Sikap Imam Rabbani, Imam An Nawawi Rahimahullah, Terhadap Kebijakan Penguasa Yang Mencekik Rakyat

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Sulthan Zhahir Baibras ingin memerangi pasukan Tartar di Syam. Raja hendak meminta fatwa para ulama tentang dibolehkannya memungut harta rakyat sebagai biaya jihad melawan Tartar. Maka, para fuqaha (ahli fiqih) Syam menulis kesepakatan yang membolehkan hal itu.

Azh Zhahir bertanya, “Masih adakah yang belum menyetujui kebijakan ini?” Seseorang menjawab, “Ya, Syaikh Muhyiddin An Nawawi.”

Azh Zhahir meminta Imam An Nawawi untuk menemuinya. Imam An Nawawi memenuhi permintaan itu. Azh Zhahir berkata, “Tulislah kesepakatan bersama para Ahli Fiqih!” Namun Imam An Nawawi menolaknya.
Sulthan Zhahir bertanya, “Apa sebabnya kamu tidak mau memberikan fatwa yang membolehkan seperti Ahli Fiqih lainnya?”

Imam An Nawawi menjawab:

“Aku tahu bahwa dahulu kau menjadi budak Bandaqar, dan kamu tidak punya harta. Setelah itu Allah memberikan kenikmatan kepadamu dan menjadikanmu sebagai raja. Aku telah mendengar bahwa kamu punya seribu budak, setiap budak memiliki simpanan emas, kamu memiliki dua ratus budak wanita, dan mereka semua punya perhiasan. Seandainya kau infakkan semua hartamu dan harta budak-budakmu itu, niscaya aku akan fatwakan kepadamu bolehnya mengambil harta rakyat.”

Mendengar jawaban ini, Sulthan Zhahir menjadi marah, lalu berkata, “Keluarlah dari negeriku (Damsyiq/Damaskus).” Imam An Nawawi menjawab, “Aku turuti dan taati perintahmu.” Lalu Imam An Nawawi keluar menuju Nawa.

Namun, para Ahli Fiqih berkata kepada Azh Zhahir, “Dia adalah salah satu ulama besar dan orang shalih kami, dan termasuk orang terpercaya dan diteladani. Kembalikanlah dia ke Damaskus.”

Akhirnya, Imam An Nawawi ditawari kembali ke Damaskus namun dia menolak tawaran itu, dan berkata, “Aku tidak akan masuk ke sana, selama Azh Zhahir masih ada di dalamnya.” Satu bulan setelah peristiwa itu, Azh Zhaahir wafat.

🏹🏹🏹🏹🏹🏹🏹🏹

📚 Syaikh Wahiduddin Abdussalam Bali, ‘Ulama wa Umara, Hal. 71

Inilah simbol keteguhan ulama, kuatnya daya kritis, dan tegar di atas prinsip, bukan sikap diam atau membeo yang selalu menjadi stempel dan bumper semua yang dilakukan dan diinginkan penguasa, sebagaimana sebagian da’i-da’i penjilat penguasa saat ini. Da’i-da’i yang justru menyerang para aktifis Islam yang mengkritisi kezaliman penguasa. Terbalik.

Inilah ulama Rabbani, di antara bunga-bunga Ahlus Sunnah wal Jamaah yang indah, yang telah mengaplikasikan hadits:

أفضل الجهاد كلمة عدل ( وفي رواية : حق ) عند سلطان جائر

Jihad paling utama adalah mengutarakan kalimat yang adil (dalam riwayat lain: kalimat yg haq) di hadapan pemimpin yang zalim. (Hr. At Tirmidzi, katanya: hasan gharib. Abu Daud, Ibnu Majah. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 491)

Saat ini kebijakan tidak prorakyat itu ada .., tapi mana Imam An Nawawinya ..?

🌷☘🌴🌺🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Jangan Netral Terhadap Kemungkaran

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Banyak kita jumpai muslim yang sok bijak dengan mengambil sikap katanya “netral” .., tanpa sadar mencari muka dihadapan manusia tapi buang muka dari ridha Allah Ta’ala …

Penistaan terhadap Islam melalui film FITNA (2007), karikatur menggambarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Denmark (2006), di Perancis (Charli Hebdo-2015), termasuk penistaan Al Quran oleh Ahok, atau kasus-kasus lang lainnya .. semuanya disikapi netral, baik karena khawatir dibilang fanatik, khawatir SARA, dan “gak enak ama tetangga sebelah” … dan alasan-alasan yang dibangun oleh persepsi dan ilusi, bukan iman dan argumentasi ..

📌 Ketahuilah, netral dalam situasi seperti ini adalah syetan bisu namanya ..

Abu Ali Ad Daqaq Rahimahullah mengatakan:

ُ مَنْ سَكَتَ عَن ِالْحَقِّ فَهُوَ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ

Siapa yang diam saja tidak mengambil sikap bersama Al Haq, maka dia adalah syetan bisu. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/20)

📌 Ketahuilah, Abu Thalib wafat tetap dalam keadaan kafir lantaran tidak enakan terhadap kaumnya, dia pun memilih netral ..

📌 Ketahuilah, pertarungan Al Haq dan Al Bathil itu abadi selamanya, emang mau seumur hidup jadi Muslim abu-abu ..?

📌 Ketahuilah, di akhirat nanti tidak ada netral, adanya golongan kanan dan golongan kiri .. perjelas posisimu!

📌 Ketahuilah, di akhirat nanti hanya ada golongan manusia, ahlisurga dan ahli neraka, bahkan ashhabul a’raf pun akhirnya masuk surga .. perjelas sikapmu! Rencanakan tempatmu!

📌 Ketahuilah, netral itu bukan kemajuan sikap, tapi jumud, kaku, statis, dan jalan di tempat, .. lihat tuh motor, kalo netral .. gak bisa jalan kan?

📌Ketahuilah, hidup di dunia hanya sekali dan mati juga sekali, maka matilah dalam keadaan muslim yang dibanggakan orang-orang beriman dan Rabbmu, matilah di atas jalan yang pernah dititi para pejuang mu’min dan pendahulu yang shalih ..

Perhatikan firman Rabbmu ..

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Qs. An Nisa: 115)

Wallahu A’lam

🌷☘🌴🍃🌸🌾🌻🌺

✍ Farid Nu’ma Hasan

Istighatsah, Sunnah Nabi dan Para Sahabat

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Allah Ta’ala menceritakan situasi menjelang perang Badr:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ

(Ingatlah), ketika kamu beristighatsah (memohon pertolongan) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (Qs. Al Anfal: 9)

Ini menunjukkan bahwa istighatsah merupakan sunah nabi dan para sahabatnya, dengan itu Allah Ta’ala menurunkan pertolongan berupa turunnya 1000 malaikat.

Bagaimanakah itu?

Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu bercerita:

 لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَىالْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ، وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا، فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ، ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ، فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ: «اللهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي، اللهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ»، فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ، مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ، فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ، فَأَلْقَاهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ، وَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ} [الأنفال: ٩] 

Pada hari Badar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandang kaum musyrikin, jumlah mereka 1000 dan kaum muslimin 319 orang.

Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaih wa Sallam menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya dan berteriak kepada Rabbnya:

“Ya Allah penuhilah janjiMu kepadaku, Ya Allah penuhilah janjiMu kepadaku, Ya Allah jika pasukan ini, orang-orang Islam, binasa niscaya tidak ada lagi yang menyembahmu di muka bumi.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terus menghadap kiblat dan bersuara keras dengan Rabbnya sampai selendangnya terjatuh dari pundaknya.

Lalu Abu Bakar mengambilnya dan meletakkan kembali ke pundaknya dan menemaninya di belakangnya, lalu berkata:

“Wahai Nabi Allah, cukup sudah senandung doamu kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi janjiNya kepadamu.”

Lalu Allah Ta’ala turunkan ayat:

(Ingatlah), ketika kamu beristighatsah (memohon pertolongan) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (Qs. Al Anfal: 9)

📚 HR. Muslim, 85/1763. At Tirmidzi, No. 3081. Ibnu Hibban No. 4793

Dari kisah ini, Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وَفِيهِ اسْتِحْبَابُ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ فِي الدُّعَاءِ وَرَفْعِ الْيَدَيْنِ فِيهِ وَأَنَّهُ لَا بَأْسَ بِرَفْعِ الصَّوْتِ فِي الدُّعَاءِ

Pada kisah ini menunjukkan disunahkannya menghadap kiblat saat berdoa, mengangkat kedua tangan, dan tidak apa-apa meninggikan suara saat berdoa.

📚 Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 12/84

Demikian. Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalatnya Abdullah bin Az Zubeir Radhiallahu ‘Anhuma

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Mujahid berkata:

كان ابن الزبير إذا قام في الصلاة كأنه عود من الخشوع

Ibnuz Zubeir, jika dia mendirikan shalat seakan tongkat kayu karena begitu khusyu’. (Imam As Suyuthi, Tarikh Al Khulafa, Hal. 95)

Amru bin Dinar berkata:

ما رأيت مصليا أحسن صلاة من ابن الزبير و كان يصلي في الحجر ـ و المنجنيق يصيب طرف ثوبه ـ فما يلتفت إليه

Aku belum pernah melihat orang shalat yang shalatnya lebih baik dibanding Ibnu Az Zubeir. Dia pernah shalat di sebuah ruangan, dan ujung pakaiannya pernah tertimpa manjanik (ketapel), tapi dia sama sekali tidak menoleh. (Ibid, Hal. 187)

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top