Seseorang Tergantung Agama Kawan Dekatnya, Shahihkah? Dan Apa Maksudnya?

💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu ‘Alaikum .., Afwab Ustadz ana pernah dengar hadits: “Seseorang di atas agama kawan dekatnya.” Itu status haditsnya gimana ustadz? Dan maksudnya apa? (dari 085710526xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihhi wa Man waalah wa ba’d:

Hadits yang antum maksud adalah, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seorang laki-laki itu tergantung agama sahabat dekatnya, maka hendaknya seseorang di antara kalian melihat dengan siapa dia bersahabat.”

Hadits ini diriwayatkan oleh:

🔹 Imam Abu Daud dalam Sunan-nya, Kitabul Adab Bab Man Yu’maru An Yujaalisa, No. 4833
🔸Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab Az Zuhd ‘an Rasulillah Bab Maa Jaa’a fi Akhdzil Maal bihaqqihi, No. 2378
🔹 Imam Ahmad dalam Musnad-nya No. 8417, dengan lafaz: “Al Mar-u (seseorang) ‘ala diini khalilih …dst”
🔸 Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak-nya No. 7320, dengan lafaz: “Al Mar’u ‘ala diini khalilih …dst”
🔹 Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 9436
🔸 Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hinda dalam Kanzul ‘Ummal, No. 24777
🔹 Imam ‘Abdu bin Humaid dalam Musnad-nya No. 1431

Hadits ini dihasankan oleh Imam At Tirmidzi. (Lihat Sunan At Tirmidzi No. 2378), dishahihkan oleh Imam An Nawawi. (Lihat Riyadhush Shalihin, Hal. 139), Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi mengatakan: “Shahih, Insya Allah.” (Al Mustadrak ‘alash Shahihain No. 7320), Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Isnadnya jayyid (baik).” (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8471), Syaikh Al Albani mengatakan: “hasan.” (Lihat Shahihul Jami’ No. 3545, As Silsilah Ash Shahihah No. 927, )

Khaliil artinya kekasih, jamaknya akhilla. Jadi, khaliil lebih dari sahabat dan posisinya sangat spesial.

Maksud hadits ini adalah bahwa kualitas agama seseorang, baik dan buruknya, baik dari sisi pemahaman dan pengamalan, tergantung keadaan sahabat dekatnya. Jika sahabatnya itu shalih, maka dia akan terkena imbas baiknya pada kehidupan dan kepribadiannya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, jadikanlah standar bagusnya agama sebagai parameter dalam memilih sahabat dekat, agar seseorang mendapatkan pengaruh baik dari kebagusan agama kawan dekatnya.

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menjelaskan:

يعني: أن الإنسان إذا صار خليلاً ومصاحباً لإنسان فإنه يكون مثله في أخلاقه وفي صفاته وفي عبادته. وقوله: (فلينظر أحدكم من يخالل) أي: أنه لا يختار إلا الخليل الطيب، ومن يكون عوناً له على الطاعة، ولا يختار خليلاً يكون عوناً له على المعصية

Yaitu bahwasanya jika manusia telah menjadi teman dekat dan sahabat bagi manusia lain, maka dia akan menjadi sepertinya dalam akhlak, sifat, dan ibadah. Sabda nabi (maka hendaknya seseorang memperhatikan dengan siapa dia bersahabat) yaitu hendaknya jangan memilih teman dekat kecuali yang baik, orang yang bisa menolongnya dalam ketaatan, dan jangan memilih teman dekat yang justru menolongnya dalam maksiat. (Syarh Sunan Abi Daud, 28/2)

Semoga hadits ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk memperhatikan agama seseorang sebagai standar kelayakan dalam bersahabat dan berteman.

Demikian. Wallahu A’lam. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Sallam.

🍃🌻🌴🌺☘🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Radikalisme dan Ekstrimisme, Milik Siapa?

▫▪▫▪▫▪▫▪

📌 Semua sepakat, tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan, apalagi membunuh sembarang orang tanpa alasan yang dibenarkan

📌 Tapi ekstrimitas dan radikal selalu ada dalam penganut sebuah agama, pada agama mana pun

📌 Ekstrimitas dan radikal juga ada dalam kelompok-kelompok Islam mana pun, tapi …

📌 Semua pun sepakat, itu adalah personal orangnya, jangan kaitkan dengan agamanya dan kelompoknya ..

📌 Hanya Ade Armando yang terang-terangan mengatakan terorisme memang terkait dengan Islam

📌 Hanya saja ketidakadilan yang sering terjadi, khususnya “framing”

📌 Bom Oklahoma tahun 1993, atau kasus teror berdarah di beberapa sekolah yang memakan puluhan nyawa di Amerika Serikat, semua itu pelakunya Non Muslim. Tapi, tidak ada yang menyudutkan agama mereka, bahkan bertanya apakah agama mereka pun tidak?

📌 Masih ingat kasus Bom Alam Sutera (2015)? Pelakunya non muslim tapi wuuuusss…. tenang .. lenyap, saat itu Kapolri langsung menyebut: bukan terorisme.

📌 Ya ..Yang seperti ini bukan teror, bagi mereka tapi kecelakaan, inseden, tragedi kemanusiaan, kegilaan dan istilah bias lainnya .. , sebab teroris mesti dikaitkan kepada Islam

📌 Lihat jika pelakunya muslim, maka langsung disebut teroris, tukang framing dan fitnah pun membidik cadar, rohis SMA dan kampus, bahkan partai Islam tertentu, dianggap sebagai pabrik ekstrimis, radikalis, dan teroris …

📌 Ironisnya, tidak sedikit umat Islam yang ikut meng-aminkan, Islamnya di-monsterkan oleh orang jahat dia justru membenarkan

📌 Akhirnya, takutlah dia kepada pengajian, masjid, pesantren, ustadz .. ngeri kepada agamanya sendiri.

📌 Yg juga tidak masuk akal adalah adanya pihak yang mengaku muslim, menjadikan momen ini dengan menebar kebencian kepada sejumlah tokoh dan pahlawan Islam seperti Syaikh Sayyid Quthb, bahkan ulama moderat Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, sebagai ideolog teroris. Wallahul Musta’an!

📌 Kita pun kadang jatuh dalam jurang ekstrimisme dan radikalisme dalam bentuk lain, ketika dengan sadar menjauh dari nilai-nilai tawasuth (moderat)nya Islam yang rahmatan Lil ‘alamin.

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Gerakan Anti Madzhab

💦💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Mohon komentar tentang ini ustad: (Artikel: Anti Madzhab, Bid’ah yang Paling Merusak)

Apakah Syeikh Albani yg ahli hadis mrpkan pembawa bid’ah? (dari Tyono)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihiwa ashhabihi wa man waalah, wa ba’d:
Saudara Tyono yang dirahmati Allah Ta’ala …

Dalam masalah gerakan anti madzhab, lalu mereka menyerang para imam madzhab dan yang mengikutinya, jelas itu adalah perbuatan yang tidak terpuji.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah telah mengkritik para penggiat anti madzhab ini dengan menyusun kitab: Raf’ul malam an a’immatil a’lam. Beliau telah melucuti pihak-pihak yang telah berlaku kasar dan sombong terhadap para imam-imam madzhab, dan Beliau telah berhasil mengembalikan madzhab dan para pendirinya pada kedudukan yang seharusnya mereka terima.

Sejak dahulu hingga kini selalu ada golongan yang selalu menyerukan kembali kepada Al Quran dan As Sunnah. Seruan ini baik dan patut didukung, tetapi ternyata dibalik mulia seruan ini ada “azab” di dalamnya. Meminjam istilah Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, “Kalimatul haq yuradu bihal baathil.” Kalimat yang benar untuk dimaksudkan pada hal yang batil. Dibalik seruan ini mereka hendak mengubur dalam-dalam warisan pemikiran para imam kaum muslimin, dengan slogan “Cukup Al Quran dan As Sunnah,” dan lemparlah ke tong sampah pemikiran Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal. Inilah golongan Neo Zhahiriyah yang selalu ada setiap zaman, mereka hendak memposisikan dirinya sebagai mujtahid yang setara dengan para imam tersebut bahkan melebihinya, sehingga mereka tidak butuh mengutip, menimbang, mengkaji, dan menganalisa, dari istimbath para imam-imam ini. Bagi mereka, “Kami adalah laki-laki dan mereka juga laki-laki, kami juga bisa menggali langsung dari Al Quran dan As Sunnah!” Akhirnya, mereka justru terjebak pada keadaan yang mereka tidak benarkan sendiri, yakni mendirikan madzhab baru, “madzhab tanpa madzhab.”

Ini adalah sikap ekstrim yang tidak dibenarkan syariat, akal, dan adat manusia. Bagaimana pun, manusia yang hidup zaman ini tidak bisa lepas dari para pendahulunya. Ulama yang hidup masa modern juga tidak bisa melepas total dengan para ulama terdahulu (salaf). Sebab, para ulama masa lalu menyiapkan kaidah ilmu dan tonggak-tonggak dalam memahami dasar-dasar agama adalah diperuntukkan anak dan cucu mereka seperti kita yang hidup masa kini. Saat ini kita sudah dimudahkan dengan rumusan berbagai kaidah dan ilmu yang mereka buat, itu adalah warisan yang sangat mahal, yang belum tentu kita mampu menciptakan seperti mereka. Namun, di mata orang yang picik, para imam-imam ini dianggap pemecah belah agama, dan kita tidak boleh taklid kepada mereka. Wallahul Musta’an!

Di sisi lain, ada pula golongan lain yang menjadi lawannya. Mereka bersikap ekstrim pula dalam mengkultuskan pendapat madzhab. Mereka begitu fanatik dengan pendapat madzhabnya dan mengingkari pendapat madzhab lain. Walaupun pendapat tersebut lemah. Akhirnya, mereka menjadi junudul madzhab (tentara-tentara madzhab) bukan junudullah (tentara-tentara Allah). Marahnya mereka karena madzhab, ridha pun karena madzhab. Pedang mereka siap terhunus dan taring mereka siap menerkam siapa-siapa saja yang mengkritik pendapat imam madzhabnya. Kuat lemahnya hujjah tidak lagi menjadi ukuran, tapi ukuran itu dilihat dari “Setiap orang yang berbeda dengan madzhab kami maka dia sesat dan menempuh bukan jalan kaum beriman.”

Sikap ini juga tidak benar dan tercela, bahkan sama sekali bukan cerminan akhlak dari para imam madzhab, tidak Hanafi, tidak Maliki, tidak Syafi’i, dan tidak pula Hambali.

Para bintang dunia ini, tidak pernah mengajak orang lain untuk selalu mengkultuskan pendapatnya, salah dan benar harus diikuti.

Maka, sikap anti madzhab di satu sisi dan kultus madzhab di sisi lain, keduanya sama-sama keliru dan berbahaya. Bahkan para imam dan tokoh madzhab seperti Imam Abu Yusuf (Hanafi), Imam Al

Ghazali (Syafi’i), Imam An Nawawi (syafi’i), Imam Ibnul ‘Arabi (Maliki), Imam Ibnu Taimiyah (Hambali), mereka adalah sebaik-baiknya imam pengikut madzhab, tapi mereka terbuka dengan pihak lain, tidak fanatik, dan berjalan bersama dalil-dalil.

Allah Ta’ala mengajarkan kita untuk menempuh jalan tengah, adil, dan seimbang:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا

“Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat pertengahan ..” (QS. Al Baqarah (2): 143)

Ayat lain:

أَلا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ (8) وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ (9)

Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS. Ar Rahman (55): 8-9)

Ada pun tentang Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah, dia adalah seorang ulama hadits masa kini yang telah menghabiskan hampir semua umurnya untuk berkhidmat kepada sunah nabi. Telah banyak pengakuan dan penghargaan baginya, baik yang datang dari kawan dan lawan.
Telah ada kritikan baginya seperti yang dilakukan oleh Syaikh Hammud At Tuwaijiri Rahimahullah dalam beberapa masalah, padahal secara garis pemikiran mereka berdua tidak berbeda. Syaikh Al Qaradhawi pun –yang pernah memuji Syaikh Al Albani- pernah mengkritiknya dalam hal pengingkarannya terhadap zakat pertanian, dan banyak lagi dari para ulama lainnya, termasuk kritik dari Syaikh Said Ramadhan Al Buthi Rahimahullah.

Namun, saling kritik dalam dunia ilmu adalah hal yang biasa dan sudah terjadi sejak masa lalu. Dan, hal itu sama sekali tidak menjatuhkan nama dan kehormatan Syaikh Al Albani Rahimahullah dan ulama lainnya.

Dalam konteks gerakan anti madzhab, maka jalan yang ditempuh oleh Syaikh Al Albani tidaklah demikian. Bagi orang yang akrab dengan karya-karyanya, akan menyimpulkan bahwa metode beliau adalah madzhabnya Ahlul Hadits atau Ashhabul Hadits, itu pun tidak mutlak, sebab dalam berbagai pembahasan Beliau juga mengikuti pendapat para imam madzhab. Madzhab Ahlul Hadits ini pun sudah ada sejak masa lalu dan mesti tetap diberikan peluang dan ruang hidup sebagaimana lainnya. Bagi yang dekat dengan karya-karya para fuqaha, mereka akan sering mendapatkan informasi, “menurut Malikiyah begini, Hambali begitu, ada pun ahli hadits mereka begini …. .”

Sebagai misal dalam hal turun sujud, apakah lutut dahulu atau tangan dahulu? Saya akan kutipkan paparan Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah sebagai berikut:

ذهب الجمهور إلى استحباب وضع الركبتين قبل اليدين، حكاه ابن المنذر عن عمر النخعي ومسلم بن يسار وسفيان الثوري وأحمد وإسحاق وأصحاب الرأي قال: وبه أقول، انتهى.
وحكاه أبو الطيب عن عامة الفقهاء.
وقال ابن القيم: وكان صلى الله عليه وسلم يضع ركبتيه قبل يديه ثم يديه بعدهما ثم جبهته وأنفه هذا هو الصحيح الذي رواه شريك عن عاصم بن كليب عن أبيه.
عن وائل بن حجر قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سجد وضع ركبتيه قبل يديه، وإذا نهض رفع يديه قبل ركبتيه ولم يرو في فعله ما يخالف ذلك، انتهى.
وذهب مالك والاوزاعي وابن حزم إلى استحباب وضع اليدين قبل الركبتين، وهو رواية عن أحمد. قال الاوزاعي: أدركت الناس يضعون أيديهم قبل ركبهم. وقال ابن أبي داود: وهو قول أصحاب الحديث.

“Menurut madzhab jumhur ulama, disunahkan meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan. Demikian itu diceritakan Ibnul Mundzir dari Umar, An Nakha’i, Muslim bin Yasar, Sufyan Ats Tsauri , Ahmad, Ishaq dan ashabur ra’yi (pengikut Abu Hanifah). Dia berkata: “Aku juga berpendapat demikian.” Abu Thayyib menceritakan hal ini dari umumnya para fuqaha.
Ibnul Qayyim mengatakan: Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meletakkan lututnya sebelum tangannya, kemudian tangannya, lalu diikuti dengan keningnya dan hidungnya. Inilah yang shahih yang diriwayatkan oleh Syarik dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya, dari Wail bin Hujr, dia berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika dia sujud dia meletakkan lututnya sebelum tangannya, dan jika dia akan bangkit, dia mengangkat tangannya sebelum lututnya. Dan tidak ada riwayat yang bertentangan dengan apa yang dilakukannya itu.” Selesai.

Sedangkan madzhab Imam Malik, Al Auza’i , dan Ibnu Hazm, menyunnahkan meletakkan tangan sebelum lutut, itu juga merupakan satu riwayat dari Ahmad. Berkata Al Auza’i: “Aku melihat manusia meletakkan tangan mereka sebelum lututnya.”
Berkata Ibnu Abi Daud: “Ini adalah PENDAPAT PARA AHLI HADITS.” (Fiqhus Sunnah, 1/164. Darul Kitab Al ‘Arabi)

Telah masyhur bahwa Syaikh Al Albani mengikuti pendapat ahli hadits dalam hal ini sebagaimana yang kita lihat dalam Shifat Shalat Nabi.

Contoh lain adalah dalam menyikapi penguasa yang zalim dan menyimpang. Para ulama berbeda pendapat antara yang memilih untuk bersabar saja sebagaimana pendapat Ahli Hadits, atau yang menurunkan pemimpin tersebut sebagaimana pendapat Imam Al Ghazali, Imam Ibnu Hazm, Imam Al Mawardi, dan lainnya.

Jadi, madzhab ahli hadits sudah ada sejak lama. Bahkan tidak sedikit kitab yang secara khusus menempatkan pendapat para ahli hadits dalam bidang aqidah, seperti Al Intishar Li Ashhabil Hadits karya Imam Abu Muzhaffar As Sam’ani, lalu I’tiqad Ahl As Sunnah Syarh Ashhab Al Hadits karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al Khamis.

Syaikh Al Albani juga sering menyandarkan pendapatnya pada pendapat imam madzhab. Ketika Beliau membahas “membaca Al fatihah bagi makmum” beliau memilih pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik, bahwa membaca Al Fatihah bagi Makmum adalah wajib ketika shalat sirr, namun tidak membacanya ketika shalat dijaharkan, tetapi mesti mendengarkan bacaan imam.

Dalam mengharamkan alat-alat musik (lihat kitab Tahrim Alat Ath Tharb) beliau mengikuti dan mengulang-ulang bahwa imam empat madzhab mengharamkan musik.

Kesimpulan, Syaikh Al Albani juga bermadzhab yakni madzhab Ahli Hadits, dan kadang Beliau mengikuti pendapat imam madzhab fiqih yang dipandangnya kuat dalilnya.

Pengingkaran beliau lakukan kepada orang yang fanatik madzhab, bukan kepada madzhabnya. Inilah yang bisa kita lihat jika langsung membaca karya-karyanya. Hanya saja, Syaikh Al Albani kerap menggunakan pilihan kata yang pedas dan keras kepada orang-orang yang dikritiknya. Bisa kita lihat dalam muqadimah Tahrim Alat Ath Tharb, beliau begitu pedas dalam mengkritik tiga ulama sekaligus, yakni Syaikh Abu Zahrah, Syaikh Muhammad Al Ghazali, dan Syaikh Al Qaradhawi, seakan tiga ulama ini benar-benar bodoh dihadapannya. Juga antara beliau dengan Syaikh Hammud At Tuwaijiri, yang keduanya sama-sama pedas dalam mengkritik, tapi dalam kehidupan nyata keduanya baik-baik saja.

Belum lagi kritikan beliau terhadap Syaikh Hasan As Saqqaf (pengarang kitab Tanaqudhat Al Albani – Kontradiksinya Al Albani), atau Syaikh Habiburrahman Al A’zhami, atau Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, dan masih banyak lainnya. Sehingga hampir-hampir saja kita katakan bahwa mereka adalah ulama yang saling bermusuhan dan membenci satu sama lain.

Wallahu A’lam. Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌺🌴🌻🍃☘🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Cara Menghindari ‘Ujub

💦💥💦💥💦💥💦

Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah berkata:

إذا أنت خفت على عملك العجب, فانظر: رضا من تطلب, وفي أي ثواب ترغب, ومن أي عقاب ترهب, وأي عافية تشكر, وأي بلاء تذكر. فانك إذا تفكرت في واحدة من هذه الخصال, صغر في عينك عملك

” Jika engkau takut pada amalmu ada yang ‘ujub (kagum dengan diri sendiri), maka lihatlah: ridha siapa yang kau cari, balasan mana yang kau harap, hukuman mana yang kau takuti, kesehatan mana yang kau syukuri, musibah mana yang kau ingat .. maka, jika kau ingat satu saja dari semua ini, niscaya menjadi kecil amalmu di matamu ..”

📚 Hikam wa Aqwaal Asy Syafi’iy

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top