Keutamaan Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhuma (Bag. 2)

💥💦💥💦💥💦

1⃣ Didoakan Nabi sebagai Mahdi

Berikut tertulis dalam Sunan At Tirmidzi dalam Kitab Al Manaqib ‘an Rasulillah, pada Bab Manaqib Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

حدثنا محمد بن يحيى حدثنا أبو مسهر عبد الأعلى بن مسهر عن سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة وكان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لمعاوية اللهم اجعله هاديا مهديا واهد به

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yahya, telah bercerita kepada kami Abu Mushir Abdul A’la bin Mushir, dari Sa’id bin Abdul Aziz, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Abdurrahman bin Abi ‘Amirah, dan dia seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda kepada Muawiyah:

“Ya Allah jadikanlah dia sebagai orang yang bisa memberikan petunjuk dan seorang yang diberi petunjuk (Mahdi) dan berikanlah hidayah (kepada manusia) melaluinya.”

(HR. At Tirmidzi No. 3842, Imam At Tirmidzi berkata: hasan gharib. Ahmad No. 17895, Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir, 5/240. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Aahaad wal Matsani No. 1129, Al Khathib dalam Tarikh Baghdad , 1/207-208, Ibnul Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah No. 442, Al Khalal dalam As Sunnah No. 699, Ibnu Qaani’ dalam Mu’jam Ash Shahabah, 2/146, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 660, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 8/358. Imam Ibnu Abdil Bar dan Al Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Lihat Al Ishabah, 4/342-343 dan Fathul Bari, 7/104)

Hadits ini shahih. Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth:

رجاله ثقات رجال الصحيح، إلا أن سعيد بن عبد العزيز، الذي مدار الحديث عليه، اختلط في آخر عمره فيما قاله أبو مسهر ويحيى بن معين

“Rijal hadits ini tsiqat (terpercaya) dan merupakan para perawi hadits shahih, kecuali Sa’id bin Abdul Aziz, dia menjadi pokok perbincangan hadits ini, dia telah mengalami kekacauan hapalan pada akhir usianya seperti yang dikatakan oleh Abu Mushir dan Yahya bin Ma’in.” (Musnad Ahmad No. 17895, dengan tahqiq; Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Syaikh ‘Adil Mursyid, dan lainnya)

Maka, doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa ‘Ala Aalihi wa Sallam untuk Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu ini menunjukkan keutamaan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu yang sangat jelas. Kelompok syiah terus-menerus mengulang bahwa sebagian sahabat –termasuk Mu’awiyah- telah berubah menjadi pelaku maksiat bahkan menjadi kafir setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Persangkaan ini membawa konsekuensi:

▶ Menunjukkan bahwa doa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk Mu’awiyah tidak maqbul. Tentunya ini merupakan penghinaan atas kehormatan dan kemuliaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

▶ Teranulirnya banyak ayat dan perkataan nabi yang menyatakan keutamaan para sahabat, seakan Allah dan RasulNya salah dalam memuji mereka. Tentunya pula ini merupakan kelancangan terhada firman Allah ‘Azza wa Jalla dan perkataan RasulNya.

2⃣ Memimpin perang di Laut dan Nabi menjamin surga

Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, dari hadits Ummu Haram Radhiyallahu ‘Anha, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا

“Pasukan pertama dari umatku yang berperang mengarungi lautan telah wajib bagi mereka (yakni surga)”. (HR. Bukhari No. 2924)

Ternyata Mu’awiyahlah yang menjadi panglima angkatan laut tersebut. Angkatan laut kaum Muslimin berperang mengarungi lautan pada masa kekhalifahan beliau.

Hal ini diceritakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang meriwayatkan dari jalan Muhammad bin Yahya bin Hibban, dari Anas bin Malik dari bibinya, Ummu Haram binti Milhan Radhiyallahu ‘Anhuma berkata: “Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidur di dekat saya. Kemudian beliau terbangun, lalu tersenyum. Saya bertanya: “Apa yang membuatmu tersenyum?” Beliau menjawab:

أُنَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ يَرْكَبُونَ هَذَا الْبَحْرَ الْأَخْضَرَ كَالْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ

“Telah diperlihatkan kepadaku beberapa orang dari umatku yang mengarungi samudera biru ini, laksana para raja di atas singgasananya!”

“Mintalah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka!” pinta Ummu Haram. Lalu Rasulullah mendoakannya. Kemudian beliau tidur lagi. Dan beliau melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, lalu Ummu Haram bertanya seperti di atas, dan Rasulullah menjawabnya seperti jawaban sebelumnya. Ummu Haram berkata,”Mohonlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka,” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,”Engkau termasuk golongan pertama (dari angkatan laut tersebut)!”

Kemudian Ummu Haram keluar berperang menyertai suaminya, yakni Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘Anhuma, bersama pasukan angkatan laut yang pertama kali diberangkatkan di bawah kepemimpinan Mu’awiyah. Sekembalinya dari peperangan tersebut, mereka singgah di Syam, lalu diserahkan kepadanya seekor kuda tunggangan. Kuda tunggangan tersebut membuatnya jatuh, hingga ia meninggal Radhiyallahu ‘Anhuma. (HR. Bukhari No. 2799 dan Muslim No. 1912)

3⃣ Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu adalah sekretaris Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan bahwa Abu Sufyan Radhiallahu ‘Anhu berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

قال: ومعاوية، تجعله كاتبا بين يديك. قال “نعم”

Abu Sufyan berkata: “Dan Mu’awiyah, kau jadikanlah dia sebagai juru tulis bagimu.” Beliau bersabda: “Ya.” (HR. Muslim No. 2501)

Beliau adalah salah seorang juru tulis wahyu, dan ini menunjukkan keutamaannya. Kalau bukan karena keutamaannya, karena apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkatnya?

4⃣ Didoakan buruk oleh nabi dan itu berarti tazkiyah baginya

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ قَالَ فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ اذْهَبْ وَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ قَالَ ثُمَّ قَالَ لِيَ اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ فَقَالَ لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ

“Saya bermain bersama anak-anak lalu datang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan saya bersembunyi di belakang pintu. Beliau datang dan mengeluarkan saya dan berkata: pergilah dan panggilah Muawiyah kepada saya. Maka saya mendatanginya, dan berkata: “Dia sedang makan.” Kemudian Nabi memintaku lagi: “Pergilah dan panggil Muawiyah kepadaku.” Saya katakan; “Dia masih makan.” Maka Nabi bersabda: “Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya.” (HR. Muslim No. 2604)

Sebagian kecil kalangan tidak menerima jika hadits ini dijadikan sebagai keutamaan Mu’awiyah, karena mereka berpegang pada lahiriyah hadits saja. Bagi mereka ini adalah doa buruk buat Mu’awiyah. Lalu mereka memutar-mutar lidah mereka dengan berbagai alasan dan kata-kata yang dibuat-buat dengan target bahwa Mu’awiyah tetaplah terhina dalam pandangan mereka.

Ada pun Ahlus Sunnah, menetapkan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam katakan sendiri. Oleh karena itu hanya nabi yang berhak menjelaskan apa maksud ucapan beliau yang bernadakan buruk kepada seorang muslim.

Imam Muslim memasukkan hadits Mu’awiyah di atas dalam Bab Man La’anahu An Nabi Aw Sabbahu Aw Da’a ‘Alaihi Wa Laisa Huwa Ahlan Lidzalika Kaana Lahu Zakatan Wa Ajran Wa rahmatan (Orang yang dilaknat, dicaci maki atau dido’akan jelek oleh Nabi sedangkan orang itu tidak layak diperlakukan seperti itu maka laknatan, caci maki dan doa itu menjadi penyuci, pahala dan rahmat baginya).

Banyak hadits nabi yang menyebutkan bahwa caci makian beliau itu adalah tazkiyah (pensucian), pahala, kaffarat (tebusan) dan rahmat bagi orang yang menerimanya. Berikut akan saya paparkan bberapa saja.

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

دخل على رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلان. فكلمها بشيء لا أدري ما هو. فأغضباه. فلعنهما وسبهما. فلما خرجا قلت: يا رسول الله! من أصاب من الخير شيئا ما أصابه هذان. قال “وما ذاك” قالت قلت: لعنتهما وسببت

هما. قال “أو ما علمت ما شارطت عليه ربي؟ قلت: اللهم! إنما أنا بشر. فأي المسلمين لعنته أو سببته فاجعله له زكاة وأجرا”.

Datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dua laki-laki, keduanya datang dengan sesuatu yang aku tidak tahu apa itu, lalu beliau memarahinya dan melaknat serta mencaci mereka berdua. Ketika keduanya keluar, aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Siapa yang mendapatkan kebaikan seperti yang didapatkan oleh kedua orang itu?” Beliau menjawab dengan balik bertanya: “kebaikan apa itu?” ‘Aisyah berkata: saya menjawab: “Engkau telah melaknat dan mencaci mereka berdua.” Beliau bersabda: “Apakah engkau tidak tahu isi perjanjian yang aku buat bersama Tuhanku ?” saya berdoa: “Ya Allah! Sesungguhnya saya ini hanyalah manusia, maka siapa saja umat Islam yang saya laknat atau caci maka jadikanlah itu sebagai pensuci dan pahala baginya.” (HR. Muslim No. 2600)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“اللهم! إنما أنا بشر. فأيما رجل من المسلمين سببته، أو لعنته، أو جلدته. فاجعلها له زكاة ورحمة”.

“Ya Allah! Sesungguhnya saya hanyala manusia. Laki-laki mana saja dari kaum muslimin yang saya caci, atau laknat, atau cambuk, jadikanlah itu sebagai pembersih dan rahmat baginya.” (HR. Muslim No. 2601)

Bersambung …

🌴🍃🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Sujud Hidung Tidak Menyentuh Tanah, Batalkah Shalatnya?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum
Ustadz farid yang di rahmati Allah saya ingin bertanya.
Saya pernah mendengar suatu ceramah yg mngatakan bahwa tidak sah shalat seseorang yg pd saat sujud hidungnya tidak mencium/menempel pada tanah/ubin….
Mohon penjelasannya ustadz..🙏🙏

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Afwan baru sempat .., tentang menempelkan hidung saat sujud, ada beragam pandangan walau zhahirnya menunjukkan wajib.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah menjelaskan:

 

فقد اختلف العلماء في حكم وضع الأنف على الأرض أثناء السجود:

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum meletakkan hidup ke tanah saat Sujud:

-فذهب الشافعي وهو رواية عن مالك ورواية عن أحمد إلى عدم الوجوب

Imam Asy Syafi’iy, salah satu riwayat dari Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, mengatakan itu TIDAK WAJIB.

-وذهب ابن جبير و النخعي و إسحاق وهو رواية عن مالك ورواية عن أحمد إلى الوجوب

Ibnu Jubeir, An Nakha’i, Ishaq, dan salah satu riwayat dari Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa itu WAJIB

-وذهب أبو حنيفة إلى أن الواجب هو أن يضع جبهته أو أنفه على الأرض

Abu Hanifah mengatakan wajibnya itu meletakkan dahi atau hidung di atas tanah.

والظاهر هو الوجوب، لحديث ابن عباس في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” أمرت أن أسجد على سبعة أعظم: الجبهة وأشار إلى أنفه، واليدين، والركبتين، وأطراف القدمين “

Namun, secara zhahirnya menunjukkan wajib, berdasarkan hadits dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Aku diperintah bersujud di atas 7 tulang: dahi dan beliau mengisyaratkan ke hidungnya, dua tangan, dua lutut, dan ujung dua telapak kaki.

والأمر يقتضي الوجوب. وقد قال صلى الله عليه وسلم: ” صلوا كما رأيتموني أصلي ” رواه البخاري
والله أعلم

Dan perintah konsekuensinya adalah menunjukkan wajib. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Shalatlah kami seperti melihat aku shalat. (HR. Bukhari).

Wallahu A’lam

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, no. 15023)

Kemudian .., apakah batal jika tidak menyentuh tanah? Tidak, shalatnya tetap sah menurut 4 madzhab.

Berikut ini keterangannya:

وأما من سجد ووضع جزءًا من جبهته على الأرض، ولم يلامس أنفه الأرض؛ فصلاته صحيحة في المعتمد من قول المذاهب الأربعة، ولكنها ليست على السنة الكاملة. يقول الخطيب الشربيني: “يكفي وضع جزء من كل واحد من هذه الأعضاء كالجبهة

Ada pun orang yg sujud dengan meletakkan bagian dahinya di tanah tanpa meletakan hidungnya di tanah, maka shalatnya SAH menurut pendapat mu’tamad (resmi) EMPAT MADZHAB, tapi itu bukanlah di atas sunnah yang sempurna. Khathib Asy Syarbini mengatakan: “Sudah cukup meletakkan bagian dari tiap-tiap salah satu anggota sujud itu sepeti dahi.” (Mughni Muhtaj, 1/372, Fathul Qadir, 1/300, Mawaahib Al Jalil, 1/520, Kasysyaaf Al Qinaa’, 1/352)

Demikian. Wallahu a’lam

🍄🌷🌴🌱🌸🍃🌵🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Pernak Pernik Hadiah

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

🖌 Memberi Hadiah Itu Perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Cara Bagus Menjalin hubungan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تهادوا تحابوا

Salinglah memberi hadiah niscaya kalian saling mencintai. (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, hasan. Lihat Shahih Al Adab Al Mufrad, 1/221)

🖌 Memberi hadiah juga cara bagus menghilangkan permusuhan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تَهَادَوْا، فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَغَرَ الصَّدْرِ

Salinglah memberikan hadiah, sesungguhnya hadiah itu bisa menghilangkan amarah dan melapangkan dada. (HR. Ahmad No. 9250. Syaikh Syuaib Al Arnauth: hasan)

🖌 Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun juga menerima hadiah

Sejarah nabi menunjukkan, Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menerima hadiah, baik dari para sahabatnya atau negeri lain.

Abu Jahm pernah memberinya hadiah mantel.

عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى في حميصة لها أعلام فقال: (شغلتني أعلام هذه، اذهبوا بها إلى أبي جهم واتوني بأنبجانيته) رواه البخاري ومسلم

Dari ‘Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat memakai pakaian berbulu yang bergambar, lalu dia bersabda: “Gambar-gambar ini mengganggu pikiranku, kembalikan ia ke Abu Jahm, tukar saja dengan pakaian bulu kasar yang tak bergambar.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muttafaq ‘Alaih juga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memakai Jubbay Syaamiyah (Jubah dari negeri Syam), pemberian dari penguasa Syam.

Juga Jubbah Rumiyah Dhayyiqah (Jubah Romawi Yang Sempit) dalam riwayat Imam At Tirmidzi.

🖌 Memberi hadiah hendaknya dengan sesuatu yang halal bukan haram

Tidak harus mewah, mahal, ekslusif, dan wow .. Yang penting halal.

Halal di sini, baik secara zat, dan juga cara memperolehnya. Maka, jangan berikan saudara kita khamr, barang curian, dan sebagainya.

🖌 Menerima hadiah juga jangan asal terima, tolak jika haram

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

…. dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah: 2)

🖌 Hati-Hati Risywah (suap/sogok)

Jika ada yang memberi hadiah tapi ada udang dibalik bakwannya tolak aja. Walau diistilahkan dengan hadiah, atau istilah lain yg mengaburkan hakikatnya.

💥 Memberikan hadiah, karena tahu anaknya tidak akan naik kelas

💥Memberikan hadiah, karena NEM anaknya rendah agar masuk SMA unggulan

💥 Memberikan hadiah kepada orang dalem, karena tahu dirinya kalah bersaing masuk PNS/TNI/POLRI

Dan masih banyak cth lainnya.

🖌 Risywah yang bagaimana sih?

Disebutkan dalam Al Mu’jam Al Wasith:

ما يعطى لقضاء مصلحة أو ما يعطى لإحقاق باطل أو إبطال حق

“Sesuatu yang diberikan agar tujuannya terpenuhi, atau sesuatu yang diberikan untuk membenarkan yang batil, atau membatilkan yang haq.” (Al Mu’jam Al Wasith, 1/348. Dar Ad Da’wah)

Jadi, segala macam pemberian dalam rangka menggoyang independensi seseorang dalam bersikap dan mengambil keputusan, itulah risywah.

Akhirnya, pemberian itu (uang atau barang) yang menjadi penggerak sikapnya, bukan karena kebenaran itu sendiri. Sehingga yang layak menjadi tersingkir, yang buruk justru terpilih. Haq menjadi batil, batil pun menjadi haq.

🖌 Hati-Hati Hadiah untuk para pejabat

Umar bin Abdil Aziz Rahimahullah berkata:

«كَانَتِ الهَدِيَّةُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً، وَاليَوْمَ رِشْوَةٌ»

Dahulu, pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hadiah adalah hadiah, sdgkan hari ini hadiah adalah riyswah/suap. (Shahih Al Bukhari, 3/159)

Syaikh Mushthafa Al Bugha menjelaskan:

 (الهدية) أي للنبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهم. (واليوم رشوة) إذا أعطيت للحكام والموظفين

(Hadiah) yaitu hadiah untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar Radhiallahu ‘Anhum.
(Hari ini hadiah adalah risywah) yaitu hadiah kepada para penguasa/pejabat dan para pekerja.

🌿🌸🌷🍃🌻☘🌳

✏ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhuma (Bag. 1)

💦💥💦💥💦💥

Riwayat pertama:

حدثنا الحسن بن بشر: حدثنا المعافى، عن عثمان بن الأسود، عن ابن أبي مليكة قال: أوتر معاوية بعد العشاء بركعة، وعنده مولى لابن عباس، فأتى ابن عباس، فقال: دعه فإنه صحب رسول الله صلى الله عليه وسلم.

Bercerita kepada kami Al Hasan bin Bisyr, bercerita kepada kami Al Ma’afi, dari Utsman bin Al Aswad, dari Ibnu Abi Malikah, dia berkata:

“Muawiyah melakukan shalat witir setelah isya dengan satu rakaat, dan di sisinya ada pelayan Ibnu Abbas, lalu dia (pelayan) mendatangi Ibnu Abbas, lalu Ibnu Abbas berkata: “Biarkan dia, karena dia adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari No. 3553)

Kedudukan Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu sebagai sahabat nabi sudah menunjukkan keutamaannya yang tinggi, dibanding manusia setelahnya.

Riwayat kedua:

حدثنا ابن أبي مريم: حدثنا نافع بن عمر: حدثني ابن أبي مليكة: قيل لابن عباس: هل لك في أمير المؤمنين معاوية، فإنه ما أوتر إلا بواحدة؟ قال: أصاب، إنه فقيه

Bercerita kepada kami Ibnu Abi Maryam, bercerita kepada kami Nafi’ bin Umar, bercerita kepada saya Ibnu Abi Malikah:

“Dikatakan kepada Ibnu Abbas: Apa pendapat anda tentang Amirul Mu’minin Muawiyah, bahwa dia tidaklah melakukan witir melainkan satu rakaat? “ Ibnu Abbas menjawab: “Dia benar, dia adalah seorang yang faqih (faham agama).”
(HR. Bukhari No. 3554)

Riwayat Ketiga:

حدثني عمرو بن عباس: حدثنا محمد بن جعفر: حدثنا شعبة، عن أبي التياح قال: سمعت حمران بن أبان، عن معاوية رضي الله عنه قال: إنكم لتصلون صلاة، لقد صحبنا النبي صلى الله عليه وسلم فما رأيناه يصليها، ولقد نهى عنهما. يعني: الركعتين بعد العصر

Bercerita kepadaku ‘Amru bin Abbas, bercerita kepada kami Muhammad bin Ja’far, bercerita kepada kami Syu’bah, dari Abi At Tiyah, dia berkata: Aku mendengar Humran bin Aban, dari Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

“Sesungguhnya kalian telah melakukan shalat, dan kami telah bersahabat dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kami belum pernah melihatnya dia melakukan shalat itu, dan beliau telah melarangnya. Yakni dua rakaat setelah ‘ashar. (HR. Bukhari No. 3555)

Semua hadits ini dimasukkan oleh Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya, pada KITAB FADHAIL ASH SHAHABAH (Keutamaan-Keutamaan Sahabat Nabi). Ini menunjukkan bahwa Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu adalah sahabat nabi yang memiliki banyak keutamaan. Sangat berbeda dengan anggapan seorang da’i di sebuah Radio Islam, bahwa Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu bukan sahabat nabi.

Komentar Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

تنبيه”: عير البخاري في هذه الترجمة بقوله ذكر ولم يقل فضيلة ولا منقبة لكون الفضيلة لا تؤخذ من حديث الباب، لأن ظاهر شهادة ابن عباس له بالفقه والصحبة دالة على الفضل الكثير

Peringatan : pembukaan Al Bukhari dalam biografi ini dengan ucapannya Dzikru (menyebut/mengingat), dan dia tidak menyebut dengan istilah Fadhilah (keutamaan) dan bukan pula Manqabah (kebaikan), dan dalam bab ini dia juga tidak mengambil dari hadits (bukan berarti dia tidak memiliki keutamaan, pen), karena sesungguhnya secara zahir kesaksian dari Ibnu Abbas terhadapnya sebagai orang yang faqih dan sebagai sahabat nabi menunjukkan keutamaannya yang banyak. (Fathul Bari, 7/104)

Bersambung ….

🍃🌻🌴☘🌺🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top