Macam-macam Takbir Dalam Shalat

💢💢💢💢💢💢

1⃣ Takbiratul Ihram

Yaitu takbir pembuka shalat. Disebut ihram karena mulai saat itu diharamkan semua aktifitas selain shalat, yg jika dilakukan maka batal shalatnya.

Hal ini berdasarkan hadits:

مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطُّهُورُ ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

Pembuka shalat ada bersuci, pengharamnya adalah TAKBIR, dan penghalalnya adalah salam.

(HR. Ahmad No. 1009, Abu Dawud No. 618, At Tirmidzi No. 238, kata Imam An Nawawi: isnadnya SHAHIH)

Maksud “pengharamnya adalah takbir” yaitu takbiratul ihram.

Takbiratul Ihram adalah RUKUN, dan tidak sah shalat tanpanya, baik meninggalkannya secara sengaja atau lalai/lupa. (Al Mughni, 2/128)

Hal ini berdasarkan:

إنه لا تتم صلاة لأحد من الناس حتى يتوضأ ، فيضع الوضوء مواضعه ، ثم يقول: الله أكبر

Tidak sempurna shalat seseorang sampai dia berwudhu, dia berwudhu pada bagian-bagian wudhu, lalu dia berkata; Allahu Akbar.
(HR. Ath Thabarani, shahih)

Oleh karena ini, Umumnya ulama dahulu dan sekarang menegaskan bahwa tidak sah shalat tanpa takbiratul ihram. (Al Mughni, 2/126, Al Majmu’, 3/175)

Catatan tambahan:

– Mengangkat kedua tangan saat Takbiratul Ihram, adalah SUNNAH menurut Ijma’.

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

ورفع اليدين في تكبيرة الإحرام سنة وليس واجباً وقد أجمعت الأمة على استحبابه نقل ذلك الإجماع النووي

Mengangkat kedua tangan saat Takbiratul Ihram adalah SUNNAH bukan wajib. Para ulama telah Ijma’ atas hal ini, sebagaimana dikutip oleh Imam An Nawawi.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 50201)

2⃣ Takbir Intiqaal

Yaitu takbir perpindahan antar gerakan atau posisi shalat. Mayoritas ulama mengatakan hukumnya SUNNAH, dan tidak batal jika tidak melakukannya baik lupa atau sengaja.

Disebutkan dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah:

أنه مستحب لا تبطل الصلاة بتركه عمدا ولا سهوا, وهو قول الجمهور من الشافعية والمالكية والحنفية, وقال ابن المنذر : وبهذا قال أبو بكر الصديق وعمر وابن مسعود وابن عمر وابن جابر وقيس بن عباد وشعيب والأوزاعي وسعيد بن عبدالعزيز وعوام أهل العلم . واحتج أصحاب هذا القول بأن النبي صلى الله عليه وسلم لم يأمر المسيء في صلاته إلا بتكبيرة الإحرام

Bahwasanya itu disunnahkan, dan tidak batal meninggalkannya baik lupa atau sengaja. Inilah pendapat mayoritas ulama baik Syafi’iyyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.

Ibnul Mundzir mengatakan: Ini juga pendapat Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Jabir, Qais bin ‘Ibaad, Syu’aib, Al Awza’iy, Sa’id bin Abdul Aziz, dan Mayoritas ulama. Alasan kelompok ini adalah bahwasanya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah memerintahkan orang yg buruk shalatnya kecuali takbiratul ihram. (Selesai)

Sebagian ulama lain mengatakan wajib, jika ditinggalkan secara sengaja maka batal, kalau lupa tidak apa-apa.

Berikut ini keterangannya:

وذهب أحمد واسحاق إلى أن من ترك تكبيرة من تكبيرات الصلاة عمدا فعليه الاعادة , وإن كان سهوا فلا إعادة عليه في غير تكبيرة الاحرام. وسمى أصحاب أحمد هذه التكبيرات التي في الصلاة بعد تكبيرة الإحرام واجبات , لأن الصلاة تبطل بتركها عمدا عندهم

Ada pun Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa meninggalkan takbir-takbir dalam shalat secara sengaja adalah wajib mengulangi shalatnya, jika lupa maka tidak usah mengulanginya, kecuali jika meninggalkan Takbiratul Ihram.

Bagi Hambaliyah mereka mengategorikan ini sebagai kewajiban setelah Takbiratul Ihram, sebab shalat batal jika meninggalkan hal ini secara sengaja.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 144847)

Ada pun mengangkat kedua tangan saat takbir intiqaal juga sunnah, saat ruku’ dan bangun dari ruku’.

Dalilnya:

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاةَ ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ

Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangannya sejajar pundaknya jika memulai shalat, saat takbir ruku’, dan saat mengangkat kepala dari ruku’ juga mengangkat kedua tangannya. (HR. Bukhari No. 735, Muslim No. 390)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

وقد عمل جمهور العلماء بهذا الحديث ، فقالوا باستحباب رفع المصلي يده في هذه المواضع المذكورة في الحديث

Mayoritas ulama telah mempraktekkan hadits ini, mereka mengatakan sunnahnya bagi org shalat mengangkat kedua tangannya pada tempat-tempat yang disebutkan dalam hadits.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 21439)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

Farid Nu’man Hasan

Melangkah Saat Shalat Untuk Mengisi Shaf

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz terkait dengan shalat berjamaah ketika ada shaf yg kosong ketika kita ingin merapatkan ternyata lebih dari 3 langkah itu gimana ustadz apakah cukup 3 langkah apakah sampai rapat jazakallah (+62 878-2133-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Bergerak dalam shalat ada dua macam:

1. Bergerak sedikit untuk menyempurnakan shalat.

Ini tidak apa-apa, seperti melangkah sedikit, membetulkan surban atau peci. Syaikh Sayyid Sabiq menyebutnya dalam Fiqhus Sunnah dgn tema: maa yubaahu fish shalaah (apa-apa yg dibolehkan dalam shalat).

Sebagaimana hadits berikut:

عن عائشة قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي في البيت والباب عليه مغلق فجئت فاستفتحت فمشى ففتح لي ثم رجع الى مصلاه. ووصفت أن الباب في القبلة. رواه أحمد وأبو داود والنسائي والترمذي وحسنه

Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di rumah dan pintu di depannya tertutup, ketika saya datang saya minta dibukakan pintu. Maka beliau berjalan dan membukakan pintu kemudian kembali shalat.” ‘Aisyah mengatakan bahwa pintu tersebut ada di arah kiblat.

(HR. Ahmad No. 24027, At Tirmidzi No. 601, dia menghasankannya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Tahqiq Musnad Ahmad No. 24027)

Tapi pembolehan ini hanya berlaku jika berjalannya masih kearah kiblat baik depan, kanan, dan kiri, tetapi tidak berlaku ke arah membelakangi kiblat. Semua ahli fiqih sepakat berjalan dengan jumlah langkah yang banyak dalam shalat fardhu adalah membatalkan shalat.

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menjelaskan:

فدل على أن مثل هذا العمل لا بأس به في الصلاة؛ لأن رسول الله صلى الله عليه وسلم فعله وهو القدوة والأسوة صلوات الله وسلامه وبركاته عليه

Maka, hadits ini menunjukkan bahwasanya hal yang semisal perbuatan ini adalah tidak apa-apa dilakukan saat shalat, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, dan dia adalah teladan dan contoh -semoga shalawat, salam, dan keberkahanNya tercurah kepadanya. (Syarh Sunan Abi Daud, 117. Al Misykat)

2. Bergerak banyak (‘amalul Katsir). Ini tidak boleh dan bisa membatalkan shalat.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin Rahimahullah mengatakan:

أما إذا سار إلى صفين أو أكثر مع التوالي لسد فرجة فالأصل أن ذلك يبطل الصلاة، ويؤمر من فعل ذلك بأن يبدأ الصلاة من أولها فيعيد تكبيرة الإحرام والاستفتاح وما بعده

Jika berjalan menuju dua shaf atau lebih, dan langkahnya dilakukan berturut, untuk mengisi celah shaf maka ITU MEMBATALKAN SHALAT.

Org yg melakukannya mesti diperintah memulai lagi shalatnya dr awal. Kembali dia mengulang dr takbiratul ihram, istiftah, dan setelahnya. (selesai)

Apa yg diceritakan dalam pertanyaan di atas, masuk kategori ini.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌱🌴🌾🌸🍃🌵🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Pro Kontra Yasinan Malam Jumat

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh..ngapunten ustadz bgaimana hukum membaca surat yasin di hari jumat..? Jadza-Kallah Khairan Katsiiraa🙏🏻 (+62 823-3681-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Masalah Yasinan di malam Jumat, yang dilakukan sebagian umat Islam, adalah zona debatable para ulama, begitu pula terjadi di Indonesia. Hendaknya tidak menjadikan masalah ini sebab keributan sesama muslim.

Berikut ini rincian baik yang kontra dan pro.

📕 Pihak yang menolak, mereka beralasan bahwa:

– Tidak ada dalil yang shahih yang bisa dijadikan dasar kokohnya aktifitas Yasinan di malam Jumat. (silahkan buka tulisan kami di: http://kumpulanartikelsyariah.blogspot.co.id/2014/02/hadits-membaca-surat-yasin-pada-malam.html)

– Masalah ibadah itu hukum asalnya adalah batil, terlarang, sampai adanya dalil yang menunjukkan keberadaannya, baik perintah dalam Al Quran, atau dalam wujud contoh Nabi ﷺ, atau perkataannya, atau ijma’ para sahabat Nabi ﷺ.

– Jika tidak dasarnya maka hal itu terlarang. Dalam acara Yasinan, karena tidak ada sama kali dasarnya dalam Al Quran dan As Sunnah, dalam bentuk apa pun, maka itu terlarang.

Kaidah terkenal dalam hal ini, seperti yang disampaikan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:

ولا دينا إلا ما شرعه الله فالأصل في العبادات البطلان حتى يقوم دليل على الأمر

Tidak ada agama kecuali apa yang Alah syariatkan, maka dasar dari ibadah adalah batil, sampai adanya dalil yang menunjukkan perintahnya.

Kemudian Beliau juga berkata:

أن الله سبحانه لا يعبد إلا بما شرعه على ألسنة رسله فإن العبادة حقه على عباده

Sesungguhnya Allah ﷻ tidaklah diibadahi kecuali dengan apa-apa yang telah disyariatkan menurut lisan para RasulNya, karena ibadah adalah hakNya atas hamba-hambaNya.
(I’lamul Muwaqi’in, 1/344)

– Alasan lain, karena Yasinan di malam Jumat adalah mengada-ngada, kreasi manusia, maka ini masuk kategori bid’ah, berdasarkan hadits yang cukup familiar:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ (مِنْهُ) فَهُوَ رَدٌّ

Barang siapa yang membuat hal baru dalam urusan kami ini (urusan agama, pen) padahal itu bukan berasal darinya maka itu tertolak. (HR. Bukhari No. 2697)

– Alasan lain yaitu hadits:

لا تختصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم

Janganlah mengkhususkan malam jumat untuk melakukan qiyamul lail. (HR. Muslim No. 1144)

Hadits ini tegas melarang mengkhususkan malam Jumat untuk ibadah.

Demikian diantara alasan pihak yang kontra terhadap Yasinan di malam Jumat.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:

فلم يؤثر استحباب قراءة سورة (يس) في ليلة الجمعة ولا يومها ، وتخصيص قراءة سورة معينة في وقت معين من البدع التي لا يجوز فعلها

Tidak ada atsar tentang disukainya pembacaan Yasin di malam Jumat dan di hari Jumatnya. Pengkhususan membaca surat Yasin scara khusus dan di waktu khusus pula termasuk bid’ah yang tidak boleh dilakukan.
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 66576)

📗 Pihak yang mendukung Yasinan malam Jumat, mereka memberikan sejumlah alasan:

– Kalau pun hadits tentang membaca Yasin di malam Jumat itu dhaif, para ulama menetapkan kebolehan menggunakan hadits dhaif dalam urusan Fadha-ilul A’mal (amal-amal utama), akhlak, kelembutan hati, ancaman dan kabar gembira, dan semisalnya, selama bukan untuk masalah aqidah dan halal-haram. Pembolehan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وقد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال

Para ulama telah sepakat kebolehan beramal dengan hadits dhaif dalam urusan fadhailul a’mal. (Muqadimah Al Arba’in An Nawawiyah)

Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah memberikan penjelasan bahwa pembolehan ini tidak mutlak, tapi terikat oleh syarat, yaitu:

أن لا يشتد ضعفه، بأن لا يخلو طريق من طرقه من كذاب أو مهتم بالكذب، وأن يكون داخلاً تحت: أصل كلي

Kedhaifannya tidak terlalu, yaitu dalam periwayatannya jangan sampai ada perawi yang pendusta atau tertuduh sebagai pendusta. Lalu isi haditsnya, masih mencakup kaidah umum (agama Islam, pen)._ (Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 20)

Sementara itu, Faqihul Islam, Syaikh Yusuf Al Qaradhawiy Hafizhahullah menjelaskan lebih lengkap lagi:

الرابع:أن العلماء الذين أجازوا العمل بالضعيف في مثل الترغيب والترهيب، لم يفتحوا الباب على مصراعيه لكل ضعيف، وإنما اشترطوا لذلك شروطًا ثلاثة:
1 – ألا يكون الحديث شديد الضعف.
2- أن يَنْدَرِج تحت أصل شرعي معمول به ثابت بالقرآن أو السنة الصحيحة.
3- ألا يُعْتَقَد، عند العمل به، ثُبوتُه عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ بل يُعْتَقَد الاحتياط.
ومن هذا يَتَبَيَّن أن أحدًا من علماء الأمة لم يفتح الباب على مصراعيه لرواية الأحاديث الضعيفة، بلا قَيْد ولا شرط، بل اشترطوا الشروط الثلاثة المذكورة، فضلاً عن الشرط الأساسي، وهو: أن يكون في فضائل الأعمال ونحوها مما لا يترتَّب عليه حكم شرعي.
وينبغي في رأيي أن يُضاف إلى هذه الشروط شرطان آخران:
ألا يَشْتَمِل على مُبالَغات وتَهْوِيلات يَمُجُّها العقل أو الشرع أو اللغة. وقد نص أئمة الحديث أنفسهم أن الحديث الموضوع يُعرَف بقرائن في الراوي أو المَرْوي.
ألا يُعارِض دليلًا شرعيًّا آخر أقوى منه

Ulama yang membolehkan menggunakan hadits dhaif dalam urusan targhib dan tarhib tidaklah membuka pintu bagi semua yang dhaif. Mereka memberikan syarat untuk itu, yakni ada tiga syarat:

1. Kedhaifannya tidak terlalu.

2. Hadits tersebut masih masuk ke dalam prinsip dasar syariat yang dapat diamalkan melalui Al Quran dan Sunah yang shahih.

3. Ketika mengamalkannya tidak memastikan itu dari Nabi ﷺ , justru hendaknya berhati-hati.

Dari sini telah jelas, bahwa tak satu pun ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif dengan pembolehan tanpa ikatan dan syarat. Bahkan mereka memberikan tiga syarat sebagaimana yang telah disebutkan.

Sebagai tambahan dari syarat asasi ini, yaitu hendaknya hal itu pada fadhailul a’mal saja tidak berakibat pada hukum syariat. Dalam pandangan saya, hendaknya syarat ini ditambah dua syarat lagi, yakni:

1. Isinya tidak mengandung hal-hal yang bombastis dan ditolak oleh akal, syariat, dan bahasa. Para imam hadits telah menyebutkan bahwa hadits palsu dapat diketahui melalui qarinah (petunjuk) pada perawinya dan apa yang diriwayatkannya.

2. Tidak bertentangan dengan nash syar’i lain yang lebih kuat darinya.

Wallahu A’lam

(Lihat : http://www.qaradawi.net/site/topics/article.asp?cu_no=2&item_no=7540&version=1&template_id=230&parent_id=17 )

Nah, untuk hadits membaca Yasin di malam Jumat, sudah dianggap masuk kategori ini. Kedhaifannya tidak sampai disebut hadits yang dusta atau palsu, isinya tidak bertentangan dengan prinsip umum agama Islam, tidak pula bertentangan dengan dalil-dalil lain, dan saat mengamalkannya pun pelakunya tidak menganggapnya dari Nabi ﷺ.

– Alasan lainnya Hadits yang berbunyi:

من قرأ { يس } في ليلة أصبح مغفورا له

Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada malam hari, maka dia akan diampuni pada pagi harinya.

Hadits ini dikeluarkan oleh:

– Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 6224, dengan sanad:

Berkata kepada kami Ishaq bin Israil, berkata kepada kami Hajaj bin Muhammad, berkata kepada kami Hisyam bin Ziyad, dari Al Hasan, katanya: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: … (disebut hadits di atas)

– Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 2626, dari Ibnu Mas’ud, tanpa disebutkan sanadnya
Imam Al Bushiri Rahimahullah mengomentari hadits di atas:

هذا إسناد ضعيف ، لضعف هشام بن زياد

Isnad ini dhaif, karena kedhaifan Hisyam bin Ziyad. (Al Ittihaf Al Khairah, 6/259)

Syaikh Al Albani juga mendhaifkannya. (Dhaiful Jami’ No. 5787), begitu pula Syaikh Husein Salim Asad menyebutnya: dhaif jiddan (sangat lemah). (Musnad Abi Ya’la No. 6224)

TETAPI, sebagian ulama menyatakan hadits ini SHAHIH. Imam Ibnu Katsir berkata: isnadnya JAYYID (bagus). (Tafsir Ibnu Katsir, 6/497)

Hadits ini dikomentari oleh Imam Ibnul Jauzi: BATIL, tidak ada asalnya. (Al Maudhu’at, 1/247)

Para ulama telah mengkoreksi pernyataan Imam Ibnul Jauzi ini, di antaranya:

– Dalam kitab Tadzkirah Al Maudhu’at, -sebuah kitab yang mengkritisi kitab Al Maudhu’at-nya Imam Ibnul Jauzi- hadits tersebut dinyatakan SHAHIH ..

Imam Al Fattaniy berkata:

Aku (Al Fataniy) berkata: hadits ini memiliki sejumlah jalur yang banyak, sebagiannya sesuai dengan syarat Ash Shahih, diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Al Baihaqiy.

(Tadzkirah Al Maudhu’at, Hal. 80)

– Imam Abul Hasan Al Kattaaniy, juga mengkoreksinya, dia berkata:

Hadits ini memiliki banyak jalur dari Abu Hurairah, sebagiannya sesuai syarat hadits Shahih, dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dari sejumlah jalur.

Aku (Al Kattaaniy) berkata:

Aku lihat tulisan Al Hafizh Ibnu Hajar terhadap catatan pinggir Mukhtasar Al Maudhu’at, karya Ibnu Dirbaas, yg berkata: Aku berkata: diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam SHAHIHnya, dari hadits Hindun Al Bajaliy secara marfu’: “Barangsiapa yang membaca Yasin pada malam hari demi mencari wajah Allah maka Allah akan mengampuninya.

(Tanzih Asy Syari’ah, 1/329)

Walhasil .. para ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini, dan ini hal biasa dalam dunia ilmu. Oleh karena itu, sebagian kaum muslimin ada yang membaca surat Yasin di malam hari, berdasarkan dua hadits ini. Kalau pun hadits yang menyebutkan membaca Yasin di malam Jumat tidak shahih, mereka berhujjah dengan hadits yang lebih umum yaitu yang diriwayatkan oleh Imam Abu Ya’la ini, di mana sebagian pakar hadits menshahihkannya.

– Pihak yang membolehkan juga mengoreksi pendalilan dengan hadits larangan mengkhususkan malam Jumat dengan ibadah. Sebab larangan itu jelas adalah larangan mengkhususkan malam Jumat untuk SHALAT MALAM (Qiyamul Lail). Bukan larangan membaca Al Qur’an.

Imam An Nawawi Rahimahumullah berkata:

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ النَّهْيُ الصَّرِيحُ عَنْ تَخْصِيصِ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِصَلَاةٍ مِنْ بَيْنِاللَّيَالِي

Dalam hadits ini terdapat larangan jelas terhadap pengkhususan malam Jumat untuk shalat malam. (Syarh Shahih Muslim, 8/17)

– Pihak yang membolehkan juga menegaskan bahwa hadits dhaif masih lebih baik dibanding pendapat manusia.

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata:

الحديث الضعيف أحب إلي من الرأي

Hadits Dhaif lebih aku sukai dibanding pendapat manusia

Yaitu dalam perkara yang tidak ada dalam hadits shahih, tapi perkara itu ada dalam hadits dhaif, maka itu lebih baik dibanding pendapat manusia.

Sebagian ulama ada yang menakwilkan ucapan Imam Ahmad ini bahwa hadits dhaif yang dimaksud adalah hadits hasan, karena zaman Imam Ahmad belum ada hadits Hasan. Shgga standar dhaif masa Imam Ahmad bisa jadi adalah hasan dimasa imam selanjutnya. Dan orang pertama yang mengenalkan istilah hadits Hasan adalah murid dari Imam Ahmad yaitu Imam At Tirmidzi Rahimahullah.

Tertulis dalam kitab Ar Rasail As Salafiyah:

العادة الجارية فى بعض البلدان من الاجتماع في المسجد لتلاوة القرآن على الأموات و كذلك فى البيوت و سائر الاجتماعات التى لم ترد فى الشريعة لا شك أن كانت خالية عن معصية سليمة من المنكرات فهي جائز

Kebiasaan yang berlangsung disebagian negeri berupa berkumpul di masjid untuk membaca Al Qur’an atas orang yang sudah wafat, demikian juga berkumpul di rumah-rumah, dan semua perkumpulan yang syariat belum menyebutkan, tidak ragu lagi jika semua itu kosong dari maksiat dan bersih dari kemungkaran maka itu dibolehkan.

(Ar Rasaail As Salafiyah, Hal. 46)

Selanjutnya:

فقد الصحابة الراشدون يجتمعون فى بيوتهم و فى مساجدهم و بينهم نبيهم ﷺ و يتناشدون الأشعار ويتذاكرون الأخبار و يأكلون و يشربون

Dahulu para sahabat Nabi ﷺ berkumpul di rumah-rumah mereka, di masjid, dan Nabi ﷺ masih di sisi mereka, mereka menyenandungkan syair, saling mengingatkan dengan Khabar (hadits), serta makan dan minum.

(Ibid)

Demikian ..

📚 Maka, silahkan ambil pendapat yang lebih kuat dan kita yakini. Tapi, jangan ingkari saudara kita yang memiliki pendapat lain, apalagi saling serang dengan gelar-gelar buruk. Yang satu memanggil: “Dasar ahli bid’ah!” .. yang lain membalas: “Kamu Wahabi!”

Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah berkata:

إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه

“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.”

(Imam Abu Nu’aim Al Asbahany, Hilaytul Auliya, 3/133)

Imam Yahya bin Sa’id Al Qaththan Rahimahullah berkata:

ما برح أولو الفتوى يفتون فيحل هذا ويحرم هذا فلا يرى المحرم أن المحل هلك لتحليله ولا يرى المحل أن المحرم هلك لتحريمه

Para ahli fatwa sering berbeda fatwanya, yang satu menghalalkan yang ini dan yang lain mengharamkannya. Tapi, mufti yang mengharamkan tidaklah menganggap yang menghalalkan itu binasa karena penghalalannya itu. Mufti yang menghalalkan pun tidak menganggap yang mengharamkan telah binasa karena fatwa pengharamannya itu.

(Imam Ibnu Abdil Bar, Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 2/161)

Tidakkah cukup kondisi umat Islam saat ini membuat kita berfikir untuk lapang dada terhadap perbedaan furu’ (cabang), serta bersatu untuk melawan musuh-musuh Islam yang mereka pun bersatu untuk menerkam kaum muslimin?

Fa’tabiruu … !!

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Kirim Al-Fatihah Buat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam

💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz..
Tanya
ila hadratin nabiy, muhammadil mustafa, rasulullahi sollalahu alaihi wassalam, wa ala aalihi, wa ashaabihi…. dan seterusnya
Apakah diperbolehkan? (+62 813-6203-6870)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Itu adalah mengirim Al Fatihah untuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Yang ada dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah bershalawat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini jelas dan sudah sama-sama diketahui.

Lalu bagaimana dengan mengirim Al Fatihah buat Nabi ?

Imam Syihabuddin Ar Ramliy Rahimahullah -seorang Imam dalam madzhab Syafi’iy- berkata ketika ditanya hukum mengirim Al Fatihah ke Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

نَعَمْ ذَلِكَ جَائِزٌ بَلْ مَنْدُوبٌ قِيَاسًا عَلَى الصَّلَاةِ عَلَيْهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَسُؤَالِ الْوَسِيلَةِ وَالْمَقَامِ الْمَحْمُودِ وَنَحْوِهِ ذَلِكَ بِجَامِعِ الدُّعَاءِ بِزِيَادَةِ تَعْظِيمِهِ وَقَدْ جَوَّزَهُ جَمَاعَاتٌ مِنْ الْمُتَأَخِّرِينَ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنٌ فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ فَالْمَانِعُ مِنْ ذَلِكَ غَيْرُ مُصِيبٍ

Ya, itu boleh bahkan dianjurkan, diqiyaskan dgn bershalawat kepadanya, mendoakan dan memintakan untuknya wasilah dan kedudukan yang terpuji dan semisalnya, dgn kumpulan doa yang menambah penghormatan kepadanya. Hal ini dibolehkan oleh segolongan ulama muta’akhirin dan diamalkan kaum muslimin. Apa-apa yang yg baik di mata kaum muslimin maka itu di sisi Allah juga baik.

(Fatawa Ar Ramliy, 3/125)

Imam Ibnu ‘Abidin Rahimahullah berkata:

مَطْلَبٌ فِي إهْدَاءِ ثَوَابِالْقِرَاءَةِ لِلنَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –
ذَكَرَ ابْنُ حَجَرٍ فِي الْفَتَاوَى الْفِقْهِيَّةِ أَنَّ الْحَافِظَ ابْنَ تَيْمِيَّةَ زَعَمَ مَنْعَ إهْدَاءِ ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ لِلنَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِأَنَّ جَنَابَهُ الرَّفِيعَ لَا يُتَجَرَّأُ عَلَيْهِ إلَّا بِمَا أَذِنَ فِيهِ، وَهُوَ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ، وَسُؤَالُ الْوَسِيلَةِ لَهُ قَالَ: وَبَالَغَ السُّبْكِيُّ وَغَيْرُهُ فِي الرَّدِّ عَلَيْهِ، بِأَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ لَا يَحْتَاجُ لِإِذْنٍ خَاصٍّ؛ أَلَا تَرَى أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَعْتَمِرُ عَنْهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عُمُرًا بَعْدَ مَوْتِهِ مِنْ غَيْرِ وَصِيَّةٍ. وَحَجَّ ابْنُ الْمُوَفَّقِ وَهُوَ فِي طَبَقَةِ الْجُنَيْدِ عَنْهُ سَبْعِينَ حَجَّةً، وَخَتَمَ ابْنُ السِّرَاجِ عَنْهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَكْثَرَ مِنْ عَشَرَةِ آلَافٍ خَتْمَةٍ؛ وَضَحَّى عَنْهُ مِثْلَ ذَلِكَ. اهـ

Mengirimkan hadiah pahala bacaan Al Quran kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam itu dibutuhkan.

Imam Ibnu Hajar menceritakan dalam Al Fiqhiyah Al Kubra bahwa Al Hafizh Ibnu Taimiyah menyangka kirim bacaan Al Quran buat Nabi Shalallahu ‘Alaih wa Sallam terlarang sebab kedudukannya yg tinggi tidaklah membutuhkan itu kecuali dengan izinnya, yaitu bershalawat, dan berdoa meminta kedudukan wasilah baginya.

Dia (Ibnu Hajar) berkata: “Hal ini telah dibantah oleh As Subkiy dan lainnya, bahwasanya masalah ini tidaklah membutuhkan izin khusus dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bukankah Anda lihat bahwa Ibnu Umar umrah untuk Nabi Shalallahu ‘Alaih wa Sallam setelah wafatnya Nabi tanpa diwasiatkan olehnya.

Ibnul Muwaffaq -sezaman dgn Ibnul Junaid- telah menghajikan Nabi sebanyak 70 kali,

Ibnu As Siraj mengkhatamkan Al-Qur’an 10.000 kali untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. , dan dia berqurban untuknya sebanyak itu jg.”

(Hasyiyah Ibnu ‘Abidin, 2/244)

Ibnu ‘Abidin juga mengatakan bahwa kebolehan ini menjadi pendapat ulama Hanafiyah seperti Imam Syihab bin Ahmad Asy Syalaby, juga Hambaliy seperti Imam Ibnu ‘Aqil Al Hambaliy. (Ibid)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📗📕📒📔📓

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top