Ambil yang Baik dan Buang yang Buruk

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikumu ust ,apa pendapat ust ,jika ada dalam majelis ilmu, kata kata”Ambil baiknya ,buang buruk nya”.
Afwan (+62 853-9146-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Kalimat itu benar. Sebagian kalangan ada nyinyir terhadap ucapan “ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk”, dan menyebutnya kaidah maling sendal di masjid. Ini gagal paham terhadap kehidupan dan fakta ilmiah para salaf.

Bagi yang dekat dgn kitab -kitab para ulama, kita akan dapati sebagian ulama Ahlus Sunnah mengambil yg bermanfaat dari Al Kasysyaf-nya Az Zamakhsariy, seorang ahli tafsir Mu’tazilah, tapi yang buruk darinya tidaklah mereka ambil.

Para ulama salaf, mengambil fiqih dari Imam Hasan bin Shalih bin Hay, tapi mereka tidak ambil haditsnya, seperti sikap Imam Sufyan Ats Tsauriy kepadanya.

Begitu pula, sikap para ulama terhadap Ihya ‘Ulumuddin-nya Imam Al Ghazaliy, .. Imam Ibnu Taimiyah berkata:

وَالْإِحْيَاءُ فِيهِ فَوَائِدُ كَثِيرَةٌ ، لَكِنَّ فِيهِ مَوَادَّ مَذْمُومَةً ، فَإِنَّ فِيهِ مَوَادَّ فَاسِدَةً مِنْ كَلَامِ الْفَلَاسِفَةِ تَتَعَلَّقُ بِالتَّوْحِيدِ وَالنُّبُوَّةِ وَالْمَعَادِ

“Kitab Al Ihya, di dalamnya terdapat banyak faedah (manfaat), tetapi di dalamnya juga terdapat materi-materi yang tercela, materi merusak yang berasal dari ucapan filsuf yang terkait masalah tauhid, kenabian, dan akhirat.” (Imam Ibnu Tamiyah, Al Fatawa Al Kubra, 5/86)

Justru kebiasaan Ahli Bid’ah adalah mereka hanya mau mengambil yang sejalan dengan dirinya saja, hanya yang sekelompok dengan dirinya saja, sementara Ahlus Sunnah akan mengambil yang bermanfaat dari yang sejalan dan tidak sejalan dengannya.

Imam Waki’ Ibnu Jarrah Rahimahullah berkata:

إن أهل العلم يكتبون ما لهم وما عليهم وأهل الأهواء لا يكتبون إلا ما لهم

“Sesungguhnya para ulama mengambil ilmu dari orang-orang yang sejalan dengan mereka dan juga dari yang tidak sejalan dengan mereka. Adapun para pengekor hawa nafsu (ahlul bid’ah), mereka tidak akan menulis ilmu kecuali dari yang sejalan saja dengan mereka.”

(Ahadits fi Dzammi ‘Ilmi Al Kalam, 2/188)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻🌿🌸🍃🍄🌷 💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Mau Pahala Mengalir Terus Walau Kita Sudah Wafat?

💥💦💥💦💥💦💥

ِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim No. 3084)

Dalam hadits ini ada tiga sebab yang membuat seorang muslim yang sudah wafat masih mendapatkan manfaat kebaikan ..

📌 Sedekah Jariyah
📌 Ilmu yang bermanfaat
📌 Anak shalih yang mendoakannya

Nah …, apakah ini saja? Ternyata tidak, mari kita lihat riwayat lain:

ُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kebaikan yang akan mengiringi seorang mukmin setelah ia meninggal adalah:

Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan dan Al Qur`an yang ia wariskan, atau masjid yang ia bangun, atau rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, atau sungai yang ia alirkan (untuk orang lain), atau sedekah yang ia keluarkan dari harta miliknya dimasa sehat dan masa hidupnya, semuanya akan mengiringinya setelah meninggal.” (HR. Ibnu Majah No. 238, hasan)

Menurut hadits ini ada beberapa sebab yang membuat pahala kebaikan bagi kita tidak pernah henti, walau kita sudah mati (sebagian ada yang sudah disebut dalam hadits di atas) yaitu:

📌 Ilmu bermanfaat yang kita ajarkan
📌 Anak shalih yang kita tinggalkan
📌 Al Quran yang kita wariskan
📌 Rumah yang kita bangun untuk Ibnu Sabil
📌 Sungai yang ia alirkan sehingga banyak manusia memperoleh manfaatnya
📌 Sedekah yang dia keluarkan dari hartanya semasa hidup

Ternyata ada juga selain ini, yang masih bermanfaat bagi muslim yang sudah wafat, yaitu HAJI dan UMRAH.

Dari Abu Razin Al ‘Uqailiy, dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bertanya:

يا رسول الله إن أبي شيخ كبير لا يستطيع الحج و لا العمرة و لا الظعن : قال ( حج عن أبيك واعتمر )

Wahai Rasulullah, ayahku sudah sangat tua, tidak mampu haji, umrah, dan perjalanan. Beliau bersabda: “Haji dan umrahlah untuk.”

(HR. Ibnu Majah No. 2906, At Tirmidzi No. 930, An Nasa’i No. 2637, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 8895, dll. Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih. Dishahihkan pula oleh Imam Al Hakim, dalam Al Mustadrak, 1/481, dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi. Dishahihkan pula oleh Syaikh Al Albani, Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dll)

Namun pembolehannya ini terikat syarat, yaitu:

1⃣ Yang dibadalkan memang sudah wafat, atau fisik tidak memungkinkan, bukan karena menghindari antrean haji.

2⃣ Yang membadalkan sudah haji atau umrah juga, inilah pendapat mayoritas ulama.

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

شرط الحج عن الغير يشترط فيمن يحج عن غيره، أن يكون قد سبق له الحج عن نفسه

“Disyaratkan bagi orang yang menghajikan orang lain, bahwa dia harus sudah haji untuk dirinya dulu.” (Ibid, 1/638)

Hal ini berdasarkan pada hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَن نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaika dari Syubrumah.” Rasulullah bertanya: :”Siapa Syubrumah?” laki-laki itu menjawab: “Dia adalah saudara bagiku, atau teman dekat saya.” Nabi bersabda: “Engkau sudah berhaji?” Laki-laki itu menjawab: “Belum.” Nabi bersabda: “Berhajilah untuk dirimu dahulu kemudian berhajilah untuk Syubrumah.”

(HR. Abu Daud No. 1813, Imam Al Baihaqi mengatakan: isnadnya shahih. Lihat Al Muharar fil Hadits, No. 665)

Hadits ini menjadi pegangan mayoritas ulama, bahwa orang yang ingin mewakilkan haji orang lain, di harus sudah berhaji untuk dirinya dahulu.

Bukan hanya itu tetapi juga nadzar dan waqaf yang pernah dia lakukan maka ahli warisnya wajib menjalankannya dan itu bermanfaat baginya.

Ada pun membaca Al Quran dan Qurban untuk orang sudah wafat, maka itu khilafiyah mu’tabar para ulama Ahlus Sunnah sejak lama.

Wallahu A’lam. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🍃🌸🌻🌴🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Mengeluhlah, Tapi Kepada Siapa?

💦💥💦💥💦💥

Mengeluh. Siapakah yang belum pernah mengeluh dan mengaduh? Mengeluhlah …, sebab para nabi juba pernah mengeluh, demikian juga para shalihin …

Mengeluh tidak salah, itu manusiawi. Sebab Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan sifat berkeluh kesah.
Tapi, mengeluh bisa saja menjadi masalah ketika salah memilih mimbar keluhan.

Mengeluh di status FB, WA, dan tweet …, ternyata lebih asyik dan lebih disukai banyak manusia. Apalagi jika mendapatkan banyak respon dan like. Padahal masalah tidak juga hilang. Sebab mereka mengeluh kepada manusia yang juga banyak keluhan ..

Mimbar keluhan sudah ada … dan yang menghilangkan keluhan sudah ada .. tapi banyak orang lupa ..

Adukan keluhan kita kepada Allah Ta’ala, itu yg utama dan pertama … dalam shalat dan munajat .. lalu pasrahkan kepadaNya ..

Betapa banyak hati yang sakit, pikiran yang berat, jiwa yang guncang, menjadi kembali sehat, ringan, dan tegak .. setelah dikeluhkan dalam mimbar yang benar …

Allah Ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”. (QS. Yusuf: 86)

Syaikh Saqiq Al Balkhi Rahimahullah berkata:

من شكا مصيبة إلى غير الله لم يجد حلاوة الطاعة

“Siapa yang mengeluhkan musibahnya kepada selain Allah, maka dia tidak akan merasakan manisnya ketaatan” (Hikam wa Aqwaal As Salaf)

Wallahu A’lam wa Ilaihil Musytaka ..

🌻🌴🍃🌾🌸🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Pilar-Pilar Kekafiran

💥💦💥💦💥💦

Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah:

أركان الكفر أربعة الكبر والحسد والغضب والشهوة فالكبر يمنعه
الانقياد والحسد يمنعه قبول النصيحة وبذلها والغضب يمنعه العدل والشهوة تمنعه التفرغ للعبادة فإذا انهدم ركن الكبر سهل عليه الانقياد وإذا انهدم ركن الحسد سهل عليه قبول النصح وبذله وإذا انهدم ركن الغضب سهل عليه العدل والتواضع وإذا انهدم ركن الشهوة سهل عليه الصبر والعفاف والعبادة

Pilar-Pikar kekafiran ada empat macam:

📌 Kesombongan
📌 Dengki
📌 Amarah
📌 Syahwat

✖ Kesombongan mencegah seseorang untuk tunduk,
✖ Dengki mencegah seseorang untuk menerima nasihat dan merendahkannya,
✖ Amarah mencegah seseorang untuk berbuat adil,
✖ Syahwat mencegah seseorang untuk konsentrasi beribadah

Jika pilar kesombongan runtuh maka mudah baginya untuk tunduk …

Jika pilar kedengkian runtuh maka mudah baginya untuk menerima nasihat …

Jika pilar amarah runtuh maka mudah baginya untuk adil dan rendah hati ..

Jika pilar syahwat runtuh maka mudah baginya untuk bersabar, menjaga kehormatan, dan beribadah

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

📚 Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Al Fawaid, Hal. 141. Cet. 2, 1973M-1393H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top