Salah Satu Adab Murid Terhadap Guru

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah bercerita tentang dirinya:

كنت أتصفح الورقة بين يدي الإمام مالك تصفحاً رقيقاً – يعني في مجلس العلم – هيبة لئلا يسمع وقعها

Di dalam majelis ilmu, aku membuka lembaran kertas dihadapan Imam Malik dengan sangat hati-hati dan pelan karena kewibawaannya, supaya Beliau tidak terganggu mendengar suara gesekannya.

📖📖📖📖📖📖📖

📚 Aqwaal As Salaf Ash Shaalih No. 15

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Bagaimana Bacaan Salam di Akhir Sholat?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu ‘Alaikum, afwan Ust, mau tanya bagaimana ucapan salam di akhir shalat, karena ada yang baca wa rahmatullah, ada yang wa barakatuh. Mohon dengan haditsnya.(dari 081383368xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa man Waalah, wa ba’d:

Tentang ucapan salam selesainya shalat, baik As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh atauAs Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah saja, atau As Salamu ‘Alaikum saja, ketiganya ada dalam sunah.

📌 Pertama. Berikut ini keterangan bacaan salam dengan lafaz: As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Dari ‘Alqamah bin Wa-il, dari ayahnya, katanya:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ وَعَنْ شِمَالِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Saya shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau mengucapkan salam ke kanan: “As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh,” dan ke kirinya: “As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah.” (HR. Abu Daud No. 997)

Sederetan muhaqqiqin telah menshahihkan hadits ini dan memastikannya ada dalam kitab Sunan Abi Daud.

Syaikh Al Albani berkata: “Isnad hadits ini shahih,  dan dishahihkan oleh Imam An Nawawi, Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, lalu juga oleh Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, dan Imam Ibnu Sayyidin Naas.” (Shahih Abi Daud No. 915),Imam Ibnu Abdil Hadi juga mengatakan shahih. (Al Muharrar fil Hadits, 1/207, No. 271)

Sebagian ulama, seperti Imam Ibnu Ash Shalah Rahimahullah mengatakan bahwa tambahan “wa barakatuh” tidak ada dalam kitab-kitab hadits. Pernyataan ini telah dikoreksi Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah sebagai berikut:

تنبيه : وقع في صحيح ابن حبان من حديث ابن مسعود زيادة ” وبركاته ” ، وهي عند ابن ماجه أيضا ، وهي عند أبي داود أيضا في حديث وائل بن حجر ، فيتعجب من ابن الصلاح حيث يقول : إن هذه الزيادة ليست في شيء من كتب الحديث

Peringatan: hadits ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban dari haditsnya Ibnu Mas’ud dengan tambahan “wa barakatuh”, ini juga diriwayatkan Ibnu Majah, juga Abu Daud dalam hadits Wa-il bin Hujr, maka sungguh mengherankan apa yang dikatakan Ibnu Ash Shalah ketika dia berkata: “Sesungguhnya tambahan tersebut tidak ada sedikit pun dalam kitab-kitab hadits.” (At Talkhish Al Habir, 1/271)

Al Hafizh Ibnu Hajar –sebagaimana dikutip oleh Asy Syaikh Abul Hasan Ubaidullah Al Mubarkafuri-  juga mengoreksi Imam An Nawawi yang menyebutkan bahwa kalimat “wa barakatuh” hanya diriwayatkan secara menyendiri. Beliau berkata:

فهذه عدة طرق تثبت بها “وبركاته”، بخلاف ما يوهمه كلام الشيخ أنها رواية فردة-انتهى

Inilah sejumlah jalur yang dengannya menjadi shahih kalimat “wa barakatuh”, berbeda dengan yang disangka oleh Asy Syaikh (An Nawawi) bahwa itu adalah riwayat yang menyendiri. Selesai. (Mir’ah Al Mafatih, 3/307)

Nah, dari hadits di atas terlihat jelas sunahnya tambahan “wa barakatuh”, hanya saja mereka menyunnahkan hanya pada salam yang pertama sebagaimana yang nampak secara tekstual dalam haditsnya.

 Disebutkan oleh pengarang kitab Al Minhal:

وبهذا تعلم استحباب زيادة ” وبركاته ” في التسليمة الأولى

Maka dengan ini Anda mengetahui sunahnya tambahan “wa barakatuh” dalam salam yang pertama.(Al Minhal, 6/117)

Ini juga pendapat Syaikh Al Albani Rahimahullah, bahwa tambahan tersebut hanya pada salam pertama. (Tamamul Minnah, Hal. 171)

Tetapi, Imam Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Al Mushannaf-nya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh secara jahr (dikeraskan) hingga terlihat pipinya yang putih, baik ke kanan (salam pertama) dan ke kiri (salam kedua). (Al Mushannaf Abdurrazaaq, 2/219), itu juga dilakukan oleh sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Ammar bin Yasir. (Ibid, 2/220), Syaikh Muhammad bin  Ali bin Adam mengatakan: semua rijal dalam isnad hadits ini terpercaya. (Raf’ul Ghain, Hal. 5)

Imam Al Bazzar juga meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallammengucapkan As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh sebanyak dua kali ke kanan dan kiri.(Musnad Al Bazzar No.  1574)

Selain itu, Imam Ibnu Hazm Rahimahullah juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhubahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallammengucapkan salam ke kanan As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh, ke kiri juga As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. (Al Muhalla, 3/275), riwayat yang seperti ini – dari Ibnu Mas’ud- juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban (No. 1993)dan Imam Ibnu Khuzaimah (No. 728) dalam kitabShahih-nya masing-masing.

Maka, tambahan “wa barakatuh” baik dalam salam pertama dan kedua adalah masyru’ (disyariatkan) sebagaimana keterangan dalil dan komentar para imam di atas.

📌 Kedua. Lafaz bacaan salam: As Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah

Dari ‘Ammar bin Yaasir Radhiallahu ‘Anhuma, beliau berkata:

كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Dahulu ketika mengucapkan salam, Beliau menengok ke kanan dan kirinya sampai terlihat pipinya yang putih (dan mengucapkan): Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah. (HR. Abu Daud No. 996, Ibnu Majah No. 916)

Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 996)

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dari NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

Bahwa nabi mengucapkan salam ke kanan dan ke kirinya: Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah. (HR. At Tirmidzi No. 295, katanya: hasan shahih)

Imam At Tirmidzi mengatakan:

والعمل عليه عند أكثر أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ومن بعدهم وهو قول سفيان الثوري وابن المبارك وأحمد وإسحق

Hadits ini diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan generasi setelah mereka, dan ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq.(Lihat Sunan At Tirmidzi No. 295)

Salam seperti ini juga dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma, sebagaimana kesaksian dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. (Imam An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 1242)

📌 Ketiga. Lafaz salam yang paling singkat: As Salamu ‘Alaikum

Dari Jabir bin Samurah, katanya:

كنا نصلي خلف النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (ما بال هؤلاء يسلمون بأيديهم كأنها أذناب خيل شمس  إنما يكفي أحدكم أن يضع يده على فخذه ثم يقول: السلام عليكم السلام عليكم) رواه النسائي وغيره وهذا لفظه

“Kami shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Kenapa mereka mengucapkan salam sambil mengisyaratkan tangan mereka, tak ubahnya seperti kuda liar! Cukuplah bagi kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, lalu mengucapkan: Assalamu ‘Alaikum, Assalamu ‘Alaikum. “ (HR. An Nasa’i  No. 1185, dan lainnya, dan ini adalah lafaz darinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1185)

Hadits yang seperti di atas juga diriwayatkan imam lainnya –juga dari Jabir bin Samurah- dengan lafaz yang sedikit berbeda. (HR. Muslim No. 431, Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar  No. 1486, Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 2057, Ibnu ‘Asakir dalam Al Mu’jam No. 801, dll)

Cara salam seperti ini juga dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. (Mushannaf Abdurrazzaq No. 3131, Ma’rifatus Sunan Lil Baihaqi No. 978, Kanzul ‘Ummal No. 22380),Abdurrahman bin Abi Laila (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 3077), dan lainnya.

Sekian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘ala Sayyidil Anbiyaa wal Mursalin  wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi ajma’in.

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Penyebab Malas Beribadah

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata:

إذا لم تقدر على قيام الليل ولا صيام النهار فاعلم أنك محروم قد كبلتك الخطايا

Jika kamu tidak mampu shalat di malam hari dan shaum di siang hari, ketahuilah bahwa kamu telah terhalang mendapat rahmat Allah, disebabkan kamu telah terbelenggu oleh maksiat. (Tathbiiq Hikam wa Aqwaal Al Hasan Al Bashri No. 26)

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:

أن المعاصي تزرع أمثالها، وتولد بعضها بعضا، حتى يعز على العبد مفارقتها والخروج منها، كما قال بعض السلف: إن من عقوبة السيئة السيئة بعدها، وإن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها

Sesungguhnya maksiat akan menumbuhkan maksiat baru yang semisal, saling susul menyusul. Sampai seseorang itu lemah dan sulit keluar darinya. Sebagaimana perkataan sebagian salaf:

“Di antara bentuk hukuman dari sebuah keburukan adalah adanya keburukan setelahnya, dan di antara bentuk pahala kebaikan adalah adanya kebaikan setelahnya.”

(Al Jawab Al Kaafiy, Hal. 36. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

🌷🍃🌸🌾🌻🌺🌴☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Hati-Hati Dengan Ketenaran

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Orang yang takut terhadap ketenaran dan tersebarnya citra baik dirinya serta kualitas agamanya, khususnya jika ia termasuk orang yang gemar memberi, berilmu, kaya, hendaknya meyakini bahwa amal yang diterima Allah ‘Azza wa Jalla adalah yang tersembunyi tidak dipamerkan (riya).

📌 Bahwasanya manusia jika tertutup ketenarannya, ia hanya meniatkan amalnya untuk Allah semata, Dialah yang akan mencukupkannya, bukan manusia.

📌 Karena itu, zuhud terhadap kemegahan, ketenaran, dan citra diri, adalah lebih agung (berat) dari zuhud terhadap harta, syahwat perut, dan kemaluan. Imam Ibnu Syihab Az Zuhri berkata: Tidak ada yang kami pandang berat selain zuhud kepada jabatan.

📌 Seseorang bisa zuhud terhadap makan, minum, dan harta, maka sudah seharusnya ia ketika diberi jabatan, menjaga dan berhati-hati terhadapnya.

📌 Inilah yang menyebabkan banyak ulama terdahulu dan orang-orang shalih, takut jika hati mereka tertimpa fitnah ketenaran, tipuan kemegahan, dan citra diri. Mereka memperingatkan hal itu kepada murid-muridnya.

📌 Telah banyak karya-karya tentang perilaku yang memperingatkan hal itu, seperti Abul Qasil Al Qusyairi dalam kitabnya Ar Risalah, Abu Thalib Al Makky dalam Qutul Qulub, dan Imam Al Ghazaly dalam Al Ihya’-nya, Imam Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin, dan Imam Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis.

📌 Seorang zahid terkenal Ibrahim bin Ad-ham berkata: Allah tidak membenarkan orang-orang yang mencintai ketenaran.

📌 Dia juga berkata: Tidak ada hari yang menyedapkan pandanganku terhadap dunia kecuali sekali saja, yaitu ketika aku bermalam pada suatu malam di sebuah Mesjid di negeri Syam.Saat itu aku sakit perut, lalu datanglah juru adzan, dia menyeret kakiku hingga aku keluar mesjid.

📌 Itulah yang yang membuatnya senang, yaitu laki-laki tersebut tidaklah mengenalnya (walau ia seorang yang tenar), itulah yang menyebabkan juru adzan itu melakukan tindak kekerasan dengan menarik kakinya seolah-olah ia penjahat. Itulah Ibrahim bin Ad-ham, yang meninggalkan wilayah dan harta kekayaannya karena Allah Ta’ala.

📌 Ketenaran, secara dzat bukanlah hal tercela. Tidak ada yang lebih tenar dibanding para nabi, khulafa’ur rasyidin, dan para imam mujtahid.

📌 Tetapi yang tercela adalah jika ketenaran, kekuasaan, dan kemegahan adalah sesuatu yang dicari dan dikejar. Adapun jika ketenaran itu lahir tanpa dikejar dan dicari, maka itu tidak masalah. Hal itu – sebagaimana kata Imam Al Ghazaly- menjadi fitnah bagi orang-orang lemah, tidak bagi orang-orang yang kuat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إن الله يحب العبد التقي الغني الخفي

Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, kaya, dan tersembunyi. (HR. Muslim No. 2965)

Wallahu A’lam

(Diinspirasikan dari kitab Hawla Rukn Ikhlash, karya Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, Darut Tauzi’ wan Nasyr Al Islamiyah. 1993 M)

💢💢💢💢💢💢

Imam Ibnul Atsir Rahimahullah berkata:

إن الشهوة الخفية: حب اطلاع الناس على العمل

Sesungguhnya syahwat tersembunyi itu adalah menampakkan amal di hadapan manusia. ( Washaya As Salaf wal Fuqaha No. 62)

Bisyr bin Al Harits Rahimahullah berkata:

ما اتقى الله من أحب الشهرة

Tidaklah takut kepada Allah orang yang suka ketenaran. (Ibid No. 63)

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Tenar itu boleh-boleh saja, sebab para nabi, para sahabat nabi, wali Allah, ulama, shalihin, pahlawan, para pemimpin .. Mereka semua terkenal.

📌 Ada yang tenar karena ilmunya, keberaniannya, karya tulisnya, kemampuan orasinya, kepemimpinannya ..

📌 Tapi, ada juga terkenal karena kejahatannya. Bahkan ada yang terkenal baik, lalu berubah menjadi jahat.

📌 Ada seorang salaf ditanya, kapankah dia merasa sangat bahagia? Dia menjawab, “Saat Aku aku tidur di masjid, lalu penjaga masjid menyeretku ke luar.” Apa artinya? Dia bahagia karena penjaga masjid itu tidak mengenali dirinya sebagai ulama besar.

📌 Seorang zahid, wira’i, yaitu Ibrahim bin Adham, sangat terkenal di masanya, pernah ditampar seorang prajurit istana. Prajurit itu tidak mengetahui bahwa yang ditampar itu adalah Ibrahim bin Adham. Ibrahim pun tidak memperkenalkan dirinya: “Aku Ibrahim bin Adham.”

📌 Inilah manusia-manusia hebat. Tidak silau dengan ketenaran. Tidak lupa diri karena kemasyhuran.

📌 Wahai para da’i, para muballigh, para ulama.. Waspadalah, hati-hatilah.. Ketergelinciranmu adalah runtuhnya dunia…

📌 Wahai manusia, cintailah dan kagumilah para ulama, para da’i sesuai haknya. Tidak berlebihan hingga mengkultusnya. Jangan.

📌 Betapa banyak orang yang sangat cinta berubah membenci, saat dia tergelincir.. Maka sederhanalah dalam cinta dan benci.

Karena Cinta abadi itu milik Allah, dan cinta sejati itu hanya layak kepada Allah..

Sungguh, kita akan berhadapan dengan keadaan dimana harta, keluarga, jabatan, ketenaran, dan kedudukan, sama sekali tidak berguna.. Persiapkanlah!

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top