Akibat Berbuat Maksiat

💥💦💥💦💥💦💥

Berkata ‘Alim Rabbani, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah:

Maksiat memiliki dampak buruk dan jelek, serta kerusakan  bagi hati dan badan, baik bagi dunia dan akhirat,  dan tidak ada yang mengetahuinya (dampa di akhirat) kecuali hanya Allah.

Di antara akibatnya:

1⃣      Terhalangnya ilmu

Ilmu itu adalah cahaya yang dilemparkan ke dalam hati, sedangkan maksiat dapat mematikan cahaya tersebut.

Asy Syafi’i Rahimahullah berkata: “Aku mengadu kepada Waki’ tentang jeleknya hapalanku, lalu dia membimbingku agar aku meninggalkan maksiat. Sebab ilmu adalah karunia, dan karunia tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat.”

2⃣       Terhalangnya Rezki, sebagaimana tertera dalam Al Musnad: “Sesungguhnya rezki seorang hamba terhalang oleh maksiat yang dilakukannya.”

3⃣      Pelaku maksiat akan mendapatkan sesuatu yang liar pada hatinya  yang membuatnya jauh hubungannya dengan Allah

4⃣      Hal itu juga membuatnya jauh dari manusia, apalagi orang-orang baik (ahlul khair), maka dia akan jauh dari mereka

Sebagian salaf mengatakan; “Maksiatku kepada Allah aku bisa melihatnya dari  sikap hewan peliharanku dan  istriku.”

5⃣      Urusan hidupnya menjadi sulit

6⃣      Hatinya menjadi gelap secara hakiki, secara kasat mata, sebagaimana gelapnya malam

Abdullah bin Abbas mengatakan: “Sesungguhnya kebaikan itu membuat wajah bersinar, cahaya di hati, luasnya rezki, kuatnya badan, dan kecintaan di hati manusia. Sedangkan keburukan membuat  wajah menghitam, gelapnya di kubur dan di hati, kelemahan badan, sempitnya rezki, dan kebencian di hati manusia.”

7⃣      Maksiat dapat melemahkan hati dan badan

8⃣      Terhalangnya dari ketaatan, seandainya pun dosa itu tidak ada hukumannya, dia  terhalang melakukan ketaatan penggantinya,  juga terputus jalan  untuk melakukan ketaatan yang lain

9⃣     Maksiat itu memendekkan usia dan menghilangkan keberkahan usia. Sebagaimana kebaikan dapat menambahkan usia, maka kemaksiatan dapat memendekkannya. Manusia telah berselisih dalam memahami masalah ini.

🔟   Sesungguhnya maksiat akan menumbuhkan maksiat baru yang semisal, saling susul menyusul. Sampai seseorang itu lemah dan sulit keluar darinya. Sebagaimana perkataan sebagian salaf: “Di antara bentuk hukuman dari sebuah keburukan adalah adanya keburukan setelahnya, dan di antara bentuk pahala kebaikan adalah adanya kebaikan setelahnya.”

🌷🍀🌴🌹🌾🌺🌿🍃

📚 Sumber : Diringkas dari karya Imam Ibnul Qayim, Kitab Al Jawaab Al Kaafiy, Hal. 34 – 36, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut.

✏ Farid Nu’man Hasan

Umrah Berkali-kali Dalam Satu Kali Safar

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz, mau tanya tentang umroh, dalam satu kali safar apa bisa beberapa kali umroh? mohon penjelasan, alhamdulillah saya lg di mekkah nih 🙏 (+62 812-1894-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Para ulama berselisih pendapat tentang ini, sebagian melarang bahkan menyebutnya bid’ah, sebagian lain membolehkan dan tetap itu sunnah.

📌 Pihak pertama. Yang melarang

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan:

ولم يكن في عُمَره صلى الله عليه وسلم عمرةٌ واحدةٌ خارجاً من مكة ، كما يفعل كثير من الناس اليوم ، وإنما كانت عمَرُه كلُها داخلاً إلى مكة …

Tidak pernah ada pada umrah-umrah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam satu pun umrahnya yang dia lakukan keluar dari Mekkah sebagaimana yang dilakukan orang-orang sekarang. Sesungguhnya semua umrah yang nabi lakukan adalah saat memasuki Mekkah… (Zaadul Ma’ad, 2/89-90)

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

هذا بارك الله فيك من البدع في دين الله ؛ لأنه ليس أحرص من الرسول صلى الله عليه وسلم ولا من الصحابة ، والرسول صلى الله عليه وسلم كما نعلم جميعاً دخل مكة فاتحاً في آخر رمضان ، وبقي تسعة عشر يوماً في مكة ولم يخرج إلى التنعيم ليحرم بعمرة ، وكذلك الصحابة ، فتكرار العمرة في سفر واحد من البدع”

Ini – barakallah fiik- termasuk bid’ah dalam agama Allah. Ini tidak pernah digiatkan oleh Rasulullah Shalallahu’Alaihi wa Sallam dan tidak pula para sahabat.

Sebagaimana kita ketahui semua, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki kota Mekkah saat hari penaklukan di akhir Ramadhan. Selama 19 hari di sana, Beliau tidak pernah keluar Mekkah menuju Tan’im, untuk berihram umrah. Demikian juga para sahabat. Maka, mengulang umrah dalam sekali perjalanan adalah bid’ah.

(Liqa Bab Al Maftuh no. 28/121)

📌 Pihak Kedua. Membolehkan

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:

فلا حرج عليك في تكرار العمرة في الشهر الواحد وفي اليوم الواحد، بل ذلك أمر مرغب فيه، وحث عليه الشرع، فقال صلى الله عليه وسلم : ” العمرة إلى العمرة كفارة لما بينها .” متفق عليه
ولقوله صلى الله عليه وسلم : “تابعوا بين الحج والعمرة، فإنهما ينفيان الفقر والذنوب، كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة.” رواه أحمد والنسائي والترمذي وابن ماجه وأبو يعلى

Tidak masalah bagi Anda mengulang Umrah di satu bulan yg sama, atau di satu hari yang sama. Justru hal itu DIANJURKAN dan DIDORONG oleh syariat.

Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :

‘Umrah yang satu ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Juga hadits lain:

“Ikutilah antara haji kalian dengan umrah, sebab itu bisa menghilangkan kemiskinan, sebagaimana menghilangkan karat dari besi, emas, dan perak.” (HR. An Nasa’i, At Tirmidzi, Ahmad, Abu Ya’la)

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 26566)

Maka kalimat dalam hadits: “umrah ke umrah berikutnya” menunjukkan pengulangan umrah .. maka bagaimana bisa diistilahkan mengulang kalau hanya cuma sekali .. sementara untuk berangkat umrah lagi butuh biaya besar dan jika umur msh ada.

Oleh karena itu Imam An Nawawi Rahimahullah berkata ttg hadits itu:

ولا يُكره عمرتان وثلاث وأكثر في السنة الواحدة، ولا في اليوم الواحد، بل يستحب الإكثار منها بلا خلاف عندنا

Tidak makruh dua kali umrah, tiga, dan lebih dalam satu tahun, bahkan dalam satu hari. Justru itu Sunnah untuk memperbanyaknya. Ini tidak ada perselihan bagi kami.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 7/147)

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:

دليل على تكرار العمرة، وأنه لا كراهة في ذلك، ولا تحديد بوقت

Hadits ini menjadi dalil pengulangan umrah, dan itu tidaklah makruh, dan tidak ada pembatasan waktunya.

(Subulussalam, 2/178)

Imam Ash Shan’ani mengkritik pendapat yang pertama dengan mengatakan:

بأنه علم من أحواله صلى الله عليه وسلم أنه كان يترك الشيء وهو يستحب فعله ليرفع المشقة عن الأمة وقد ندب إلى ذلك بالقول

Bahwasanya telah diketahui dahulu Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam meninggalkan suatu perbuatan yang perbuatan itu sebenarnya disunnahkan, karena dia tidak ingin menyulitkan umatnya. Kesunnahan hal itu sudah ditunjukkan melalui perkataan. (Ibid)

Jadi, tidak benar membid’ahkannya hanya karena nabi tidak melakukannya. Betul bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melakukannya tapi Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam mengatakannya dalam hadits “Umrah yang satu ke Umrah selanjutnya”. Jadi, walau tidak ada Sunnah Fi’liyah berbilang Umrah dalam sekali safar, namun ada Sunnah Qauliyah yg mengindikasikan itu. Hal ini sama dengan Umrah di bulan Ramadhan, di mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam tidak melakukannya, tapi secara perkataan Beliau Shallallahu’Alaihi wa Sallam menganjurkannya. Inilah pendapat yang saya ikuti.

Ada pun dalam sekali safar dia melakukan dua kali umrah, satu untuk dirinya, satu lg buat orang lain yg kesulitan atau orang tuanya yg sudah wafat. Maka, ini boleh juga sebagaimana difatwakan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, dan juga Al Lajnah As Daimah.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Taqwa dan Hasil-Hasilnya

💦💥💦💥💦💥

☑ Apakah taqwa itu?

Telah banyak definisi yang disampaikan ulama. Di antaranya:

1⃣ Definisi dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ketika beliau menafsirkan ayat ittaqullaha haqqa tuqaatih (bertaqwa-lah kalian dengan sebenar-benarnya taqwa)

أن يُطاع فلا يُعْصَى، وأن يُذْكَر فلا يُنْسَى، وأن يُشْكَر فلا يُكْفَر

Yaitu taat dan tidak ingkar, ingat dan tidak lupa, bersyukur dan tidak kufur. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/86-87. Dar Ath Thayyibah. Lihat juga Imam Al Baidhawi, Anwarut Tanzil, 1/373. Mawqi’ At Tafasir)

Imam Ibnu katsir mengatakan ucapan tersebut shahih mauquf dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. (Ibid)

Definisi ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan Qatadah. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/250. Mawqi’ At Tafasir)

2⃣ Definisi dari Imam Al Baidhawi Rahimahullah

وهو استفراغ الوسع في القيام بالواجب والاجتناب عن المحارم

Taqwa adalah mengerahkan potensi dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang diharamkan. (Anwarut Tanzil, 1/373. Tafsir Al Muyassar, 3/361, 4/340, 10/51)

Sama dengan ini, Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

اتق الله : بامتثال أمره واجتناب نهيه ، والوقوف عند حده

Bertaqwa-lah kepada Allah: dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan berhenti pada batasanNya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 18)

Berhenti pada batasannya artinya tidak melangggar syariatNya. Definisi yang kedua ini adalah definisi yang paling sering kita dengar.

3⃣ Imam Abul Hasan Al Mawardi menyampaikan empat kelompok yang mendefinisikan makna taqwa. Pertama, adalah seperti yang disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud di atas. Lalu tiga kelompok lainnya:

والثاني : هو اتقاء جميع المعاصي ، وهو قول بعض المتصوفين . والثالث : هو أن يعترفواْ بالحق في الأمن والخوف . والرابع : هو أن يُطَاع ، ولا يُتَّقى في ترك طاعته أحدٌ سواه

Kedua, yaitu menghindari semua maksiat, ini adalah pendapat sebagian ahli tasawwuf. Ketiga, mengenali kebenaran baik dalam keadaan aman atau takut. Keempat, yaitu mentaati dan tidak takut kepada siapa pun dalam meninggalkan ketaatan kepadaNya kecuali takut kepadaNya. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 1/250)

4⃣ Definisi lainnya adalah taqwa bermakna takut (Al Khauf). (Lihat Tafsir Al Muyassar, 1/291, 1/401, 2/209, 10/93. Lihat juga Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/716)

Jadi, dari berbagai definisi ini kita simpulkan bahwa taqwa itu sikap menjalankan segala macam ketaatan dan perintah Allah Ta’ala, tidak membangkang, selalu ingat kepadaNya dan tidak lupa, serta menjauhi larangan-laranganNya, tidak melanggar syariatNya, takut kepada azab dan siksaNya, memegang teguh kebenaran baik dalam keadaan aman dan takut, bersyukur kepada semua nikmat Allah Ta’ala dan tidak mengkufurinya.

☑ Nataaij At Taqwa (hasil-hasil dari taqwa)

Perintah taqwa bukanlah perintah kosong tanpa makna dan maksud. Allah ‘Azza wa Jalla telah menggambarkan tentang manfaat dan hasil yang akan diberikanNya bagi para muttaqin baik di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, pengetahuan terhadapnya an nataaij at taqwa adalah hal yang penting untuk memacu diri kita agar menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala.

Berikut ini hasil-hasil yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada orang-orang bertaqwa:

📌 Pembeda (Al Furqan)

Orang yang bertaqwa kepada Allah, akan Allah Ta’ala berikan kepadanya Al Furqan, yaitu kemampuan membedakan antara haq dan batil, antara halal dan haram, lalu dia berjalan di atas kemampaunnya itu. Walau dia bukan tergolong ahlul ilmi (ulama).

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan hapuskan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Anfal (8): 29)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

Rahimahullah mengatakan tentang ayat ini:

الفرقان: وهو العلم والهدى الذي يفرق به صاحبه بين الهدى والضلال، والحق والباطل، والحلال والحرام، وأهل السعادة من أهل الشقاوة

Al Furqaan: dia adalah ilmu dan petunjuk yang dengannya pemiliknya dapat memisahkan antara petunjuk dan kesesatan, haq dan batil, halal dan haram, orang yang bahagia dan sengsara. (Syaikh Abdurrahman As Sa’di, Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir Kalam Al Manan, Hal. 319. Cet. 1, 2000M-1420H. Muasasah Ar Risalah)

📌 Dihapuskannya Keburukan dan diampunkan dosa (Takfirus Sayyi’aat wal ghufran)

Ini hasil yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada orang-orang bertaqwa, sesuai ayat di atas:

… وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ….

… Dan kami akan hapuskan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu… (QS. Al Anfal (8): 29).

Juga ayat lain:

…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ…

.. dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya .. (QS. Ath Thalaq (65): 5)

📌 Diberikan pahala yang besar (Ajrun ‘Azhim) yaitu surga

Lanjutan dari surat Ath Thalaq ayat 5 di atas adalah;

وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

… dan akan diberikan pahala yang besar baginya. (QS. Ath Thalaq (65): 5)

Yaitu balasan di akhirat berupa surgaNya dan abadi di dalamnya.

Al Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari Rahimahullah menjelaskan:

ويجزل له الثواب على عمله ذلك وتقواه، ومن إعظامه له الأجر عليه أن يدُخله جنته، فيخلده فيها

Dia (Allah) melimpahkan baginya pahala atas pebuatannya dan ketaqwaannya itu, dan di antara besarnya balasan baginya adalah dia dimasukkan ke dalam surgaNya dan Dia kekalkan di dalamnya. (Imam Ibnu Jarir, Jami’ Al Bayan fi Ta’wil Al Quran, 23/456. Cet. 1, 2000M-1420H. Muasasah Ar Risalah. Tahqiq: Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)

4⃣ Keberkahan dalam hidup (Al Barakaat)

Allah Ta’ala menyebutkannya dalam ayat:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf (7): 96)

Imam Al Baidhawi Rahimahullah menjelaskan:

لوسعنا عليهم الخير ويسرناه لهم من كل جانب وقيل المراد المطر والنبات

Benar-benar akan Kami lapangkan kepada mereka kebaikan, dan Kami berikan kemudahan bagi mereka di segala sisi. Ada yang menyebutkan maksudnya adalah: hujan dan tumbuh-tumbuhan. (Imam Al Baidhawi, Anwar At Tanzil, 2/294. Mawqi’ At Tafasir)

5⃣ Jalan keluar (Al Makhraj)

Allah ta’ala menyebutkannya dalam ayatNya:

…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath Thalaq (65): 2)

Banyak tafsir tentang makna “jalan keluar” dalam ayat ini, namun tafsir yang paling luas dan mencakup semuanya adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berikut:

ومن يتق الله يُنجِه من كل كرب في الدنيا والآخرة

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Dia akan menyelamatkannya dari segala beban di dunia dan akhirat. (Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masiir, 6/40. Mawqi’ At Tafasir. Imam Al Mawardi, An Nukat wal ‘Uyun, 4/286. Mawqi’ At Tafasir)

Juga ada penjelasan dari Imam Abu Hasan An Naisaburi Rahimahullah yang cukup bagus:

من الشدَّة إلى الرَّخاء ، ومن الحرام إلى الحلال ، ومن النَّار إلى الجنَّة ، يعني : من صبر على الضِّيق ، واتَّقى الحرام جعل الله له مخرجاً من الضِّيق

(jalan keluar) dari kesukaran menuju kelapangan, dari haram menuju halal, dari neraka menuju surga, yakni bagi orang yang bersabar atas himpitan hidup, dan dia menjauh dari hal yang haram, maka Allah akan jadikan untuknya jalan keluar dari kesempitannya itu. (Imam An Naisaburi, Al Wajiiz fi Tafsir Al Kitab Al ‘Aziz, Hal. 1013. Mawqi’ At Tafasir)

6⃣ Rezeki (Ar Rizqu)

Ayat lanjutan dari ayat di atas adalah:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ …

Dan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka olehnya …. (QS. Ath Thalaq (65): 3)

Secara khusus, sebenarnya ayat-ayat ini menceritakan tentang perceraian dan rujuknya suami-isteri, sebagai bimbingan kepada mereka bagaimana cerai yang sesuai sunnah, seperti cerai ketika suci sebelum digauli, cerai ketika hamil, dan hendaknya disaksikan dua saksi yang adil. Cerai ketika haid adalah cerai terlarang, bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai cerai bid’ah.

Oleh karena itu, terkait dengan masalah perceraian, sebagian ulama memaknai “rezeki” dalam ayat ini adalah wanita lain yang akan diperistri lagi, jika dia menjalankan perceraian dengan isterinya dengan cara yang baik.

Imam Abu Hayyan Rahimahullah menyebutkan dalam Al Bahr:

وقال الضحاك : من حيث لا يحتسب امرأة أخرى

Berkata Adh Dhahak: (rezeki) dari arah yang dia tidak sangka, yaitu wanita lainnya. (Imam Abu Hayyan, Al Bahr Al Muhith, 10/298. Mawqi’ At Tafasir)

Tentunya dalam konteks yang lebih luas dan makna yang lebih umum, makna rezeki tidak terbatas seperti itu. Wallahu A’lam

7⃣ Kemudahan (Al Yusru)

Allah Ta’ala menyebutkan dalam ayatNya:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Ath Thalaq (65): 4)

Yaitu Allah Ta’ala alan mudahkan baginya untuk kembali rujuk kepada isterinya.

Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:

أي : من يتقه في امتثال أوامره ، واجتناب نواهيه يسهل عليه أمره في الدنيا والآخرة . وقال الضحاك : من يتق الله ، فليطلق للسنة يجعل له من أمره يسراً في الرجعة . وقال مقاتل : من يتق الله في اجتناب معاصيه يجعل له من أمره يسراً في توفيقه للطاعة

Yaitu: barangsiapa yang bertaqwa kepadaNya dalam menjalan perintahNya dan menjauhi laranganNya, akan dimudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Adh Dhahak berkata: barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka hendaknya dia bercerai sesuai sunah, itu akan menjadikan urusan rujuknya menjadi mudah. Sedangkan Muqatil mengatakan: barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dalam menjauhi maksiat kepadaNya, akan dijadikan mudah urusan baginya untuk membimbingnya kepada ketaatan. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 7/241-242. Mawqi’ At Tafasir)

Demikianlah hasil-hasilk yang akan Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada hamba-hambaNya yang bertaqwa. Wallahu A’lam

🌿🌺🌴🌾☘🌻🍃🌹

✏ Farid Nu’man Hasan

Hadits “Allahumma Bariklana Fi Rajaba Wa Sya’ban…”

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum pak ustdz, ada yg tanya spt ini…mhn jawabannya.
Bismillah…bunda ana mau tanya arti dr kalimat”Allahumma balighnaa ramadhan” tulisan yg ada d bwh Ramadhan 100 hari lagi….shohih gak bunda?jazakillahukhoir…

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Hadits tsb sangat terkenal, sering terdapat dalam spanduk dan majalah-majalah Islam menjelang datangnya Ramadhan.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ

Dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika masuk bulan Rajab, dia berkata: “Allahumma Barik lanaa fii Rajaba wa Syaban wa Barik lanaa fii Ramadhan. (Ya Allah Berkahilah kami di bulan Rajab dan Syaban wa Berkahilah kami di bulan Ramadhan). (HR. Ahmad, No. 2346. Ath Thabarani, Al Mujam Al Awsath, No. 4086, dengan teks agak berbeda yakni, Wa Balighnaa fii Ramadhan. Al Baihaqi, Syuabul Iman, No. 3654)

Dalam sanad hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ruqad dan Ziyad an Numairi.

Imam Bukhari berkata tentang Zaidah bin Abi Ruqad: Munkarul hadits. (haditsnya munkar) (Imam al Haitsami, Majma az Zawaid, Juz. 2, Hal. 165. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Imam An Nasai berkata: Aku tidak tahu siapa dia. Imam Adz Dzahabi sendiri mengatakan: Dhaif. Sedangkan tentang Ziyad an Numairi beliau berkata: Ziyad dhaif juga. (Imam Adz Dzahabi, Mizanul Itidal, Juz. 2, Hal. 65)

Imam Abu Daud berkata tentang Zaidah bin Abi Ruqad: Aku tidak mengenal haditsnya. Sementara Imam An Nasai dalam kitabnya yang lain, Adh Dhuafa, mengatakan: Munkarul hadits. Sedangkan dalam Al Kuna dia berkata: Tidak bisa dipercaya. Abu Ahmad Al Hakim mengatakan: haditsnya tidak kokoh. (Imam Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, Juz. 3, Hal. 305)

Imam al Haitsami berkata tentang Ziyad an Numairi: Dia dhaif menurut jumhur (mayoritas ahli hadits). (Majma az Zawaid, Juz. 10, Hal. 388. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Imam Ibnu Hibban mengatakan bahwa penduduk Bashrah meriwayatkan dari Ziyad hadits-hadits munkar. Imam Yahya bin Main meninggalkan hadits-haditsnya, dan tidak menjadikannya sebagai hujjah (dalil). Imam Yahya bin Main juga berkata tentang dia: Tidak ada apa-apanya. (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, Juz. 1, Hal. 306)

Sementara dalam Al Jarh wat Tadil, Imam Yahya bin Main mengatakan: Dhaif. (Imam Abu Hatim ar Razi, Al jarh Wat Tadil, Juz. 3, Hal. 536)

Syaikh Al Albany mendhaifkan hadits ini. (Misykah al Mashabih, Juz. 1, Hal. 306, No. 1369. Lihat juga Dhaiful jami No. 4395), begitu pula Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: isnaduhu dhaif (isnadnya dhaif). (Lihat Musnad Ahmad No. 2346. Muasasah Ar Risalah)

Catatan:

Jika doa ini dibaca dengan tanpa menyandarkan kepada Rasulullah, tidak menganggapnya sebagai ucapan nabi, hanya meminjam redaksinya, maka tidak mengapa bagi sebagian imam. Sebab, berdoa walau dengan susunan kalimat sendiri memang diperbolehkan. Tetapi, sebagusnya tidak membudayakannya, sebab pada akhirnya manusia menyangka sebagai hadits yang valid dari nabi.

Hal ini kembali kepada khilafiyah ulama tentang bolehkah hafits dhaif digunakan dalam fadhailul a’mal? Doa termasuk fadhailul a’mal.

Mayoritas ulama menyatakan boleh, bahkan Imam An Nawawi menyatakan sepakat kebolehannya. Tapi, dlm kenyataan sejarah, sebagian ulama ada yang tidak membolehkannya seprti Ibnu Hazm, Ibnul ‘Arabi, Ahmad Syakir, dll.

So, toleran saja dalam hal ini.

Wallahu Alam

☘🌺🌻🌴🍃🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top