Tergelincir Lisan Seorang Guru

▫▪▫▪▫▪▫▪

Dalam memberikan kuliah yang sifatnya lisan .. dibutuhkan berfikir cepat, waktu pertimbangan biasanya tidak cukup untuk mengeluarkan kata-kata terstruktur ..

Zallatul Lisan, lisan yang tergelincir, keceplosan .. sgt mungkin terjadi dan dialami oleh siapa pun. Selama kesalahannya bukan dalam masalah-masalah pokok dan aqidah, hanya kesalahan pilihan kata yg berlebihan, tentu disikapi proporsional.

Salah tetap salah, koreksi bagian yg salah saja. Tidak usah berlebihan sampai membunuh karakternya.

Imam Ibnu Hibban, pernah dituduh ZINDIQ, karena dia mengucapkan bahwa kenabian itu adalah ilmu dan amal.

Artinya, kenabian itu seolah bukan dari Allah Ta’ala, tapi manusianya sendiri. Tentunya ini ucapan menyesatkan kaum filsuf.

Tapi Imam Adz Dzahabi Rahimahullah mengatakan: “Ibnu Hibban adalah ulama besar, tapi tidak dikatakan bahwa dia tidak berbuat salah. Apa yg dikatakannya bisa dikatakan oleh seorang muslim atau filsuf yang zindiq. Namun seorang muslim tidak pantas mengatakannya. Tapi, jika terlanjur mengatakannya maka dia dimaafkan …”

(Lengkapnya lihat Siyar A’lamin Nubala, 16/92-104)

Bagi Imam Adz Dzahabi, sebenarnya Imam Ibnu Hibban tidak bermaksud kenabian itu terbatas ilmu dan amal saja, melainkan ilmu dan amal itulah yg paling menonjol dalam kenabian. Ada kenabian merupakan hasil dari ilmu dan amal, sebagaimana filsuf, maka itu kekafiran. Tapi, bukan maksud Imam Ibnu Hibban. Demikian berbaik sangkanya Imam Adz Dzahabi.

Dalam kitab yg sama, Imam Adz Dzahabi menceritakan Imam Yahya bin Ma’in memuji kecantikan seorang budak wanita, “Semoga Allah memberikan kesalamatan kepadanya”. Sehingga murid-muridnya terkaget-kaget, justru Imam Ibnu Ma’in mempertegas apa yg dikatakannya “Ya, semoga Allah memberikan keselamatan kepadanya dan siapa pun yg cantik.”

Lalu Imam Adz Dzahabi mengomentarinya bahwa ini merupakan gurauan semata dari Imam Yahya bin Ma’in.

Ikhwah Fillah .. begitulah para ulama memberikan husnuzhzhan kepada orang yang dikenal baik dan berperan dalam Islam.

Imam Abu Qilabah Rahimahullah berkata:

إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له عذرا فإن لم تجد له عذرا فقل لعل له عذرا لا أعلمه

“Apabila sampai kepadamu berita tentang saudaramu tentang perkara yang engkau membencinya, maka carikanlah ‘udzur (alasan) untuknya. Jika engkau tidak mendapatkan ‘udzur untuknya maka katakanlah, “Mungkin ada ‘udzur baginya yang tidak aku ketahui.”

(Imam Ibnu Hibban, Raudhatul ‘Uqalaa wa Nuzhatul Fudhala, Hal. 184. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut. 1977M-1397H)

Imam Al ‘Aini menyebutkan:

و قيل إِحْسَان الظَّن بِاللَّه عز وَجل وبالمسلمين وَاجِب

Berbaik sangka kepada Allah dan kaum muslimin adalah wajib. (‘Umdatul Qaari, 20/133)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Mendoakan Seseorang Dengan Menyebut Namanya

▫▪▪▪▪▪▪▪▫

📨 PERTANYAAN:

Muhammad Khoir Btr:
Ustadz, adakah contoh atau riwayat yg menjadi dalil bolehnya menyebut nama yg kita kagumi dalam doa ? Knp para asatidz kita membolehkan ?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim …

Jika menyebut nama seseorang di LUAR shalat, sepakat semua ulama kebolehannya.

Imam Abul ‘Ala Al Mubarkafuriy menceritakan dalam Tuhfah Al Ahwadzi, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa setelah shalat zhuhur secara khusus untuk para sahabatnya yang sedang ditawan musuhnya.

Imam Ahmad bin Hambal senantiasa mendoakan kebaikan kepada gurunya, Imam Asy Syafi’iy, secara khusus selama 30 tahun lamanya. Imam Hasan Al Bashri mendoakan sscara khusus kebinasaan untuk penguasa zalim di Baghdad, Al Hajaj bin Yusuf Ats Tsaqafi.

Ada pun Jika dalam shalat, maka para ulama berbeda pendapat.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

وَهَلْ يَجُوزُ أَنْ يَدْعُوَ لَإِنْسَانٍ بِعَيْنِهِفِي صَلَاتِهِ؟ عَلَى رِوَايَتَيْنِ: إحْدَاهُمَا يَجُوزُ. قَالَ الْمَيْمُونِيُّ: سَمِعْت أَبَا عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ لِابْنِ الشَّافِعِيِّ: أَنَا أَدْعُو لِقَوْمٍ مُنْذُ سِنِينَ فِي صَلَاتِي؛ أَبُوك أَحَدُهُمْ. وَقَدْ رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَلِيٍّ، وَأَبِي الدَّرْدَاءِ، وَاخْتَارَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ «؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -فِي قُنُوتِهِ: اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ» . وَلِأَنَّهُ دُعَاءٌ لِبَعْضِ الْمُؤْمِنِينَ. فَأَشْبَهَ مَا لَوْ قَالَ: ” رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ “. وَالْأُخْرَى لَا يَجُوزُ
وَكَرِهَهُ عَطَاءٌ وَالنَّخَعِيُّ؛ لِشَبَهِهِ بِكَلَامِ الْآدَمِيِّينَ، وَلِأَنَّهُ دُعَاءٌ لِمُعَيَّنٍ، فَلَمْ يَجُزْ، كَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ، وَقَدْ دَلَّ عَلَى الْمَنْعِ مِنْ تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ حَدِيثُ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ

“Apakah boleh mendoakan seseorang secara spesifik di dalam shalat?”

Ada dua riwayat: Pertama. BOLEH. Al Maimuniy berkata: Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hambal) berkata kepada anaknya Imam Asy Syafi’iy: “Aku mendoakan segolongan manusia selama bertahun-tahun dalam shalatku, ayahmu salah satunya.”

Hal seperti ini juga diriwayatkan dari Ali, Abu Darda, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, berdasarkan doa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam qunutnya: Ya Allah, selamatkan Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Salamah bin Hisyam, dan orang-orang lemah dr kaum mu’minin. Ini adalah doa sesama orang beriman.

Ini mirip dgn doa: Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orangtuaku.

Kedua. TIDAK BOLEH. Hal ini makruh menuruy ‘Atha dan An Nakha’iy, ini mirip dengan ucapan manusia (yg masuk ke dalam shalat), sebab hal itu doa yang spesifik dan itu tidak boleh. Sama dengan tidak bolehnya menjawab orang bersin dalam shalat. Terdapat dalil yang menunjukkan larangan menjawab bersin saat shalat dari Muawiyah bin Hakam As Sulamiy

(Al Mughniy, 1/394)

Semantara golongan Malikiyah juga mengatkan BOLEH, dan itu tidak membatalkan shalat.

Imam Khalil bin Ishaq Al Malikiy berkata:

وَلَوْ قَالَ: يَا فُلَانُ فَعَلَ اللَّهُ بِك كذا لم تبطل

Seandainya dia berdoa: “Wahai Fulan! Allah telah berbuat begini denganmu”, tidaklah membatalkan shalat.

(Mukhtashar Khalil, 1/33)

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Sudah Pikun, Bagaimana Shalatnya?

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Bagaimana hukum sholat orang tua lansia 84 tahun yang sudah lupa waktu sholat dan bacaan sholat. Sekarang dalam keadaan sakit dan kemarin sempat masuk rumah sakit. Bagaimana kami sebagai putra-putrinya? Apakah sholatnya kami gantikan atau bagaimana? (‪+62 817-9320-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash shalatu wa salamu ‘ala rasulillah wa ba’d:

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ : عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena diangkat dari 3 gol:

1. Org tidur sampai dia bangun
2. Anak kecil sampai dia mimpi basah (baligh)
3. Orang gila sampai dia berakal.

(HR. Abu Daud no. 4403 At Tirmidzi no. 1423. Shahih)

Semua gol dalam hadits ini punya kesamaan yaitu sama-sama tidak berfungsinya akal. Maka, orang pikun juga mengalaminya, sehingga pikun yg dominan dalam kehidupan seseorang membuatnya terangkat kewajiban baginya, alias ketentuan syariat tidak dibebankan kepadanya.

Bahkan bisa jadi pikun ini lebih berat, sebab: anak-anak akan dewasa, org tidur akan bangun, orang gila bisa disembuhkan. Berbeda dgn orang pikun yang biasanya dialami sampai wafat.

Oleh karena itu Imam As Subki mengatakan -seperti yg dikutip Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim:

وَالْمُرَادُ بِهِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ الَّذِي زَالَ عَقْلُهُ مِنْ كِبَرٍ فَإِنَّ الشَّيْخَ الْكَبِيرَ قَدْ يَعْرِضُ لَهُ اخْتِلَاطُ عَقْلٍ يَمْنَعُهُ مِنَ التَّمْيِيزِ وَيُخْرِجُهُ عَنْ أَهْلِيَّةِ التَّكْلِيفِ وَلَا يُسَمَّى جُنُونًا لِأَنَّ الْجُنُونَ يَعْرِضُ مِنْ أَمْرَاضٍ سَوْدَاوِيَّةٍ وَيَقْبَلُ الْعِلَاجَ وَالْخَرَفُ بِخِلَافِ ذَلِكَ

Yg dimaksud dengan pikun adalah orang jompo yang akalnya hilang karena ketuaannya. Orang jompo yg mengalami kekacauan dalam akalnya sehingga tidak bisa lagi mampu membedakan apa-apa dan mengeluarkannya dr lingkup kepantasan menerima beban syariat (mukallaf).

Ini tidak dinamakan gila, sebab gila itu salah satu jenis penyakit dan masih bisa diobati, hal itu berbeda dengan pikun.

(‘Aunul Ma’bud, 12/52)

Jadi, sdh tidak wajib shalat dimasa-masa pikunnya.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

والحاصل أن من وصل إلى مرحلة الخرف ، وأصبح لا يدرك الوقت ، ولا يميز بين الصلوات ، فهذا لا تجب عليه الصلاة

Kesimpulannya, orang yg sdh sampai taraf pikun, yang membuatnya tidak mengerti waktu, tidak mampu membedakan waktu-waktu shalat, maka ini tidak wajib shalat.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 90189)

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Shalat Kelebihan Rakaat

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Ardi Fadhil:
Assalamu alaikum warah matullahi wabarakatuh
Afwan ustad tanya kalau kita shalat berjamaah terus imam nya kelebihan rakaat terus tak ada yg tegur ,setelah selesai baru dikasih tau,,bagaimana setatus shalat berjammaahnya,,syukran

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍂

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Shalatnya tetap Sah, tapi mesti ditutup dgn sujud sahwi dua kali ..

Kelebihan jumlah rakaat shalat. Ini juga menyebabkan seseorang wajib menjalankan sujud sahwi.

Dalilnya adalah:
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat zhuhur lima rakaat. Lalu ada orang yang berkata kepadanya: “Apakah memang rakaat shalat ditambah?” Beliau bersabda: “Memang kenapa?” orang itu menjawab: “Engkau shalat lima rakaat.” Maka Nabi pun sujud dua kali setelah salam.” (HR. Bukhari No. 1168 dan Muslim No. 572)

Riwayat ini, menunjukkan sujud sahwi Beliau lakukan setelah salam. Sujud sahwi setelah salam dilakukan karena kesalahan tersebut diketahui dan diingat setelah usai shalat (setelah salam).

Demikian. Wallahu a’lam

🍀☘🌿🍄💐🌷🌸🌱

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top