[Renungan Para Imam dan Hukama] Dzikir Cegah Sifat Munafik

💦💥💦💥💦💥

Syaikh Abdul ‘Aziz Ath Thuraifi Hafizhahullah :

ذكر الله يطهر القلب من النفاق قال الله في المنافقين (ولايذكرون الله إلا قليلا) وقال في المؤمنين (يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا)

“Berdzikir kepada Allah dapat mensucikan hati dari kemunafikan. Allah bercerita tentang orang-orang munafik: (Mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit saja), sedangkan tentang orang-orang beriman Allah berkata: (Wahai orang-orang beriman berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya)”

❤💚💙💜💛

📖 Aqwaal As Salaf Ash Shalih No. 51

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Pedagang yang Jujur dan Amanah

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

([15/11 08.49] +62 821-5029xxxx)

Assalamualaikum……ustadz apakah hadist di bawah ini benar(shohih)
Saya membawa kabar berita gembira bagi anda yg bekerja sbg pedagang. Berita gembira ini tapi saya tujukan bagi mereka yg tdk mengamalkan riba, tdk mengurangi timbangan dan juga tdk bersumpah palsu atas dagangannya. Bermodalkan BERDAGANG rupa2nya derajatnya sama seperti nabi dan rasul dan juga spt org yg mati sahid.
Dari abu said al-kudri bahwa nabi shallallahualaihiwasalam bersabda:
“Pedagang yg sentiasa jujur dan amanah akan menyamai para nabi dan rasul dan juga akan menyamai org yg mati syahid” (H.R.tirmidzi)….jazakallah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Haditsnya ini:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

Dari Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

“Seorang pedagang yang jujur dan dipercaya akan bersama dengan para Nabi, shiddiqun dan para syuhada.”

(HR. At Tirmidzi no. 1209, Imam At Tirmidzi mengatakan: Hasan.)

Sebagian ulama ada yg mendhaifkan, karena sanadnya terputus antara satu perawinya yaitu Al Hasan, dia tidak mendengar langsung hadits ini dari Abu Sa’id Al Khudri.

Namun, hadits ini memiliki syahid (saksi yang menguatkan) yaitu riwayat Imam Ibnu Majah yg berbunyi:

التاجر الأمين الصدوق المسلم، مع الشهداء يوم القيامة

Seorang pedagang yang jujur, dipercaya dan dia muslim, akan bersama para syuhada pada hari kiamat nanti.”

(HR. Ibnu Majah no. 2139)

Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata ttg hadits ini dalam Mizanul I’tidal:

وهو حديث جيد الإسناد، صحيح المعنى، ولا يلزم من المعية أن يكون في درجتهم

Hadits ini sanadnya JAYYID (bagus), maknanya SHAHIH, tapi kebersamaan dengan syuhada tidak mesti para pedagang itu sederajat dengan mereka. (Selesai)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌸🌾🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Syaikh Utsaimin: “Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan BOLEH Jika Memang Dapat Menghilangkan Keburukan dan Menghasilkan Kemaslahatan

💦💥💦💥💦💥

📌Ada sebagian orang yang menganggap menasihati pemimpin secara terang-terangan adalah khawarij, ini adalah pernyataan ghuluw (kelewat batas), bahkan menyesatkan. Mereka menyamakan antara “menasihati terang-terangan” dengan pemberontakan, ini merupakan gagal paham yang parah.

📌 Sebagian lain menganggap menasihati terang-terangan adalah cara yang mesti ditempuh. Seolah tidak ada cara lain yang lebih baik darinya. Sehingga hari-harinya diisi dengan demonstrasi tak menghiraukan bagaimana “hasil” dari aksi-aksinya itu. Ini juga ghuluw.

✔ Yang benar adalah – dengan menilik semua dalil yang ada- bahwa kedua cara menasihati ini di selaraskan dengan maslahat dan mudharat. Hal ini pernah saya sampaikan sejak kurang lebih tujuh tahun lalu, dalam artikel “Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan”.

Berikut ini adalah fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah tentang hal itu, ketika Beliau ditanya tentang hukum menasihati pemimpin secara terbuka:

ولكن يجب أن نعلم أن الأوامر الشرعية في مثل هذه الأمور لها مجال، ولا بد من استعمال الحكمة، فإذا رأينا أن الإنكار علناً يزول به المنكر ويحصل به الخير فلننكر علناً، وإذا رأينا أن الإنكار علناً لا يزول به الشر، ولا يحصل به الخير بل يزداد ضغط الولاة على المنكرين وأهل الخير، فإن الخير أن ننكر سراً، وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون الأدلة الدالة على أن الإنكار يكون علناً فيما إذا كنا نتوقع فيه المصلحة، وهي حصول الخير وزوال الشر، والنصوص الدالة على أن الإنكار يكون سراً فيما إذا كان إعلان الإنكار يزداد به الشر ولا يحصل به الخير. وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك، ونحن نضرب لكم أمثالاً حتى يتضح الأمر للحاضرين وللسامعين .مثلاً: الخوارج و المعتزلة رأوا النصوص التي فيها الوعيد على بعض الذنوب الكبيرة فأخذوا بهذه النصوص، ونسوا نصوص الوعد التي تفتح باب الرجاء ….

” Tetapi, kita wajib mengetahui bahwa perkara-perkara syar’i seperti perkara ini memiliki cakupan, kita harus menggunakan sisi hikmahnya. Jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah bahkan menambah tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai dalil-dalil yang ada.

Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.

Aku katakan kepada kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya. Kami berikan contoh kepada kalian beberapa contoh agar lebih jelas bagi yang hadir dan pendengar. Misalnya: Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka hanya melihat pada nash-nash yang berisi ancaman bagi pelaku dosa-dosa besar, mereka menjadikannya sebagai dalil nash-nash ini, tapi mereka melupakan nash-nash lain yang berisi janji Allah yang dengannya menghasilkan sikap raja’ (harap). …. ”

Lalu, Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah melanjutkan:

مسألة مناصحة الولاة، من الناس من يريد أن يأخذ بجانب من النصوص وهو إعلان النكير على ولاة الأمور، مهما تمخض عنه من المفاسد، ومنهم من يقول: لا يمكن أن نعلن مطلقاً، والواجب أن نناصح ولاة الأمور سراً كما جاء في النص الذي ذكره السائل، ونحن نقول: النصوص لا يكذب بعضها بعضاً، ولا يصادم بعضها بعضاً، فيكون لإنكار معلناً عند المصلحة، والمصلحة هي أن يزول الشر ويحل الخير، ويكون سراً إذا كان إعلان الإنكار لا يخدم المصلحة، لا يزول به الشر ولا يحل به الخير

“Masalah menasehati penguasa, ada dari sebagian orang yang hendak berpegang dengan sebagian dalil yaitu mengingkari penguasa secara terbuka, walaupun sikap tersebut hanya mendatangkan mafsadah. Di sisi lain ada pula sebagian orang yang beranggapan bahwa mutlak tidak boleh ada pengingkaran secara terbuka, sebagaimana dijelaskan pada dalil yang disebutkan oleh penanya. Namun demikian, saya menyatakan bahwa dalil-dalil yang ada tidaklah saling menyalahkan dan tidak pula saling bertentangan. Oleh karena itu, BOLEH MENGINGKARI PENGUASA SECARA TERBUKA BILA DI ANGGAP DAPAT MEWUJUDKAN MASLAHAT, yaitu hilangnya kemungkaran dan berubah menjadi kebaikan. Dan boleh pula mengingkari secara tersembunyi atau rahasia bila hal itu dapat mewujudkan maslahat/kebaikan, sehingga kerusakan tidak dapat dihilangkan dan tidak pula berganti dengan kebaikan.”

📚Lihat: Liqaa Al Baab Al Maftuuh No. 62

Inilah Ahlus Sunnah, menjadikan semua dalil yang ada lalu mengkompromikannya secara cerdas, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin. Tidak seperti sebagian orang yang mengambil setengah-setengah saja lalu mengklaim sebagai pandangan Ahlus Sunnah. Padahal tidak demikian.

Wallahu A’lam

🌿🌺☘🌹🌴☘🍃🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Niat Baik Sudah Mendapat Pahala

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Mau tanya, benarkah niat yg baik sudah Allah kasih pahala tpi belum dlm bentuk perbuatan.

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Hal tersebut dijelaskan dalam hadits berikut ini:

عَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النبي صلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالى أَنَّهُ قَالَ: (إِنَّ الله كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ؛ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً،وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمائَةِ ضِعْفٍ إِلىَ أَضْعَاف كَثِيْرَةٍ. وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً،وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً) رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ في صَحِيْحَيْهِمَا بِهَذِهِ الحُرُوْفِ.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenai apa yang Beliau riwayatkan dari Rabbnya Tabaraka wa Ta’ala, bahwa Dia berfirman:

Sesungguhnya Allah menetapkan berbagai kebaikan dan berbagai keburukan, kemudian menjelaskan hal itu. Barangsiapa yang ingin melakukan kebaikan namun tidak jadi melakukannya, Allah tetap mencatatnya satu kebaikan secara sempurna. Jika dia ingin melakukan kebaikan lalu benar-benar dia laksanakan, maka di sisi Allah telah dicatat sepuluh kebaikan hingga seratus kali lipat, bahkan berlipat-lipat yang banyak.

Barangsiapa yang ingin melakukan keburukan lalu dia tidak jadi melakukannya maka di sisi Allah akan dicatat satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia jadi melakukan keburukan itu maka Allah mencatatnya hanya satu keburukan. (HR. Bukhari No. 6491, Muslim No. 131, Ahmad No. 2827, Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 334, dll)

Imam Al Ghazali Rahimahullah mengatakan:

فَالنِّيَّةُ فِي نَفْسِهَا خَيْرٌ وَإِنْ تَعَذَّرَ الْعَمَل بِعَائِقٍ

“Maka, niat itu sendiri pada dasarnya sudah merupakan kebaikan, walau pun dia disibukkan oleh uzur/halangan untuk melaksanakannya.” (Ihya ‘Ulumuddin, 4/352)

Sebagai contoh, Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.  (QS. An Nisa (4): 100)

Jadi,  terhalang oleh halangan yang dibenarkan oleh syara’, bukan tidak jadi karena bermain-main dengan niatnya, mengakal-akalinya, atau karena malas.

Jika kita ringkas, seseorang tidak jadi mewujudkan keinginan atau niatnya disebabkan oleh beberapa faktor:

📕 Pertama, tidak jadi melakukan karena ingin melakukan hal yang lebih baik lagi, atau karena udzur akhirat  bukan udzur masalah dunia. Misal ada seorang yang bernadzar ingin bersedekah satu juta rupiah, ternyata akhirnya dia bersedekah dua juta rupiah. Ini boleh dan sesuai syariat.

Imam Abu Daud (No. 3305, dishahihkan oleh Imam Al Hakim dan Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id)meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang bernadzar jika terjadi Fathul Makkah, maka dia akan melakukan shalat di Baitul Maqdis (Al Aqsha), ketika terjadi Fathul Makkah keinginannya itu disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu Nabi justru menyuruhnya untuk shalat diMasjidil Haram. Maka, dengan itu dia meninggalkan perbuatan, menuju perbuatan yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya.

📘 Kedua,  tidak jadi melakukan karena terhalang oleh urusan dunia.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah bercerita:

مثل أن ينوي أن يصلي ركعتي الضحى،فقرع عليه الباب أحد أصحابه وقال له:هيا بنا نتمشى،فترك الصلاة وذهب معه يتمشى،فهذا يثاب على الهم الأول والعزم الأول، ولكن لا يثاب على الفعل لأنه لم يفعله بدون عذر،وبدون انتقال إلى ما هو أفضل.

Misalnya, seseorang berniat untuk melakukan shalat dua rakaat dhuha, lalu ada seorang sahabatnya yang mengetuk pintu rumahnya, dan berkata: “Kita jalan-jalan yuk!” Lalu dia meninggalkan shalat dan pergi bersamanya untuk jalan-jalan, maka dia diberikan pahala karena keinginannya yang pertama dan tekadnya yang pertama, tetapi dia tidak diberikan pahala atas perbuatannya karena dia tidak jadi melakukannya dengan tanpa udzur, dan bukan berpindah kepada perbuatan yang lebih utama. (Syarh Al Arbain Nawawiyah, Hal. 341)

📗 Ketiga, tidak jadi melaksanakan karena mempermainkan niatnya itu. Dia berniat namun sekaligus merencanakan kegagalan apa yang direncanakannya. Nah, yang seperti ini dia tidak mendapatkan apa-apa.

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menerangkan:

أكَّد كتابة الحسنة إذا همَّ بها ولم يعملها بأنَّها كاملة؛ لئلاَّ يُتوهَّم نقصانها؛ لأنَّها في الهمِّ لا في العمل

Ketetapan satu nilai kebaikan adalah hal yang kuat jika dia memang memiliki keinginan kuat terhadapnya, walaupun dia tidak jadi melakukannya, dan nilainya itu adalah satu kebaikan sempurna, karena dia tidak ada keinginan menguranginya, balasan kebaikan ini berlaku bagi keinginannya bukan pada amalnya. (Fathul Qawwi Al Matin, Hal. 112)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah menerangkan:

فإن قال قائل: كيف يكتب له حسنة وهو لم يفعلها ؟ فالجواب على ذلك: أن يقال إن فضل الله واسع، هذا الهم الذي حدث منه يعتبر حسنة لأن القلب همام إما بخير أو بشر فإذا هم بالخير فهذه حسنة تكتب له فإن عملها كتبها الله عشر حسنات إلى سبعمائة ضعف إلى أضعاف كثيرة .

Jika ada yang bertanya: bagaimana bisa seseorang mendapatkan satu nilai kebaikan padahal dia tidak menjalankan kebaikan itu? Jawabannya adalah: “Disebutkan  bahwasanya karunia Allah itu luas. Hasrat yang ada adalah yang membawa  dampak kebaikan, karena hati memiliki hasrat keinginan, baik keinginan yang baik maupun yang buruk. Jika dia ada hasrat untuk melakukan kebaikan maka dicatat baginya satu nilai kebaikan, dan jika dia jadi melakukannya maka dicatat baginya sepuluh nilai kebaikan hingga seratus kali lipat, bahkan lebih dari itu. (Syaikh Utsaimin, Syarh Riyadh Ash Shalihin, 1/13. Mawqi’ Jaami’ Al Hadits An Nabawi)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌼🍃🌼🍃

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top