“Maaf, Dia Bukan Ustadz Sunnah”

Sangat menarik melihat perkembangan da’wah Islam di Indonesia. Semarak dan sangat massif. Banyak sekali perkembangan termasuk perkembangan media da’wahnya. Di antaranya penggunaaan medsos. Tapi, ada yang unik jika kita perhatikan, yaitu polarisasi dan kubu-kubuan antar harakah, jamaah, dan majelis ta’lim semakin terasa. Sehingga tipis perbedaan antara aset positif ataukah bahaya laten. Barang kali ini sisi lain dari maraknya da’wah medsos tersebut. Sangat nampak jelas dan telanjang.

Termasuk di antaranya, penggunaan istilah-istilah untuk menunjukkan identifikasi, misalnya sebutan “ustadz sunnah, pengajian sunnah, radio sunnah,” dan semisalnya. Ini identifikasi yang bagus jika untuk menyemangati para penuntut ilmu agar mencintai, mempelajari, dan menjalankan sunnah Nabi dan tidak salah dalam mengambil ilmu agama. Tapi, kenyataan yang berkembang istilah ini menjadi sebuah sandi atau kode hizbiyyah (fanatisme) segolongan umat Islam atas kelompoknya, dan peremehan atas yang lainnya. Ustadz mana pun yang sudah masuk lingkup “Ustadz Sunnah” -entah apa baromaternya istilah ini- maka posisinya aman; nasihatnya akan didengar, kajiannya akan dihadiri, faidah darinya akan diapresiasi, walau kapasitas ilmiyahnya biasa saja.

Ada pun yang tidak masuk dalam lingkup “Ustadz Sunnah” dalam ukuran mereka, maka dia tereliminasi, dipandang sebelah mata, ditinggalkan, padahal dulunya bisa jadi dia begitu diminati, walau dia termasuk seorang ustadz yang memiliki kafa’ah syar’iyah yang luar biasa. Kenapa bisa begitu? Ya itu tadi, dia bukan (lagi) “Ustadz Sunnah,” barang kali dia ustadz mubah, bahkan ustadz makruh.

Semoga Allah ﷻ lindungi kita dari fanatisme tercela ini .., dan mampu memandang sesama muslim, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sebagai saudara dan teman seperjuangan.

Wallahu A’lam

🍃🌾🌸🌴🌺🌷☘🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Akhir Zaman Riba Menyebar Seperti Debu

💦💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assamualakum ustadz saya mau bertanya ustadz…. Sebelumya tolong dikoreksi kalo hadist yanf saya tanyakan ini salah. Bigini ustadz saya pernah dapat postingan dari group facebook yang kurang lebih begini bunyinya. ” Di akhir zaman nanti orang2 akan terbiasa makan dengan riba dan kalo pun mereka tidak makan dengan riba setidaknya mereka akan terkena debu2 dari riba tersebut ” mohon maaf saya lupa riwayat hadistnya. Shohih kah? (0838-1697-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam, Bismillah wal Hamdulillah

Haditsnya sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Akan datang zamannya kepada manusia, saat itu mereka memakan riba. Kalau pun dia tidak makan secara langsung, dia akan terkena debunya.” (HR. Nasa’i No. 4455, Abu Daud No. 3333, Ibnu Majah Nol 2277, Al Bazzar, 9526. Al Hakim No. 2162)

Hadits ini dinilai shahih oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2162, menurutnya jika Al Hasan mendengarkan hadits ini dari Abu Hurairah maka hadits ini shahih, dan ternyata hadits ini Al Hasan mendengarkan dari Abu Hurairah.
Tapi dinilai dhaif oleh Syaikh Al Albani dalam banyak kitabnya, karena hadits ini munqathi’ (terputus) sanadnya. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama dalam menilai keshahihan hadits ini. Tetapi secara makna hadits ini memang shahih, sbb debu riba hari ini memang sangat sulit dihindari. Riba sudah menggurita di banyak sisi hidup kita. Maka berusahalah menjauhinya, semoga Allah Ta’ala memberikan kekuatan dan mengampuni kesalahan kita. Amiin.

Wallahu A’lam

🍃🌻☘🌷🌺🌾🌸🌴

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Bersedekah Untuk Non Muslim

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz…apa hukumnye memberi sedekah kepada orang yg lain agama atau beragama islam namun tidak pernah menjalankn ibadah(sholat,puasa,dll),sedangkn yg bersangkutan anak yatim piatu dan tetangga dekat dengan kita..terima kasih…wassalam

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Silahkan perhatikan baik-baik ayat ini ..

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al Baqarah: 272)

Ayat ini turun berkenaan tentang kaum muslimin yang enggan bersedekah kepada keluarga mereka yang musyrik, adanya ayat ini merupakan koreksi atas sikap mereka itu. Ada beberapa versi tentang latar belakang turunnya ayat ini, tapi semuanya secara substansi sama, berawal dari keengganan mereka bersedekah kepada orang kafir. Saya angkat dua versi saja.

Pertama. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

عن النبي صلى الله عليه وسلم: أنه كان يأمر بألا يتصَدق إلا على أهل الإسلام، حتى نزلت هذه الآية: { لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ } إلى آخرها، فأمر بالصدقة بعدها على كل من سألك من كل دين

Dari Nabi ﷺ bahwa Beliau memerintahkan bersedekah hanya untuk orang Islam, sampai akhirnya turun ayat ini (Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk) hingga ujuang ayat, maka Beliau setelah itu memerintahkan bersedekah untuk siapa saja yang meminta dari semua agama. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/704)

Kedua. Imam Al Qurthubi menyebutkan riwayat dari Said bin Jubeir secara mursal, tentang sebab turunnya ayat ini, bahwa kaum muslimin dahulu bersedekah kepada kafir dzimmi, padahal banyak orang-orang faqir yang muslim, maka Nabi ﷺ bersabda: (Janganlah bersedekah kecuali kepada yang seagama denganmu), maka turunlah ayat ini yang menyatakan bolehnya bersedekah kepada selain orang Islam. ( Tafsir Al Qurthubi, 3/319)

Masih ada beberapa versi lain dalam kitab para mufassir, yang menunjukkan bahwa turunnya ayat ini diawali sikap kaum muslimin yang enggan memberikan sedekah kepada orang kafir, maka turunnya ayat ini sebagai koreksi atas sikap mereka itu.

Imam Al Qurthubi menjelaskan dari para ulama, bahwa sedekah yang dimaksud adalah sedekah sunah, bukan sedekah yang wajib seperti zakat. Imam Ibnul Mundzir mengatakan bahwa telah ijma’ larangan memberikan zakat kepada mereka, ada pun Ibnu ‘Athiyah membolehkan jika diberikan kepada kafir dzimmi yang memiliki hubungan kekerabatan/kekeluargaan berdasarkan ayat di atas. Tapi pendapat ini tertolak karena bertabrakan dengan ijma’. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan memberikan zakat fitri, tapi Imam Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa pendapat ini lemah dan tidak memiliki dasar. (Lengkapnya Tafsir Al Qurthubi, 3/319)

Nah, jika kepada orang kafir dan musyrik saja dibolehkan bersedekah (yang sunah), apalagi kepada sesama muslim, walau muslim tersebut ahli maksiat. Apalagi jika muslim itu memiliki hubungan kekerabatan dan tetangga, maka dia mendapatkan tiga hak: Hak sebagai sesama muslim, hak sebagai kerabat, dan hak sebagai tetangga.

Itu dari sisi kebolehan. Namun, kalau kita membahas sisi “afdhaliyah” alias keutamaan, maka lebih utama kita mensedekahi muslim faqir yang shalih yang rajin ibadah dan baik akhlaknya.

Demikian. Wallahu A’lam

☘🌻🌾🍀🌸🌿🌺🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Mata Pencaharian Terbaik

💥💦💥💦💥💦💥

📌 Allah Ta’ala berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At Taubah: 105)

📌 Dari Rafi’ bin Khadij, “Dikatakan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

“Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” beliau bersabda: “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.”

📚 Musnad Ahmad No. 17265, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2158. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih.

📌 Para nabi pun bekerja .., Nabi Daud ‘Alaihissalam makan dari usahanya sendiri, Nabi Zakariya ‘Alaihissalam sbagai tukang kayu. Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari

📌 Ayo bekerja yang halal menuju pribadi yang qaadirun ‘alal kasbi – mampu mencari nafkah sendiri, tidak meminta-minta atau mengemis.

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan