Belajar Agama Itu Mesti Jelas Rujukannya

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Era medsos membuat mudah mendapatkan sumber informasi, begitu pula tentang konten-konten keislaman. Ini bagus. Tp, negatifnya adalah kesadaran untuk mengetahui sumber sering diabaikan. Dapat info langaung BC, dpt ilmu langsung share, padahal tidak ada sandarannya (baca: sanad). Ini jd bahaya, sebab ada dusta dan kepalsusan didalamnya.

Oleh karena itu para ulama memberikan nasihat, di antaranya Imam Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullah:

الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

Isnad (sandaran) itu bagian dari agama, seandainya bukan karena isnad niscaya manusia akan sembarangan dan senaknya berbicara. (Shahih Muslim bisyarhi An Nawawi, 1/77)

Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah berkata:

الإسناد سلاح المؤمن، فإذا لم يكن معه سلاح فبأي شيء يقاتل

Isnad itu senjata bagi seorang mu’min, jika dia tidak memiliki senjata maka dengan apa dia berperang? (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, 1/27)

📌Membaca buku sudah cukup?

Pada dasarnya berjumpa dan bermajelis dengan guru itulah yang utama. Hal ini bisa diperoleh di pesantren, berkunjung ke rumah guru, atau hadir dalam ta’lim para guru. Sehingga terjadi kesinambungan ilmu dari syaikh ke muridnya.

Zaman ini, ketika kesibukan duniawi manusia luar biasa, lonjakan penduduk juga sangat tinggi, sementara mereka ingin belajar agama untuk bekal hidupnya, apakah hanya membaca buku saja sudah cukup tanpa adanya guru? Sebagian ulama memang melarang seperti itu, seperti Imam Asy Syafi’i, Sulaiman bin Musa, dll, sebab khawatir adanya ketergelinciran pemahaman, tanpa guru dia sulit membedakan mana haq dan batil.

Tapi, tidak semua ulama menyetujui itu. Sebagian lain mengatakan boleh saja, asalkan buku yang ditelaahnya adalah karya ulama yang mautsuq (bisa dipercaya).

Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah berkata:

أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها لأن الثقة قد حصلت بها كما تحصل بالرواية ولذلك اعتمد الناس على الكتب المشهورة في النحو واللغة والطب وسائر العلوم لحصول الثقة بها وبعد التدليس

Ada pun berpegang kepada buku-buku fiqih yang shahih dan terpercaya, maka para ulama zaman ini sepakat atas kebolehan bersandar kepadanya. Sebab, seorang yang bisa dipercaya sudah cukup mencapai tujuan sebagaimana tujuan pada periwayatan. Oleh karena itu, manusia yang bersandar pada buku-buku terkenal baik nahwu, bahasa, kedokteran, atau disiplin ilmu lainnya, sudah cukup untuk mendapatkan posisi “tsiqah/bisa dipercaya” dan jauh dari kesamaran.
(Imam As Suyuthi, Asybah wa Nazhair, Hal. 310. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut)

Tapi, hal ini tidak berlaku bagi para qari Al Quran, sebab khusus itu mesti talaqqi kepada guru.

Maka dikatakan:

فعلى قارئ القرآن ان يأخذ قرائته على طريق التلقّى و الإسناد عن الشيوخ الآخذين عن شيوخهم كى يصل الى تأكد من أن تلاوته تطابق ما جاء عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

Wajib bagi qari untuk mengambil bacaan Al Qurannya dengan metode talaqqi, dan mengambik sanad dari para guru yang jyga mengambil dari guru-guru mereka agar terjadi kesinambungan bacaannya dan sebagai pemastian bahwa bacaannya sesuai dengan apa yang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Haqqut Tilawah, Hal. 46)

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Rambu-Rambu Bagi Yang Ikut Serta dalam Muzhaharah Saliimah (Aksi Damai)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Luruskan niat untuk mencari ridha Allah, bukan untuk pujian dan obsesi pribadi-duniawi

📌 Pasang wajah yang menarik, senyum, sapa dan salam kepada saudara seperjuangan, wartawan, dan kepada pihak keamanan

📌 Berkata-kata yang baik tanpa mengurangi ketegasan, dan hindari kata-kata kotor, caci maki, sumpah serapah kepada siapa pun

📌 Tertib di jalan dan di tempat aksi, serta memberikan hak pengguna jalan lainnya

📌 Tidak merusak fasilitas umum, pepohonan, pedagang kaki lima, dan milik orang lain

📌 Tetap menjaga kebersihan dengan membawa kantong sampah kresek sendiri dan membuang pada tempatnya

📌 Tidak terpancing oleh ajakan-ajakan negatif, seperti menyerang polisi, merubuhkan pohon, pemarka jalan, dan lainnya, yang datangnya dari peserta aksi damai lainnya, yang dimungkinkan sebagai provokasi dari pihak yang ingin merusak jalannya aksi damai

📌 Tetap ikuti korlap dan komanda acara, Insya Allah tidak akan mudah terprovokasi

📌 Siapkan fisik yang prima, bawa makanan dan minuman yang cukup

📌 Tetap jaga wudhu untuk shalat, menjaga kemungkinan sulitnya air wudhu karena banyaknya peserta aksi

📌 Akhiri aksi damai dengan kebaikan, tidak lupa mendoakan kebaikan kepada pemimpin negara agar Allah memberikan petunjuk kepadanya, serta doa untuk para ulama, guru, kiayi, habaib, mujahidin, du’at, aktifis Islam, secara khusus Indonesia .. dan umumnya bagi seluruh kaum muslimin di dunia.

📌 Lalu bertawakal kepada Allah Ta’ala atas hasil usaha dari Aksi Damai ini

📌 Membubarkan diri dengan tertib dan meninggalkan tempat aksi dalam keadaan bersih dan rapi; sehingga Aksi ini mendapatkan kesan positif bagi masyarakat dan semoga mendapatkan ridha Allah Ta’ala

🍃🌷☘🌺🌴🌻🌾🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

Wanita Muslimah Menikahi Laki-Laki Non Muslim

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Beberapa hari lalu kami sudah membahas laki-laki muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sekarang sebaliknya, seorang wanita muslimah menikahi laki-laki Yahudi atau Nasrani. Kasus ini memiliki nilai lain dengan sebelumnya. Islam telah melarang hal ini terjadi, namun tidak sedikit wanita muslimah yang melanggarnya. Larangan ini berdasarkan Al Quran, As Sunnah, dan ijma’.

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka ; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagimereka.(QS. Al Mumtahanah (60): 10)

Berkata Imam Al Qurthubi Rahimahullah tentang ayat (maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Merekatiada halal bagi orang-orang kafiritudan orang-orang kafiritutiada halal pula bagimereka):

“Yaitu Allah tidak menghalalkan wanita beriman untuk orang kafir, dan tidak boleh laki-laki beriman menikahi wanita musyrik.”

(Imam Al Qurthubi, Jami’ul Ahkam, 18/63. Tahqiq: Hisyam Samir Al Bukhari. Dar ‘Alim Al Kutub, Riyadh)

Dalam As Sunnah, adalah Zainab puteri Rasulullah menikahi Abu Al ‘Ash yang masih kafir. Saat itu belum turun ayat larangan pernikahan yang seperti ini. Ketika turun ayat larangannya, maka Zainab meninggalkannya selama enam tahun hingga akhirnya Abu Al ‘Ash masuk Islam. Akhirnya nabi mengulangi pernikahan mereka dengan akad yang baru.

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan:

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengembalikan puterinya, Zainab, kepada Abu Al ‘Ash bin Ar Rabi’ setelah enam tahun lamanya, dengan pernikahan awal.

(HR. At Tirmidzi No. 1143, katanya: “isnadnya tidak apa-apa.” Ibnu Majah No. 2009, Abu Daud No. 2240, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2811, 6693, Ahmad No. 1876)

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Dishahihkan oleh Imam Ahmad.” (Lihat Tahdzibus Sunan, 1/357). Imam Al Hakim menshahihkannya, katanya sesuai syarat Imam Muslim. (Al Mustadrak No. 6693). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 1876). Syaikh Al Albani menshahihkannya. (Irwa’ Al Ghalil No. 1961)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan bahwa larangan tersebut adalah ijma’, katanya:

Dan, telah menjadi ijma’ (konsensus) yang kuat atas haramnya wanita muslimah menikahi orang-orang kafir. (Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 15/203. Mawqi’ Al Islam)

Disamping larangan menurut tiga sumber hukum Islam (Al Quran, As Sunah, dan Ijma’), hal ini juga terlarang karena biasanya isteri mengikuti suami. Jika suami kafir, maka besar kemungkinan ia akan mengendalikan anak isterinya untuk mengikuti agamanya. Sekalipun itu tidak terjadi, hal ini tetap terlarang menurut Al Quran, As Sunnah dan Ijma’.

Syaikh Wahbah Az Zuhailli Hafizhahullah menjelaskan:

“Dikarenakan pada pernikahan ini, dikhawatirkan terjatuhnya wanita muslimah dalam kekafiran, karena biasanya suami akan mengajaknya kepada agamanya, dan para isteri biasanya mengikuti para suami, dan mengekor agama mereka, ini tekah diisyaratkan pada akhir ayat: (mereka itu mengajak kepada neraka) (QS. Al Baqarah (2): 122), yaitu mereka mengajak wanita-wanita beriman kepada kekafiran, dan ajakan kepada kekafiran merupakan ajakan kepada neraka, karena kekafiran mesti masuk ke neraka, maka menikahnya laki-laki kafir dengan muslimah merupakan sebab kepada keharaman, maka itu adalah haram dan batil.”

(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhu Al Islami wa Adillatuhu, 9/144)

Dalam Majalah Majma’ Al Fiqh Al Islami (Majalah Lembaga Fiqih Islam) disebutkan sebuah jawaban dari masalah ini:

“Tidak boleh muslimah menikahi non muslim, apa pun keadaanya, karena itu menjadi sebab perubahan bagi muslimah karena dia lemah. Dalilnya adalah firmanNya: (Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelummerekaberiman. Sesungguhnyabudak yang mukminlebihbaikdari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu), dan ayat (Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka)”.

(Majalah Majma’Al Fiqh Al Islami, 3/1067. Syamilah)

Jika pernikahan itu terjadi juga, maka mereka terus menerus dalam perzinahan. Ada pun pihak-pihak yang membantu terjadinya pernikahan tersebut, baik penghulu, saksi, dan wali, dan orang-orang yang merestui mereka, ikut bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran ini. Allahul Musta’an!
Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🌾🍃🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

Doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Saat Keluar Rumah

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

مَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْتِي قَطُّ إِلَّا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah keluar dari rumah kecuali beliau melihat ke langit seraya berdoa:

“ALLAHUMMA A’UUDZU BIKA AN ADHILLA AW UDHALLA AW AZILLA AW UZALLA AW AZHLIMA AW UZHLAMA AW AJHALA AW UJHALA ‘ALAYYA

(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ketersesatan atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, menzhalimi atau dizhalimi dan membodohi atau dibodohi).”

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

📚 HR. Abu Daud No. 5094, An Nasa’i No. 5486, Al Hakim No.1907, beliau berkata: “Shahih sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim.”

Berkata Ath Thayyibi Rahimahullah:

فَاسْتُعِيذَ مِنْ هَذِهِ الْأَحْوَالِ كُلِّهَا بِلَفْظٍ سَلِسٍ مُوجَزٍ وَرُوعِيَ الْمُطَابَقَةُ الْمَعْنَوِيَّةُ وَالْمُشَاكَلَةُ اللَّفْظِيَّةُ كَقَوْلِ الشَّاعِرِ

Maka hendaknya meminta perlindungan dari semua keadaan ini dengan kata-kata yang ringan, ringkas, indah, yang begitu serasi antara makna dan bentuk katanya, seperti sya’ir.

📖 Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 9/272

🌾🌿🌷🌳🌻☘🍃🌸

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top