Dosa Zina Menimpa 40 Tetangga?

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustad..afwan bagaimana cara kita bersikap kepada tetangga yg di rumahnya melakukan perbuatan zina? saya pernah mendengar apabila ada terangga yg melakukan zina maka empat puluh rumah terkena dosanya benarkah itu ustad?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Baca juga: Pernikahan Anak Hasil Zina, Siapa Walinya Jika Dia Nikah?

Wa’alaikumussalam …, Bismillah wal Hamdulillah ..

Sesungguhnya jika ada kemungkaran di suatu daerah, dan penduduk tersebut mengetahuinya, dan mereka diam saja, tidak ada pencegahan padahal mereka mampu. Maka, Allah Ta’ala akan memberikan hukuman kepada penduduk daerah tsb secara merata, bukan hanya radius 40 rumah. (Untuk dampak ke 40 rumah ini tidak ditemukan riwayatnya).

Allah Ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan jagalah diri kalian terhadap musibah yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim di antara kalian saja. Dan ketahulah, bahwa Allah azabnya sangat keras. (QS. Al Anfal: 25)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan:

يحذر تعالى عباده المؤمنين { فِتْنَةً } أي: اختبارًا ومحنة، يعم بها المسيء وغيره، لا يخص بها أهل المعاصي ولا من باشر الذنب، بل يعمهما، حيث لم تدفع وترفع

Allah Ta’ala memperingatkan hamba-hambaNya yang beriman dengan (Fitnah) yaitu ujian dan cobaan, yang menimpa secara umum baik pelaku keburukan atau selainnya, tidak dikhususkan menimpa ahli maksiatnya saja, tidak pula untuk menusia yang berdosa saja, tetapi menimpa secara umum ketika mereka tidak mau mencegah dan menghilangkannya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/37)

Baca juga: Hukum Pernikahan Wanita Yang Berzina Dengan Laki-Laki Yang Bukan Pelakunya

Hal ini juga sesuai hadits ini:

إن الله عز وجل، لا يعذب العامة بعمل الخاصة حتى يروا المنكر بين ظَهْرَانَيْهم، وهم قادرون على أن ينكروه فلا ينكروه، فإذا فعلوا ذلك عَذَّب الله الخاصة والعامة

Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidaklah mengazab secara umum gara-gara perilaku orang tertentu, sampai mereka melihat adanya kemungkaran yang mengemuka dihadapan mereka, mereka mampu mengingkarinya tapi mereka tidak ingkari, jika mereka seperti itu maka Allah akan mengazab secara khusus dan umum (semua). (HR. Ahmad No. 17720. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: hasan. Ta’liq Musnad Ahmad No. 17720)

Maka, hendaknya ada sekelompok umat yang melakukan nahi munkar. Kita berterima kasih kepada elemen umat ini yang melakukannya saat banyak orang-orang baik tiarap terhadap kemungkaran.

Demikian. Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Masih Ada Ibu? Berbaktilah, Jangan Tunda-Tunda!!

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ أَبَرُّ؟ قَالَ: ” أُمَّكَ “. قُلْتُ: ثُمَّمَنْ؟ قَالَ: ” ثُمَّ أُمَّكَ “. قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ” أُمَّكَ “. قَالَ: قُلْتُ: ثُمَّمَنْ؟ قَالَ: ” ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ “

Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih utama aku berbuat baik?

Beliau menjawab: ” Ibumu”
Aku berkata: “Siapa lagi?”
Beliau menjawab: ” Ibumu”
Aku berkata: “Siapa lagi?”
Beliau menjawab: ” Ibumu”
Aku berkata: “Siapa lagi?”
Beliau menjawab: “Ayahmu, lalu saudara yang lebih dekat dan saudara yang lebih dekat.”

📚 HR. Ahmad No. 20028, At Tirmidzi No. 1897, Abu Daud No. 5140, Ibnu Majah No. 3657. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: shahih. Ta’liq Musnad Ahmad No. 20028

Imam Al Munawi Rahimahullah mengutip dari Imam Zainuddin Al ‘Iraqi Rahimahullah:

وهذا واضح وقد حكى في الرعاية الإجماع على تقديمها عليه قال ابن بطال: وهذا إذا طلبا فعلا في وقت واحد ولم يمكن الجمع

“Ini jelas, telah disebutkan adanya ijma’ bahwa dalam masalah penjagaan adalah mendahulukan ibu dibanding ayah. Ibnu Baththal berkata: Hal ini jika mereka berdua meminta melakukan sesuatu saat waktu yang sama, dan tidak mungkin menggabungkannya.” (Faidhul Qadir, 2/195)

Dari Muawiyah bin Jaahimah, katanya:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَعْنِي جَاهِمَةَ – فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ فَجِئْتُكَ أَسْتَشِيرُكَ، فَقَالَ: ” هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ ؟ ” قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: ” فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah ﷺ -yaitu Jahimah-, dia berkata: Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang, maka saya mendatangimu ingin bermusyawarah denganmu.” Maka Nabi bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” Beliau menajwab: “Ya.” Nabi bersabda: “Berbaktilah kepadanya, sesungguhnya surga di bawah kedua kakinya.”

📚 HR. An Nasa’i No. 3104, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 7833. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak, 4/151, dan disepakati Imam Adz Dzahabi. Dishahihkan pula oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dalam Huququn Nisaa’, Hal. 195, Syaikh Al Albani: hasan. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah, 2/59. Dalam Irwa’ul Ghalil (5/21), Syaikh Al Albani berkata: “Tetapi hadits ini dengan semua jalurnya adalah shahih.”

Wallahu A’lam

🍃🌾🌿🌷🌳☘🌸🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

Bolehkah Berobat dengan Ayat Al-Qur’an (Ruqyah)?

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustad..
Sy mau tanya klo penyembuhan dengan air garam dan daun sirih.. dibacakan surah2 pendek 3x . Ayat kursi 7 kali apakah dibolehkan?
Ibu sy sakit gatal dan kata dokter ini gatalnya bukan dr sakit kulit biasa tapi dr gangguan mahluk halus
Sy bu yusi istrinya pak Muttaqin kader Limo
Mhn jawabannya ustad. Jzkllh

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Penyembuhan dengan air garam dan daun sirih untuk penyakit gatal, adalah tinjauan medis, tidak apa-apa.

Air garam mengandung mineral tinggi, dapat merehabilitasi kondisi kulit. Begitu pula air daun sirih buat gatal juga diakui dalam ilmu kedokteran.

Ada pun bacaan Al Qur’an dengan surat-surat pendek, atau ayat-ayat tertentu dari Al Qur’an tidak masalah. Itu ruqyah syar’iyah, dengan jumlah yang tidak tentu.

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan bahwa ini merupakan pendapat segolongan ulama salaf:

ورأى جماعة من السلف أن تكتب له الآيات من القرآن ، ثم يشربها . قال مجاهد : لا بأس أن يكتب القرآن ويغسله ويسقيه المريض ، ومثله عن أبي قلابة ، ويُذكر عن ابن عباس رضي الله عنهما : أنه أمر أن يكتب لامرأة تعسر عليها ولادها أثرٌ من القرآن ، ثم يغسل وتسقى . وقال أيوب : رأيت أبا قلابة كتب كتابا من القرآن ثم غسله بماء وسقاه رجلا كان به وجع

Segolongan ulama salaf berpendapat hendaknya dia menulis ayat-ayat Al Qur’an lalu meminumnya. Mujahid berkata; “Tidak apa-apa dia menuliskan ayat Al Qur’an lalu dia mencuci/mandi dengannya dan meminumkannya ke orang sakit.” Yang demikian juga berasal dari Abu Qilabah.

Disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma: bahwa dia memerintahkan bagi wanita yang sulit melahirkan dituliskan Al Qur’an, lalu airnya diminumkan ke wanita tersebut dan diguyurkan.

Ayyub berkata: “Aku melihat Abu Qilabah menuliskan Al Qur’an, lalu mencucinya dengan air, dan meminumkannya kepada seorg laki-laki yang sakit.”

(Zaadul Ma’ad, 4/170)

Syaikh Muhammad Ibrahim Rahimahullah – guru dari Syaikh Bin Baaz- berkata:

لا حرج فيما ذكرت من كتابة آيات من القرآن في صحن أو ورق بمادة طاهرة غير مضرة كالزعفران أو ماء الورد ، ثم شرب هذا الماء أو وضعه على موضع الألم ، لورود ذلك عن جماعة من السلف

Tidak masalah apa yang anda sebutkan, menulis Al Qur’an di piring, atau kertas, dengan sesuatu yg suci dan tidak berbahaya seperti za’faran, air mawar, lalu meminum air tersebut atau meletakkannya (mengusapnya) pada bagian yg sakit, karena telah sampai riwayat yang demikian dari jamaah kaum salaf.

(Fatawa Syaikh Muhammad Ibrahim, 1/94)

Yang seperti ini juga pendapatnya Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Al Qurthubi, Imam Ibnu Taimiyah, dll.

Wallahu a’lam

🌾🌿🌷🌻🌳☘🍃🌸
✍ Farid Nu’man Hasan

Memindahkan dan Menembok Kuburan

📌📌📌📌📌📌

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum. Ustadz, ada pertanyaan mungkin utk Ustadz Farid Nu’man dari Manis-I20 sbb :

Sahabatku,

Aku mau nanya soal Kuburan yg sudah Lama Banget yg ada disamping Rumah kita…

Haruskah kita pindahkan ke Pemakaman Massal kuburan tsb ?

atau Bolehkah kita kasi Keramik diatasnya untuk perluasan rumah ?

Tolong Jawab pertanyaan saya ini ya ust…Syukron🙏🏻
Dimas I20

📬 JAWABAN

💢💢💢💢💢💢

Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah ..

Pertama. Memindahkan Kuburan

Membongkar mayat di kuburnya dan memindahkannya tanpa keperluan syar’i adalah terlarang menurut para ulama. Sebab pemindahan itu dapat menyakiti dan menghinakan mayat tersebut. Larangan ini berdasarkan hadits-hadits berikut:

إِنَّ كَسْرَ عَظْمِ الْمُؤْمِنِ مَيْتًا مِثْلُ كَسْرِهِ حَيًّا

Sesungguhnya mematahkan tulang seorang mu’min yang sudah wafat sama seperti mematahkannya saat hidupnya. (HR. Abu Daud No. 3207, Ibnu Majah No. 1616, Ahmad No. 24308, dll. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan para perawinya terpercaya. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 24308)

Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan hadits ini:

ويستفاد منه أن حرمة المؤمن بعد موته باقية كما كانت في حياته

Dari hadits ini terdapat faidah, bahwa kehormatan seorang mu’min setelah wafatnya masih ada sebagaimana dahulu saat dia masih hidup. ( Fathul Bari, 9/113)

Ath Thayyibiy Rahimahullah berkata:

إشارة إلى أنه لا يهان ميتا كما لا يهان حيا

Ini adalah isyarat bahwa tidak boleh menghinakan mayat, sebagaimana tidak boleh menghinanya saat hidup. ( ‘Aunul Ma’bud, 9/18)

Dalil lainnya, ‘Amru bin Hazm Radhiallahu ‘Anhu bercerita: Nabi ﷺ melihatku sedang besandar di kuburan, Beliau bersabda:

لا تؤذ صاحب القبر

Jangan sakiti penghuni kubur. (HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar No. 2944, Alauddin Muttaqi dalam Kanzul ‘Umal No. 42988. Al Hafzih Ibnu Hajar mengatakan: sanadnys shahih. (Fathul Bari, 3/225). Lihat juga Syarh Az Zarqani ‘alal Muwaththa, 2/97)

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan:

نهى عن أذية المقبور من المؤمنين، وأذية المؤمن محرمة بنص القرآن {وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُبِيناً}

Dilarang menyakiti penghuni kubur dari kalangan orang-orang beriman. Menyakiti seorang mu’min diharamkan berdasarkan nash Al Quran: Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al Ahzab: 58). ( Subulus Salam, 2/120)

Demikianlah alasan terlarangnya memindahkan mayit yang sudah kubur jika tanpa keperluan syar’iy. Tapi jika ada alasan yang dibenarkan, atau darurat, tidak apa-apa. Seperti adanya perluasan kawasan pemukiman penduduk yang semakin banyak, dan amat diperlukan umat Islam, sebab kepentingan yang masih hidup diutamakan terlibih dahulu. Atau pemindahan karena tanah kubur longsor, kebanjiran, dan sebab lainnya.

Dalam Madzhab Syafi’iy, disebutkan:

يحرم نقله بعد دفنه إلا لضورة كمن دفن في أرض مغصوبة فيجوز نقله إن طالب بها مالكها

Diharamkan memindahkan mayat setelah dikuburnya kecuali darurat seperti mayat yang dikuburkan di tanah yang dirampas, maka boleh memindahkannya atas permintaan pemiliknya. ( Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/843)

Sementara dalam Madzhab Malikiy, disebutkan – dan ini lebih lengkap lagi:

يجوز نقل الميت قبل الدفن وبعده من مكان إلى آخر بشروط ثلاثة : أولها : أن لا ينفجر حال نقله ثانيها : أن لا تهتك حرمته بأن ينقل على وجه يكون فيه تحقير له ثالثها : أن يكون نقله لمصلحة كأن يخشى من طغيان البحر على قبره أو يراد نقله إلى مكان له قيمة أو إلى مكان قريب من أهله أو لأجل زيارة أهله إياه فإن فقد شرط من هذه الشروط الثلاثة حرم النقل

Dibolehkan memindahkan mayat sebelum dan sesudah dikubur dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan tiga syarat:

1. Mayat tidak rusak ketika dipindahkan
2. Tidak sampai menodai kehormatannya, yaitu memindahkan dengan cara yang dapat menghinakannya
3. Kepindahan itu karena ada sesuatu maslahat, seperti takut kubur tersapu oleh lautan, atau memindahkan ke tempat yang memiliki nilai tersendiri, atau tempat yang lebih dekat dengan kleuarganya, atau karena supaya dekat diziarahi keluarganya.

Jika satu syarat dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi, maka haram memindahkannya. ( Ibid)

Pembolehan ini berdasarkan riwayat berikut:

عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ دُفِنَ مَعَ أَبِي رَجُلٌ فَلَمْ تَطِبْ نَفْسِي حَتَّى أَخْرَجْتُهُ فَجَعَلْتُهُ فِي قَبْرٍ عَلَى حِدَةٍ

Dari Abu Nadhrah, dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu ia berkata: ada seorang laki-laki dimakamkan bersama mayat ayahku, namun jiwaku tidak enak, hingga akhirnya aku keluarkan beliau dari kuburan dan aku kuburkan beliau dalam satu kubur sendiri. (HR. Al Bukhari No. 1352)

Demikian. Wallahu A’lam

Kedua. Menembok Kubur

Membangun kuburan atau mendirikan tembok di sisi kubur adalah terlarang, sebagaimana hadits berikut:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه

Rasulullah ﷺ melarang mengecat/mengapur kubur, duduk di atasnya, dan membangunnya. (HR. Muslim No. 970)

Imam Ash Shan’ani Rahimahullah mengatakan:

الحديث دليل على تحريم الثلاثة المذكورة لأنه الأصل في النهي. وذهب الجمهور إلى أن النهي في البناء والتجصيص للتنزيه

Hadits ini merupakan dalil haramnya tiga hal tersebut, karena hukum asal dari larangan adalah haram. Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa larangan membangun dan mengapur adalah untuk tanzih (sesuatu yang sepantasnya ditinggalkan). ( Subulus Salam, 2/111)

Imam Al Munawi Rahimahullah mengatakan:

(وأن يبني عليه) قبة أو غيرها فيكره كل من الثلاثة تنزيها

Nabi melarang (Membangun bangunan atasnya) yaitu kubah dan selainnya, maka dimakruhkan tiga hal itu sebagai hal yang selayaknya ditinggalkan (tanzih).

Lalu beliau juga berkata:

قال ابن القيم : والمساجد المبنية على القبور يجب هدمها حتى تسوى الأرض إذ هي أولى بالهدم من مسجد الضرار الذي هدمه النبي صلى الله عليه وسلم وكذا القباب والأبنية التي على القبور وهي أولى بالهدم من بناء الغاصب اه
وأفتى جمع شافعيون بوجوب هدم كل بناء بالقرافة حتى قبة إمامنا الشافعي رضي الله عنه التي بناها بعض الملوك

Imam Ibnul Qayyim berkata: masjid yang dibangun di atas kubur wajib dihancurkan sampai rata dengan tanah, bahkan dia lebih utama dihancurkan dibanding masjid dhirar yang pernah dihancurkan Nabi ﷺ , demikian juga kubah-kubah di atas kubur dia lebih layak dihancurkan dibandingkan bangunannya, dst. Ulama Syafi’iyah memfatwakan wajib menghancurkan semua bangunan di qarafah (tanah kuburan) sampai-sampai kubah imam kita sendiri, Imam Asy Syafi’iy, yang telah dibangun oleh pihak kerajaan. ( Faidhul Qadir, 6/402)

Namun, Imam Asy Syafi’i membolehkan meninggikan kuburan tidak sampai melebihi sejengkal, sebagai tanda itu adalah kubur agar tidak terinjak-injak manusia. ( Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 5/286-287)

Jadi, kalau membangunnya tidak sampai melebihi sejengkal tidak apa-apa, sebagai tanda itu adalah kubur. Selebihnya terlarang.

Wallahu A’lam

🌸🌴☘🌾🌻🌺🍃🌿

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top