Hadits Sembilan dari Sepuluh Pintu Rizki Ada Pada Perdagangan

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Matan:

تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ

“Sembilan dari sepuluh pintu rizki ada pada perdagangan”

Hadits ini diriwayatkan oleh:

🔸 Imam As Suyuthi dalam Al Jami’ Ash Shaghir, 1/130, dari Nu’aim bin Abdurrahman dan Jabir Ath Tha’i secara mursal.

🔸 Imam Ibnul Atsir dalam An Nihayah fi Gharibil Hadits, 2/341

🔸 Imam Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal, No. 9342, beliau mengatakan bahwa hadits ini mursal.

🔸 Imam Abu Ubaid dalam Al Gharib, 2/52, dengan sanad: Hasyim, Daud bin Abi Hindi, Nu’aim bin Abdurrahman, katanya: telah sampai kepadaku bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (lalu di sebutkan)

🔸 Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam Al Mathalib Al ‘Aliyah No. 1478, dengan sanad: Khalid bin Abdullah, Daud bin Abi Hindi, Nu’aim bin Abdurrahman, katanya: telah sampai kepadaku bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (lalu di sebutkan)

🔸 Imam Ad Dauri dalam Tarikh Ibnu Ma’in, 4/49. Ad Dauri berkata: “Aku mendengar Yahya berkata: bahwasanya dijadikan sembilan dari sepuluh pintu rizki ada pada perdagangan.”

🔸 Imam Al Bushiri dalam Al Ittihaf No. 2730, dengan sanad: Khalid bin Abdullah, Daud bin Abi Hindi, Nu’aim bin Abdurrahman, katanya: telah sampai kepadaku bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (lalu di sebutkan)

Imam As Suyuthi menghasankan hadits ini. (Al Jami’ Ash Shaghir, 1/130)

Namun penghasanan tersebut telah dikritik imam lainnya. Imam Al Bushiri Rahimahullah berkata: “Sanad hadits ini dhaif, karena Nu’aim bin Abdirrahman seorang yang majhul (tidak dikenal).” (Al Itthaf Al Khairah, 3/275, No. 2730)

Imam Al ‘Iraqi Rahimahullah berkata:

رواه إبراهيم الحربي في غريب الحديث من حديث نعيم بن عبد الرحمن ” تسعة أعشار الرزق في التجارة ” ورجاله ثقات ، ونعيم هذا قال فيه ابن منده : ذكر في الصحابة ولا يصح . وقال أبو حاتم الرازي وابن حبان : إنه تابعي فالحديث مرسل

Diriwayatkan oleh Ibrahim Al Harbi dalam Gharibil Hadits, dari Hadits Nu’aim bin Abdurrahman, dan perawinya terpercaya, ada pun Nu’aim ini berkata Ibnu Mandah: Disebutkan sebagai sahabat nabi, itu tidak benar. Berkata Abu Hatim Ar Razi dan Ibnu Hibban: “Dia adalah tabi’i, maka hadits ini mursal.” (Takhrij Ahadits Al Ihya, 4/76)

Keterangan tentang Nu’aim bin Abdurrahman Al Azdi Al Bashri bahwa dia bukan seorang sahabat nabi, tetapi generasi tabi’in, dan hadits darinya adalah mursal, telah disebutkan dalam beberapa kitab. (Imam Ibnul Atsir, Usadul Ghabah, Hal. 1072. Al Hafizh Ibnu Hajar, Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, 6/510. Imam Ibnu Abi Hatim, Al Jarh wat Ta’dil, 8/461. Imam Abu Zur’ah Al ‘Iraqi, Tuhfatut Tahshil fi Dzikri Ruwatil Marasil, Hal. 328. Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 3/322)

Hadits mursal merupakan salah satu jenis dari hadits dhaif, karena munqathi’, yakni terputus sanadnya, yaitu seorang tabi’in meriwayatkan ucapan ini langsung ke nabi, tanpa melalui sahabat nabi.

Jadi, tentang hadits ini mayoritas ulama mengatakan dhaif sebagaimana dikatakan oleh Imam Al ‘Iraqi, Imam Al Bushiri, juga Syaikh Al Albani (Dhaiful Jami’ No. 2434, As Silsilah Adh Dhaifah No. 3402).

Kedhaifannya lebih kuat karena dua faktor.

Pertama, kepribadian Nu’aim bin Abdurrahman yang tidak diketahui.

Kedua, dia meriwayatkan hadits ini secara mursal, tidak melalui sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan kemursalan ini masyhur.

Namun, walau pun hadits ini dhaif, bisa jadi secara makna adalah benar. Pada kenyataannya berdagang merupakan induk semua mata pencaharian. Baik itu petani, nelayan, industri, guru, dokter, wartawan, dan lainnya, tidak akan lepas dari aktifitas tijarah (perniagaan), pasti semua akan berhubungan dengan jual-beli, baik secara langsung atau tidak.

Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:

وهذا لا يقتضي أفضلية التجارة على الصناعة والزراعة لأنه إنما يدل على أن الرزق في التجارة أكثر ولا تعارض بين الأكثرية والأفضلية

Ini tidak menunjukkan keutamaan berdagang di atas industri dan pertanian, ini hanya menunjukkan bahwa rizki dari perdagangan lebih banyak, dan tidak ada pertentangan antara jumlahnya yang lebih banyak dan lebih keutamaannya. (Faidhul Qadir, 3/322)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌾🌸🍃🌻🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Wajibnya Kaum Muslimin Menjaga Kemuliaan Al Quran

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

أجمع المسلمون على وجوب تعظيم القرآن العزيز على الإطلاق وتنزيهه وصيانته وأجمعوا على أن من جحد منه حرفا مما أجمع عليه أو زاد حرفا لم يقرأ به أحد وهو عالم بذلك فهو كافر قال الإمام الحافظ أبو الفضل القاضي عياض رحمه الله اعلم أن من استخف بالقرآن أو المصحف أو بشئ منه أو سبهما أو جحد حرفا منه أو كذب بشئ مما صرح به فيه من حكم أو خبر أو أثبت ما نفاه أو نفى ما أثبته وهو عالم بذلك أو يشك في شئ من ذلك فهو كافر بإجماع المسلمين

Kaum muslimin telah ijma’ atas wajibnya menganggungkan Al Quran secara mutlak, juga dalam menjaga dan mengamankannya. Mereka juga ijma’ bahwa siapa pun yang mengingkari satu huruf saja yang telah di sepakati di dalamnya, atau menambah satu huruf saja yang tidak pernah dibaca oleh seorang berilmu pun, dan dia menyadari hal itu, maka dia kafir.

Imam Al Hafizh Abul Fadhl Al Qadhi ‘Iyad Rahimahullah berkata: “Ketahuilah, siapa pun yang meremehkan Al Quran atau mushaf, atau melecehkannya, atau mengingkari satu huruf saja darinya, atau mendustakan sedikit saja apa yang diterangkan di dalamnya baik berupa hukum, berita, atau dia menetapkan apa yang Al Quran ingkari, atau dia mengingkari apa yang Al Quran tetapkan, dan dia tahu menyadari perbuatannya, atau dia meragukan sesuatu dari Al Quran, maka dia kafir menurut ijma’ kaum muslimin. (At Tibyan Fi Adab Halamah Al Quran, Hal. 164)

Bagaimana hukuman mereka yang melecehkan Al Quran?

Imam Muhammad bin Abi Zaid Rahimahullah berkata:

وأما من لعن المصحف فإنه يقتل هذا

Ada pun jika ada yang mengutuk mushaf maka dia wajib dibunuh. (Ibid)

🌾🌿🌷🌻🌳☘🍃🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Anak Kecil Menjadi Imam Sholat

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Amru bin Salamah Radhiallahu ‘Anhu bercerita: aku datangkan kepadamu dari sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sejujurnya, bahwa Beliau besabda:

فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ, وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا»، قَالَ: فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي, فَقَدَّمُونِي, وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ

“Jika sudah masuk waktu shalat maka azanlah salah seorang kalian, dan tunjuk yang paling banyak hapalannya sebagai imam kalian.”

Amru bin Salamah berkata: “Mereka melihat-lihat tapi tidak seorang pun yang hapalan Al Qurannya lebih banyak dibanding aku, lalu mereka memintaku maju menjadi imam, saat itu berusia enam atau tujuh tahun.”

📚 HR. Al Bukhari No. 4302, Ahmad No. 20333

Menurut hadits ini tegas kebolehannya anak kecil menjadi imam bagi orang dewasa. Walau para ulama ternyata berbeda pendapat. Syafi’iyah mengatakan boleh anak-anak jadi imam dengan keadaan dia memang hapalannya bisa diandalkan, baik shalat wajib dan sunnah. Malikiyah mengatakan tidak boleh sama sekali. Sementara Hanafiyah dan Hambaliyah hanya membolehkan pada shalat sunnah saja.

Wallahu A’lam

🌷☘🌴🌻🌾🌸🍃🌺

✍ Farid Nu’man Hasan

Bacaan Sujud Sahwi

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Sebagian fuqaha menyebutkan dalam kitab-kitab mereka bahwa disunahkan bacaan dalam sujud sahwi adalah:

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَسْهُو وَلَا يَنَامُ

Subhana man laa yashuu wa laa yanaam – Maha Suci Yang tidak pernah lupa dan tidak pernah tidur.

Doa ini berserakan dalam kitab-kitab fiqih induk madzhab Hanafi dan syafii seperti:

💢Madzhab Hanafi

Imam Ahmad bin Muhamamd bin Ismail Ath Thahawi, Miraqi Al Falah, Hal. 298

💢Madzhab Syafi’i

Imam An Nawawi, Raudhatuth Thalibin, 1/315
Imam Sulaiman bin Muhammad Al Bujairumi, Hasyiyah Al Bujairumi Alal Minhaj, 3/106.
Imam Zakariya Al Anshari, Asna Al Mathalib, 3/156.
Imam Ar Rafii, Syarh Al Kabir, 4/180.
Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, 7/136.
Imam Sulaiman bin Umar Al Jumal, Hasyiyah Al Jumal, 4/236.
Imam Syihabudin Al Qalyubi dan Imam Ahmad Amirah, Hasyiyah Qalyubi wa Amirah, 3/97
Imam Ibnu Ruslan, Syarh Kitab Ghayah Al Bayan, 1/ 209
Imam Zainuddin Al Malibari, Fathul Muin, 1/97
Imam Muhammad Al Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 3/93
Imam Syihabuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 5/233

Namun bacaan ini menurut para imam tidak shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tidak ada keterangan yang sah tentang ucapan yang mesti dibaca dalam sujud sahwi.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah juga telah menjelaskan:

قَوْلُهُ سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ قُلْت لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا

Ucapannya (Ar Rafi’i): aku mendengar sebagian imam menceritakan bahwa disunahkan membaca pada dua sujud itu: Subhana man laa yanaam wa laa yashuu, yaitu pada dua sujud sahwi. Aku (Imam Ibnu Hajar) berkata: Saya tidak temukan asal usul ucapan ini.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/14. Cet. 1, 1989M-1419H. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah mengomentari bacaan di atas:

لا يصح تقييد هذا التسبيح في سجود السهو

Tidak benar mengkaitkan tasbih ini pada sujud sahwi. (Muhadzdzab Mu’jam Al Manahi Al Lafzhiyah, Hal. 89)

Oleh karenanya sebagian ulama seperti Imam Ibnu Qudamah- menyebutkan bahwa bacaan sujud sahwi adalah sama dengan sujud biasa. Inilah yang lebih baik.

Berkata Syaikh Abu Thayyib Ali Hasan faraaj:

والصواب: أن يقول في سجود السهو مثل ما يقول في سجود الصلاة

Yang benar adalah membaca pada sujud sahwi seperti membaca pada sujud shalat. (Tanbih As Saajid , Hal. 10)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

وبعض الفقهاء يستحب أن يقول في سجود السهو ( سبحان من لا يسهو ولا ينام ) ، ولكن لا دليل عليه ، فالمشروع هو الاقتصار على ما يذكر في سجود الصلاة، ولا يعتاد ذكرا غيره

Sebagian fuqaha menganjurkan membaca pada sujud sahwi (subhana man laa yashuu wa laa yanaam), tetapi ini tidak ada dalilnya, maka yang disyariatkan adalah bacaan sebagaimana dibaca dalam sujud shalat, dan tidak ada pembiasaan dzikir selain itu. (Fatawa Islamiyah Su’al wa Jawab, No. 77430)

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

قول في سجود السهو كما يقول في سجود الصلاة لعموم قول الرسول صلى الله عليه وسلم في قوله تعالى (سبح اسم ربك الأعلى) قال (اجعلوها في سجودكم) فهو يقول كما يقول في سجود الصلاة وكذلك في الجلسة بين السجدتين يقول فيها كما يقول في الجلسة بين السجدتين في صلب الصلاة ولا ينبغي أن يقول سبحان من لا ينسى سبحان من لا يسهو أو ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا لأن هذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم

Ucapan pada sujud sahwi adalah sama seperti sujud shalat, karena keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang firman Allah Ta’ala: (sabbihisma rabbikal ala) jadikanlah ia pada sujud kalian. Maka, bacaannya sebagaimana bacaan pada sujud shalat, begitu juga ketika duduk di antara dua sujud, bacaannya adalah sama dengan bacaan duduk di antara dua sujud dalam shalat. Semestinya tidak membaca: subhana man laa yansaa subhana man laa yashuu atau rabbanaa laa tuakhidzna innaa siina aw akhthanaa,karena bacaan ini tidak ada riwayatnya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. (Syaikh Ibnul Utsaimin, Fatawa Nur Alad Darb, Bab Shalat No. 1531)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷☘🌴🌺🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top