Awal Kerusakan Sebuah Negara, Hilangnya Nahi Munkar

💢💢💢💢💢💢

Syaikh Muhammad Al Ghazaliy Rahimahullah:

قال الشيخ محمد الغزالي:
إنما فسدت الرعية بفساد الملوك، وفساد الملوك بفساد العلماء، فلولا القضاة السوء والعلماء السوء لقلّ فساد الملوك خوفاً من إنكارهم

Sesungguhnya rusaknya rakyat disebabkan oleh rusaknya para penguasa, dan rusaknya penguasa disebabkan rusaknya para ulama. Seandainya tidak ada para hakim dan ulama yang buruk, niscaya hanya sedikit penguasa yang rusak, karena mereka (hakim dan ulama yg buruk) takut mengingkari para penguasa.

📚 Aqwaal Asy Syaikh Muhammad Al Ghazaliy no. 10

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Sedekah Dulu atau Bayar Hutang Dulu?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ustadz
Misal kita infaq ke mesjid atau donasi ke palestina
Tapi sebenarnya kita masih memiliki banyak hutang?
Bagaimana itu ustadz
Mohon pencerahan nya🙏🏼 (+62 811-2017-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah ..

Hutang ada dua model:

1. Yang bayarnya boleh tertunda seperti kredit yang menahun.

Ini boleh saja dia bersedekah. Berkata Syaikh Utsaimin:

أما إذا كان الدين مؤجلاً، وإذا حل وعندك ما يوفيه : فتصدق ولا حرج ؛ لأنك قادر

Jika hutangnya bisa ditunda pembayarannya, dan Anda punya apa-apa yang bisa dijadikan pemenuhan hutang itu, maka sedekahlah dan tidak apa-apa, sebab Anda mampu. (selesai dari Asy Syarh Al Kaafiy)

2. Hutang yang tidak bisa ditunda, mesti dibayar secepatnya.

Maka ini tidak boleh sedekah .. dia mesti tunaikan hutangnya dulu.

Imam Al Bukhari Rahimahullah berkata:

مَنْ تَصَدَّقَ وَهُوَ مُحْتَاجٌ ، أَوْ أَهْلُهُ مُحْتَاجٌ ، أَوْ عَلَيْهِ دَيْنٌ : فَالدَّيْنُ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى مِنْ الصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ وَالْهِبَةِ

Barang siapa yang bersedekah, padahal dia sedang butuh, atau keluarganya butuh, atau dia punya hutang, maka hutang itu lebih berhak ditunaikan dulu, dibanding sedekah, memerdekakan budak, dan hibah.

(Shahih Al Bukhari, 2/112)

Menunaikan hutang adalah wajib, bersedekah adalah Sunnah.

Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah menjelaskan:

فالواجب أن يقضي دينه ، وقضاء الدين أحق من الصدقة والعتق والهبة؛ لأن الابتداء بالفرائض قبل النوافل

Maka wajib menunaikan hutangnya, menunaikan hutang lebih berhak diutamakan dibanding sedekah, membebaskan budak, dan hibah, karena mendahulukan kewajiban sebelum yang Sunnah.

(‘Umdatul Qari, 13/327)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Memakai Surban; Sunah atau Tradisi?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

asalamulaikum wr.wb…
mau tanya…bagaimana hukum memakai sorban,soalnya ada yang bilang itu budaya arab…mohon beri penjelasan ustad beserta sumbernya…???

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Perlu diketahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakai gamis, jubah, izar (kain sarung), peci, rida (selendang), dan sorban (‘imaamah).

Hanya saja para ulama berbeda pendapat apakah ini SUNNAH secara hukum, ataukah ini adat yang mubah saja.

Ada penjelasan yang bagus dari Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah berikut ini:

واختلف العلماء في لبس العمامة هل هو من المباحات والعادات ، أم يعدّ سنة يشرع فيه الاقتداء بالرسول صلى الله عليه وسلم ، والأظهر أن ذلك من باب العادات والمباحات ، والأصل أن يلبس الإنسان ما يلبسه قومه – ما لم يكن محرما – وألا يشذ عنهم بلباس يشتهر به ؛ لنهي النبي صلى الله عليه وسلم عن لباس الشهرة ، ولو قيل بأن العمامة سنة من أجل أن النبي صلى الله عليه وسلم لبسها ، لقيل أيضا بأن لبس الإزار والرداء سنة لأن النبي صلى الله عليه وسلم لبسهما 

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memakai surban, apakah itu termasuk perkara adat kebiasaan yang mubah ataukah Sunnah dlm rangka mengikuti Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam.

Yang BENAR adalah itu termasuk Bab kebiasaan yang mubah, sebab pada dasarnya manusia akan memakai pakaian seperti yang dipakai kaumnya -selama tidak ada unsur keharaman- dan tidak membuat heran manusia dengan memakai pakaian ketenaran, karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang memakai pakaian yang membuat tenar.

Seandainya memakai surban itu SUNNAH karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memakainya, maka tentu me memakai kain sarung dan rida (selendang/selimut) juga sunnah, sebab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memakai keduanya.

(Fatawa Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 113894)

Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah juga disebutkan:

وأما لبس العمامة فهو من المباحات وليس بسنة كما توهمت ، والأولى أن تبقى على ما يلبسه أهل بلدك على رؤوسهم من الغترة والشماغ ونحوه

Ada pun memakai Surban, itu termasuk perkara-perkara yang dibolehkan bukan Sunnah sebagaimana yang Anda sangka.

Yang lebih utama adalah memakai pakaian yang dipakai oleh orang-orang di negeri Anda, di kepala mereka menggunakan ghutrah (sorbannya Arab Saudi), dan kafiyeh, dan semisalnya.

(Al Lajnah Ad Daimah, 24/42)

Syaikh Utsaimin Ibnu Rahimahullah ditanya tentang Surban, sunah atau adat kebiasaan, Beliau menjawab:

“لا ، لباس العمامة ليس بسنة ، لكنه عادة ، والسنة لكل إنسان أن يلبس ما يلبسه الناس ما لم يكن محرماً بذاته ، وإنما قلنا هذا ؛ لأنه لو لبس خلاف ما يعتاده الناس لكان ذلك شهرة ، والنبي صلى الله عليه وسلم نهى عن لباس الشهرة ، فإذا كنا في بلد يلبسون العمائم لبسنا العمائم ، وإذا كنا في بلد لا يلبسونها لم نلبسها ، وأظن أن بلاد المسلمين اليوم تختلف ، ففي بعض البلاد الأكثر فيها لبس العمائم ، وفي بعض البلاد بالعكس ، والنبي صلى الله عليه وسلم كان يلبس العمامة ؛ لأنها معتادة في عهده ، ولهذا لم يأمر بها ، بل نهى عن لباس الشهرة ، مفيداً إلى أن السنة في اللباس أن يتبع الإنسان ما كان الناس يعتادونه ، إلا أن يكون محرماً …

Tidak, surban bukan Sunnah, itu kebiasaan. Yang disunnahkan bagi manusia adalah memakai pakaian yang dipakai manusia (di tempatnya) selama tidak mengandung keharaman.

Sesungguhnya kami katakan ini sebab jika kita memakai pakaian yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat kita maka itu akan menjadi pakaian ketenaran, dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang itu.

Jika kita tinggal di negeri yang memakai Surban maka kita memakainya. Sebaliknya, jika kita tinggal di negeri yang tidak memakainya maka kita tidak memakainya.

Saya lihat negeri-negeri kaum muslimin hari ini berbeda-beda. Sebagian ada yang begitu banyak memakai surban, sebagian negeri kebalikannya, Tidak memakai surban.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memakainya karena itu kebiasaan di zamannya. Oleh karena itu Beliau tidak memerintahkannya, tapi Beliau melarang pakaian Syuhrah (ketenaran).

Jadi, faidah dari penjelasan ini, bahwa sunnahnya adalah memakai pakaian yang biasa dipakai manusia di tempatnya kecuali jika ada unsur yang diharamkan …

(Liqa Bab Al Maftuuh, 23/160)

Oleh karena itu, saya lebih sering pakai kain sarung, peci, dan Koko jika ta’lim di lingkungan rumah, atau celana panjang dan Koko kalau pengajian di kantor-kantor. Jarang pakai gamis dan surban, menghindar ‘tampil beda’ di tengah masyarakat.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Sulit Berjumpa dengan Pemberi Utang, Bolehkah Pembayarannya dengan Sedekah?

💥💦💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum

Ustadz, kalau kita punya hutang misalnya dulu ketika sekolah belum bayar buku…bolehkan kita masukkan infaq dimasjid dengan diniatkan bayar hutang tersebut. atau bagaimana….?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘alaikumussalam wa rahmatyllah ..

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Langsung aja ya ..

📌 Bahaya Tidak Membayar Hutang

Perkara hutang piutang dalam Islam bukan hal sepele, sebab jika seseorang sengaja tidak mau membayar hutang maka Nabi ﷺ menyebutnya pencuri.

وَمَنِ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ يَنْوِي أَنْ لاَ يُؤَدِّيَهُ إِلَى صَاحِبِهِ – أَحْسَبُهُ قَال – : فَهُوَ سَارِقٌ

Dan barang siapa yang berhutang dan dia berniat tidak membayarkan kepada yang menghutanginya, -aku kira Nabi bersabda: “maka dia pencuri.” (HR. Al Bazzar , 2/163, dan lainnya, dari Abu Hurairah. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib, No. 1806)

Bahkan hutang menjadi sebab seseorang syahid terhambat masuk ke surga, Nabi ﷺ bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ قُتِلَ رَجُلٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ عَاشَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ، مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَقْضِيَ دَيْنَهُ» هَذَا

Demi yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, seandainya ada seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, lalu dia hidup lagi dan dia punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai dia bayar hutangnya. (HR. Al Hakim No. 2212, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al Ahadits wal Matsani No. 928. Imam Al Hakim berkata: shahih. Imam Adz Dzahabi juga mengatakan shahih dalam At Talkhishnya. Lihat Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 2/29)

Nabi ﷺ juga tidak menshalatkan jenazah yang masih ada hutang, namun Beliau membolehkan para sahabatnya menshalatkannya.

Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab: “Ya, dua dinar.” Beliau bersabda: “Shalatlah untuk sahabat kalian.” (HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3343)

📌 Nabi ﷺ Memuji Orang Yang Membayar Hutang

Sebaliknya, Nabi ﷺ memberikan pujian yang luar biasa kepada orang yang mau membayar hutangnya. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

«إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً»

Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik dalam menunaikan hutang-nya. (HR. Bukhari No. 2305, Muslim No. 1601, dari Abu Hurairah)

📌 Membayar Hutang Adalah Wajib

Di antara kewajiban manusia adalah membayar hutangnya kepada pihak yang memberikannya pinjaman. Tidak sah taubat seseorang tanpa mengembalikan hak saudaranya, jika terkait urusan harta.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وإن كانت المعصية تتعلق بآدمي فشروطها أربعة: هذه الثلاثة, وأن يبرأ من حق صاحبها, فإن كانت مالاً أو نحوه رده إليه, ……

Jika maksiat terkait dengan hak-hak manusia maka syarat taubatnya ada empat. Yaitu tiga yang sudah disebutkan sebelumnya, dan hendaknya dia membebaskan diri dari hak saudaranya itu, jika terkait dengan harta atau semisalnya maka dia mesti mengembalikannya, ….. (Riyadhsuhshalihin, hal. 34. Muasasah Ar Risalah)

📌 Lalu Bagaimana jika Lupa kepada Siapa dan Nominalnya?

Usahakan cari dulu, ingat-ingat, sejauh yang kita mampu. Para ulama mengatakan:

إذا أدى المدين أو نائبه أو كفيله أو غيرهم الدين إلى الدائن أو نائبه الذي له ولاية قبض ديونه، فإن ذمة المدين تبرأ بالأداء، ويسقط عنه الدين. أما إذا دفع الدين إلى من

لا ولاية له على قبض ديون الدائن، فلا ينقضي الدين، ولا تبرأ ذمة المدين

Jika seorang yang berhutang, atau wakilnya, atau majikannya, atau selainnya membayar hutang kepada orang yang memberikan hutang, atau wakilnya yang telah diberikan kuasa untuk menagih hutang-hutangnya, maka jaminan orang yang berhutang telah bebas dengan dibayarkannya itu dan hutangnya telah gugur. Ada pun jika BAYARNYA KEPADA ORANG YANG BUKAN DIBERIKAN KUASA MAKA HUTANG TERSEBUT TIDAK TERHAPUS DAN JAMINAN ORANG YANG BERHUTANG JUGA MASIH ADA. (Al Mausu’ah, 4/219)

Jadi, jika ada catatan bahwa jika pemberi hutang wafat maka ahli warisnya yang menerima hutangnya, maka dengan mudah dibayarkan kepadanya, sebab mereka itulah yang mendapatkan kuasa. Tapi, masalahnya adalah tidak ada catatan, tidak ingat kepada siapa, dan tidak ingat pula nominalnya. Maka, ada beberapa hal yang mesti dilakukan.

🍃 Upayakan cari tahu dan ingat-ingat

🍃 Jika tidak berhasil juga, maka perbuatan tersebut jangan sampai terulang, menyesali, dan hendaknya digunakan adab-adab hutang piutang, minimal ada catatannya, saksi, dan materai, apalagi jumlah besar, dan jangan sampai hilang.

🍃 Adanya lupa baik penghutang atau pemberi hutang karena tidak ada etika ini. Sendainya dijalankan maka itu tidak akan terjadi.

🍃 Banyak-banyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah ﷻ

🍃 Banyak-banyak sedekah , dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ المَاءُ النَّارَ

Sedekah dapat memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api. (HR. At Tirmidzi No. 614, katanya: hasan. Ahmad No. 15284. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Isnadnya kuat, sesuai standar Imam Muslim. semua perawi terpercaya, kecuali Ibnu Khutsaim, dia orang yang jujur dan tidak ada masalah.” Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 15284)

🍃 Tapi, sedekah ini tidaklah menganulir status hutang tersebut jika suatu saat berhasil berjumpa dan ingat dengan orang yang memberikan hutang, atau berjumpa dengan ahli warisnya, tetap mesti dibayarkan kepadanya. Ini poin yang paling penting, sebab ini terkait hak manusia.

Tetap berbuat baik, semoga Allah ﷻ menerima kebaikan kita dan menambah berat timbangan amal shalih dibanding keburukannya.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

Sesungguhnya kebaikan-kebaikan, akan melenyapkan keburukan-keburukan. (QS. Huud: 114)

Tertulis dalam Tafsir Al Muyassar:

إنَّ فِعْلَ الخيرات يكفِّر الذنوب السالفة ويمحو آثارها

Sesungguhnya melakukan banyak kebaikan akan menghapuskan dosa-dosa terdahulu sekaligus menghilangkan bekas-bekasnya. (Tafsir Al Muyassar, 1/234)

Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu: Berkata kepadaku Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

اتق الله حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن

Bertaqwa-lah kamu di mana saja berada, dan susulilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya akan menghapuskannya. Dan bergaul-lah dengan manusia dengan akhlak yang baik. (HR. At Tirmidzi No. 1987, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1987)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌴🌺☘🌷🌸🌾🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top