Mestikah Bersuci Saat Hendak Sujud Tilawah?

Ketika hendak sujud tilawah, apakah harus mengambil air wudhu (bersuci) dulu? Simak penjelasannya dalam tanya jawab berikut:


Pertanyaan

Assalamualaikum. Afwan ustaz ingin bertanya. Apakah saat sujud tilawah harus dalam keadaan berwudhu dan menutup aurat? Jazakallah khoiron (+62 852-8730-xxxx)


Jawaban Tentang Apakah Sujud Tilawah Harus Ambil Wudhu?

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Ya, demikianlah mayoritas ulama. Bahwa sujud tilawah itu sebagaimana shalat.

Imam Al Qurthubi menjelaskan:

ولا خلاف في أن سجود القرآن يحتاج إلى ما تحتاج إليه الصلاة من طهارة حدث ونجس ، ونية ، واستقبال قبلة ، ووقت . إلا ما ذكر البخاري عن ابن عمر أنه كان يسجد على غير طهارة . وذكره ابن المنذر عن الشعبي

Tidak ada perselisihan bahwa sujud tilawah itu dibutuhkan padanya sebagaimana pada shalat baik berupa suci dari hadats dan najis, menghadap kiblat, dan waktunya.

Kecuali apa yg diceritakan oleh Imam Al Bukhari, dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, bahwa Beliau pernah sujud tilawah tanpa bersuci. Ini juga diceritakan oleh Ibnul Mundzir dari Asy Sya’biy.

(Tafsir Al Qurthubi, 9/438)

Jadi, inilah pendapat umumnya ulama. Namun, sebagian ulama ada yang mengikuti pendapat bahwa sujud tilawah tidak mesti bersuci, walau sebaiknya bersuci.

Bagi mereka tidak disyaratkan wajib suci bagi yang ingin sujud tilawah, dengan kata lain BOLEH dan SAH tanpa wudhu.

Seperti pendapat Imam Ibnu Taimiyah. (Al Fatawa Al Kubra, 5/340), juga fatwa Al Lajnah Ad Daimah di Arab Saudi (7/263), begitu pula para ulama Saudi seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (Fatawa Nur ‘Alad Darb, 10/461), Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin (Majmu’ Fatawa wa Rasaail, 11/215), dll.

Imam Asy Syaukani juga memperkuat pendapat ini dengan mengatakan:

ليس في أحاديث سجود التلاوة ما يدل على اعتبار أن يكون الساجد متوضئا ، وقد كان يسجد معه – صلى الله عليه وسلم – من حضر تلاوته ، ولم ينقل أنه أمر أحدا منهم بالوضوء

Tidak ada petunjuk dalam hadits-hadits sujud tilawah yg menyebutkan wudhu bagi yang sujud tilawah. Dahulu, orang-orang sujud tilawah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa mereka diperintahkan untuk berwudhu.

(Nailul Awthar, 5/347)

Bagi saya .. yang paling hati-hati adalah tetap berwudhu, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Andaikan pendapat yg paling kuat adalah boleh sujud tilawah tanpa wudhu, tapi demi kehati-hatian maka lebih baik berwudhu.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

غير أن الأحوط ، على كل حال : ” ألا يَسْجُدَ الإِنسانُ إِلا وهو على طَهَارةٍ ، كما أنَّهُ يَنْبغي أَنْ يقرأ على طهارة

Hanya saja pendapat yg hati-hati, bagiamana pun juga adalah jangan lah manusia bersujud kecuali dalam keadaan suci, sebagaimana sebaiknya dia bersuci saat membaca Al Qur’an.

(Fatawa Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 235969)

Demikian. Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan


Baca juga: Mengqadha Sujud Tilawah

Maksimal Darah Haid Berapa Lama?

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

assalamualaikum, apakah ada batas maksimal hari untuk haid sehingga meskipun masih ada yg keluar tetapi sudah boleh shalat ?
terimakasih

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah.., Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Terjadi perbedaan pendapat para ulama tentang durasi maksimal wanita haid.

1⃣ Golongan yang mengatakan tidak ada batas minimal dan tidak ada batas maksimal. Bagi kelompok ini, pembatasan itu tidak ada dalilnya. Semua dikembalikan kepada kebiasaan, atau kondisi darahnya.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

لا يتقدر أقل الحيض ولا أكثره. ولم يأت في تقدير مدته ما تقوم به الحجة

Tidak ada ukuran minimal dan maksimal bagi haid, dan tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah tentang durasi waktunya. (Fiqhus Sunnah, 1/84)

Menurutnya, darah haid itu memiliki kekhasan sendiri yang telah dikenal oleh wanita. (Ibid)

Syaikh Dr. Abdul ‘Azhim Badawi mengatakan:

الحيض هو الدم المعروف عند النساء، ولا حد في الشرع لأقله وأكثره، وإنما يرجع فيه إلى العادة

Haid adalah darah yang sudah dikenal bagi kaum wanita, tidak ada dalam syariat batasan minimal dan maksimalnya, tapi dikembalikan kepada kebiasaan. (Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitab Al ‘Aziz, Daar Ibni Rajab)

Jadi, bagi golongan ini dengan mengenali darahnya bisa diketahui awal dan akhirnya haid.

2⃣ Golongan yang mengatakan tidak ada batasan minimal, tapi ada batasan maksimal yaitu lima belas hari. Ini adalah Malikiyah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 18/298)

3⃣ Golongan yang mengatakan batasan minimal adalah tiga hari atau 72 jam, dan maksimal adalah sepuluh hari. Ini adalah Hanafiyah. Ibnu ‘Abidin mengatakan ada enam sahabat nabi yang menyebutkannya dari sejumlah jalur yang berbeda, yang statusnya lemah namun terangkat menjadi hasan. (Al Mausu’ah, 18/297-298)

4⃣ Golongan yang mengatakan bahwa minimal adalah satu hari satu malam, sebagaimana perkataan Ali Radhiallahu ‘Anhu dan ‘Atha yang mengatakan demikian. Maksimalnya adalah 15 hari, sebagaimana perkataan Ali Radhiallahu ‘anhu: “Lebih dari 15 hari adalah istihadhah, dan paling minimal adalah sehari semalam.” Ini adalah Syafi’iyah dan Hanabilah (Hambaliyah). Dan golongan ini juga mengatakan rata-rata wanita haid enam dampai tujuh hari. (Ibid, 18/299-300)

Jadi, jika kita perhatikan mayoritas ulama berpendapat maksimal adalah 15 hari, seperti yang dipilih Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah. Sedangkan Hanafiyah 10 hari.

Demikian. Pendapat yang menyebutkan 15 hari nampak lebih kuat, berdasarkan qaul shahabiy (perkataan sahabat) yaitu Ali Radhiallahu ‘Anhu. Dan, dalil ketika tidak ada dalam Al Quran dan As Sunnah, maka kita bisa mengambilnya dari qaul shahabiy.  Sebagaimana pengakuan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atas sikap Muadz bin Jabal Radhiallahu ‘Anhu.

Ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman,  ia bertanya: “Dengan apa engkau berhukum?” Muadz menjawab: “Dengan Al Qur’an”, Nabi bertanya, “Jika tidak kau temukan?.” Ia menjawab: “Dengan Sunah Rasulullah,” Nabi bertanya, “Jika tidak kau temukan?”, Ia menjawab,”Aku akan berijtihad dengan pikiranku.” Mendengar   jawaban ini Rasulullah menepuk dada Muadz, lalu berkata: “Alhamdulilah, Semoga Allah memberikan taufiq kepada utusan Rasulnya, kepada apa-apa yang diridhai Rasulullah.”  (HR. Ahmad No. 22007, Abu Daud No. 3592, Ath Thayalisi No. 559, At Tirmidzi No. 1328, Al Baihaqi 10/114, Ad Darimi No. 168, dan lainnya)

Menurut Ibnu Katsir hadits ini Jayyid (bagus). (Lihat  Muqaddimah Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, hal. 7. Daruth Thayyibah Lin Naysr wat Tauzi’)

Imam Ibnul Qayyim menguatkan hadits ini. (I’lamul Muwaqi’in 1/202), sementara Imam Al Khathib mengatakan:

إن أهل العلم قد تقبلوه واحتجوا به، فوقفنا بذلك على صحته عندهم

“Sesungguhnya para ulama menerima hadits ini dan berhujjah dengannya, sedangkan saya no coment  atas penshahihan yang mereka lakukan.” (Al Faqih wal Mutafaqih, 1/189-190)

Juga dikuatkan oleh   Imam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa, dan Imam Ad Dzahabi dal

amTalkhis ‘Ilal Mutanahiyah.

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Zaman Ini Tidak Ada Jihad, Yang Ada Fitnah?!

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Ustadz..sekarang ini begitu kuat diyakini bahwa tidak ada lagi jihad syar’i, yang ada fitnah..apakah ini berarti juga ayat Quran tentang jihad sedang tidak berlaku sementara? Mohon pencerahan Ustadz..sukron Jazakallah khair..(+62 895-2627-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Jihad akan terus ada sampai hari kiamat.

Sebagaimana hadits:

وَلَا تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Dan senantiasa ada sekelompok dari kaum Muslimin yang berperang di atas kebenaran dan selalu menang atas orang yang memusuhinya sampai hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 1037)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا

“Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah”. (HR. Bukhari no. 2825)

Maka, ini menjadi koreksi siapa pun yang menganggap jihad sudah tidak ada, yang ada adalah fitnah. Analisa buruk tersebut berangkat dari su’uzh Zhan kepada para Mujahidin.

Apa yang terjadi di Palestina, membebaskan Al Aqsha dari penjajahan Yahudi adalah jihad. Apa yang terjadi di Afghanistan mengusir pendudukan Amerika Serikat di negeri muslim adalah jihad. Jika ada yang mengatakan ini bukan jihad, maka .. entah buat kepentingan siapa mereka berkata seperti itu?

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz berkata tentang jihad di Palestina (saya kutip sebagian):

لقد ثبت لدينا بشهادة العدول الثقات أن الانتفاضة الفلسطينية والقائمين بها من خواص المسلمين هناك وأن جهادهم إسلامي؛ لأنهم مظلومون من اليهود؛ ولأن الواجب عليهم الدفاع عن دينهم وأنفسهم وأهليهم وأولادهم وإخراج عدوهم من أرضهم بكل ما استطاعوا من قوة

Telah datang berita kepada kami dari orang-orang yang adil, tentang intifadhah di Palestina dan orang-orang yang berjuang dari kalangan khususnya di sana, bahwa jihad mereka adalah JIHAD ISLAMI.

Karena mereka telah dianiaya Yahudi, maka wajib bagi mereka melakukan perlawanan untuk melindungi agama, jiwa, negeri, keluarga, dan anak-anak mereka, serta mengusir musuh dari negeri mereka dengan segenap kekuatan yang mereka mampu.

Sementara Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فإن الجهاد في فلسطين فرض عين على كل مسلم قادر من أهل البلد، فإن لم يتأد الواجب ‏‏- وهو دفع العدو وطرده بهم كما هو حاصل الآن- دخل في حكم الوجوب من يليهم من المسلمين عربا أو عجماً ، ‏وهكذا حتى يتم التخلص من العدو، أو يعم جميع الأمة في مشارق الأرض ومغاربها، أجمع ‏على هذا أهل العلم

Jihad di Palestina adalah fardhu ‘ain bagi muslim yg mampu di penduduk tersebut.

Seandainya mereka belum bisa menjalankan -melawan dan mengusir musuh seperti saat ini– maka kewajiban ini bagi negeri muslim lain diluarnya baik Arab dan bukan Arab. Terus begitu sampai musuh bersih dari sana.

Atau jihad ini menjadi umum bagi semua umat, baik Timur dan Barat, dan para ulama telah Ijma’ atas hal ini.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 8509)

Maka, hindari komentar-komentar yang melemahkan jihadnya para Mujahidin, yang menyakiti perasaan mereka. Jika memang tidak bisa ikut berjihad, minimal jangan mengganggu mereka dengan tuduhan khawarij, pemberontak, dst, yang sangat menguntungkan pihak musuh dan penjajah. Kecuali jika memang mereka-mereka ini bekerja untuk kepentingan musuh.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Beasiswa dari Perusahaan Rokok

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz,
Mau bertanya tentang beasiswa yang sumbernya bs d bilang kurang baik. Misalkan beasiswa dr perusahaan rokok atau mungkin perusahaan makanan yang tdk halal
Apa hukumnya bagi kita yg menerima?
Dan bagaimana jika kita tdk mengetahui sumbernya?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:

Menuntut ilmu adalah perbuatan mulia, termasuk ibadah bahkan jihad. Saat ini biaya pendidikan tidak murah, membutuhkan biaya dan modal tinggi. Bagi yang punya kemampuan maka itu tidak jadi soal, bagaimana dengan yang tidak mampu?

Keadaan ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh lembaga-lembaga zakat, yaitu dengan memberikan beasiswa kepada para pelajar dan mahasiswa berprestasi, sebagai ashnaf faqir miskin dan Ibnu Sabil. Namun, kenyataannya belum menjangkau semua yang membutuhkan. Atau, ada dana CSR dari BUMN dan perusahaan yang bergerak pada usaha halal, maka inilah yang bisa kita tempuh sebagai alternatif bagi pelajar dan mahasiswa kurang mampu.

Akhirnya, ada yang berpikir untuk mengambil tawaran beasiswa dari perusahaan yang memproduk barang atau jasa haram sepeti minuman keras, rokok, dan sejenisnya. Diskusi tentang rokok, para ulama hari ini mayoritas mengharamkan, sedikit saja yang memakruhkan.

Hal ini tidak kami rekomendasikan mengingat nash-nash agama dan juga dampak buruknya.

📌 Pertama. Menerima dan memanfaatkan beasiswa dari perusahaan produsen barang-barang haram, adalah bentuk kerjasama atas dosa dan pelanggaran. Ini terlarang.

“… dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah: 2)

📌 Kedua. Ini termasuk mencampurkan antara aktifitas Al Haq (kebenaran yakni menuntut ilmu) dengan Al Bathil. Ini juga terlarang.

“Dan janganlah mencampurkan antara Al Haq dan Al Bathil … “ (QS. Al Baqarah: 42)

📌 Ketiga. Aktifitas kebaikan yang dimodalkan oleh dana yang tidak halal maka tidak akan diterima.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, baha Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبَاً

Sesungguhnya Allah itu baik, tidak akan menerima kecuali dari yang baik. (HR. Muslim No. 1015)

Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah berkata:

ومعنى الحديث أنه تعالى منزه عن العيوب فلا يقبل ولا ينبغي أن يتقرب إليه إلا بما يناسبه في هذا المعنى. وهو خيار أموالكم الحلال كما قال تعالى: {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ}

“Makna hadits ini adalah bahwa Allah Ta’ala suci dari segala aib, maka tidaklah diterima dan tidak sepatutnya mendekatkan diri kepadaNya kecuali dengan apa-apa yang sesuai dengan makna ini. Yakni dengan sebaik-baik hartamu  yang halal, sebagaimana firmanNya: “Kamu selamanya belum mencapai kebaikan sampai kamu menginfakan apa-apa yang kamu cintai ..”  (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 8/333, No. 4074. Al Maktabah As Salafiyah)

📌 Keempat. Sikap kita terhadap kemungkaran seharusnya menghilangkannya atau mengubahnya, bukan malah memperkuatnya.

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu,bahwa Nabi ﷺ bersabda:

مَن رَأى مِنكُم مُنكَرَاً فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِقَلبِه وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيمَانِ

Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan hati, dan demikia itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim No. 49)

📌Kelima. Menerima beasiswa dari perusahaan tersebut sama juga kita menjadi duta-duta bagi produk mereka.  Disadari atau tidak, itu sebagai bentuk lain dari promosi dan iklan.

Bagaimana jika tidak tahu? Agak sulit dipercaya jika sampai tidak tahu, sebab biasanya beasiswa diawali oleh pengajuan. Artinya si penerima beasiswa akan mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan, lalu diuji dan seterusnya. Aneh jika dia tidak tahu perusahaan apa yang memberinya beasiswa.

Anggaplah benar-benar tidak tahu …, kesalahan orang tidak tahu memang dimaafkan sebagaimana ayat: Laa tuakhidzna inna siina aw akhtha’naa – jangan hukum kami jika kami lupa dan tidak sengaja membuat kesalahan. Tapi, si penerima jgn diam, hendaknya dia mencari tahu sampai jelas perusahaan yang memberinya beasiswa.

Demikian. Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top