Perkataan: “Bekerjalah Untuk Duniamu Seakan Hidup Selamanya dan Beramalah Untuk Akhirat Seakan Mati Esok”

💦💥💦💥💦💥💦💥

Daftar Isi

PERTANYAAN:

Assalamualaikum
Mohon penjelasan tentang keshahihan ungkapan ini

I’mal lidunyaaka ka-annaka ta’isyu abadan, wa’mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan.” [Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok].

JAWABAN

🌴🌴🌴🌴🌴

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah

Ungkapan itu memang ada secara mauquf (sebagai ucapan sahabat), yakni ucapan Abdullah bin Umar bin Al Khathab. (Ibnu Asy Syajari, Al Amali, 1/386. Mawqi’ Al Warraq) ada juga yang menyebut sebagai ucapan Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash. (Ibnu Abdi Rabbih, Al ‘Aqdul Farid, 2/469. Mawqi’ Al Warraq)

Ada juga ucapan yang mirip dengan ini juga dari Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, dengan kalimat sedikit berbeda yakni “ Uhzur lid Duniyaka (Kira-kiralah untuk duniamu) …’, bukan “ I’mal lid Duniaka (bekerjalah untuk duniamu) ..”

أحزر لدنياك كأنك تعيش أبدا ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا

“Jagalah untuk duniamu, seakan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan kamu mati besok.” (Lihat Musnad Al Harits, No. 1079. Mawqi’ Jami’ Al Hadits. Lalu Imam Nuruddin Al Haitsami, Bughiyatul Bahits ‘an Zawaid Musnad Al Harits, Hal. 327. Dar Ath Thala’i Lin Nasyr wat Tauzi’ wat Tashdir. Lihat juga, Al Hafizh Ibnu Hajar, Al Mathalib Al ‘Aliyah, No. 3256. Mauqi’ Jami’ Al Hadits.)

Dalam sumber yang lain disebutkan bahwa ini adalah ucapan dari Abu Darda Radhiallahu ‘Anhu dan Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash juga, dengan ungkapan yang juga agak berbeda yakni “Ihrits lid Duniaka (tanamlah untuk duniamu) ….. dst. (Lihat Imam Ar Raghib Al Ashfahani, Muhadharat Al Adiba’, 1/226. Mawqi’ Al Warraq. Lihat Ibnu Qutaibah, Gharibul Hadits, 1/81, pada Juz 2, Hal.123, beliau menyebutkan bahwa makna Ihrits adalah kumpulkanlah. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Jadi, ada tiga macam redaksi: I’malu (Bekerjalah), Uhzur (kira-kira lah), dan Ihrits (tanamlah). Semua ini tidak satu pun yang merupakan ucapan Rasulullah, melainkan ucapan sahabat saja.

Bahkan ada juga sebagai berikut:

أصلحوا دنياكم ، و اعملوا لآخرتكم ، كأنكم تموتون غدا

“Perbaikilah oleh dunia kalian, dan bekerjalah untuk akhirat kalian, seakan kalian mati besok.” (HR. Al Qudha’i,
668. Mawqi’ Jami’ Al Hadits)

Hadits ini tanpa ada bagian, “Seakan kau hidup selamanya.” Hadits ini dhaif jiddan (sangat lemah). Lantaran di dalam sanadnya terdapat Miqdam bin Daud dan Sulaiman bin Arqam. Syaikh Al Albani mengatakan dua orang ini adalah perawi dhaif. (As Silsilah Adh Dha’ifah, 2/266. No. 874. Darul Ma’arif)

Imam Al Haitsami mengatakan bahwa Miqdam bin Daud adalah dhaif. (Majma’ Az Zawaid, 5/120. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Sementara, Al ‘Allamah Muhammad Thahir bin ‘Ali Al Hindi berkata tentang Sulaiman bin Arqam: matruk (haditsnya ditinggalkan). (Tadzkirah Al Maudhu’at,
Mawqi’ Ya’sub)

Begitu pula Al ‘Allamah Alauddin Al Muttaqi Al Hindi juga menyebutnya matruk. (Kanzul ‘Umal, 7/183. No. 18596. Masasah Ar Risalah)

Sedangkan Al Haitsami mengatakan: dhaif. (Majma’ Az Zawaid, 2/69) dan matruk. (Ibid, 2/112)

Imam An Nasa’i dan Imam Ad Daruquthni juga mengatakan matruk. (Al Hazfizh Az Zaila’i, Nashbur Rayyah, 1/188. Mawqi’ Al Islam)

Sedangkan Az Zaila’i sendiri berkomentar tentang Sulaiman bin Arqam: dhaif menurut para ahli hadits. (Ibid, 1/190. Lihat juga Al Hafizh Al Mizzi, Tuhfatul Asyraf, 13/380. Al Maktab Al Islami) Al Hafizh Ibnu Hajar juga mengatakan: matruk. (At Talkhish Al Habir, 1/655. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Selain dua orang ini, sanad hadits ini juga terdapat ‘Isa bin Waqid yang tidak diketahui identitasnya. Al Haitsami berkata: “Aku belum mendapatkan siapa saja yang menyebutkan tentang dia.” (Majma’ Az Zawaid, 1/293) Syaikh Al Albani sendiri mengatakan: Aku tidak mengenalnya.(As Silsilah Adh Dha’ifah, 2/266. No. 874)

Dengan demikian jelaslah bahwa riwayat ini sangat lemah. Wallahu A’lam

Catatan:

Walau ini bukan hadits nabi, sekadar ucapan sahabat nabi saja. Secara esensi ini adalah ucapan yang baik yakni mengajarkan keseriusan dalam ibadah untuk akhirat dan bekerja untuk dunia. Sebab jika keadaannya dibalik, jika manusia beribadah merasa hidup selamanya, dia akan meremehkan ibadah tersebut sebab dia bisa melaksanakannya di lain waktu. Juga jika bekerja untk dunia justru merasa besok akan mati, maka dia tidak akan semangat kerja sebab dia merasa apa yang dikerjakannya adalah percuma saja, karena besok sudah mati.

Jadi, inti kalimat ini mengajarkan profesionalisme dalam bekerja dan ibadah. Namun demikian, sikap berlebihan dalam kedua hal ini juga bukan sikap yang dibenarkan dalam Islam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersaba:

ما قل و كفى خير مما كثر و ألهى

“Apa pun yang sedikit tapi mencukupi, adalah lebih baik dibanding yang banyak tetapi melalaikan.” (HR. Ahmad No. 20728. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/82, No. 7. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath, No. 2640 dan 3001. Ath Thabari, Tahdzibul Atsar, No. 2496. Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 9986. Musnad Asy Syihab Al Qudha’i No. 1165. Musnad Ath Thayalisi, No. 1061. Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihan, No. 3620. Katanya: shahih, dan Bukhari-Muslim tidak mengeluarkannya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab Shahih-nya No. 3329)

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Wudhu Pakai Air Hangat

💦💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz…mo nanya..
Bagaimana…hukumnya klu kita melakukan tayamum…sedangkan àir adanya dingin…krn suhu yg dingin krn memang letak daerah itu dikaki gunung…bolehkan kita menggunakan air yg di hàngatkan terlebih dahulu…( mf klu pertanyaannya membinggungkan) trimksh ustadz

Syukron ustadz

📬 JAWABAN

🌴🌴🌴🌴🌴

Wa’alaikumussalam warahmatullah .., Bismillah wal hamdulillah …

Sebagian ulama ada yang memakruhkan berudhu dengan air hangat, berdasarkan hadits-hadits larangan berwudhu dengan air musyammas (air hangat karena panas matahari).

Dari Muhammad bin Al Fath, dari Muhammad bin Al Husein Al Bazaz, dari Amru bin Muhammad Al A’syam, dari Falih, dari Az Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:

نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يتوضأ بالماء المشمس أو يغتسل به وقال إنه يورث البرص

Rasulullah ﷺ melarang berwudhu atau mandi dengan air hangat karena terik matahari. Beliau mengatakan: itu dapat menyebabkan kusta. (HR. Ad Daruquthni, 1/38)

Hadits ini dhaif. Berkata Ad Daruqthni: “Amru bin Muhammad Al A’syam itu munkar haditsnya, tidak ada yang meriwayatkan dari Falih kecuali dirinya. Dan tidak shahih dari Az Zuhri.” (Ibid)

Sehingga lemahnya hadits ini tidak cukup baginya untuk dijadikan acuan utama. Jadi, wajar jika umumnya ulama membolehkannya untuk beruwdhu, baik hangat karena matahari atau direbus baik dengan api unggun atau listri.

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berkata:

ولا أكره الماء المشمس إلا أن يكره من جهة الطب

Aku tidak memakruhkan air musyammas (air hangat karena terik matahari), melainkan makruhnya itu dari sisi kedokteran saja. (Ma’rifatus Sunan,23/507)

Imam Ali Al Qari Rahimahullah menjelaskan:

واعلم أن استعمال الماء المشمس مكروه على الأصح من مذهب الشافعي والمختار عند متأخري أصحابه عدم كراهيته وهو مذهب الأئمة الثلاثة والماء المسخن غير مكروه بالإتفاق

Ketahuilah, bahwa menggunakan air musyammas itu makruh menurut yang shahih dari madzhab Syafi’i, namun yang dipilih oleh Syafi’iyah generasi belakangan adalah tidak makruh, dan itulah pendapat para imam yang tiga (Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad). Ada pun air rebusan TIDAKLAH MAKRUH menurut kesepakatan ulama. (Mirqah Al Mafatih, 2/422)

Sedangkan bertayamum karena air sangat dingin, dan dengan itu dia khawatir atas kesehatan dirinya, juga tidak apa-apa. Syaikh Abu Bakar Al Jazairi Rahimahullah mengatakan:

Jika air sangat dingin dan tidak api yang bisa memanaskannya, dan dia yakin bisa sakit jika menggunakan air dingin tersebut, maka dia bisa bertayamum dan shalat dengannya, itu tidak apa-apa. Sebab Abu Daud meriwayatkan dengan sanadyang jayyid, bahwa Nabi ﷺ menyetujui Amr bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu melakukan itu. ( Minhajul Muslim, Hal. 141, Cat kaki No. 4. Maktabah Al ‘Ulum wa Hikam. Madinah)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Sedang Ihram Menutupi Kepala Karena ‘Uzur, Bolehkah?

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh…
Afwan ustadz mau tanya ….saat umroh untuk laki2 apakah boleh pake pelindung kepala ? Krn kondisi di kepala ada tumor yg tdk boleh terkena sinar matahari….. jazakallah khoir ustadz….(+62 822-2141-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Memakai tutup kepala bagi kaum laki-laki saat ihram adalah terlarang, baik itu topi, peci, sorban, dan apa pun yang langsung bersentuhan dengan kepala.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ
بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ أَوْ قَالَ فَأَوْقَصَتْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ وَلَا تُحَنِّطُوهُ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’Anhuma berkata; “Ada seorang laki-laki ketika sedang wukuf di ‘Arafah terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga ia terinjak” atau dia Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: “Hingga orang itu mati seketika”. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala karena dia nanti akan dibangkitkan pada hari qiyamat dalam keadaan bertalbiyyah”.

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Ada pun menutupi kepala tapi tidak menyentuh kepala, seperti dengan payung, atau payung kecil yang dililit kepala, apalagi jika ada ‘udzur seperti sakit, maka ini boleh.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

جَوَاز تَظْلِيل الْمُحْرِم عَلَى رَأْسه بِثَوْبٍ وَغَيْره , وَهُوَ مَذْهَبنَا وَمَذْهَب جَمَاهِير الْعُلَمَاء

Bolehnya orang yang ihram membuat naungan di kepalanya, baik dengan kain, atau lainnya. Inilah madzhab kami (Syafi’iyah), dan madzhab MAYORITAS ulama.

(Syarh Shahih Muslim, 9/46)

Dalilnya adalah:

عَنْ أُمِّ الْحُصَيْنِ جَدَّتِهِ قَالَتْ
حَجَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ فَرَأَيْتُ أُسَامَةَ وَبِلَالًا وَأَحَدُهُمَا آخِذٌ بِخِطَامِ نَاقَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ رَافِعٌ ثَوْبَهُ يَسْتُرُهُ مِنْ الْحَرِّ حَتَّى رَمَى جَمْرَةَ الْعَقَبَةِ

Dari Ummu Hushain kakekknya, ia berkata; Aku ikut menunaikan haji bersama-sama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika haji wada’. Aku melihat Bilal dan Usamah; yang satu memegang tali Unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang satu lagi memayungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan bajunya dari terik matahari sampai beliau selesai melempar Jamrah Aqabah.

(HR. Muslim no. 1298)

Maka, jika Anda menutup kepala karena sakit, dan tutupan itu tdk langsung bersentuhan kulit kepala maka tidak apa-apa. Hisa dipakai payung atau sejenisnya.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

✍ Farid Nu’man Hasan

Sikap Muslim Saat Agama, Al-Qur’an, Nabi Dihina

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz.. Bolehkah kita marah saat Al Quran dihina..? Nabi di hina..? Mohon penjelasannya..? Ada sebagian ustadz mengajarkan seperti ini… Sejarah telah mengajarkan kepada kita, nabi ketika da’wah di katakan majenun orang sesat dan di lempar batu2 sampai berdarah dll apakah waktu itu Nabi membalas semua hina’an itu??, bahkan ketika org yahudi itu mrngolok-olok nabi tidak ada lagi(sakit) nabi muhammad menjenguknya,,,,, begitulah ahlaq Nabi. (0819-0609-2xxx)

📬 JAWABAN

🌴🌴🌴🌴

Wa’alaikumussalam, Bismillah wal Hamdulillah ..

Boleh, bahkan wajib marah, sebagaimana penjelasan ulama (nanti saya sampaikan). Itu bagian dari hasasiyah imaniyah (kepekaan iman) seorang muslim.

Ada pun peristiwa yang dialami Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mesti melihatnya dari A sampai dengan Z sejarah nabi. Yang hanya mengajarkan “kelembutan” tanpa ketegasan telah zalim terhadap sejarah kehidupan nabi, begitu juga sama zalimnya yang mengajarkan “ketegasan” tanpa kesabaran. Kelembutan tanpa batas adalah banci, dan ketegasan tanpa batas adalah ekstrim. Keduanya tercela.

Kisah awal sejarah nabi, penuh dengan hinaan, cacian, bahkan percobaan pembunuhan, tapi nabi tidak membalas, tetap bersabar, sabar, sabar, dan berda’wah. Ini sangat terkenal, seperti kisah Yahudi yang melemparinya dengan kotoran unta, dll.

Kisah selanjutnya, fase Madinah, masa-masa kaum muslimin saat itu kuat dan berwibawa, yang ada adalah ketegasan bagi para pencela Islam.

Ka’ab bin Asyraf, Yahudi Madinah, penyair yang selalu menghina nabi, dipenggal kepalanya oleh pemuda muslim, Muhammad bin Maslamah setelah minta izin kepada nabi. Sehingga Al Hafizh Ibnu Hajar, Imaj As Suyuthi mengatakan hukuman mati bagi siapa pun pencela nabi. Bagaimana tidak? Pencela sahabat nabi saja, seperti yang dilakukan sekte syiah, juga divonis hukuman mati oleh para tabi’in.

Lalu, Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam shahihnya, menceritakan perintah nabi untuk menghukum kaum ‘Ukl atau Urainah dengan cara mencungkil mata mereka, memotong tangan dan kakinya. Mereka sudah minta ampun tapi nabi tidak memaafkan mereka dan menjemurnya di terik matahari sampai mati. Padahal bukan dalam keadaan perang, tapi disebabkan mereka telah membunuh scara sadis dan kejam beberapa penggembala nabi.

Pasca perang Ahzab, nabi mengambil keputusan menghukum mati para pembesar Yahudi Madinah yang telah berkhianat atas perjanjian Piagam Madinah, dengan mengepung Madinah dalam perang Ahzab. Ratusan jumlah yang dieksekusi.

Dan lain sebagainya.

Semua sikap keras ini sama sekali tidak mengurangi kenabiannya, kemuliaannya, keadilan, dan keluhuran akhlaknya. Sebab, semua sikap ada latar belakang masing-masing. Maka, sangat keliru, ceroboh, dan ngawur, yang mengajarkan kelembutan pada saat harus tegas dan keras, dan mengajarkan kekerasan padahal bukan pada tempatnya dan waktunya.

Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi berkata:

واستثنى اهل العلم من سب الله تعالى أو رسوله فإنه يقتل فى الحال …

Para ulama membuat pengecualian bahwa orang yang menghina Allah atau RasulNya, dibunuh seketika itu juga .. ( Minhajul Muslim, Hal. 379. Cet. 4. Maktabah Al ‘Ulum wal Hikam. Madinah)

Imam Muhammad bin Abi Zaid Rahimahullah berkata:

وأما من لعن المصحف فإنه يقتل هذا

Ada pun jika ada yang mengutuk mushaf/Al Quran maka dia wajib dibunuh. (Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 164)

Inilah penjelasan ulama, bukan badut-badut sok bijak yang mencari muka dihadapan orang kafir dan media, Hadaanallah wa iyyaahum …

Wallahul Musta’an wa Ilaihi Musytaka ..

🌿🍃🌹☘🌸🌷🌺🌻🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top