Allah Ta’ala dan MalaikatNya Bershalawat Kepada… (Bag. 1)

💦💥💦💥💦💥

📌 Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الَّذِينَ يَصِلُونَ الصُّفُوفَ وَمَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang menyambungkan shaf dan siapa yang mengisi celah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang tersebut karenanya. (HR. Ibnu Majah No. 985, shahih)

📌 Dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ

Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada orang yang berada di barisan pertama. (HR. Ibnu Majah No. 987, shahih)

📌 Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ

Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang berada di shaf sebelah kanan. (HR. Abu Daud No. 578, Ibnu Majah No. 995, hasan)

🌴🌴🌴🌴🌴

Dari, sini kita mengetahui orang-orang yang mendapatkan shalawat secara khusus dari Allah Ta’ala dan para malaikatNya adalah:

1⃣ Semua orang yang menyambung shaf ketika shalat dan menutup celah kosong, baik di shaf awal, kedua, dst.

2⃣ Semua orang yang di shaf awal, baik sebelah kanan, tengah, atau kiri.

3⃣ Semua orang yang di shaf sebelah kanan, yakni sebelah kanan imam, baik shaf pertama, kedua, dst.

Lalu, apa makna Allah dan MalaikatNya bershalawat? Para ulama menjelaskan yaitu malaikat memohonkan ampunan untuknya dan rahmat Allah Ta’ala kepadanya.

Makna ini diisyaratkan dalam hadits lain sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ صَلَاةُ الْجَمِيعِ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ وَتُصَلِّي يَعْنِي عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat berjama’ah lebih utama dari shalatnya sendirian di rumah atau di pasarnya sebanyak dua puluh lima derajat. Jika salah seorang dari kalian berwudlu lalu membaguskan wudlunya kemudian mendatangi masjid dengan tidak ada tujuan lain kecuali shalat, maka tidak ada langkah yang dilakukannya kecuali Allah akan mengangkatnya dengan langkah itu setinggi satu derajat, dan mengahapus darinya satu kesalahan hingga dia memasuki masjid. Dan jika dia telah memasuki masjid, maka dia akan dihitung dalam keadaan shalat selagi dia meniatkannya, dan para malaikat akan mendoakannya selama dia masih berada di tempat yang ia gunakan untuk shalat, ‘Ya Allah AMPUNILAH dia. Ya Allah RAHMATILAH dia’. Selama dia belum berhadats.”
(HR. Al Bukhari No. 457)

Demikian. Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Adam ‘Alaihissalam; Nabi atau Rasul?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

assalam mu’alaikum
mau tanya nabi adam itu apakah hanya seorang nabi atau rasul jg ustadz?
syukron ustadz (+62 838-4583xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Para ulama berbeda pendapat tentang hal itu.

Secara Zahir Nash, Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah Nabi pertama, .. bukan Rasul pertama.

Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘Alaihissalam sebagaimana hadits berikut:

يا نوح انت اول الرسل إلى الأرض

Wahai Nuh, Engkau adalah Rasul pertama yang ada di muka bumi.
(HR. Muslim no. 194)

Sedangkan Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah seorang Nabi, bukan Rasul.

Sebagaimana hadits dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu:

قَالَ قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ فَأَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ قَالَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَوَنَبِيٌّ كَانَ آدَمُ قَالَ نَعَمْ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ …..

Ia (Abu Dzar) berkata; Saya berkata; Wahai Nabi Allah! Siapakah nabi pertama? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda; “Adam Alaihissalam.” Ia berkata; Saya berkata; Wahai Nabi Allah! Apakah Adam seorang nabi? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda; “Ya, nabi yang diajak bicara, diciptakan Allah dengan tanganNya …”

(HR. Ahmad no. 21257. Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban)

Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. (Majmu’ Fatawa wa Rasaail, 1/317)

Sementara ulama lain mengatakan, bahwa Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah Nabi dan Rasul, bagi anak-anaknya.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

وقال أهل التفسير كان من شريعة آدم عليه السلام أن يتزوج الرجل أخته التي لم تولد معه في بطن واحد، وعلى هذا فآدم نبي ورسول

Ahli tafsir mengatakan, dahulu pada syariat Adam ‘Alaihissalam seorang laki-laki menikahi saudaranya yang wanita, yang dilahirkan tidak berbarengan dengannya. Maka dari itu, Adam ‘Alaihissalam adalah Nabi dan Rasul.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 62359)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Sembelihan Yang Tidak Disebut Nama Allah Ta’ala

💦💥💦💥💦💥

Para ulama berselisih pendapat tentang ini tentang boleh tidaknya, sehingga membawa konsekuensi halal atau haramnya hasil sembelihannya.

Dalam hal ini ada Ada tiga pendapat ulama.

1⃣ Argumen Yang Membolehkan, baik sengaja atau lupa membaca tasmiyah (Bismillah)

Kelompok ini berpendapat, bahwa membaca tasmiyah hanyalah sunah, bukan wajib. Inilah pendapat Ali bin Abi Thalib dari golongan sahabat, Imam An Nakha’i, Imam Hammad bin Abu Sulaiman, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ishaq ar Rahawaih, Imam Asy Syafi’i, Imam Ibnul Mundzir, dan banyak ulama fiqih lainnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam An Nawawi.

Imam Ibnu Katsir berkata: “Sesungguhnya tidaklah disyaratkan membaca tasmiyah, jika tidak membacanya karena sengaja atau lupa, maka tidaklah memudharatkan, inilah madzhab Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan sekalian para sahabatnya, dan satu riwayat dari Imam Ahmad, dan satu riwayat dari Imam Malik, juga ada keterangan tentang itu dari sahabatnya, yakni Asyhab bin Abdul Aziz. Juga dihikayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Atha bin Abi Rabah. Wallahu A’lam “ (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, 3 /324-325. Dar thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’)

Golongan ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:

🔸 Allah Ta’ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ

“Diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang Yang tidak disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi (termasuk semuanya), dan binatang-binatang Yang disembelih kerana Yang lain dari Allah, dan Yang mati tercekik, dan Yang mati dipukul, dan Yang mati jatuh dari tempat Yang tinggi, dan Yang mati ditanduk, dan Yang mati dimakan binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih (sebelum habis nyawanya), dan Yang disembelih atas nama berhala; dan (diharamkan juga) kamu merenung nasib Dengan undi batang-batang anak panah. “ (QS. Al Maidah (5): 3)

Maksud ayat ‘kecuali yang sempat kamu sembelih’ artinya orang Islam. Bagi kelompok ini keislaman seseorang sudah cukup. Jika memang tidak cukup, pasti ayat tersebut menekankan pengucapan bismillah, tetapi ternyata tidak ada. Maka halal, sembelihan orang Islam, yang tidak membaca bismillah.

🔹 Sedangkan ayat yang berbunyi:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu makan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, kerana Sesungguhnya Yang sedemikian itu adalah perbuatan fasik (berdosa) “ (QS. Al An’am (6): 121)

Menurut Imam Asy Syafi’i maksudnya adalah: “Terhadap apa-apa yang disembelih untuk selain Allah, sebagaimana Al An’am ayat:145:

“Atau sesuatu yang dilakukan secara fasiq, yaitu binatang yang disembelih selain untuk Allah.”. (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/325)

🔸 Hal ini dikuatkan lagi oleh hadits:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أرأيت الرجل منا يذبح وينسى ان يسمى فقال النبي صلى الله عليه وسلم اسم الله على كل مسلم. . مَرْوَانُ بْنُ سَالِمٍ ضَعِيفٌ. وَقَالَ ابْنُ قَانِعٍ « اسْمُ اللَّهِ عَلَى فَمِ كُلِّ مُسْلِمٍ ».

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapat Anda tentang seseorang yang menyembelih dan lupa menyebut nama Allah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Nama Allah ada pada setiap muslim.” (HR. Sunan Ad Daruquthni, Bab Ittikhadz Al Khal minal Khamr, 94. Sanadnya terdapat Marwan bin Salim, dia dhaif. Berkata Ibnu Qani’:” Nama Allah ada pada setiap mulut orang Islam.” Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra , No. 18673)

🔹 Ada Hadits lain yang menguatkan lagi:

عن ابن عباس رضى الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال المسلم يكفيه اسمه فان نسى ؟ ان يسمى حين يذبح فليذكر اسم الله وليأكله

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda: “Seorang muslim cukuplah namanya sendiri, maka jika dia lupa (menyebut nama Allah) ketika menyembelih, maka sebutlah nama Allah setelah itu, lalu makanlah.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, Juz. 9, Hal. 239. No. 18669)

🔸 Dalam As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi ada atsar dari Ibnu Abbas:

عن ابن عباس رضى الله عنهما فيمن ذبح ونسى التسمية قال المسلم في اسم الله وان لم يذكر التسمية

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, tentang orang yang menyembelih dan lupa tasmiyah (menyebut nama Allah), dia menjawab: “Seorang muslim ada nama Allah, walau pun dia tidak menyebut tasmiyah.” (Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 18672)

🔹 Ada hadits lain yang menguatkan pendapat ini:

عن الصلت قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذبيحة المسلم حلال ذكر اسم الله أو لم يذكر

Dari Shalt, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sembelihan seorang muslim adalah halal, baik dia menyebut nama Allah atau tidak menyebut.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al kubra , No. 18674)

🔸 Riwayat lain:

عن أناس من أصحاب النبي عليه السلام أنهم سألوا النبي صلى الله عليه وسلم ، فقالوا : أعاريب يأتوننا بلحمان مشرحة ، والجبن ، والسمن ، والفراء ، ما ندري ما كنه إسلامهم ؟ قال : « انظروا ما حرم عليكم فأمسكوا عنه ، وما سكت عنه فإنه عفا لكم عنه ، وما كان ربك نسيا

Dari para sahabat Nabi, bahwa mereka bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Orang Badui biasa datang kepada kami dengan membawa daging, keju, dan samin, padahal kita tidak tahu keislaman mereka?” Nabi menjawab: “Lihatlah apa-apa yang Allah haramkan buat kalian, maka peganglah itu. Sedangkan yang Dia diamkan, maka itu termasuk yang dimaafkanNya buat kalian, sesungguhnya Tuhanmu tidaklah lupa.” (HR. Ath Thahawi, Musykilul Atsar No. 638)

🔹 Hadits lain:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa ada segolongan manusia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada kaum yang medatangi kami sambil membawa daging, kami tidak tahu apakah disebut nama Allah terhadap daging itu atau tidak.” Rasulullah menjawab: “Sebutlah nama Allah atasnya, dan makanlah.” (HR. Bukhari No. 1952, 5188, 6963. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 18667. Malik No. 1038)

Demikianlah keterangan dan hujjah dari golongan yang mengatakan bolehnya menyembelih tanpa membaca bismillah bagi seorang muslim, baik sengaja atau lupa. Sekian.

2⃣ Argumen yang Mengharamkan

Kelompok ini punya pendapat bahwa haram hukumnya memakan hewan sembelihan yang tidak disebut nama Allah Ta’ala atasnya. Dengan kata lain, wajib hukumnya tasmiyah ketika menyembelih.

🔹 Dalilnya adalah:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu makan dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, kerana Sesungguhnya Yang sedemikian itu adalah perbuatan fasik (berdosa) “ (QS. Al An’am (6): 121)

Berkata Imam Ibnu Katsir: “Dengan ayat inilah adanya madzhab yang menyatakan tidak halal sembelihan yang tidak dibacakan nama Allah, walau yang meyembelih adalah seorang muslim.”

Lalu dia berkata: “Ada yang mengatakan, tidak halal sembelihan dengan sifat seperti itu, sama saja apakah dia meninggalkan secara sengaja atau lupa. Inilah yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Nafi’ pelayan Ibnu Umar, Amir Asy Sya’bi, Muhammad bin Sirin, ini juga riwayat dari Imam Malik, juga salah satu riwayat dari Ahmad bin Hambal, yang didukung oleh sekolompok pengikutnya baik yang dulu atau belakangan. Inilah yang dipilih oleh Abu Tsaur, Daud Azh Zhahiri, juga Abu al Futuh Muhammad bin Muammad bin Ali Ath Tha’i dari kalangan pemgikut Syafi’i yang belakangan dalam kitab Al Arba’in, mereka juga berhujjah dengan Al Maidah ayat:4. Makanlah dari apa Yang mereka tangkap untuk kamu dan sebutlah nama Allah atasnya.” (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/324)

🔸 Sedangkan hadits:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أرأيت الرجل منا يذبح وينسى ان يسمى فقال النبي صلى الله عليه وسلم اسم الله على كل مسلم. . مَرْوَانُ بْنُ سَالِمٍ ضَعِيفٌ. وَقَالَ ابْنُ قَانِعٍ « اسْمُ اللَّهِ عَلَى فَمِ كُلِّ مُسْلِمٍ ».

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapat Anda tentang seseorang yang menyembelih dan lupa menyebut nama Allah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Nama Allah ada pada setiap muslim.” (HR. Sunan Ad Daruquthni, Bab Ittikhadz Al Khal minal Khamr, 94. Sanadnya terdapat Marwan bin Salim, dia dhaif. Berkata Ibnu Qani’:” Nama Allah ada pada setiap mulut orang Islam.” Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra , No. 18673)

Hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah, sebab perawinya yakni Marwan bin Salim adalah Dhaif. Imam Ibnu katsir berkata: “tetapi isnad hadits ini dhaif, karena ada rawi Marwan bin Salim, lebih dari satu imam yang membicarakan kedhaifannya. “ (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/327)

Imam Bukhari berkata tentang Marwan bin Salim: Munkarul hadits. Ahmad dan lainnya: tidak tsiqah. Ad daruquthni berkata: matruk. Muslim dan Abu Hatim berkata: munkarul hadits. Abu Urubah Al Harani berkata: memalsukan hadits. Ibnu Adi: kebanyakan haditsnya tidak diikuti oleh orang-orang terpercaya. An Nasa’i berkata; Matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan). (Al Majruhin, Juz. 3, Hal. 13)

Oleh karena itu Imam Al Baihaqi sendiri mengatakan bahwa hadits ini munkar. (As Sunan Al Kubra No. 18673)

🔹Riwayat lain:

عن ابن عباس رضى الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال المسلم يكفيه اسمه فان نسى ؟ ان يسمى حين يذبح فليذكر اسم الله وليأكله

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda: “Seorang muslim cukuplah namanya sendiri, maka jika dia lupa (menyebut nama Allah) ketika menyembelih, maka sebutlah nama Allah setelah itu, lalu makanlah.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, Juz. 9, Hal. 239. No. 18669)

Ini juga tidak bisa dijadikan hujjah, sebab di dalamnya ada Muhammad bin Yazid bin Sinan, yang didhaifkan oleh sebagian besar ulama, hanya sedikit saja yang menganggapnya tsiqah (kredible). Abu Daud mengatakan: dia bukan apa-apa. Ad Daruquthni mengatakan: dhaif. At Tirmidzi mengatakan: riwayat darinya tidak bisa diikuti, dia dhaif. Abu Hatim mengatakan: dia bukan apa-apa, dan kelalaiannya lebih parah dibanding ayahnya. Tetapi Ibnu Hibban memasukkannya dalam ats tsiqat. Maslamah juga mengatakan tsiqah, sedangkan Al Hakim mengatakan tsiqah terhadap riwayat darinya, jika diriwayatkan dari Mas’ud. (Imam Ibnu Hajar, Tahdzib At Tahdzib, 31/525. Cet. 1, 1326H. Mathba’ah Dairatul Ma’arif. An Nizhamiyah – India)

🔹 Riwayat lainnya:

عن الصلت قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذبيحة المسلم حلال ذكر اسم الله أو لم يذكر

Dari Shalt, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sembelihan seorang muslim adalah halal, baik dia menyebut nama Allah atau tidak menyebut.” (HR. Al Baihaqi, As Sunan Al kubra , No. 18674)

Hadits ini walau pun shahih, tetapi mursal. Karena Shalt seorang tabi’in yang tidak bertemu lansung dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagian imam seperti Imam Asy Syafi’i dan lain-lain tidak menjadikannya sebagai hujjah.

🔸 Kelompok yang mengharamkan, juga berdalil dengan ayat berikut:

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآَيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

“Maka makanlah dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika betul kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am (6): 118)

Jadi, syarat keimanan menurut ayat ini adalah menyebut nama Allah Ta’ala ketika menyembelih.

🔸Juga dikuatkan oleh hadits:

عَنْ عَدِيٍّ قَالَ : { قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّا قَوْمٌ نَرْمِي فَمَا يَحِلُّ لَنَا ؟ قَالَ : يَحِلُّ لَكُمْ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذَكَرْتُمْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَخَزَقْتُمْ فَكُلُوا مِنْهُ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَهُوَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ مَا قَتَلَهُ السَّهْمُ بِثِقَلِهِ لَا يَحِلُّ

Dari Adi, dia berkata: AKu berkata: “Ya Rasulullah, kami adalah kamu yang memanah, maka apakah yang halal bagi kami?” Rasulullah menjawab: “Yang halal bagi kamu adalah apa yang kamu sembelih dan kamu tombak, dan yang kamu sebut nama Allah atasnya, maka makanlah itu.” Diriwayatkan Ahmad, dan ini dalil bahwa apa-apa dibunuh dengan panah adalah tidak halal. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 8/135. Maktabah Ad da’wah Al Islamiyah)

Pada halaman lain Imam Syaukani berkata:

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ التَّسْمِيَةَ وَاجِبَةٌ لِتَعْلِيقِ الْحِلِّ عَلَيْهَا

“Di dalamnya terdapat dalil, bahwa tasmiyah adalah wajib untuk mengkaitkan kehalalan (hewan sembelihan)” (Nailul Athar, 8/136)

🔹 Dari Rabi’ bin Khadij Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ

“Apa saja darah yang dialirkan dan disebut nama Allah atasnya,maka makanlah” (HR. At Tirmidzi No. 1491, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 5565)

Ini adalah dalil yang tegas tentang keharusan membaca nama Allah Ta’ala atas hewan sembelihan yang akan dimakan.

🔹 Dalil lain, dari Ibnu umar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَلَا آكُلُ إِلَّا مَا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ

“Aku tidaklah memakan apa-apa yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (HR. Bukhari No. 3826)

Demikianlah dalil-dalil yang menyatakan haramnya sembelihan tanpa menyebut nama Allah Ta’ala.

Ada pun hadits:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa ada segolongan manusia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada kaum yang medatangi kami sambil membawa daging, kami tidak tahu apakah disebut nama Allah terhadap daging itu atau tidak.” Rasulullah menjawab: “Sebutlah nama Allah atasnya, dan makanlah.” (HR. Bukhari No. 1952, 5188, 6963. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 18667. Malik No. 1038)

Menurut kelompok ini hadits ini mesti ditakwil, sebab tidak ada keterangan yang pasti, apakah bismillah dibaca atau tidak sebagaimana yang tertera dalam hadits ini sendiri. Oleh karena itu hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah yang kuat dan spesifik (qath’iyud dalalah).

Imam Ibnu Taimiyah memilih dan menguatkan bahwa pandangan yang mewajibkan membaca tasmiyah secara mutlak:

وَهَذَا أَظْهَرُ الْأَقْوَالِ ؛ فَإِنَّ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ قَدْ عَلَّقَ الْحَلَّ بِذِكْرِ اسْمِ اللَّهِ

“Dan ini merupakan zhahir dari berbagai pendapat, maka sesungguhnya Al Kitab Dan As Sunnah telah mengaitkan kehalalan dengan menyebut nama Allah Ta’ala.” (Majmu’ Fatawa, 9/247. Mawqi’ Al Islam)

3⃣Yang mengatakan haram jika sengaja tidak membaca, namun halal jika karena lupa.

Berkata Imam Ibnu Katsir:

إن ترك البسملة على الذبيحة نسيانا لم يضر وإن تركها عمدًا لم تحل هذا هو المشهور من مذهب الإمام مالك، وأحمد بن حنبل، وبه يقول أبو حنيفة وأصحابه، وإسحاق بن راهويه: وهو محكي عن علي، وابن عباس، وسعيد بن المُسَيَّب، وعَطَاء، وطاوس، والحسن البصري، وأبي مالك، وعبد الرحمن بن أبي ليلى، وجعفر بن محمد، وربيعة بن أبي عبد الرحمن

“Jika meninggalkan bacaan basmalah karena lupa maka itu tidaklah memudharatkan, dan jika meninggalkannya karena sengaja maka tidak halal.” Ini adalah pandangan masyhur dari madzhab Imam Malik, Ahmad bin Hambal, dengannya pula pandangan Abu hanifah dan sahabat-sahabatnya, Ishaq bin Rahawaih, juga dihikayatkan dari Ali, Ibnu abbas, Said bin Al Musayyab, Atha’, Thawus, Al Hasan Al bashri, Abu malik, Abdurrahman bin Abi Laila, Ja’far bin Muhammad, dan Rabi’ah bin Abdurrahman.” (Tafsir Al Quran Al Azhim, 3/ 326)

Dalil kelompok ini adalah:

🔹 Allah Ta’ala befirman:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami te

rsalah.” (QS. Al Baqarah (2): 286)

🔸Dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah bersabda:

إن الله وضع عن أمتي الخطأ والنسيان، وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya Allah meletakkan (tidak menganggap, pen) dari umatku: Orang yang salah, yang lupa, dan yang dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, No. 2045, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 7110, dan dihasankan oleh Imam An Nawawi dalam Arba’innya no. 39)

📌 Demikianlah tiga kelompok dengan masing-masing hujjahnya. Manakah yang benar?

Jika diperhatikan semua dalil secara menyeluruh, maka pandangan kelompok tiga lebih kuat; yakni haram jika sengaja tidak membaca, namun halal jika karena lupa. Walau pendapat kedua lebih tenang di hati. Selesai.

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Berdoa Buruk Bagi Orang Zalim/Jahat

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum wr.wb
Afwan ustadz,ada yg ingin saya tanyakan tentang sebuah hadist,arti hadist tersebut:
” Dari Khalid bin Abi Imran,bahwa Ibn Umar berkata: seringkali Rasullullah saw. ketika hendak meninggalkan majlis, berdoa untuk sahabat-sahabatnya dengan doa berikut : Ya Allah,berikan kepada kami rasa takut kepadaMu dengannya kami terhalang dari kemaksiatan kepadaMu, berikan kepada kami kekuatan untuk taat kepadaMu dengannya aku bisa masuk surga, berikan kepada kami rasa yakin (akan kebaikan takdirMu) dengannya aku merasa ringan menghadapi segala musibah dunia, berikan kepada kami kesehatan agar kami bisa menikmati pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama kami hidup, dan tetapkanlah kami dalam kesehatan tersebut sampai kami kembali kepadaMu,timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami, bantulah kami atas orang-orang yang memusuhi kami,janganlah Kau timpakan musibah atas agama kami (iman dan akidah kami), jangan jadikan dunia sebagai tujuan pokok kami,jangan pula menguasai pikiran kami, jangan jadikan orang-orang dzalim mengasai kami. (HR. Imam Tirmidzi, no : 3502, vol. v,h. 262)

Afwan ustadz, pada kalimat ” timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami “,apakah itu tidak apa-apa?saya bingung,setau saya Rosul saw. suka memaafkan,setau saya Rosul menganjurkan memaafkan lebih baik dari pada membalas, juga bukankah tidak boleh mendoakan keburukan untuk orang lain? saya takut kalo keburukan orang yang saya dzalimi (baik sengaja atau tidak) ditimpakan pada saya. Tapi saya doa di atas,apakah boleh menghilangkan ” timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami ” ketika membacanya,atau bagaimana ustadz?afwan..

Jazk.. (Setyorini)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa rahmatullah wa barakatuh .
Bismillah walhamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:

Jazakillah khairan atas pertanyaan .. semoga Allah Ta’ala merahmati kita semua.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh:

– Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 3502, katanya: hasan gharib
– Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 10234
– Imam Al Bazzar dalam Musnadnya No. 5989
– Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 3615, 3764
– dll

📌 Hadits ini hasan sebagaimana dikatakan Imam At Tirmidzi, dan dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah. (Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3502)

Apa yang anda tanyakan, tentang doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam yang berbunyi: timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami, (Arabnya: waj’al tsa’ranaa ‘ala man zhalamanaa) sama sekali tidak masalah, dan tidak menodai kepribadian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang pemaaf.

Sebab, Allah Ta’ala melarang berkata-kata kasar secara terus terang, kecuali bagi orang yang dizalimi.

لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. An Nisa (4): 148)

Bagi orang yang mengalami kezaliman orang lain, apalagi musuhnya, maka tidaklah salah, bukan pula aib, jika dia berkata keras lagi kasar, dan juga doa buruk kepada orang yang menzaliminya sebagai hujjah dan penjelas bahwa orang tersebut memang telah berbuat zalim.

Disebutkan dalam Tafsir Al Muyassar:

لا يُحِبُّ الله أن يَجهر أحدٌ بقول السوء، لكن يُباح للمظلوم أن يَذكُر ظالمه بما فيه من السوء; ليبيِّن مَظْلمته

Allah tidak menyukai seseorang mengeraskan ucapan buruk dengan suara keras, tetapi dibolehkan bagi orang yang dianiaya kepada orang yang menganiaya dirinya keburukan itu, untuk menjelaskan kezalimannya. (Tafsir Al Muyassar, 2/146)

Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasihati kita agar hati-hati dengan doa orang dizalimi, karena tidak ada penghalang antara mereka dengan Allah Ta’ala.

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah:

ولا حرج على الإنسان أنيدعو على ظالمه بقدر ظلمه وإذا دعا على ظالم بقدر ما ظلمه فهذا إنصاف والله سبحانه وتعالى يستجيب دعوة المظلوم

Tidak mengapa bagi manusia untuk mendoakan orang yang telah menzaliminya sejauh kadar kezalimannya itu, jika dia berdoa untuk orang yang menzaliminya sejauh kadar kezalimannya, maka itulah yang bijak. Dan, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang yang dizalimi. (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/941. Mawqi’ Jaami’ Al Hadits An Nabawi)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Mu’adz bin Jabal Radhiallahu ‘Anhu:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Takutlah kamu terhadap doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang antara dirinya dengan Allah. (HR. Bukhari No. 1496)

Satu hal yang pasti, bahwa doa tersebut tidak Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tujukan untuk sesama kaum beriman, sebab tidak mungkin beliau dianiaya oleh orang-orang beriman, dan beliau sendiri sangat mengasihi umatnya, tetapi doa itu beliau tujukan kepada musuh-musuhnya, kaum kuffar, yang telah menganiaya dirinya dan menghalangi da’wahnya. Doa ini bagian dari sikap asyidda’u ‘alal kuffar (tegas terhadap orang-orang kafir) dan musuh.

Allah Ta’ala berfirman:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS. Al Fath (48): 29)

Dahulu, Nabi Isa ‘Alaihissalam juga berdoa untuk kaumnya yang durhaka:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Maidah (5): 118)

Sudah menjadi sejarah, dan tidak ada satu pun yang menolaknya, bahwa para ulama Islam dari zaman ke zaman, termasuk di Indonesia ketika masa penjajahan dahulu, mereka berdoa keburukan dan kehancuran bagi musuh-musuhnya. Itu semua bukan berarti umat Islam tidak memiliki kasih sayang, tidak pula bermakna kita anti perdamaian, tetapi memang itulah salah satu senjata orang berperang, senjata orang yang terjajah, yakni berdoa, yang berisi minta kemenangan dari musuh, dan meminta kehancuran dan kekalahan ditimpakan kepada musuh. Ini dibenarkan oleh syariat, akal, dan tradisi peperangan.

Kemudian …, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia sempurna. Oleh karena itu, apa yang dilakukannya merupakan bukti kesempurnaan kemanusiaannya. Kenabiannya tidak menghalangi beliau melakukan dan merasakan apa yang dilakukan pula oleh manusia secara umum seperti; makan, minum, berkeluarga, sakit, tertawa, menangis, sedih, marah, tersenyum, menyendiri, bersosial, sehat, terluka, sakit, dan akhirnya wafat. Kelebihan beliau adalah wahyu, mu’jizat, dan akhlaknya adalah Al Quran.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku …. (QS. Al Kahfi (18): 110)

Oleh karenanya, tidak apa-apa memakai doa ini secara utuh dan memang begitulah contoh dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu, dari sini kita ambil pelajaran hendaknya jangan menzalimi saudara kita, sebab dia bisa saja berdoa untuk kita dengan keburukan apa pun yang dia inginkan menimpa kita. Demikianlah pelajaran yang bisa kita ambil.

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa sallam.

Wallahu A’lam

📗📕📒📔📓📙📘

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top