Doa Akhir dan Awal Tahun

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Asswrwb. Afwan ustadz Farid adakah dalil dan tuntunan sholat tasbih berjamaah, malam tahun baru hijrah ada yang mengisi dengan sholat tasbih, mohon pencerahannya…syukron..

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikukusaalam warahmatullah wa barakatuh ..

Bismillah wal Hamdulillah ..

Tidak ada doa khusus saat pergantian tahun, baik tahun baru Islam atau apa pun, tidak pula ada amalan khususnya.
Sebab dalam sejarah Islam sendiri penetapan tahun baru Hijriyah baru ada di masa Khalifah Umar Radhiyallahu ‘Anhu, bukan di zaman nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ada pun doa yang ter- BC yang beredar di medsos adalah karangan manusia saja atau ijtihad ulama. Tidak boleh disandarkan sebagai Sunnah.

Pada prinsipnya berdoa untuk kebaikan di masa yang akan datang, dan memohon ampun atas yang sudah berlalu, boleh-boleh saja dan boleh dibaca kapan saja. Karena doa tidak masalah disesuaikan dengan hajat masing-masing orang, tanpa mesti menunggu pergantian tahun. Begitu pula shalat malamnya, tidak terikat oleh hari tertentu, silahkan lakukan kapan saja.

Ada pun dalam Sunnah, yang ada adalah doa pergantian bulan. Seperti doa yang disebut oleh Thalhah bin ‘Ubaidillah Radhiyallahu ‘Anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا رأى الهلال قال: (اللهم أهله علينا بالامن والإيمان والسلام والإسلام ربي وربك الله)

Bahwa Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam jika melihat bulan hilal berdoa: Ya Allah, tampakkan al-hilal (bulan tanggal satu) itu kepada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, dengan keselamatan dan Islam. (HR. At Tirmidzi no. 3451, hasan)

Nah, doa awal bulan ini tentu bisa dibaca di awal bulan apapun, termasuk di awal masuk bulan Muharam yang merupakan tahun baru islam. Inilah yang Sunnah.

Demikian. Wallahu a’lam


🍃🌸 Doa khusus malam tahun baru🌸🍃

▪️▫️▪️▫️▪️▫️▪️▫️

(Pertanyaan bbrp org)

Bismillahirrahmanirrahim ..

Dalam sunnah tidak ada doa khusus tahun baru, baik tahun baru hijriyah atau tahun baru Masehi. Namun, terdapat dalam sunnah bahwa Nabi ﷺ berdoa setiap awal masuk bulan (bulan sabit). Awal masuk tahun, tentunya juga awal masuk bulan. 1 Muharam adalah awal tahun sekaligus awal bulan.

Jika mau menjalankan yang ada sunnahnya maka bacalah yg Nabi ﷺ baca. Inilah yang lebih utama.

Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلَالَ قَالَ اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ

Bahwa Nabi ﷺ apabila melihat bulan sabit beliau mengucapkan: “ALLAAHUMMA AHLILHU ‘ALAINAA BILYUMNI WAL AIMAANI WAS SALAAMATI WAL ISLAAM, RABBII WA RABBUKALLAAH” (Terbitkanlah bulan tersebut kepada kami dengan berkah, iman, keselamatan serta Islam! Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah).

(HR. At Tirmidzi no. 3451, Ahmad no. 1397)

Hadits ini HASAN. (Musnad Ahmad dgn Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, 2/178. Juga Ta’liq Musnad Ahmad oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth, 3/17)

Lalu, apakah boleh doa buatan manusia? Doa susunan sendiri, bukan berasal dari Al Qur’an dan Sunnah, jelas boleh dan itu merupakan pendapat mayoritas ulama. Hanya saja terikat oleh syarat:

1. Isinya tidak bertentangan dengan syariat

2. Tidak boleh diklaim berasal dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam

3. Tidak boleh pula dibuat fadilah-fadilah yg direkayasa. Misal, “jika anda baca doa ini maka akan begini,” tanpa ada dasarnya.

Nah, begitu pula doa malam tahun baru yang bukan berasal dari sunnah juga terikat oleh syarat-syarat tersebut.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:

فلا حرج على المسلم أن يدعو بدعاء يعبر فيه عن حاجته ورغبته أو كشف ضره، ولكنه إذا دعا بالأدعية المأثورة عن النبي صلى الله عليه وسلم أو غيره من الأنبياء كما جاء في القرآن الكريم أو السنة المطهرة كان أفضل، وعليه أن يختار من الأدعية ما يتناسب مع المقام الذي هو فيه أو الحاجة التي يطلبها، ولا مانع أن يجمع بين هذا وذلك ويركب من بينهما أدعية تعجبه وتناسب مقامه، فقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: ثم يتخير من الدعاء أعجبه إليه فيدعوه . رواه البخاري

Tidak apa-apa bagi seorang muslim berdoa dengan kalimat yang di dalamnya tertera hajatnya, keinginannya, atau solusi atas kesulitannya. Tetapi, jika berdoa dengan doa-doa yang ma’tsur dari Nabi ﷺ atau dari para nabi lainnya, sebagaimana tertera dalam Al Quran, atau sunnah yang suci, maka itu lebih utama. Hendaknya dia memilih doa yang sesuai dengan keadaannya, kedudukannya, atau kebutuhan yang dia inginkan. Tidak terlarang baginya menggabungkan antara doa yang ini dan itu, dan mempraktekkan keduanya dengan doa-doa yang dia sukai dan sesuai posisinya.
Nabi ﷺ telah bersabda: “.. kemudian dia memilih doa yang ia sukai maka berdoalah kepadaNya.” (HR. Al Bukhari).

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, 10/124)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷🍄🌴🌱🌸🍃🌵🌾🌹

✍ Farid Nu’man Hasan

Doa Berbuka Puasa

💦💥💦💥💦💥

Doa berbuka puasa ada beberapa versi:

1⃣Versi 1: Allahumma Laka Shumtu…

عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Dari Mu’adz bin Zuhrah, bahwa dia menyampaikan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; jika berbuka puasa dia membaca Allahumma laka shumtu, wa ala rizqika afthartu.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh:

📌Imam Abu Daud, No. 2011, dari Muadz bin Zuhrah.

📌Imam al Baihaqi, dalam kitab As Sunan Al Kubra, Juz. 4/ 239, dari Muadz bin Zuhrah

📌Imam ath Thabarani, dalam kitab Al Mujam al Awsath, No. 7762, dari Anas bin Malik. Lihat juga kitabnya yang lain Al Mujam Ash Shaghir, No. 912, dari Anas bin Malik.

📌Imam al Baihaqi, dalam kitab Syu’abul Iman, No. 3747, dari Muadz bin Zuhrah

Jadi, hadits di atas diriwayatkan oleh dua jalur; yakni Anas bin Malik dan Muadz bin Zuhrah.

✅ Penilaian:

Dalam Jalur Anas bin malik, terdapat perawi bernama Ismail bin Amru al Bajali dan Daud bin Az Zibiriqan. Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany Rahimahullah:

قلت : وهو ضعيف قال الذهبي في ( الضعفاء ) : ( ضعفه غير واحد ) . قلت : وشيخه داود بن الزبرقان شرمنه قال الذهبي : ( قال أبو داود : متروك وقال البخاري : مقارب الحديث ) وقال الحافظ في ( التقريب ) : ( متروك كذبه الازدي ) . والحديث قال الهيثمي في ( المجمع ) : ( رواه الطبراني في ( الاوسط ) وفيه داود بن الزبرقان وهو ضعيف )

 

“Aku (Syaikh al Albany) berkata: Dia (Isma’il bin Amru al Bajali) adalah dha’if (lemah). Berkata Imam Adz Dzahabi dalam kitab Adh Dhu’afa: “Yang mendha’ifkan lebih dari satu orang.” Aku (Syaikh al Albany) berkata: Gurunya, yaitu Daud bin Az Zibriqan lebih buruk darinya. Berkata Imam Adz Dzahabi: Berkata Abu Daud: Dia (Daud bin Az Zibriqan) adalah matruk (haditsnya ditinggalkan). Imam Bukhari berkata: Haditsnya pertengahan/sedang-sedang saja. Imam Al hafizh Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib berkata: Haditsnya ditinggalkan, dan Al ‘Azdi menganggapnya sebagai pendusta. Menurut Imam al Haitsami dalam Al Majma’: Diriwayatkan Ath Thabarani dalam Al Ausath, dalam sanadnya terdapat Daud bin Az Zibriqan, dia adalah dhaif. (Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany, Irwa al Ghalil fii Takhriji Ahadits Manaris Sabil, Juz. 4, Hal. 37-38. Cet. 2, 1985M-1405H. Maktab Islami, Beirut-Libanon)

Jalur Muadz bin Zuhrah, juga dhaif. Hadits ini mursal (riwayatnya tanpa melalui sahabat Nabi). Berkata Syaikh al Albany:

قلت : وهذا سند ضعيف فانه مع إرساله فيه جهالة معاذ هذا

“Aku (Syaikh al Albany) berkata: “Sanad hadits ini dha’if, karena mursal, dan Mu’adz ini adalah tidak dikenal biografinya.” (Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany, Irwa’ al Ghalil fii Takhriji Ahadits Manaris Sabil, Juz. 4, Hal. 38. Cet. 2, 1985M-1405H. Maktab Islami, Beirut-Libanon. Lihat juga dalam kitab Shahih wa Dhaif Al Jami’ Ash Shaghir, No. 9830)

Hadits mursal adalah hadits yang terputus sanad (periwayatannya) setelah generasi tabiin. Muadz bin Zuhrah ini seorang tabiin, yang tidak langsung mendengar hadits ini dari sahabat nabi.

Imam Ibnul Qayyim mendhaifkannya. (Zaadul Ma’ad, 2/51)

Tetapi Imam Ibnu Mulaqin mengatakan: “Isnad hadits ini HASAN, tetapi mursal, sebab Muadz bin Zuhrah belum pernah berjumpa dengan Nabi ﷺ.” (Badrul Munir, 5/710)

Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth juga menyatakan hadits ini memiliki syahid (penguat), berikut keterangan dari Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih:

وقال عنه عبد القادر الأرناؤوط في تحقيقه للأذكار للنووي: ولكنه له شواهد يقوى بها

Abdul Qadir Al Arnauth berkata tentangnya, dalam penelitiannya terhadap Al Adzkar-nya Imam An Nawawi: “Hadits ini memiliki beberapa syawahid (saksi yang menguatkan) yang dengannya membuatnya menjadi kuat kedudukannya.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, 10/1181)

2⃣Doa berbuka puasa Versi 2: Allahumma Laka Shumtu…

بسم الله و الحمد لله اللهم لك صمت و على رزقك أفطرت و عليك توكلت سبحانك و بحمدك تقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Bismillah wal hamdulillah, Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu, wa ‘alaika tawakkaltu, subhanaka wa bihamdika taqabbal minni innaka antas samii’ul ‘aliim.”

Hadits ini juga dha’if, dari Anas bin Malik. (Lihat Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany, Shahih wa Dha’if al Jami’ Ash Shaghir, No. 1644)

3⃣Doa berbuka puasa Versi 3: Allahumma Laka Shumtu

Dari Ibnu ‘Abbas:

كان إذا أفطر قال : اللهم لك صمت و على رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Adalah Rasululah jika berbuka, dia mengucapkan: “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu, fataqabbal minni innaka antas samii’ul ‘Aliim.”

Imam Al Munawi mengatakan: waahin jiddan (sangat lemah). (At Taysir, 2/470)

Hadits ini juga dha’if. (Syaikh al Albany, Shahih wa Dha’if Al jami’ Ash Shaghir, No. 9831)

📖 Lalu, Bolehkah Mengamalkan hadits ini?

Doa dalam hadits ini boleh dipakai selama tidak meyakini dan memastikan dari Rasulullah ﷺ, sebab pada prinsipnya berdoa pada pada saat menjelang berbuka memang dianjurkan dengan doa apa pun, bahkan dengan doa susunan sendiri sesuai hajat kita.

Para ulama mengatakan:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى جَوَازِ كُل دُعَاءٍ دُنْيَوِيٍّ وَأُخْرَوِيٍّ ، وَلَكِنَّ الدُّعَاءَ بِالْمَأْثُورِ أَفْضَل مِنْ غَيْرِهِ

Mayoritas fuqaha berpendapat bolehnya setiap doa duniawi dan ukhrawi, tetapi doa yang ma’tsur lebih utama daripada selainnya. (Raudhatuth Thalibin, 1/265, Asnal Mathalib, 1/16)

Para ulama kontemporer seperti Syaikh Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad, Syaikh Abdurrahman Al Jazayri, dan lainnya juga membolehkan doa Allahumma Laka Shumtu ini.

1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah

Kami akan kutipkan tiga fatwa Beliau dalam kitab yang berbeda. Berikut ini keterangan dari Syaikh Utsaimin:

السؤال
ما هو الدعاء المأثور عن النبي صلى الله عليه وسلم عند الإفطار؟
الجواب
الأدعية الواردة عن النبي صلى الله عليه وسلم في الإفطار لم تكن في الصحيحين ولا في أحدهما، لكنها في السنن، ومنها: ( اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت ) اللهم لك صمت: وهذا إخلاص، وعلى رزقك أفطرت: وهذا شكر لله عز وجل

Pertanyaan: “Apakah doa yang berasal dari Nabi ﷺ saat berbuka puasa?
Jawaban: “Doa-doa yang berasal dari Nabi ﷺ saat berbuka, tidak dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), tidak pula pada salah satunya, tetapi ada dalam kitab-kitab As Sunan, di antaranya: “ALLAHUMMA LAKA SHUMTU WA ‘ALA RIZQIKA AFTHARTU”. Maksud dari Allahumma Laka Shumtu (Ya Allah untukMu aku berpuasa): ini menunjukkan keikhlasan. Wa ‘Ala Rizqika Afthartu: ini menunjukkanrasa syukur. (Jalsaat Ramadhaniyah Lil ‘Utsaimin, 2/14)

Syaikh Utsaimin juga berkata dalam fatwanya yang lain:

لكن ورد ذكر إن صح عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم فإنه يكون بعد الإفطار: (ذهب الظمأ، وابتلت العروق، وثبت الأجر إن شاء الله) هذا لا يكون إلا بعد الفطر، وكذلك ورد عن بعض الصحابة أنه كان يقول: (اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت) فأنت ادع الله بالدعاء المناسب الذي ترى أنك محتاج إليه

Tetapi telah sampai dzikir yang jika shahih dari Nabi ﷺ dibacanya setelah berbuka: Dzahabazh zhama’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insya Allah. Doa ini hanya saat setelah berbuka. Demikian juga telah sampai dari sebagaian sahabat Nabi bahwa Beliau membaca: ALLAHUMMA LAKA SHUMTU WA ‘ALA RIZQIKA AFTHARTU, maka anda bisa berdoa kepada Allah dengan doa-doa yang pas, yang anda anggap sesuai kebutuhan anda. (Al Liqa Asy Syahri, 8/18)

Dalam Fatawa-nya Beliau berkata:

والدعاء المأثور: «اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت» ومنه أيضاً قول النبي عليه الصلاة والسلام: «ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاءالله». وهذان الحديثان وإن كان فيهما ضعف لكن بعض أهل العلم حسنهما، وعلى كل حال فإذا دعوت بذلك أو بغيره عند الإفطار فإنه موطن إجابة

Doa yang ma’tsur: (Allahumma Laka Shumtu wa ‘Ala Rizqika Afthartu), di antaranya juga ucapan Nabi ﷺ: Dzahabazh zhama’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insya Allah. Dua hadits ini, jika di dalamnya ada kelemahan, tetapi sebagian ulama telah menghasankan keduanya. Bagaimana pun juga, jika And aberdoa dnegan doa ini atau selainnya saat menjelang berbuka, maka itu adalah momen dikabulkannya doa. (Majmu’ Fatawa wa Rasail, 19/363)

2. Penjelasan lain dari Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:

وهذا الحديث مرسل؛ لأنه قال: بلغه أن النبي صلى الله عليه وسلم كذا، فلم يذكر الواسطة، وعلى هذا فهو غير صحيح، ولكن الإنسان إذا دعا بهذا الدعاء أو بغيره من الأدعية التي لا يعت

قد أنها سنة ولا يعتبر أنها ثابتة ولا يعتقد أنه حين يقولها يأتي بسنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وإنما يعتقد أنه يدعو بدعاء يرجو من الله تعالى قبوله عند أداء هذه العبادة، ويسأل الله تعالى له المغفرة فلا بأس بذلك، ولكن كونه يقول: هذه سنة ثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يجوز ذلك إلا بعد ثبوتها عن النبي عليه الصلاة والسلام، وهذا لم يثبت؛ لأنه جاء من طريق مرسلة غير ثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم

Hadits ini mursal, karena dia (Muadz bin Zuhrah) mengatakan bahwa telah sampai kepadanya bahwa Nabi ﷺ membaca seperti itu, Beliau tidak sebutkan siapa perantara yang membawa hadits ini, oleh karena itu hadits ini tidak shahih. Tetapi, jika manusia berdoa dengan doa ini, atau doa-doa selainnya, yang tidak diyakini bahwa itu dari sunah, tidak memastikan dari nabi, dan tidak meyakini ketika membacanya sebagai sunah yang datang dari Rasulullah ﷺ , dia hanya meyakini dengan doa ini harapan kepada Allah untuk mengabulkannya saat menunaikan ibadah ini, dan dia meminta kepada Allah ampunan, maka hal ini TIDAK APA-APA.
Namun, jika dia mengatakan bahwa ini adalah sunah yang pasti dari Rasulullah ﷺ MAKA ITU TIDAK BOLEH, kecuali setelah hadits ini shahih dari Nabi ﷺ , tapi hadits ini tidak shahih, sebab hadits ini datang secara mursal dari Nabi ﷺ. (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 13/91)

3. Syaikh Abdurrahman Al Jazayri mengkategorikan membaca doa tersebut sebagai perbuatan yang disukai (mustahab):

يستحب للصائم أمور : منها تعجيل الفطر بعد تحقق الغروب وقبل الصلاة ويندب أن يكون على رطب فتمر فحلو فماء وأن يكون ما يفطر عليه من ذلك وترا ثلاثة فأكثر ومنها الدعاء عقب فطره بالمأثور كأن يقول : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت وعليك توكلت وبك آمنت ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر يا واسع الفضل اغفر لي الحمد لله الذي أعانني فصمت ورزقني فأفطرت ومنها السحور على شيء وإن قل ولو جرعة ماء لقوله صلى الله عليه و سلم : ” تسحروا فإن في السحور بركة “

Disukai bagi orang yang berpuasa beberapa perkara:
– Menyegerakan berbuka puasa setelah masuknya waktu maghrib dan sebelum shalat
– Dianjurkan mulai dengan kurma basah, kurma kering, lalu manisan, lalu air. Dan melakukannya secara ganji, tiga kali atau lebih.
– Juga diantaranya berdoa setelah berbuka dengan yang ma’tsur: Allahumma Laka Shumtu wa ‘Ala Rizkika afthartu wa ‘Alaika tawakkaltu wa bika aamantu dzahaba zhama’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru … dst
– Juga dianjurkan berahur, minimal seteguk air, karena Nabi ﷺ bersabda: “Bersahurlah karena pada sahur ada keberkahan.” (Al Fiqhu ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 1/926)

4. Syaikh Dr Abdullah Al Faqih, mufti Asy Syabakah Al Islamiyah berkata:

وبالنسبة للأدعية التي كان يدعو بها النبي صلى الله عليه وسلم في رمضان، فقد ثبت أنه كان يدعو عند الإفطار بما يلي:
– ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله . رواه أبو داود وغيره، وصححه الألباني .
– اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت . رواه أبو داود . ………

Dan yang terkait doa-doa yang dipakai oleh Nabi ﷺ saat Ramadhan, telah shahih bahwa Beliau berdoa saat berbuka dengan doa berikut:
– dzahaba zhama’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insya Allah
– Allahumma Laka Shumtu wa ‘Ala Rizkika afthartu
– …… (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah , 13/16174)

Sementara Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:

( كان إذا أفطر قال الحمد لله الذي أعانني فصمت ورزقني فأفطرت ) فيندب قول ذلك عند الفطر من الصوم فرضا أو نفلا

(Dahulu saat berbuka Beliau membaca ALHAMDULILLAH A’ANANIY FASHUMTU WA RAZAQANIY FA AFTHARTU) Dianjurkan membaca doa ini saat berbuka baik puasa wajib dan sunnah. (At Taisir, 2/470)

Dan, masih banyak lagi ulama lainnya yang tidak mempermasalahkan menggunakan doa tersebut.

Jalan Tengah

Inilah jalan tengah yang tidak kontroversi karena disepakati validitasnya, yaitu ada tiga doa khusus dari Nabi ﷺ menjelang makan, dan ini dibaca saat makan kapan pun, termasuk makan ifthar.

1. Membaca Bismillah

Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah Radhiallahu ‘Anhu:

فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadaku, “Wahai anak! sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang terdekat denganmu.” (HR. Bukhari, No. 5062, 5063. Muslim, No. 2022. Ibnu Majah, No. 3267. Ahmad, No. 15740)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

قَالَ إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Beliau bersabda: “Jika salah seorang kalian hendak makan, maka sebutlah nama Allah Ta’ala, jika lupa menyebut nama Allah di awalnya, maka katakanlah: “Bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan nama Allah di awal dan di akhirnya.” (HR. Abu Daud, No. 3767. At Timidzi, No. 1858. Dalam teks Imam At Tirmidzi agak berbeda yakni: “Jika salah seorang kalian hendak makan, maka katakanlah, “Bismillah,” jika lupa membaca di awalnya, maka bacalah, “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Beliau berkata: hadits ini hasan shahih. Dengan teks serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, No. 3264. Ahmad, No. 23954. Al Hakim dalam Mustadrak ‘Alas Shahihain, Juz. 16, No. 412, No. 7087, katanya sanad hadits ini shahih, tapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain:

كان إذا قرب إليه الطعام يقول : بسم الله ، فإذا فرغ قال : اللهم أطعمت و أسقيت و أقنيت و هديت و أحييت ، فلله الحمد على ما أعطيت

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika disuguhkan kepadanya makanan, dia membaca: “Bismillah,” setelah makan ia membaca,”Allahumma Ath’amta, wa asqaita, wa aqnaita, wa hadaita, wa ahyaita, falillahil hamdi ‘ala maa a’thaita.” (HR. Ahmad, hadits ini shahih, seluruh periwayatnya tsiqah (kredibel) sesuai syarat Imam Muslim, Lihat Silsilah Ash Shahihah, Juz. 1, hal. 70, pembahasan hadits no.71)

2. Membaca: ALLAHUMMA BARIK LANAA FIIH WA ATH’IMNAA KHAIRAN MINHU

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:

من أطعمه الله الطعام فليقل اللهم بارك لنا فيه وأطعمنا خيرا منه ومن سقاه الله لبنا فليقل اللهم بارك لنا فيه وزدنا منه

Siapa yang diberikan makan oleh Allah dengan sebuah makanan, maka hendaknya membaca: ALLAHUMMA BARIK LANAA FIIH WA ATH’IMNA KHAIRAN MINHU, dan barang siapa yang diberikan oleh Allah susu maka hendaknya membaca: ALLAHUMMA BAARIK LANA FIIH WA ZIDNAA MINHU.

(HR. At Tirmdzi No. 3455, Imam At Tirmidzi berkata: hasan. Abu Daud No. 3732, Ahmad No. 1978, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 5641)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 1978), juga Syaikh Al Albani mengatakan hasan diberbagai kitabnya. (Al Misykah, Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3732, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3455, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3322, Mukhtashar Asy Syamail No. 176)

3. Membaca: Dzahabazh Zhama’au …dst

Berikut ini keterangannya:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca: “Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud, Juz. 6, Hal. 308, No. 2010, As Sunan Al Kubra Lil Baihaqi, Juz. 4, Hal. 239, Al Hakim dalam Mustadrak ‘alas Shahihain, No. 1484)

Dishahihkan oleh Imam Al Hakim menurutnya sesuai syarat Bukhari-Muslim. Menurut Syaikh al Albany hadits ini hasan. (Misykat Al Mashabih, Juz.1, Hal. 450, No. 1993), juga dihasankan oleh Imam Ad Daruqthni, Imam Al Munawi, dan lainnya.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌻🌸🍃🌾🌴

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Nasyid Islami (Bag 2)

💦💥💦💥💦💥

📌 Al ‘Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah

محدّث الديار الشاميّة الشيخ محمد ناصر الدين الألباني رحمه الله
إذا كانت هذه الأناشيد ذات معانٍ إسلامية ، و ليس معها شيء من المعازف و آلات الطرب كالدفوف و الطبول و نحوِها ، فهذا أمرٌ لا بأس به ، و لكن لابد من بيان شرطٍ مهم لجوازها ، وهو أن تكون خالية من المخالفات الشرعية ؛ كالغلوّ ، و نَحوِه ، ثم شرط آخر ، و هو عدم اتخاذها دَيدَناً ، إذ ذلك يصرِفُ سامعيها عن قراءة القرآن الذي وَرَدَ الحضُّ عليه في السُنَّة النبوية المطهرة ، و كذلك يصرِفُهُم عن طلب العلم النافع ، و الدعوة إلى الله سبحانه
]العدد الثاني من مجلة الأصالة ، الصادر بتاريخ 15 جمادى الآخرة 1413هـ ، ص : 73 [

Beliau berkata:

“Jika nasyid-nasyid ini memiliki muatan-muatan islami, dan tidak diiringi dengan alat-alat musik seperti dufuf (gendang), dan semisalnya, maka ini sesuatu yang tidak mengapa. Tetapi harus dijelaskan syarat penting untuk kebolehannya. Hendaknya tidak bertentangan dengan syariat, seperti ghuluw (melampaui batas) dan semisalnya, kemudian syarat lainnya, yaitu tidak menjadikannya sebagai kebiasaan, ingatlah, hal itu bisa mengalihkannya dari membaca Al Quran yang telah diperintahkan dengan tegas dalam sunah nabi, dan juga mengalihkannya dari menuntut ilmu yang bermanfaat, dan da’wah ilallahu Subhanahu wa Ta’ala .(Majalah Ashalah, edisi 2, tanggal 15 Jumadil Akhir 1413H, Hal. 73)

📌 Al ‘Allamah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah

الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله
ما رأى فضيلتكم فى الأناشيد الاسلامية ؟
الأناشيد الإسلامية كثر الكلام عليها وأنا لم أستمع إليها إلا من مدة طويلة، وهي أول ما خرجت لا بأس بها، ليس فيها دفوف، وتؤدى تأدية ليس فيها فتنة ، وليست على نغمات الأغاني المحرمة، لكن تطورت في الواقع وصارت يسمع منها قرع يمكن أن يكون غير الدف، ثم تطورت باختيار ذوي الأصوات الجميلة الفاتنة، ثم تطورت أيضا إلى أنها تؤدى على صفة الأغاني المحرمة، لذلك بقي في النفس منها شيء وقلق، ولا يمكن للإنسان أن يفتي بأنها جائزة على كل حال ولا محرمة على كل حال، وإذا كانت خالية من الأشياء التي ذكرتها فهي جائزة، أما إذا كانت مصحوبة بدف، أو كان مختارا لها ذوي الأصوات الجميلة التي تفتن ، أو أديت على نغمات الأغاني الهابطة فإنه لا يجوز السماع لها

“Banyak perbincangan tentang nasyid-nasyid Islami, dan saya tidak lagi mendengarkannya sudah sejak lama. Ketika awal keluarnya nasyid tidaklah mengapa. Tidak pakai dufuf (rebana), ditampilkan dengan tanpa hal-hal yang mengandung fitnah, tidak diperindah dengan nyanyian yang diharamkan, tetapi perkembangan realitanya, mendengarkan sebagian nasyid menjadi sesuatu yang berbahaya, mungkin bukan cuma memakai rebana, lalu berkembang lagi dengan memakai suara-suara yang indah mengandung fitnah, lalu berkembang lagi ditampilkan seperti penampilan lagu-lagu yang diharamkan, karena itu nasyid telah menyisakan sesuatu yang menggelisahkan, maka tidak mungkin manusia memfatwakan, bahwa nasyid itu boleh pada semua keadaan, dan haram dalam semua keadaan. Jika nasyid tersebut tidak terdapat halhal yang saya sebutkan, maka boleh saja mendnegarkannya. Ada pun jika diiringi dengan rebana, atau memakai suara – suara indah dan mengandung fitnah, dan ditampilkan dengan dihiasi cara-cara penyanyi rendahan, maka tidak boleh mendengarkannya.” (Selesai fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

📌 Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin hafizhahullah

الشيخ عبدالله بن عبدالرحمن الجبرين
النشيد هو قراءة القصائد إما بصوت واحد أو بترديد جماعتين، وقد كرهه بعض المشايخ، وقالوا: إنه من طرق الصوفية، وأن الترنم به يشبه الأغاني التي تثير الغرائز، ويحصل بها نشوة ومحبة لتلك النغمات. ولكن المختار عندي: جواز ذلك- إذا سلمت من المحذور- وكانت القصائد لا محذور في معانيها، كالحماسية والأشعار التي تحتوي على تشجيع المسلمين على الأعمال، وتحذيرهم من المعاصي، وبعث الهمم إلى الجهاد، والمسابقة في فعل الخيرات، فإن مصلحتها ظاهرة، وهي بعيدة عن الأغاني، وسالمة من الترنم ومن دوافع الفساد

“Nasyid adalah bacaan qasidah, baik dengan satu suara atau dua kelompk yang saling bersahutan, sebagian masyayikh ada yang memakruhkannya, mereka mengatakan itu merupakan jalan sufi, dan sesungguhnya melantunkannya merupakan penyerupaan dengan nyanyian yang berdampak bagi gharizah (instink), yang akan menghasilkan mabuk cinta lantaran keindahannya. Tetapi pendapat yang dipilih menurutku adalah hal itu boleh, jika bersih dari hal-hal yang harus diwaspadai. Qasidah yang makna-maknanya baik, seperti semangat atau syi’ar-syi’ar yang bisa menyemangati kaum musimin untuk beramal, dan memperingatkan mereka dari maksiat, dan membangkitkan semangat jihad, berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan, maka maslahatnya jelas, dan jauh dari sifat nyanyian, bersih dan terhindar dari lantunan yang merusak.” (selesai fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin)

📌 Fatwa Lajnah Daimah Lil Ifta’ Saudi Arabia

اللجنةُ الدائمةُ للإفتاءُ
اعتَبَرَت اللجنةُ الدائمةُ للإفتاءُ الأناشيدَ بديلاً شرعيّاً عن الغناء المحرّم ، إذ جاء في فتاواها
يجوز لك أن تستعيض عن هذه الأغاني بأناشيد إسلامية ، فيها من الحِكَم و المواعظ و العِبَر ما يثير الحماس و الغيرة على الدين ، و يهُزُّ العواطف الإسلامية ، و ينفر من الشر و دواعيه ، لتَبعَثَ نفسَ من يُنشِدُها ومن يسمعُها إلى طاعة الله ، و تُنَفِّر من معصيته تعالى ، و تَعَدِّي حدوده ، إلى الاحتماءِ بحِمَى شَرعِهِ ، و الجهادِ في سبيله .
لكن لا يتخذ من ذلك وِرْداً لنفسه يلتزمُه ، و عادةً يستمر عليها ، بل يكون ذلك في الفينة بعد الفينة …

Lajnah Daimah Lil Ifta’ telah menjelaskan, nasyid-nasyid Islami sebagai alternatif pengganti yang syar’i terhadap nyanyian-nyayian yang haram. Demikian ini fatwanya:

“Boleh bagimu menggantikan nyanyian tersebut dengan nasyid-nasyid Islami, di dalamnya terdapat hikmah, pelajaran, dan ‘ibrah yang memberikan pengaruh bagi semangat dan kecemburuan terhadap agama, menggerakkan belas kasih Islami, menjauh dari keburukan dan ajakannya, untuk membangkitkan ketaatan kepada Allah baik bagi yang menyenandung dan yang mendengarkannya, menjauh dari maksiat kepadaNya, melanggar batasNya, menjaga diri dengan syariatNya, serta berjihad di jalanNya.

Tetapi hendaknya tidak menjadikannya sebagai sebuah kelaziman dan kebiasaan terus menerus, melainkan sesekali saja…. dan seterusnya.”

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Semua fatwa ini kami kutip tahun 2007 dari:

http://www.islamgold.com/view.php?gid=10&rid=132

Tapi, nampaknya situs tersebut sudah off

Sekian, wa akhiru da’wana an alhamdulillah ….

🌴🍃🌺☘🌷🌸🌾🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Mau Jual Rumah Tapi Yang Beli Mau Kreditnya Pake Bank

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaykum ustadz, ada titipan pertanyaan:

mohon bantuan Antum atau kpd siapa Ana bisa menanyakan, Ana punya property mau dibeli sama non muslim, dia mau beli dg ambil kredit di Bank, bagaimana hukumnya ? Jazakumulloh. *karena non muslim dia ga percaya dg riba. (08190881xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Jalan wara’ dan hati-hati, adalah tidak bertransaksi dengan dia.

Tapi, saya tidak melarang jika ingin bertransaksi dengannya karena sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganggap itu halal bagi kita, tapi haram bagi dia.

Dzar bin Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma bercerita:

جاء إليه رجل فقال : إن لي جارا يأكل الربا ، وإنه لا يزال يدعوني ، فقال : مهنأه لك ، وإثمه عليه

Ada seseorang yang mendatangi Ibnu Mas’ud lalu dia berkata:

“Aku punya tetangga yang suka makan riba, dan dia sering mengundangku untuk makan.”

Ibnu Mas’ud menjawab; Untukmu enaknya, dan dosanya buat dia. (Imam Abdurrazzaq, Al Mushannaf, no. 14675)

Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

إذا كان لك صديق عامل، أو جار عامل أو ذو قرابة عامل، فأهدى لك هدية، أو دعاك إلى طعام، فاقبله، فإن مهنأه لك، وإثمه عليه

“Jika sahabatmu, tetanggamu, atau kerabatmu yang pekerjaannya haram, lalu dia memberi hadiah kepadamu atau mengajakmu makan, terimalah! Sesungguhnya, kamu dapat enaknya, dan dia dapat dosanya.” (Ibid, No. 14677)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌴🌱🌸🍃🌵🍄🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top