya mereka mengikuti madzhab para imam (yaitu orang-orang yang telah melakukan penelitian, membuat tema, membukukan), karena mereka telah menjelaskan beragam metode teori, mengklasifikasi beragam masalah, menjelaskannya dan mengumpulkannya. Berbeda dengan Mujtahid zaman sahabat nabi yang tidak memperhatikan segala macam klasifikasi dan permasalahan ijtihad.

(At Taqrir wat Tahbir di Syarhit Tahrir, 3/354)

Demikian. Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Cara Mengusap Kepala Saat Wudhu

AGAR ALLAH ﷻ MENCINTAI KITA

📌📌📌📌📌

Jika kita ditanya, “Apakah Anda mencintai Allah?” Jawaban kita adalah: “Tentu, saya mencintai Allah.” Tapi, jika pertanyaannya dibalik, “Apakah Allah mencintai Anda?” maka apa jawaban kita? Tentu tidak mudah; bagaimana kita bisa tahu Allah ﷻ mencintai seorang hamba atau tidak. Apa indikasinya? Apa tandanya? Bagaimana cinta Allah ﷻ kepada hamba itu bisa ada?

Kita lihat bagaimana Al Quran dan As Sunnah memaparkan siapa-siapa saja yang Allah ﷻ cintai dan bagaimana dara meraihnya.

1⃣ Orang Yang Sabar

Allah ﷻ berfirman:

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran: 146)

Orang sabar mendapatkan cintanya Allah ﷻ, baik sabar dalam musibah dan susah, sabar saat ibadah, menuntut ilmu, dan sebagainya. Ini sangat logis sebab orang sabar tidak mendahulukan hawa nafsunya tapi lebih mengedepankan akal sehatnya, dan kepekaan imannya.

2⃣ Orang Yang Berbuat Baik

Allah ﷻ berfirman:

وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang berbuat baik. (QS. Al Baqarah: 195)

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan:

“Ayat ini merupakan perintah untuk berbuat baik secara umum, yaitu: berbuat baiklah kalian pada setiap perbuatan kalian, dan berinfaq termasuk di dalamnya.” (Al Manar, 2/172)

Bukan hanya cintanya Allah ﷻ yang didapatkan untuk orang berbuat baik, tapi Allah ﷻ juga bersama orang-orang yang berbuat baik (ma’iyyatullah khaashah). Sebagaimana firmanNya:

وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang berbuat baik. (QS. Al Ankabut: 69)

3⃣ Orang yang mensucikan diri

Orang yang mensucikan dirinya, baik suci inderawi atau suci secara ruhani, termasuk deretan manusia yang mendapatkan cintanya Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman:

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. At Taubah: 109)

Bahkan Nabi ﷺ juga memuji orang yang bersuci dengan mengatakan:

الطهور شطر الإيمان

Bersuci sebagian dari iman. (HR. Muslim No. 223)

4⃣ Orang Yang Bertaubat

Allah ﷻ juga mencintai orang-orang yang bertaubat, orang yang kembali kepada Allah, kembali taat dan tunduk, setelah mereka melakukan kesalahan dan kemaksiatan. Hal ini ditegaskan dibanyak dalil, di antaranya:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al Baqarah: 222)

Bahkan Allah ﷻ sangat bahagia jika ada orang bermaksiat lalu dia bertaubat, melebihi bahagianya seseorang yang kembali mendapatkan untanya yang hilang di tanah yang lapang. Tentu kita tahu betapa bahagianya seseorang yang harta kesayangannya kembali ditemukan, dan Allah ﷻ lebih besar kebahagiaannya dibanding itu atas taubatnya hamba yang bermaksiat.

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ betsabda:

اللهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي أَرْضِ فَلَاةٍ

“Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya melebihi salah seorang dari kalian yang mendapatkan hewan tunggangannya yang telah hilang di padang yang luas.” (HR.Al Bukhari No. 6309)

5⃣ Mujahidin Yang Bersatu Padu

Allah ﷻ mencintai orang-orang yang berperang dijalanNya secara bersatupadu, bagaikan bangunan yang kokoh.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash Shaf: 4)

Berjihad secara berkelompok-kelompok juga bukan kesalahan, selama masih bisa saling koordinasi dengan yang lainnya.

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (QS. An Nisa: 71)

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Allah Ta’ala berfirman:

وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

.. dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. (Qs. Al Baqarah: 195)

✅ Berbuat baiklah sebanyak-banyaknya, baik kepada Allah, kepada manusia, dan alam, sebab kita tidak tahu pada kebaikan kita yang mana Allah Ta’ala menurunkan balasanNya untuk kita, baik berupa rahmat, kemudahan, keberkahan, terlebih lagi cintaNya.

✅ Berbuat baiklah karena itu dapat menghapuskan kesalahan kita …

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Qs. Huud: 114)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

و اتبع السيئة الحسنة تمحوها …

Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya. (Hr. At Tirmidzi, hasan shahih)

✅ Berbuat baiklah karena itu membuat kita selalu bersamaNya…

وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs. Al Ankabut: 69)

Allah Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi:

َمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي

Senantiasa hambaKu menjalankan ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya saat dia mendengar, Aku menjadi penglihatannya saat dia melihat, Aku menjadi gangannya saat dia menyergap, Aku menjadi kakinya saat dia melangkah, dan jika dia minta perlindungan maka Aku akan melindunginya. (HR. Al Bukhari)

Semoga Allah Ta’ala membimbing kita untuk istiqamah dalam kebaikan dan bersama orang-orang baik. Amiin

🍃☘🌺🌷🌴🍀🌾🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Kenajisan Babi Selain Dagingnya

💦💥💦💥💦💥

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al An’am (6): 145)

Ayat ini tegas menyebut “daging babi” maka tidak ada perselisihan tentang kenajisan daging babi. Namun para ulama berbeda pendapat tentang selain daging bagi,  seperti; bulu, kulit, kuku, gigi, dan tulangnya.

📌 Kelompok pertama, mereka mengatakan suci dan bukan najis. Alasannya karena nash hanya menyebutkan “daging babi” bukan selainnya, sedangkan dalam masalah seperti ini mesti membutuhkan dalil yang shahih dan sharih (tegas lagi jelas). Jika tidak ada, maka bara’atul ashliyah (kembali kepada hukum asal) yaitu sucinya semua yang ada di muka bumi ini baik hewan, tumbuhan, dan lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

وَالْقَوْلُ الرَّاجِحُ هُوَ طَهَارَةُ الشُّعُورِ كُلِّهَا : شَعْرُ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيرِ وَغَيْرُهُمَابِخِلَافِ الرِّيقِ

“Dan pendapat yang kuat adalah sucinya bulu seluruh hewan: bulu anjing, babi, dan selain keduanya. Sedangkan liur terjadi perbedaan pendapat.”

📖 Apa alasan Beliau?

وَذَلِكَ لِأَنَّ الْأَصْلَ فِي الْأَعْيَانِ الطَّهَارَةُ فَلَا يَجُوزُ تَنْجِيسُ شَيْءٍ وَلَا تَحْرِيمُهُ إلَّابِدَلِيلِ

“Hal itu karena asal dari berbagai benda adalah suci, maka tidak boleh menajiskan sesuatu dan mengharamkannya kecuali dengan dalil.” (Majmu’ Al Fatawa, 21/617)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

ويجوز الحرز بشعر الخنزير في أظهر قولي العلماء

Dibolehkan membuat benang dari bulu Babi menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama. (Fiqhus Sunnah, 1/25)

Dalam Syarhush Shaghir:

وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى طَهَارَةِ عَيْنِ الْخِنْزِيرِ حَال الْحَيَاةِ ، وَذَلِكَ لأِ نَّ الأْ صْل فِي كُل حَيٍّ الطَّهَارَةُ

Kalangan Malikiyah berpendapat sucinya Babi secara zat dalam keadaan hidup, hal itu karena hukum asal segala hal yang hidup adalah suci. (Syarhus Shaghir, 1/43)

Lalu disebutkan:

فَطَهَارَةُ عَيْنِهِ بِسَبَبِ الْحَيَاةِ ، وَكَذَلِكَ طَهَارَةُ عَرَقِهِ وَلُعَابِهِ وَدَمْعِهِ وَمُخَاطِهِ

Maka, sucinya zat Babi karena sebab kehidupannya, demikian juga sucinya keringat, air liur, dan ingusnya.(Ibid)

📌 Kelompok Kedua, pihak yang mengatakan najisnya daging Babi dan semua bagian tubuhnya.

Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

فَقَدِ اتَّفَقَ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ عَلَى نَجَاسَةِ عَيْنِ الْخِنْزِيرِ ، وَكَذَلِكَ نَجَاسَةُ جَمِيعِ أَجْزَائِهِ وَمَا يَنْفَصِل عَنْهُ كَعَرَقِهِ وَلُعَابِهِ وَمَنِيِّهِ

Telah sepakat kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah tentang najis ‘aini-nya Babi, demikian pula kenajisan semua bagian tubuhnya dan apa yang menjadi bagiannya, seperti keringat, liur, dan maninya. (Al Mausu’ah, 20/33)

Alasannya adalah surat Al An’am ayat 145 di atas:

وَالضَّمِيرُ فِي قَوْله تَعَالَى : { أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ } رَاجِعٌ إِلَى الْخِنْزِيرِ فَيَدُل عَلَى تَحْرِيمِ عَيْنِ الْخِنْزِيرِ وَجَمِيعِ أَجْزَائِهِ

Dhamir (kata ganti) pada firman Allah Ta’ala: (atau daging Babi maka itu adalah rijs (najis/kotor) ) kata ganti “itu” kembali kepada Babi, maka ini menunjukkan keharaman secara zat Babi dan semua bagian tubuhnya.(Ibid)

Demkian perbedaan pendapat ini, namun dari kedua pendapat

ini, bersikap hati-hati adalah lebih baik dan utama, bahwa seluruhnya adalah najis.

Wallahu A’lam

☘🌺🌻🌴🍃🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag. 13)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

SYARAH HADITS KETIGA, lanjutan

Implikasi kalimat Laa Ilaha Illallah adalah ibadah itu hendaknya ditujukan untuk Allah ‘Azza wa Jalla semata (Al ‘Ibadat Lillah). Tidak memperuntukkan peribadatan semata-mata demi kepuasan, kekhusyu’an, ketenangan, apalagi pujian manusia. Bukan itu. Tetapi menjadikan peribadatan semua untuk Allah Ta’ala, ikhlas dan murni untukNya semata. Sebagai bukti kecintaan, khauf (takut), dan raja’ (harap) kepadaNya. Baik ibadah infiradi (pribadi) atau jama’i (bersama-sama).

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus ..” (QS. Al Bayyinah (98): 5)

Ayat lainnya:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am (6): 162)

Ayat lainnya:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“(Dialah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya…” (QS. Al Mulk (67): 2)

Siapakah yang paling baik amalnya? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah (w. 728H) mengutip dari Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh (w. 187H) sebagai berikut:

قَالَ : أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ فَقِيلَ : يَا أَبَا عَلِيٍّ مَا أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ ؟ فَقَالَ : إنَّ الْعَمَلَ إذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ . وَإِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ حَتَّى يَكُونَ خَالِصًا صَوَابًا . وَالْخَالِصُ : أَنْ يَكُونَ لِلَّهِ وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُونَ عَلَى السُّنَّةِ . وَقَدْ رَوَى ابْنُ شَاهِينَ واللالكائي عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ : لَا يُقْبَلُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إلَّا بِنِيَّةِ وَلَا يُقْبَلُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إلَّا بِمُوَافَقَةِ السُّنَّة

(Yaitu) “yang paling ikhlas dan paling benar.” Ada orang bertanya: “Wahai Abu Ali, apakah yang paling ikhlas dan paling benar itu?” Dia menjawab: “Sesungguhnya amal itu, jika benar tetapi tidak ikhlas, tidak akan diterima. Dan jika ikhlas tetapi tidak benar, juga tidak diterima. Sampai amal itu ikhlas dan benar. Ikhlas adalah menjadikan ibadah hanya untuk Allah, dan benar adalah sesuai dengan sunah. Ibnu Syahin dan Al Lalika’i meriwayatkan dari Said bin Jubeir, dia berkata: “Tidak akan diterima ucapan dan amal perbuatan, kecuali dengan niat, dan tidak akan diterima ucapan, perbuatan dan niat, kecuali bersesuaian dengan sunah.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 6/345)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallm bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat pada penampilan kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan perbuatan kalian.” (HR. Muslim No. 2564. Ahmad No. 7493. Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 10088. Ibnu Hibban No. 394)

Ibadah merupakan upaya kita untuk menuju diriNya dan itu merupakan manhaj Allah (manhajullah) yang sudah Dia tetapkan bagi hamba-hambaNya. Jika ingin mendekatkan diri kepadaNya, ingin menjadi ‘ibadurrahman sejati, ingin menjadi keluargaNya, ingin menjadikan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai penglihatannya ketika dia melihat, sebagai pendengarannya ketika dia mendengar, sebagai kakinya ketika dia melangkah, maka mengabdikan diri kepadaNya, merendah, tunduk, patuh, cinta, takut, dan harap kepadaNya merupakan manhaj yang harus ditempuh bagi siapa saja yang ingin bertemu denganNya di akhirat dalam keadaan puas, ridha dan diridhai.

Allah ‘Aza wa Jalla berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah

hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr (89): 27-30)

Namun demikian, manhaj ini tidak bisa ditempuh dengan tata cara yang keliru, keluar dari koridor baik mengurangi atau menambahkan (baca: bid’ah) dengan hal-hal yang tidak dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Walau pun dipandang baik oleh manusia dan hawa nafsu, namun tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka menjadi sia-sia. Inilah implikasi dari Muhammadarrasulullah, yakni menjadikan Beliau sebagai satu-satunya teladan yang baik (qudwah hasanah) dalam beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan pengertian ibadah yang sangat luas, tidak menyelisihinya, apalagi menentangnya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab (33): 21)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran (3): 31)

Jumhur (mayoritas) para ulama salaf mengatakan ayat ini turun karena pada zaman nabi ada kaum yang mengklaim, “Kami mencintai Allah.” Lalu turunlah ayat ini, bahwa jika ingin membuktikan cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah dengan menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai panutan, dan itu merupakan tanda dari mencintaiNya. Sedangkan yang lain mengatakan, ayat ini turun merupakan perintah Allah ‘Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar kaum Nasrani Bani Najran menepati janjinya bahwa mereka mengatakan mencintai Allah dan mengagungkanNya, maka untuk itu mereka harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ Al Bayan, 6/322-323. Mu’asasah Ar Risalah)

Ayat lainnya:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nuur (24): 63)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini (Islam), dengan apa-apa yang tidak ada padanya maka itu tertolak.” (HR. Bukhari No. 2550. Muslim No. 1718. Abu Daud No. 4606. Ibnu Majah No. 14. Ahmad No. 24840. Lafaz ini milik Bukhari)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha pula, dengan lafaz agak berbeda, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang beramal dengan sebuah perbuatan yang tidak ada contohnya dalam agama kami, maka itu tertolak.” (HR. Muslim No. 1718. Ahmad No. 24298)

Imam An Nawawi (w. 676H) Rahimahullah mengatakan:

وَهَذَا الْحَدِيث قَاعِدَة عَظِيمَة مِنْ قَوَاعِد الْإِسْلَام ، وَهُوَ مِنْ جَوَامِع كَلِمه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهُ صَرِيح فِي رَدّ كُلّ الْبِدَع وَالْمُخْتَرَعَات

“Hadits ini merupakan kaidah agung diantara kaidah-kaidah Islam. Ini adalah kalimat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bermakna luas. Ini begitu jelas dalam menolak bid’ah dan hal mengada-ada. “ (Syarh Shahih Muslim, No. 3242. Mauqi’ Ruh Al Islam)

Imam Abul Abbas Ahmad bin Abu Hafsh Al Anshari Al Qurhubi mengomentari hadits ini:

من اخترع في الشرع ما لا يشهد له أصل من أصوله فهو مفسوخ ، لا يعمل به ، ولا يلتفت إليه

“Barangsiapa yang menciptakan dalam syariat sesuatu yang tidak disaksikan oleh dasar dari dasar-dasar syariat, maka hal itu batal, tidak boleh beramal dengannya, dan tidak boleh mengikutinya.” (Al Mufhim Lima 16/85. Al Maktabah Al Misykat)

Maka hendaknya kaum muslimin menjadikan sunah nabi adalah sunah (jalan) bagi hidupnya, tidak yang lainnya. Inilah jalan yang ditempuh umat terbaik pada masa silam. Hanya jalan inilah kebaikan hidup dunia dan akhirat, serta kejayaannya. Demikianlah wasiat para imam kaum muslimin dari zaman ke zaman.

Berkata Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:

عليكم بالسبيل والسنة فإنه ليس من عبد على سبيل وسنة ذكر الرحمن ففاضت عيناه من خشية الله فتمسه النار وإن اقتصادا في سبيل وسنة خير من اجتهاد في إخلاف

“Hendaknya kalian bersama jalan kebenaran dan As Sunnah, sesungguhnya tidak akan disentuh neraka, orang yang di atas kebenaran dan As Sunnah dalam rangka mengingat Allah lalu menetes air matanya karena takut kepada Allah Ta’ala. Sederhana mengikuti kebenaran dan As Sunnah adalah lebih baik, dibanding bersungguh-sungguh dalam perselisihan.”

Dari Abul ‘Aliyah, dia berkata:

عليكم بالأمر الأول الذي كانوا عليه قبل أن يفترقوا قال عاصم فحدثت به الحسن فقال قد نصحك والله وصدقك

“Hendaknya kalian mengikuti urusan orang-orang awal, yang dahulu ketika mereka belum terpecah belah.” ‘Ashim berkata: “Aku menceritakan ini kepada Al Hasan, maka dia berkata: ‘Dia telah menasihatimu dan membenarkanmu.’“

Dari Al Auza’i, dia berkata:

اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فانه يسعك ما وسعهم

“Sabarkanlah dirimu di atas As Sunnah, berhentilah ketika mereka berhenti, dan katakanlah apa yang mereka katakan, tahanlah apa-apa yang mereka tahan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena itu akan membuat jalanmu lapang seperti lapangnya jalan mereka.”

Dari Yusuf bin Asbath, dia berkata:

قال سفيان يا يوسف إذا بلغك عن رجل بالمشرق أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام وإذا بلغك عن آخر بالمغرب أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام فقد قل أهل السنة والجماعة

“Berkata Sufyan: Wahai Yusuf, jika sampai kepadamu seseorang dari Timur bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya. Jika datang kepadamu dari Barat bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya, sungguh, Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu sedikit.”

Dari Ayyub, dia berkata:

إني لأخبر بموت الرجل من أهل السنة فكأني أفقد بعض أعضائ

“Sesungguhnya jika dikabarkan kepadaku tentang kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan telah copot anggota badanku.”

Dan masih banyak lagi nasihat yang serupa. (Lihat semua ucapan salaf ini dalam Talbisu Iblis, hal. 10-11, karya Imam Abul Faraj bin Al Jauzi )

bersambung ….

🍃🌷☘🌺🌻🌸🌾🌴

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top