Hukum Berwisata/Rekreasi Ke Luar Negeri

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Aslm ustadz, bagaimanakah pendapat ulama mengenai hukum berpergian untuk wisata atau rekreasi. semisal keluar kota, luar pulau atau luar negeri. Tanpa tujuan maksiat, namun juga tanpa tujuan selain untuk rekreasi. Bagaimana juga maksud hadits dilarang bepergian jauh kecuali ke tiga masjid? Apakah merupakan larangan rekreasi?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .., Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Tidak terlarang bagi seorang muslim untuk rihlah, tamasya, safar, ke daerah mana pun selama tidak membahayakan dirinya dan dalam perjalanan yang halal dan baik, seperti berdagang, menuntut ilmu, da’wah, berkunjung ke rumah saudara, dan sebagainya, pada semua perjalanan dengan tujuan bukan maksiat.

Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun bepergian ke Kabul, Azarbaijan, Yaman, bahkan konon sampai Cina sebagaimana dilakukan Sa’ad bin Abi Waqash. Juga para tabi’in dan generasi setelahnya melanglang buana ke penjuru dunia.

Ada pun hadits berikut ini …

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah bertekad kuat untuk melakukan perjalanan kecuali menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid RasulShallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari No. 1132, 1139, Muslim No. 1338, Ibnu Majah No. 1409, 1410, Al Baihaqi dalam As Sunan Al KubraNo. 19920)

Maksudnya adalah berkunjung untuk berniat shalat, janganlah terlalu bertekad kecuali ke tiga masjid ini. Ada pun sekedar, kunjungan biasa, silaturrahim, maka tentu tidak mengapa mengunjungi selain tiga masjid ini; seperti mengunjungi orang shalih, silaturrahim ke rumah saudara dan family, ziarah kubur, mengunjungi ulama, mendatangi majelis ilmu, berdagang, dan perjalanan kebaikan lainnya.

Berkata Al Hafizh Ibnu HajarRahimahullah:

أن النهي مخصوص بمن نذر على نفسه الصلاة في مسجد من سائر المساجد غير الثلاثة فإنه لا يجب الوفاء به قاله ابن بطال

“Bahwa larangan dikhususkan bagi orang yang bernazar  atas dirinya untuk shalat di masjid selain tiga masjid ini, maka tidak wajib memenuhi nazar tersebut, sebagaimana dikatakan Ibnu Baththal.”(Fathul Bari, 3/65)

Imam Al Khathabi Rahimahullahmengatakan:

وأنه لا تشد الرحال إلى مسجد من المساجد للصلاة فيه غير هذه الثلاثة؛ وأما قصد غير المساجد لزيارة صالح أو قريب أو صاحب أو طلب علم أو تجارة أو نزهة فلا يدخل في النهي، ويؤيده ما روى أحمد من طريق شهر بن حوشب قال: سمعت أبا سعيد وذكرت عنده الصلاة في الطور فقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “لا ينبغي للمصلي أن يشد رحاله إلى مسجد تبتغى فيه الصلاة غير المسجد الحرام والمسجد الأقصى ومسجدي”

“Bahwa sesungguhnya janganlah bertekad kuat mengadakan perjalanan menuju masjid untuk shalat di dalamnya selain tiga masjid ini. Ada pun bermaksud selain masjid-masjid ini untuk berziarah kepada orang shalih, kerabat, sahabat, menuntut ilmu, berdagang, atau berwisata, maka tidaklah termasuk dalam larangan. Hal yang menguatkan ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalan Syahr bin Hausyab, dia berkata: aku mendengar Abu Said, dan aku menyebutkan padanya tentang shalat di Ath thur, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaknya janganlah orang yang shalat itu bersungguh-sungguh mengadakan perjalanan untuk shalat menuju masjid  selain Masjidil Haram, Masjid Al Aqsha, dan masjidku (Masjid nabawi).” (Ibid)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Aurat Muslimah di Hadapan Wanita Kafir

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz, ‘afwan izin bertanya.

Bagaimana aurat muslimah di hadapan wanita kafir ustadz?
Pernah kami mendengar bahwasanya aurat muslimah di hadapan wanita kafir adalah sama apabila berhadapan dengan laki2 bukan mahrom.
Di tempat asrama kampus kami, satu kamar diisi 2 orang, ada yang muslimah 1 kamar dengan wanita kafir. Yang demikian bagaimana ustadz?
Atas jawaban dan solusinya kami ucapkan terimakasih. (08122042xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat.

1⃣ Tidaklah menampakkan auratnya dihadapan wanita kafir kecuali wajah dan telapak tangan. Ini seperti di depan laki-laki bukan mahramnya.

Hal ini berdasarkan surat An Nuur ayat 31, yang memaparkan kepada siapa saja wanita muslimah boleh menampakkan auratnya, dan wanita kafir (non muslimah) tidak termasuk di dalamnya.

Inilah pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.

Dalam madzhab Hanafiy, Imam Al Hashkafiy Al Hanafiy Rahimahullah berkata:

والذمية كالرجل الأجنبي

Wanita kafir dzimmi, kedudukannya sama seperti laki-laki bukan mahram. (Ad Durul Mukhtar, 6/371)

Maksudnya, hanya boleh terlihat wajah dan telapak tangan, jika aman dari fitnah.

Dalam madzhab Malikiy, Imam As Dasuqiy Al Malikiy Rahimahullah berkata:

وأما الحرة الكافرة.. فعورة الحرة المسلمة معها على المعتمد ما عدا الوجه والكفين

Ada pun wanita kafir .. maka aurat wanita muslimah bersamanya menurut pendapat resmi (madzhab Maliki) adalah selain wajah dan kedua telapak tangan. (Asy Syarhul Kabir, 1/213)

2⃣ Golongan yg membolehkan bagi wanita kafirah melihat wanita muslimah bukan hanya wajah dan telapak tangan.

Alasannya, dalam An Nuur 31 disitu tertulis: aw nisaa’ihinna – atau wanita-wanita mereka. Yg menurut mereka ini berlaku umum, bukan hanya muslimah.

Inilah pendapat Syafi’iyyah dan Hambaliyah.

Dalam madzhab Syafi’iy, tertulis dalam Hasyiyah Al Qalyubi wal ‘Amirah:

يجوز أن ترى الذمية من المسلمة ما يبدو عند المهنة وهو المعتمد

Wanita kafir dzimmi boleh melihat muslimah pada apa-apa yang biasa nampak saat beraktifitas di rumah, inilah pendapat resmi (madzhab Syafi’iy). (Hasyiyah Al Qalyubi wal ‘Amirah, 3/212)

Dalam madzhab Hambaliy, Imam Al Mardawiy Rahimahullah berkata:

وأما الكافرة مع المسلمة فالصحيح من المذهب أن حكمها حكم المسلمة مع المسلمة

Ada pun wanita kafir bersama muslimah, pendapat yg shahih dari madzhab (Hambaliy) adalah hukumnya sama seperti bersama sesama muslimah. (Al Inshaf, 8/24)

Demikian …

Lalu, Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah mentarjih, bahwa pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, bahwa aurat muslimah di hadapan wanita kafir adalah sama seperti dihadapan laki-laki bukan mahram. Haram sengaja menampakkan di hadapan mereka baik wanita dzimmi, harbiy, dan semua wanita kafir, pada selain dan kedua telapak tangannya. Dahulu Umar Radhiyallahu ‘Anhu pernah melarang mereka memasuki kamar mandi bersama-sama.
(Tuhfatul Muhtaj, 7/200)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌴🌱🌸🍃🌵🌾🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Tentang Memilih Orang Kafir Sebagai Pemimpin, Walau Bukan Imamatul ‘Uzhma

Hal itu tetap terlarang secara mutlak, sesuai keumuman ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Maidah: 51)

Larangan dalam ayat ini umum, tidak mengkhususkan pada satu jenis dan level kepemimpinan. Dan, tidak ada keterangan dalam Al Quran dan As Sunnah bahwa larangan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin hanya khusus berlaku bagi imamatul ‘uzhma saja. Maka, berlakulah larangan ini secara umum; bahwa orang-orang beriman dilarang memilih orang kafir sebagai waliyul amri bagi mereka di semua level kepemimpinan.

وَلِيُّ jamaknya adalah أَوْلِيَاء (Auliyaa’) yang artinya –sebagaimana kata Imam Ibnu Jarir Ath Thabari- adalah para penolong (Anshar) dan kekasih
(Akhilla). (Jami’ul Bayan, 9/319)

Bisa juga bermakna teman dekat, yang mengurus urusan, dan orang yang mengusai (pemimpin). (Ahmad Warson, Kamus Al Munawwir, Hal. 1582)

Dalam Lisanul ‘Arab disebutkan bahwa Al Waliy adalah An Naashir (penolong/pembantu). (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, 15/405)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa untuk Ali Radhilallahu ‘Anhu:

اللهم والِ مَنْ والاه

“Allahumma waali man waalaahu.” (HR. Ibnu Majah No. 116, Al Hakim No. 4576, Abu Ya’la No. 6423, 6951, Ibnu Hibban No. 6931, Ahmad No. 950, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq Musnad Ahmad mengatakan: shahih lighairih)

Apa artinya? Syaikh Ibnu Manzhur mengatakan tentang makna terhadap doa ini:

أَي أَحْبِبْ مَنْ أَحَبَّه وانْصُرْ من نصره

“Yaitu cintailah orang yang mencintainya dan tolonglah orang yang menolongnya.” (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, 15/405)

Dengan demikian Waliy adalah sesuatu tempat kita berteman dekat, minta bantuan dan pertolongan, kekasih, pemimpin, dan yang mengurus urusan kita.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah memberikan keterangan dengan sebuah kisah Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu ‘Anhu yang mengangkat seorang sekretaris dari Syam yang beragama Nashrani, lalu Umar Radhiallahu ‘anhu merasa heran dan mencegah pengangkatan itu, lalu Umar Radhiallahu ‘Anhu mengutip ayat di atas. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 3/123)

Allah Ta’ala menyebut munafik kepada orang yang sengaja memilih orang kafir sebagai pemimpin, padahal dia tahu ada orang beriman yang seharusnya diangkat menjadi pemimpin:

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (138 (الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (139(

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi waliy dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An Nisa: 138-139)

Lalu bagaimana dengan umat Islam yang terlahir di negeri mayoritas non muslim seperti di Eropa atau Amerika, atau sebagian kecil di tanah air kita? Maka, untuk mereka boleh saja memilih atau tidak memilih tergantung kondisinya.

📌Jika calon yang ada adalah sama-sama kafir dan membenci Islam, dan semua calon yang ada sama-sama memusuhi kaum muslimin, maka hendaknya golput saja.

📌 Tetapi, jika dari calon yang ada terdapat orang yang TERBUKTI lebih ringan permusuhannya dengan Islam, maka dia boleh saja dipilih dengan asumsi dan harapan potensi kezaliman yang akan menimpa umat Islam juga lebih ringan jika dia yang menjadi pemimpin. Sesuai kaidah Irtikab Akh

afu Dhararain, menjalankan mudharat yang lebih ringan untuk menghindari mudharat yang lebih besar. Saat itu tidak bisa dikatakan mereka telah memberikan wala’ (loyalitas) kepada orang kafir, sebab mereka melakukan itu secara terpaksa, atau dalam upaya memilih yang lebih kecil permusuhannya terhadap Islam.

Wallahu A’lam

📗📕📒📔📓📙📘

✏ Farid Nu’man Hasan

Jual Beli Dengan Cara Dropship

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

assalamu’alaykum wr wb.
Ustadz,

Sy memiliki toko online yang menjual barang2 kebutuhan ibu dan bayi. Ada beberapa barang di toko saya yang dijual secara dropship. Jadi saya hanya memasang gambar produk, jika ada yang tertarik untuk membeli maka saya akan menghubungi pihak produsen/supplier. Kemudian pihak produsen/suplier yang mengirimkan ke customer saya dengan menggunakan nama toko saya.

Saya mendapatkan keuntungan dari diskon yang sudah ditetapkan oleh pihak produsen/suplier kepada saya.

Sistem ini sangat membantu saya yang tidak memiliki banyak modal. Dan untuk pihak produsen/ suplier mungkin diuntungkan dengan perputaran barang yang lebih cepat.

Namun baru2 ini saya mendapat hadist :

Terdapat sebuah hadis dari Hakim bin Hizam, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

”Janganlah kamu menjual barang yang bukan milikmu.” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Hadis di atas secara tegas melarang kita menjual barang yang tidak kita miliki. Imam Al-Baghawi mengatakan, “Larangan dalam hadis ini adalah larangan menjual barang yang tidak dimiliki penjual.” (Syarh Sunnah, 8:140)

Mohon tanggapan ustadz, jadi apakah sistem dropship ini haram? Apakah ada alternatif transaksi yang sesuai syariat? (Dari Ummu Salman)

📬 JAWABAN

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh .

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:

Jazakillah atas pertanyaannya …

Hadits tersebut (”Janganlah kamu menjual barang yang bukan milikmu.”) adalah benar adanya, namun larangan tersebut adalah untuk orang yang menjual barang orang lain, tapi hasilnya untuk dirinya. Misal  seseorang punya sebidang tanah, lalu tanah tersebut saya jual, dan uangnya untuk saya jelas ini terlarang dan sama halnya dengan mencuri milik orang lain.

Atau larangan itu berlaku untuk menjual barang orang lain tanpa seizin yang punya, ini pun juga pencurian hakikatnya.

Namun, jika kita membantu menjualkan barang milik orang lain (baik pribadi atau toko/agen/suplier), lalu barang tersebut pun benar-benr ada, dan sudah ada pembicaraan sebelumnya dan antara kita dan org tersebut sama-sama ridha, maka yang kita lakukan adalah boleh, baik copy darat atau online. Dalam istilah fiqih itu adalah samsarah(makelar) dan orangnya disebut simsaar, sebuah aktifitas jasa yang membantu menjualkan barang orang lain, lalu dia mendapatkan upah krn jasanya. Inilah yg saya lihat dilakukan oleh Ummu Salman, Beliau membantu menjualkan barang orang lain dgn cara online, dan nampaknya Beliau pun sdh ada perjanjian dgn pemilik barang tsb.

Kita sebagai perantaranya boleh menerima komisi/upah yang telah disepakati antara kita dan suplier.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan:

قال الامام البخاري: لم ير ابن سيرين وعطاء وإبراهيم والحسن بأجر السمسار بأسا
وقال ابن عباس: لا بأس بأن يقول: بع هذا الثوب فما زاد على كذا وكذا فهو لك
وقال ابن سيرين: إذا قال بعه بكذا فما كان من ربح فهو لك أو بيني وبينك فلا بأس به
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (المسلمون على شروطهم).رواه أحمد وأبو داود والحاكم عن أبي هريرة.وذكره البخاري تعليقا

Berkata Imam Al Bukhari: “Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, Al Hasan, berpendapat tidak apa-apa upah bagi perantara (makelar).”

Ibnu Abbas berkata: “Tidak apa-apa seseorang mengatakan, ‘Jual-lah pakaian ini, ada pun jika ada lebihnya sekian sekian, maka itu untuk anda.’ “

Ibnu Sirin berkata: “Jika dia berkata, ‘Jual-lah dgn harga sekian, adapun lebihnya maka itu untuk anda.” Atau: “ini adalah bagian saya dan ini bagian anda.” maka, ini tidak apa-apa.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Kaum muslimin terikat dgn syarat-syarat diantara mereka.” (HR.Ahmad, Abu Daud, Al Hakim, dan Al Bukhari menyebutkan secara mu’allaq). (Lihat Fiqhus Sunnah, 3/74)

Hanya saja, sistem ini rentan penipuan (gharar), maka mesti dibarengi kejujuran dari penjual tentang keaslian barang dan kesesuaiannya dengan yg ditawarkan. Jangan sampai ada gharar (tipuan). Jika ada gharar maka itu haram.

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu  ‘ala Nabiyyina Muhamamdin wa ‘ala Aalihi w aashhabihi ajmain.

🍃🌴🌺☘🌾🌸🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top