Kriteria Bid’ah

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum.. afwan mau tanya ustadz.. tentang kaedah bid’ah… (+62 831-4008-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

📌 Secara bahasa (lughatan/Etimologis) bid’ah adalah Ma uhditsa ‘ala ghairi mitsal as sabiq (Sesuatu yang diciptakan tanpa adanya contoh yang mendahuluinya). (Al Munjid fil Lughah wal A’lam, Hal. 29. Al Maktabah Asy Syarqiyah)

Tertulis dalam Lisanul ‘Arab:

وفلان بِدْعٍ في هذا الأَمر أَي أَوّل لم يَسْبِقْه أَحد

“Fulan melakukan bid’ah dalam urusan ini artinya orang pertama yang mengerjakan yang belum ada seorang pun mendahuluinya.” (Syaikh Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, 8/6. Dar Shadir)

📌 Secara istilah syariat (terminologis) bid’ah adalah:

الحَدَثُ في الدين بعدَ الإِكْمَالِ، أو ما اسْتُحْدِثَ بعد النبيِّ، صلى الله عليه وسلم، من الأَهْواءِ والأَعْمالِ

“Hal yang baru dalam agama setelah kesempurnaannya, atau apa-apa yang baru diada-adakan setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang berasal dari hawa nafsu dan perbuatan.” (Syaikh Fairuzabadi, Al Qamus Al Muhith, 2/252. Mawqi’ Al Warraq)

📚 Jadi, bid’ah menurut syariat adalah ajaran dan amalan baru dalam peribadatan yang tidak ada contohnya pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan bertentangan dasar-dasar agama baik Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Inilah bid’ah sesat yang dimaksud oleh hadits nabi: Kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat). Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يَعْبُدَ اللَّهَ إلَّا بِمَا شَرَعَهُ رَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وَاجِبٍ وَمُسْتَحَبٍّ لَا يَعْبُدُهُ بِالْأُمُورِ الْمُبْتَدَعَةِ

“Maka, tidak boleh bagi seorang pun menyembah Allah kecuali dengan apa-apa yang telah disyariatkan oleh RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik berupa kewajiban atau sunah, serta tidak menyembahNya dengan perkara-perkara yang baru (Al Umur Al Mubtadi’ah) .” (Majmu’ Fatawa, 1/12. Mawqi’ Al Islam)

Kapankah Perbuatan Disebut bid’ah?

Tidak dibenarkan memvonis bid’ah dan sesat terhadap sebuah pemahaman atau perbuatan, tanpa pertimbangan yang matang. Maka, penting kiranya diketahui kapankah sebuah perbuatan layak disebut bid’ah. Yaitu:

1. Amalan tersebut tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat Radhiallahu ‘Anhum.

2. Amalan tersebut tidak memiliki dasar dalam Al Quran, As Sunnah, dan ijma’, baik secara rinci (tafshili) atau global (ijmali), baik dalam bentuk perintah, contoh, dan taqrir.

3. Amalan tersebut telah diyakini oleh pelakunya sebagai bagian dari ajaran agama yang mesti dijalankan.

Jika semua keadaan ini telah terpenuhi oleh sebuah amalan, maka tidak syak lagi bahwa amalan itu adalah bid’ah yang terlarang.

Tetapi, para ulama berbeda pendapat atau berbeda sikap tentang amalan yang tidak ada pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, namun secara global amalan tersebut ada dalam Al Quran baik tersurat atau tersirat, atau As Sunnah. Apakah hal itu sudah masuk bid’ah?

Contohnya adalah membaca Shadaqallahul ‘Azhim setelah membaca Al Quran. Bacaan Shadaqallahul ‘Azhim setelah tilawah memang tidak pernah ada pada masa Rasulullah ﷺ, dan tidak pula masa para sahabat. Tetapi, para ulama yang membolehkannya berdalil dari beberapa ayat, yakni Ali Imran (3): 95, dan Al Ahzab (33): 22). Seperti Imam Hasan Al Bashri, Imam Hakim, Imam At Tirmidzi, Imam An Nawawi, para ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah umumnya.

Sementara, sebagian ulama Hambaliyah ada yang membid’ahkannya.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Makan Cacing, Bolehkah?

▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Mohon penjelasannya Ustadz, memakan cacing dalam kondisi bagaimana kita diperbolehkan?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Memakan cacing, jumhur ulama melarang. Seperti Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hambaliyah.

Sesuai ayat:

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka.

(QS. Al-A’raf: 157)

Cacing, terlepas di dalamnya mengandung protein, adalah bertentangan tabiat jiwa manusia. Umumnya manusia jijik melihatnya. Oleh karena itu dia masuk Al Khabaaits – yg buruk, shgga terlarang untuk dimakan.

Sedangkan Imam Malik Rahimahullah, tidak mengharamkan karena tidak ada ayat dan hadits yang lugas mengharamkannya. Sedangkan jijik itu sifatnya relatif.

Lalu, bagaimana ketika cacing itu sedikit dan tercampur dengan makanan lain yg halal? Sebagian ulama ada yang membolehkan dan itu dimaafkan.

Syaikh Shalih Al Fauzan ditanya:

الدود الذي يكون داخل التمر هل يجوز أكله ويكون له حكم التمر ؟

Apakah boleh makan cacing yang ada di dalam kurma, apakah dia menjadi hukumnya seperti makan kurma?

Beliau menjawab:

يعفى عنه , يعفى عنه , لأنه تابع للتمر فيعفى عنه . نعم

Itu dimaafkan, dimaafkan, karena cacing mengikuti kurma. Maka itu dimaafkan. Ya. (Selesai)

Ada pun jika cacing untuk obat, dan wujudnya sdh tidak lagi berbentuk cacing .. seperti dalam obat penurun panas ver**t, atau penyegar cap kaki **, maka jika memang tidak ada pilihan lain, silahkan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Bacaan Tasyahud Awal, Apakah Sampai Shalawat atau Hanya sampai Syahadat?

▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Afwan ustdaz ana mau tanya apakah sama bacaan saat tasyahud awal dengan tasyahud akhir
Syukron (+62 822-6038-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Bacaan dalam tasyahud awal, ada dua pendapat para ulama.

Pertama. Menurut sebagian ulama tidak berhenti hanya sampai syahadat tapi juga sampai membaca shalawat..

Inilah pendapat Imam Asy Syafi’iy, bahkan menurut Imam Asy Syafi’iy wajib sujud sahwi bagi yang hanya sampai membaca syahadat saja.

Tertulis dalam Al Umm-nya Imam Asy Syafi’iy:

والتشهد والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم في التشهد الأول في كل صلاة غير الصبح تشهدان : تشهد أول وتشهد آخر ، إن ترك التشهد الأول والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم في التشهد الأول ساهيا لا إعادة عليه ، وعليه سجدتا السهو لتركه

Membaca syahadat dan shalawat kepada Nabi ﷺ di dalam tasyahud awal di tiap shalat kecuali shalat subuh. Tasyahud ada dua yaitu tasyahud awal dan tasyahud akhir. Jika meninggalkan bacaan shalawat pada tasyahud awal karena lupa maka tidak wajib mengulang shalat tapi wajib baginya sujud SAHWI dua kali karena meninggalkannya. (Al Umm, 1/228)

Beberapa ulama juga mengatakan disyariatkan bershalawat, seperti Imam Ibnu Hazm. (Al Muhalla, 2/302)

Juga pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baaz. ( Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz, 11/201) dan Syaikh Al Albani. ( Shifat Shalat Nabi ﷺ, Hal. Hal. 145)

Kedua. Bacaan pada tasyahud awal cukup pada bacaan dua kalimat syahadat saja. Ini pendapat MAYORITAS ulama.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

يرى جمهور الفقهاء أنّ المصلّي لا يزيد على التّشهّد في القعدة الأولى بالصّلاة على النّبيّ صلى الله عليه وسلم وبهذا قال النّخعيّ والثّوريّ وإسحاق

Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang yang shalat tidaklah pada duduk tasyahud awalnya menambahkan bacaan shalawat kepada Nabi ﷺ, dengan inilah An Nakha’iy, Ats Tsauriy, dan Ishaq berpendapat. ( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 12/39)

Ini juga dianut oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah, kata beliau:

لا يستحب أن تصلي على النبي صلى الله عليه وسلم في التشهد الأول ، وهذا ظاهر السنة ، لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يعلِّم ابن مسعود وابن عباس إلا هذا التشهد فقط ، وقال ابن مسعود : ( كنا نقول قبل أن يفرض علينا التشهد ) وذكر التشهد الأول فقط ، ولم يذكر الصلاة على النبي صلى الله عليه; وسلم في التشهد الأول ، فلو كان سنة لكان الرسول عليه الصلاة والسلام يعلمهم إياه في التشهد

Tidak disunahkan bershalawat kepada Nabi ﷺ di tasyahud awal, inilah yang benar dalam Sunnah, sebab Nabi ﷺ tidak pernah mengajarkan Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas kecuali bacaan tasyahud yang seperti ini saja.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Dulu, sebelum diwajibkan tasyahud kepada kami, kami membaca ..”, lalu dia membaca bacaan tasyahud awal saja, tanpa menyebutkan adanya shalawat. Seandainya itu Sunnah, niscaya Nabi ﷺ mengajarkan shalawat tersebut kepada mereka. (Syarhul Mumti’, 3/225)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Menyusui Anak Melebihi Masa Susuan Dua Tahun, Bolehkah?

▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz. Terkait menyusui dalam Alquran disebutkan, masa menyusui dalam ajaran Islam adalah dua tahun. Firman Allah SWT, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan,” (QS al-Baqarah [2]: 233). Bagaimana jika masih tetap menyusui dan usia anak sudah lewat 2 tahun? (+62 811-1344-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Idealnya masa susuan bagi bayi adalah dua tahun. Hal ini sudah diketahui ber sama.

Tapi, Tidak apa-apa menyusui anak melewati masa susuan dua tahun. Apalagi jika anak tsb memang membutuhkannya, dan tidak berbahaya bagi orangtuanya dan mereka ridha.

Imam Al Qurthubi Rahimahullah mengatakan:

والزيادة على الحولين أو النقصان إنما يكون عند عدم الإضرار بالمولود وعند رضا الوالدين

Tambahan atas dua tahun atau pengurangannya, itu hanyalah boleh terjadi saat tidak memunculkan bahaya bagi si bayi dan kedua orangtuanya memang ridha.

(Tafsir Al Qurthubi, 3/162)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

واستمرار الرضاع بعد السنتين لا حرج فيه ، لا سيما إذا كان ذلك لمصلحة الطفل

Melanjutkan penyusunan setelah dua tahun tidak apa-apa, apalagi jika hal itu memiliki maslahat bagi si anak.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 130155)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top