Ulama Berpolitik, Why Not?

▪▫▫▫▫▫▫▫▫▪

📌 Politik itu kotor, .. oh ya? Imam Ibnu ‘Aqil mengatakan: “Politik adalah segala tindakan yang membuat manusia semakin dekat dengan kebaikan dan semakin jauh dari kerusakan.” (I’lamul Muwaqi’in, 2/26)

📌 Politik itu sadis, .. masa sih? Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Sesungguhnya kami menamakan POLITIK, karena mengikuti istilah mereka, padahal itu adalah keadilan Allah dan RasulNya.” (Ibid)

📌 Jadi, yang bilang politik itu kotor dan kejam, karena mereka melihat fenomena perilaku penjahat-penjahat politik .. yang lebih pas disebut sebagai penumpang gelap di gerbong politik.

📌 Mereka tidak melihat pada bagaimana para ulama membimbing umat dalam teori politik Islam

📌 Maka, mengatakan “ulama jangan berpolitik” merupakan racun berbalut gula ..

📌 Gula, karena nampaknya begitu manis dan bijak, mensucikan agama ..

📌 Racun karena sesungguhnya itu adalah gagasan sekulerisme, yang menjauhkan agama dari kehidupan manusia ..

📌 Ide ini memberikan apresiasi besar kepada para ulama yang hanya di pondok pesantren kajian-kajian, masjid-masjid, .. tapi ulama yang membicarakan ekonomi syariah, politik, negara, kepemimpinan, kekuasaan, adalah musuh bagi mereka.

📌 Maunya mereka ulama itu cukup membicarakan hati dan ruhani, .. dan sekarung khilafiyah fiqih, sebab kesibukan ulama di situ membuat kezaliman penguasa tidak tersentuh ..

📌 So, Biarlah ulama kami berpolitik sebagaimana Khulafaur Rasyidin; ulama dan umara sekaligus

📌 Sebagaimana Umar bin Abdil Aziz, ulama, umara, mujaddid, dan juga mujtahid ..

📌 Jgn pisahkan ulama kami dari kehidupan berbangsa dan bernegara kami ..

Wallahu yahdina ilaa sawaa’is sabiil

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Ucapan “Sembah Sujud Kepada Ayah dan Ibu”, Apakah merusak aqidah?

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum
Semoga allah merahmati kita semua.
Sering beredar di daerah2 terutama daerah sy
Seperti,”sembah sujud untuk si ibu dan bapak,sembah sujud dari pengantin untuk orang tua dan lainnya”
Apakah bahasa tersebut diperbolehkan atau mengandung mudarat yg besar? (+62 822-8352-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Secara zahir (tekstual) itu adalah syirik lafzhiyah, syirik dalam pengucapan.

Namun, pada pemakaiannya … tradisi yg terjadi tidaklah memaksudkan itu sebagai sujud, tapi penghormatan saja tanpa aktivitas sujud itu sendiri.

Hal ini sama dengan perintah Allah Ta’ala kepada Malaikat dan Iblis: Usjuduu liaadama fasajaduu illaa ibliis – Sujudlah kalian kepada Adam, lalu mereka pun sujud kecuali Iblis ..

Jika ayat ini dipahami secara harfiyah, tentu akan ada yang menuduh Allah Ta’ala membolehkan menyembah kepada manusia. Padahal tidak demikian.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang makna sujud dalam ayat ini: at tawaadhu’ wal khudhuu’ – rendah hati dan tunduk. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/54)

Maka, kalimat “sembah sujud kepada ibu dan bapak” dari seorang anak, selama tidak diwujudkan dengan benar-benar ruku’ dan sujud, mesti dipahami sebagai penghormatan sebagaimana umumnya yang dipahami masyarakat. Mereka tidak memaksudkannya sebagai menyembah.

Sesuai kaidah fiqih:

الامور بمقاصدها

Menilai perkara tergantung maksud-maksudnya

Namun, demikian jika seandainya diganti dengan kalimat yang lebih aman tentu lebih utama. Seperti “Hormat dan cinta kami kepada ibu dan bapak”, agar terhindar dari kontroversi.

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Daging Qurban dan Aqiqah yang Dibagikan Harus Matang atau Mentah?

▪▫▪▫▪▫▪▫

(Salah satu pertanyaan yang sering masuk selama dua pekan ini)

Membagikan hewan qurban dalam keadaan masak (siap saji) atau mentah, tidak masalah. Tidak ada ketentuan khusus tentang itu.

Dalam Al Lajnah Ad Daimah :

والأمر في توزيعها مطبوخة أو غير مطبوخة واسع، وإنما المشروع فيها أن يأكل منها، ويهدي، ويتصدق

Perintah dalam penyalurannya baik dalam keadaan sudah matang atau mentah adalah perkara yang lapang, sebab yang disyariatkan adalah makan darinya, menghadiahkan, dan menyedekahkan. (Selesai)

Tidak ada ketentuan khusus pula tentang aqiqah. Lapang aja, mentah dan matang boleh.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin mengatakan:

ولا حرج أن يطبخها ويوزع هذا المطبوخ ، أو يوزعها وهي نية ، والأمر في هذا واسع “

Tidak apa-apa jika dia membagikan aqiqah yg sudah matang atau membagikan masih mentah, masalah ini lapang saja.

(Syarhul Mumti’, 25/206)

Imam Ahmad ditanya tentang aqiqah yang sudah dimasak dengan air putih, dia menjawab: “Hal itu disukai (mustahab).” Jika dicampur dengan yang lain, dia menjawab: “Tidak apa-apa.”

Kondisi ini lebih memudahkan bagi orang faqir miskin dan tetangga, dan merupakan bentuk lebih mensyukuri nikmat, dan bertambahnya kebaikan. (Imam Ibnul Qayyim, Tuhfatul Maudud, Hal. 53)

Jadi, pilih saja yang paling ringan bagi panitia qurban atau keluarga yang aqiqah. Sebab, jika Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dihadapkan dua pilihan maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam akan pilih yg paling ringan selama tidak berdosa. Saat ini aqiqah relatif mudah, sebab sudah jasa penyedia hewan aqiqah sudah dgn jasa memasaknya dengan beragam menu.

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Membaca Al Qur’an Tanpa Menutup Aurat

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz . Bagaimana hukumnya murojaah tanpa memakai jilbab.. misalnya kita lgi sntai2 atau lagi memasak. Lalu ingin muroja’ah, namun dlm keadaan tdk menutup aurat. Sama halnya sprti anak kecil murojaah smbil bermain (+62 822-8814-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Membaca Al Qur’an, boleh saja walau dalam keadaan tidak memakai hijab, .. sebab itu bukan syarat saat membaca Al Qur’an. Hanya saja memang itu kesopanan yang seharusnya kita lakukan terhadap Al Qur’an.

Dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah dikatakan:

فإنه يجوز للمرأة أن تقرأ القرآن من غير أن تضع حجاباً على رأسها. إذ لم يرد في الكتاب والسنة ما يأمرها بتغطية رأسها عند تلاوة القرآن، ولو غطته من باب كمال الأدب مع كتاب الله فيرجى لها إن شاء الله أن تثاب على ذلك

Sesungguhnya, boleh saja bagi wanita membaca Al Qur’an dalam keadaan tidak memakai hijab di kepalanya. Karena, tidak ada dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang memerintahkan demikian saat hendak membaca Al Qur’an.

Namun, memakai hijab di kepala merupakan adab seseorang bersama Al Qur’an, yang darinya dia bisa mendapatkan pahala, Insya Allah.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 2379)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top