Niscaya Yang di Langit Akan Menyayangimu, Siapa maksudnya?

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Afwan tadz, mau tanya hadits “Sayangilah yang dibumi, niscaya yang dilangit akan menyayangimu”. Yang di langit itu siapa maksudnya? Saya sering baca di internet katanya yg dilangit itu Allah, siapa yang tidak mengartikan seperti itu maka dia sesat. Apa benar begitu?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Hadits yang antum maksud adalah sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

“Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Ar Rahman, berkasih sayanglah kepada siapapun yang ada dibumi, niscaya Yang ada di langit akan mengasihi kalian.”

(HR. At Tirmidzi no. 1924, Hasan Shahih)

Apa maksud “yang di langit” dalam hadits ini? Para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat; ada yang mengatakan itu adalah Allah, ada pula yang mengatakan itu adalah Malaikat. Kedua makna ini disebutkan oleh Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuriy Rahimahullah.

Beliau berkata:

أَيِ اللَّهُ تَعَالَى وَقِيلَ الْمُرَادُ مَنْ سَكَنَ فِيهَا وَهُمُ الْمَلَائِكَةُ فَإِنَّهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ لِلْمُؤْمِنِينَ

Yaitu Allah Ta’ala, dan dikatakan pula maksud “yang bertempat tinggal di langit” mereka adalah para malaikat, mereka memohonkan ampun bagi orang-orang beriman.

(Tuhfah Al Ahwadzi, 6/43)

Pemaparan Syaikh Al Mubarkafuriy ini bagus, tidak menyerang satu sama lainnya.

Jika antum katakan ada pihak yang menyebut “sesat” jika itu diartikan selain Allah, justru Al ‘Allamah As Sindiy Rahimahullah menyatakan yang menyebut itu “Allah” adalah tafsiran yang jauh.

Beliau berkata

سكان السماء من الملائكة الكرام، ورحمتهم بالاستغفار لهم وللدعاء، وتفسيره بالله بعيد

Yaitu yang bertempat tinggal di langit dari kalangan Malaikat yang mulia, yang merahmati mereka dengan memohonkan ampunan dan doa bagi mereka. Tafsir kalimat ini dengan “Allah” adalah tafsiran yang jauh. (Hasyiyah ‘Ala Musnad Ahmad, 4/297)

Imam Al Qurthubi Rahimahullah – seorang ahli tafsir sangat terkenal- berkata tentang ayat “apakah kalian merasa aman dengan yang ada di langit” ?

وقيل: هو إشارة إلى الملائكة. وقيل: إلى جبريل وهو الملك الموكل بالعذاب

Dikatakan bahwa itu isyarat kepada para malaikat. Dikatakan, itu adalah Jibril yang diberikan wewenang untuk menurunkan azab. (Tafsir Al Qurthubi, 18/215)

Demikian, dan masih banyak lagi para imam yang memaknai itu adalah para malaikat, bukan Allah Ta’ala. Insya Allah para imam itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan “sesat”.

Sebagian imam memang memaknai itu adalah Allah Ta’ala, sesuai Zahir Nash secara apa adanya.

Ali bin Al Hasan bin Syaqiq berkata:

قلت لعبد الله بن المبارك : كيف نعرف ربنا ؟
قال : في السماء السابعة على عرشه . وفي لفظ : على السماء السابعة على عرشه ، ولا نقول كما تقول الجهمية إنه ها هنا في الأرض .
فقيل لأحمد بن حنبل ، فقال : هكذا هو عندنا

Aku bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak: “Bagaimana kita mengetahui Rabb kita?”

Beliau menjawab: “Di langit yang tujuh, di atas ArsyNya”. Dalam lafazh lain: “Di atas langit yang ke tujuh di atas ArsyNya, dan kita tidak mengatakan seperti yang dikatakan kaum Jahmiyah bahwa Dia di sini, di Bumi.”

Lalu ditanyakan kepada Ahmad bin Hambal, Beliau menjawab: “Seperti itu juga menurut pendapat kami.” (Selesai)

Imam Adz Dzahabi mengatakan tentang riwayat di atas: “Shahih dari Ibnul Mubarak dan Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhuma”.

(Al ‘Arsy, 2/189)

Saudaraku .. perselisihan ini sangat keras, sdh terjadi sejak masa lalu. Ada yang saling mengkafirkan satu sama lain, dan suasana itu masih terasa saat ini …

Mempelajari Aqidah itu agar kita semakin mengimani dan mencintai Allah Ta’ala dengan benar. Semakin tunduk dan takut kepadaNya, serta mencintai Nabi ﷺ dan risalah yang dibawanya. Ini substansinya.

Kita tidak berharap mempelajari Aqidah itu justru muncul sikap berlebihan terhadap saudara sesama ahlul kiblat; saling serang dan mengkafirkan. Seharusnya perdebatan ini jangan sampai menghilangkan mahabbah (cinta) sesama muslim.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, walau Beliau ikut pendapat bahwa Allah itu di atas langit, Beliau sangat perhatian untuk bersatu dengan pihak yang berseberangan dengannya.

Itu terungkap dalam Majmu’ Al-Fatawa nya:

وَالنَّاسُ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ كَانَ بَيْنَ الْحَنْبَلِيَّةِ وَالْأَشْعَرِيَّةِ وَحْشَةٌ وَمُنَافَرَةٌ. وَأَنَا كُنْت مِنْ أَعْظَمِ النَّاسِ تَأْلِيفًا لِقُلُوبِ الْمُسْلِمِينَ وَطَلَبًا لِاتِّفَاقِ كَلِمَتِهِمْ وَاتِّبَاعًا لِمَا أُمِرْنَا بِهِ مِنْ الِاعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللَّهِ وَأَزَلْت عَامَّةَ مَا كَانَ فِي النُّفُوسِ مِنْ الْوَحْشَةِ وَبَيَّنْت لَهُمْ أَنَّ الْأَشْعَرِيَّ كَانَ مِنْ أَجَلِّ الْمُتَكَلِّمِينَ الْمُنْتَسِبِينَ إلَى الْإِمَامِ أَحْمَدَ رَحِمَهُ اللَّهُ وَنَحْوِهِ الْمُنْتَصِرِينَ لِطَرِيقِهِ كَمَا يَذْكُرُ الْأَشْعَرِيُّ ذَلِكَ فِي كُتُبِهِ

“Orang-orang tahu bahwa terjadi pertikaian sengit antara Hambaliyyah dan Asy’ariyah, dan saya adalah salah satu yg sangat berperan menyatukan hati kaum muslimin dan menuntut kesamaan kalimat mereka serta mematuhi perintah Allah untuk berpegang pada tali agama-Nya. Saya juga menghilangkan kebencian yg ada dalam jiwa dan saya terangkan kepada mereka bahwa Asy’ariyyah itu termasuk ahli kalam yg paling dekat penisbatannya kepada Imam Ahmad dan semisalnya serta sangat membela metode beliau sebagaimana yg diakui oleh Al-Asy’ariy sendiri dalam buku-bukunya.”

(Majmu’ Al Fatawa, 3/227)

Inilah akhlak, inilah ilmu. Keduanya mesti saling menghiasi, bukan berjauhan.

Semoga Allah satukan hati-hati kaum muslimin .. aamiin.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷 💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top