Saat Sujud, Kaki Renggang atau Rapat?

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Bagaimanakah posisi sujud yang benar, apakah tumit direnggangkan atau dirapatkan? (PHE ONWJ)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .., Bismillah wal hamdulillah

Masalah rapatnya tumit saat sujud, diperselisihkan para ulama. Sebagian ulama menetapkan bahwa sujud itu hendaknya tumit dirapatkan, dengan jari-jemari kaki mengarah ke kiblat.

Dasarnya adalah, dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:

فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلًا بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ

Aku kehilangan Rasulullah ﷺ, saat itu dia bersamaku di pembaringan, aku dapati Beliau sedang sujud, merapatkan tumitnya, dan mengarahkan jari jemari kaki ke kiblat. (HR. Ibnu Khuzaimah No. 654, Al Hakim, Al Mustadrak No. 832, Ibnu Hibban No. 1933, Ath Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 111)

Hadits ini SHAHIH menurut Imam Al Hakim., dan sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim. (Al Mustadrak No. 932), Imam Adz Dzahabi menyepakatinya dalam At Talkhish.
Imam Ibnul Mulaqin juga menyatakan shahih. (Badrul Munir, 1/621)

Dishahihkan pula oleh Syaikh Muhammad Mushthafa Al A’zhami dalam tahqiq beliau terhadap kitab Shahih Ibni Khuzaimah. Sementara Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban memasukan hadits ini dalam kitab SHAHIH mereka masing-masing, artinya dalam pandangan mereka ini hadits SHAHIH.

Syaikh Al Albani juga menshahihkan haidts ini. (Ta’liqat Al Hisan No. 1930)

Bagi yang menshahihkan tentu menjadikan hadits ini sebagai hujjah bahwa saat sujud hendaknya tumit bertemu atau rapat.

Sementara ulama lain mendhaifkan hadits ini, karena dalam sanadnya terdapat perawi bernama Yahya bin Ayyub Al Ghafiqi. Beliau pribadi yang kontroversi, ada yang mendhaifkan ada pula yang menyatakan tsiqah (terpercaya).

Ibnu Sa’ad mengatakan: “Dia haditsnya munkar.” (Ath Thabaqat Al Kubra No. 7090)

Al ‘Ijli mengatakan: “terpercaya.” (Ats Tsiqat No. 1791)

Yahya bin Ma’in mengatakan: “Orang mesir, shalih, dan terpercaya.” Sementara Abu Hatim berkata: “Haditsnya ditulis tapi tidak bisa dijadikan hujjah.” (Ibnu Abi Hatim, Al Jarh wat Ta’dil, 9/128)

Imam An Nasa’i mengatakan: “Tidak kuat dan tidak bisa dijadikan hujjah.” (Ibnul Jauzi, Adh Dhuafa wal Matrukin, No. 3694)

Imam Ahmad mengatakan: “Buruk hapalannya.” Imam Ad Daruquthni mengatakan: “Sebagian haditsnya goncang.” (Adz Dzahabi, Al Mughni fidh Dhuafa No. 6931)

Tapi, Imam Al Bukhari dan Imam Muslim memasukan Yahya bin Ayyub sebagai salah satu perawinya, dalam hadits-hadits yang sifatnya penguat saja.

Oleh karena itu, sebagaian ulama menganggap ini hadits dhaif, dan secara lafal juga syadz (janggal), karena bertentangan dengan hadits yang lebih shahih darinya. Apalagi Imam Al Hakim berkata:

وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ بِهَذَا اللَّفْظِ، لَا أَعْلَمُ أَحَدًا ذَكَرَ ضَمَّ الْعَقِبَيْنِ فِي السُّجُودِ غَيْرَ مَا فِي هَذَا الْحَدِيثِ

Imam Al Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dengan lafaz seperti ini. Aku tidak ketahui seorang pun yang menyebut adanya merapatkan dua mata kaki saat sujud selain yang ada pada hadits ini saja. (Al Mustadrak No. 832)

Dengan kata lain, inilah satu-satunya hadits yang menyebutkan merapatkan tumit atau mata kaki saat sujud.

Ada pun hadits yang lebih shahih tidak menyebutkan merapatkan kaki, yaitu:

فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ

Aku kehilangan Rasulullah ﷺ suatu malam dari pembaringannya, maka aku menyentuhnya, tanganku memegang bagian dalam kedua kakinya dan dia sedang dimasjid dan beliau berdiri. (HR. Muslim, 486/222)

Dalam riwayat lain:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا فَقَدَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَضْجَعِهِ، فَلَمَسَتْهُ بِيَدِهَا، فَوَقَعَتْ عَلَيْهِ وَهُوَ سَاجِدٌ

Dari ‘Aisyah bahwa dia kehilangan Nabi ﷺ dari pembaringannya, dia menyentuhnya dengan tangannya dan nabi sedang sujud. (HR. Ahmad No. 25757. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan:

para perawinya terpercaya, semua perawinya Bukhari dan Muslim, kecuali Shalih bin Sa’id. Ibnu Hibban mengatakan terpercaya)

Nah, riwayat-riwayat ini tidak ada yang menyebutkan rapatnya kedua tumit saat sujud. Aecara sanad pun ini yang lebih kuat dibanding sebelumnya. Inilah yang dipilih oleh banyak ulama, juga Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Muqbil, dan lainnya, bahwa saat sujud kedua telapak kaki direnggangkan.

Wallahu A’lam

☘🌷🌺🌴🌾🌸🍃🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Syarah Matan Abu Syuja’ (Al Ghaayah wa At Taqriib). (Bag. 4) – Air Sumur

▪▫▪▫▪▫▪▫

(Masih Pembahasan Macam-macam Air)

٤. ماء البئر

4. Air sumur

Air sumur adalah air yang didapatkan setelah penggalian atau pengeboran pada tanah di kedalaman tertentu. Sucinya air sumur, sesuai prinsip umum dalam ayat:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dialah (Allah) yang menciptakan semua apa yang ada di bumi untukmu.

(QS. Al-Baqarah, Ayat 29)

Juga tertera dalam hadits berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَتَوَضَّأُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ وَهِيَ بِئْرٌ يُطْرَحُ فِيهَا الْحِيَضُ وَلَحْمُ الْكِلَابِ وَالنَّتْنُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَاءُ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

Dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ: “Apakah kami boleh berwudhu dari sumur budhaa’ah, yaitu sumur yang kemasukan Al Hiyadh, daging anjing, dan An Natnu (bau tidak sedap).” Lalu Rasulullah ﷺ menjawab: “Air itu adalah suci, tidak ada sesuatu yang menajiskannya.”

(HR. Abu Daud No. 67, Imam Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, Imam Yahya bin Ma’in, dan Imam Ibnu Hazm.” (Talkhish Al Habir, 1/125-126), Imam An Nawawi mengatakan: “shahih.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/82)

Hadits ini menunjukkan hukum dasar air (sumur) adalah suci, dan tidak ada apa pun yang dapat menajiskannya. Bahkan Imam Malik Rahimahullah mengatakan walau airnya sedikit, selama sifat sucinya belum berubah, baik warna, aroma, dan rasa.

Imam Ash Shan’aniy Rahimahullah mengatakan:

وبهذا الحديث استدل مالك على أن الماء لا يتنجس بوقوع النجاسة- وإن كان قليلاً- ما لم تتغير أحد أوصافه

Dengan hadits ini, Imam Malik berdalil bahwa sesungguhnya air tidak menjadi najis dengan terkenanya dia dengan najis –walau air itu sedikit- selama salah satu sifatnya belum berubah. (Subulus Salam, 1/16)

Tapi, para ulama mengoreksi pendapat Imam Malik, bahwa hadits tersebut adalah khusus untuk sumur Budhaa’ah yang memang berukuran besar, sebagaimana keterangan berikut:

فتأويله إن الماء الذي تسألون عنه وهو ماء بئر بضاعة فالجواب مطابقى لا عموم كلي كما قاله الامام مالك انتهى وإن كان الألف واللام للجنس فالحديث مخصوص بالإتفاق كما ستقف ( لا ينجسه شيء ) لكثرته فإن بئر بضاعة كان بئرا كثيرا الماء يكون ماؤها أضعاف قلتين لا يتغير بوقوع هذه الأشياء والماء الكثير لا ينجسه شيء ما لم يتغير

Ta’wilnya adalah bahwa air yang kalian tanyakan adalah tentang air sumur Budhaa’ah, maka jawabannya adalah itu khusus, bukan untuk umum sebagaimana pertanyaan Imam Malik. Selesai. Jika Alif dan Lam (pada kata Al Maa’/air) menunjukkan jenis, maka hadits ini adalah spesifik (khusus) menurut kesepakatan sebagaimana Anda lihat (tidak ada sesuatu yang menajiskannya) karena banyaknya, sesungguhnya sumur budhaa’ah adalah sumur yang banyak airnya, lebih dari dua qullah, maka terkena semua hal ini tidaklah merubahnya, dan air yang banyak tidaklah menjadi najis karena sesuatu selama belum terjadi perubahan. (Tuhfah Al Ahwadzi, 1/170. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Bersambung …

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Hukum Membangun Masjid di Tanah Fasilitas Umum (Fasum)

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum.. Bolehkah mendirikan masjid di tanah fasum dan bagaimana hukum shalat di dalamnya?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Masjid yg didirikan dari tanah fasos, fasum, tetap sah, hanya saja hendaknya izin dulu pembangunan masjid tsb, tidak dibenarkan menyerobot dan memunculkan fitnah ..

Begitu pula masjid hasil menyewa gedung seperti saudara2 kita di eropa, krn mereka dilarang mendirikan masjid, akhirnya mereka menyewa gedung dan dijadikan masjid ..semua ini sah dan boleh.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَجُعِلَتْ لَنَا الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا

Dijadikan untuk kami bumi ini semuanya adalah masjid, dan dijadikan tanahnya bagi kami adalah suci.

(HR. Muslim no. 522)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

ويجوز استئجار دار يتخذها مسجداً يصلي فيه وبه قال مالك والشافعي

Boleh menyewa rumah dan menjadikannya sebagai masjid dan shalat di dalamnya, inilah pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi’iy.

(Al Mughniy, 5/405)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Hukum Mengajar Anak-Anak Menari di Sekolah

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

Bismillahirrahmanirrahim ..

Menari, menurut umumnya para ulama adalah makruh. Bahkan menjadi haram jika dilalukan oleh wanita di hadapan laki-laki bukan mahram. Atau, saat tarian tersebut bercampur dengan kefasikan seperti khamr, iringan suara wanita yang membangkitkan syahwat, atau musik-musik jahiliyah.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.

(QS. Al-Isra’, Ayat 37)

Para ulama menjelaskan, di antara larangan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah larangan menari secara umum. Baik dilakukan anak-anak atau dewasa.

Imam Al Qurthubiy Rahimahullah mengatakan:

استدل العلماء بهذه الآية على ذم الرقص وتعاطيه، قال الإمام أبو الوفاء بن عقيل: قد نص القرآن على النهي عن الرقص فقال: ولاتمش في الأرض مرحا. وذم المختال، والرقص أشد المرح والبطر

Para ulama berdalil dengan ayat ini tentang tercelanya tarian dan praktek tarian. Imam Abul Wafa Ibnu ‘Aqil mengatakan: “Al Qur’an telah melarang tarian,” Beliau mengutip: “Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong,” ayat ini kecaman kepada orang yang sombong, dan tarian lebih parah dari sombong.

(Tafsir Al Qurthubi, 10/263)

Tarian lebih parah dibanding sombong, karena biasanya saat orang menari dia akan kagum dengan gerakan tubuhnya; baik tangannya, kakinya, badannya, kepalanya ..

Ada pun tarian peperangan, yg memang bertujuan latihan peperangan dibolehkan oleh syariat dan pernah dilakukan oleh orang-orang Habasyah (Etiopia) di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saat hari raya.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

ذهب الحنفية والمالكية والحنابلة والقفال من الشافعية إلى كراهة الرقص معللين ذلك بأن فعله دناءة وسفه، وأنه من مسقطات المروءة، وأنه من اللهو. قال الأبي: وحمل العلماء حديث رقص الحبشة على الوثب بسلاحهم، ولعبهم بحرابهم، ليوافق ما جاء في رواية: يلعبون عند رسول الله بحرابهم

Hanafiyah, Malikiyah, Hambaliyah, dan Al Qaffal dari kalangan Syafi’iyyah, mengatakan makruhnya tarian, sebab melakukan itu adalah kotor dan kebodohan, dan termasuk menggugurkan citra diri, serta termasuk hal yang melalaikan. Al Abbiy mengatakan: “Para ulama memaknai hadits tentang tarian orang Habasyah adalah untuk keahlian pedang mereka, latihan perang, sesuai riwayat lain: “Mereka bermain peperangan di hadapan Rasulullah”.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 23/10)

Maka, alangkah lebih baik anak-anak kita tidak dibentuk sejak kecil dengan perkara yang kontroversial. Walau anak-anak belum dianggap salah dari apa yang dilakukannya. Ajarkan yang jelas-jelas bolehnya, tanpa menghilangkan sisi edukasi.

Demikian. Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top