Apakah Lagu Kebangsaan Itu Haram?

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Lagu kebangsaan yaitu nyanyian untuk memunculkan patriotisme, mencintai kebaikan, membela tanah air dari penjajah, jihad membela agama, mengenang pahlawan, mensyukuri kemerdekaan, nyanyian pekerja dan penggembala untuk penyemangat, dan semisal itu semua adalah hal yang mubah (boleh).

Syair, nasyid, dan lirik nyanyian itu sama dengan kalam (perkataan), jika isinya baik maka dinilai baik, jika isinya buruk maka dinilai buruk.

Imam Ibnul ‘Arabi Rahimahullah berkata dalam Tafsir-nya:

وَأَمَّا الْغِنَاءُ فَإِنَّهُ مِنْ اللَّهْوِ الْمُهَيِّجِ لِلْقُلُوبِ عِنْدَ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ، مِنْهُمْ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَلَيْسَ فِي الْقُرْآنِ وَلَا فِي السُّنَّةِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِهِ. أَمَّا إنَّ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ دَلِيلًا عَلَى إبَاحَتِهِ

Ada pun nyanyian adalah termasuk hiburan yg bisa membuat hati semangat menurut mayoritas ulama, di antaranya Imam Malik bin Anas. Di dalam Al Quran dan As Sunnah tidak ada dalil tentang haramnya nyanyian. Sedangkan hadits shahih justru menunjukkan kebolehannya.

(Ahkamul Quran, jilid. 3, hal. 11)

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah menegaskan tentang dibolehkannya nyanyian yang baik-baik:

وَهَذَا الْبَابُ مِنَ الْغِنَاءِ قَدْ أَجَازَهُ الْعُلَمَاءُ وَوَرَدَتِ الْآثَارُ عَنِ السَّلَفِ بِإِجَازَتِهِ وَهُوَ يُسَمَّى غِنَاءَ الركبان وغناء النصب والحذاء هَذِهِ الْأَوْجَهُ مِنَ الْغِنَاءِ لَا خِلَافَ فِي جَوَازِهَا بَيْنَ الْعُلَمَاءِ

Pembahasan ini termasuk tentang nyanyian. Para ulama telah membolehkannya dan telah datang berbagai atsar dari salaf tentang kebolehannya. Itu dinamakan dengan Nyanyian Pengembara dan Nyanyian Nashab (pengiring Unta), dan Hida (nyanyian pengiring Unta tapi lebih semangat dari Nashab). Semua jenis nyanyian ini tidak ada perbedaan pendapat ulama atas kebolehannya. (At Tamhid, jilid. 22, hal. 197)

Ubaidullah bin Abdillah berkata:

رَأَيْتُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ مُضْطَجِعًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِهِ رَافِعًا عَقِيرَتَهُ يَتَغَنَّى

Aku melihat Usamah bin Zaid sedang bersandar di pintu kamarnya, dia meninggikan suaranya sambil bernyanyi. (Ibid, semua perawinya tsiqah dan shaduq (jujur) )

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

وَالْغِنَاءُ مَا هُوَ إِلَّا كَلَامٌ حَسْنُهُ حَسَنٌ وَقَبِيحُهُ قَبِيحٌ، فَإِذَا عَرَضَ لَهُ مَا يُخْرِجُهُ عَنْ دَائِرَةِ الْحَلَالِ كَأَنْ يُهَيجَ الشَّهْوَةَ أَوْ يَدْعُوَ إِلَى فِسْقٍ أَوْ يُنَبِّهَ إِلَى الشَّرِّ أَوْ اتَّخَذَ مُلْهَاةً عَنْ الطَّاعَاتِ، كَانَ غَيْرَ حَلَالٍ. فَهُوَ حَلَالٌ فِي ذَاتِهِ وَإِنَّمَا عَرَضَ مَا يُخْرِجُهُ عَنْ دَائِرَةِ الْحَلَالِ.وَعَلَى هَذَا تُحْمَلُ أَحَادِيثُ النَّهْيِ عَنْهُ

Nyanyian tidak lain tidak bukan adalah ucapan; jika baik maka dia baik, jika buruk maka dia buruk. Jika nyanyian diarahkan untuk keluar dari lingkup kehalalan, seperti membangkitkan syahwat, atau ajakan kepada kefasikan, atau menyadarkan kepada keburukan, atau menjadikannya lalai dari ketaatan, maka itu tidak halal. Maka, dia halal secara dzatnya, hanya saja ada yang diarahkan untuk keluar dari lingkup kehalalan. Yang demikian itulah maksud dari hadits-hadits yang melarangnya. (Fiqhus Sunnah, jilid. 3, hal. 56)

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata:

الْأَنَاشِيدُ تَخْتَلِفُ فَإِذَاكَانَتْ سَلِيمَةً لَيْسَ فِيهَا إِلَّا الدَّعْوَةُ إِلَى الْخَيْرِ وَالتَّذْكِيرُ بِالْخَيْرِ وَطَاعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالدَّعْوَةِ إِلَى حِمَايَةِ الْأَوْطَانِ مِنْ كَيْدِ الْأَعْدَاءِ وَالِاسْتِعْدَادِ لِلْأَعْدَا، ونَحْوِ ذَلِك ، فَلَيْسَ فِيْهَا شَيْء . أَمَّا إِذَا كَانَ فِيهَا غَيْرُ ذَلِكَ مِنْ دَعْوَةٍ إِلَى الْمَعَاصِي وَاخْتِلَاطِ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ أَوْ تَكْشُّفِهِنَّ عِنْدَهُمْ أَوْ أَيَّ فَسَادٍ كَانَ فَلَا يَجُوزُ اسْتِمَاعُهَا .[ رَاجِعْ هَذِهِ الْفَتْوَى فِي شَرِيطِ أَسْئِلَةٍ وَ أَجْوِبَةُ الْجَامِعِ الْكَبِيرِ ، رَقْمُ : 90 / أ

“(Hukum) Nasyid itu berbeda-beda. Jika nasyid tersebut benar, tidak ada di dalamnya kecuali ajakan pada kebaikan dan peringatan pada kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, serta ajakan kepada pembelaan kepada tanah air dari tipu daya musuh, dan menyiapkan diri melawan musuh, dan yang semisalnya, maka tidak apa-apa. Ada pun jika di dalam nasyid tidak seperti itu, berupa ajakan kepada maksiat, campur baur antara laki-laki dan wanita, atau para wanita membuka auratnya, atau kerusakan apa pun, maka tidak boleh mendengarkannya.”
(Lihat fatwa ini dalam kaset tanya jawab, Al Jami’ Al Kabir, no. 90/side. A)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah mengatakan:

وأقول: إن الأغاني الوطنية أو الداعية إلى فضيلة، أو جهاد، لا مانع منها، بشرط عدم الاختلاط، وستر أجزاء المرأة ما عدا الوجه والكفين. وأما الأغاني المحرضة على الرذيلة فلا شك في حرمتها

ِAku katakan: bahwa lagu-lagu kebangsaan atau lagu yang mengajak kepada keutamaan, atau jihad, tidaklah terlarang, dengan syarat tidak ada ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), dan kaum wanita menutup tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ada pun lagu-lagu yang mendorong kejelekan maka tidak ragu lagi keharamannya.

(Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, jilid. 4, hal. 2666)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Berobat Itu Perintah Agama

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Allah Ta’ala menyebut bahwa Al Quran adalah obat:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ

Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman. (Surat Yunus, Ayat 57)

📌 Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan berobat.

Dari Abu Darda’ Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit pasti ada obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram.”

(HR. Abu Daud No. 3876, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 20173. Imam Ibnul Mulaqin mengatakan: shahih. (Tuhfatul Muhtaj, 2/9). Imam Al Haitsami mengatakan: perawinya terpercaya. (Majma’uz Zawaid, 5/86) )

📌 Imam Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

إِنَّمَا الْعِلْمُ عِلْمَانِ: عِلْمُ الدِّينِ، وَعِلْمُ الدُّنْيَا، فَالْعِلْمُ الَّذِي لِلدِّينِ هُوَ: الْفِقْهُ، وَالْعِلْمُ الَّذِي لِلدُّنْيَا هُوَ: الطِّبُّ.

Ilmu itu ada dua: Ilmu-ilmu agama dan ilmu dunia. Ilmu agama adalah fiqih, sedangkan ilmu dunia yaitu kedokteran.

(Imam Ibnu Abi Hatim, Adab Asy Syafi’i wa Manaqibuhu, hal. 244)

📌 Dalam kitab yang sama di halaman yg sama, Beliau juga berkata: “Janganlah kalian tinggal di negeri yang tidak ada ulama yang bisa memberikan fatwa agama kepadamu, dan tidak ada dokter yang menjaga urusan badanmu.”

📌 Sebagian ulama sendiri ada juga yang memiliki kepakaran dlm kedokteran seperti Ibnu Rusyd, Ar Razi, Ibnul Qayyim, dan lainnya.

📌 Sebagian fuqaha mengatakan berobat itu sunnah, seperti pendapat Syafi’iyah, bahkan menjadi wajib menurut mereka jika memang obat tersebut efektif. Ada pun Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan boleh, hanya Hambaliyah yang mengatakan tidak berobat lebih utama. (Al Mausu’ah, 11/117)

📌 Imam Ibnul Qayyim menegaskan, bahwq berobat tidaklah menafikan tawakal, bahkan itu menunjukkan hakikat kesempurnaan tauhid yang mana kesempurnaan itu tidaklah terwujud tanpa bersentuhan dengan sebab-sebab. Meniadakan pengobatan justru menodai tawakal. (Zaadul Ma’ad, 4/14)

📌 Maka, cegahlah penyakit dikala sehat, berobatlah (dgn yg halal) dikala sakit, lalu tawakallah kepada Allah Ta’ala dan menggantungkan semua sebab kepadaNya.

Wallahul Musta’an!

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

SKS Kuliah Terpenting: Peristiwa Kematian

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Tiap hari kita mendengar berita kematian, bahkan belakangan ini hitungan beberapa jam ada berita kematian

📌 Di berbagai grup WA dan medsos lainnya, berita kematian selalu ada baik berita orang yang sama atau orang yang berbeda

📌 Saking banyaknya berita, akhirnya dahsyatnya kematian bagi anak manusia, sudah biasa. Kita pun menjadi “kebal” dan “tanpa rasa”.

📌 Padahal berita kematian adalah “mata kuliah” dengan bobot SKS paling berat.

📌 Ceramah para Ustadz dan wejangan para kiayi, tentang kematian tidaklah seberapa dibanding saat kita langsung menyaksikan proses sakaratul maut manusia. Apa lagi jika dia adalah orang terdekat kita.

📌 Seolah Allah Ta’ala sedang memberikan langsung pelajaran kepada kita melalui terbujur kakunya seonggok tubuh manusia: “Kau akan mati juga seperti dia, Jadwalmu sudah ada, tinggal tunggu!”

📌 Dulunya dia yang kuat, gagah, punya pengaruh, pintar, kaya raya, banyak pengikut,… Tapi saat itu dia tdk berdaya, kosong, hanya raga tanpa nyawa.

📌 Orang terdekatnya hanya mau mengantar sampai di kubur, tidak mau menemani di dalamnya.

📌Keluarga, kerabat, dan sahabat, mereka bersedih sehari saja, atau dua hari, keesokkannya mereka sudah kembali hidup normal dan kembali berkutat dgn kesibukan masing-masing.

📌 Tinggal si mayit yang sibuk menghadapi kehidupan barunya di alam barzakh seorang diri, baik atau buruknya, tergantung amalnya di dunia.

📌 Inilah mata kuliah berharga dari Allah Ta’ala untuk kita dari peristiwa kematian, .. Lalu, apa yang kita persiapkan untuk itu?

Wallahul Muwaffiq Ilaa aqwamith Thariq

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat Al Ikhlas (Bag.4)

Allah Tak Berketurunan, dan Tak Seorangpun Yang Setara dengan-Nya

🍂🍃🍀☘️🌿🌱

 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ  (3 (  وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ  ( 4 (

Dia tidak beranak dan tidakpula diperanakkan  (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (4)

 

Makna Mufradat

ولد

Anak

لَمْ يَلِدْ

Tidak beranak

كُفُوًا

Setara, sepadan

Allah Maha Ada, Dia bukan berasal dari yang makhluk. Dia Maha Suci dari sifat-sifat makhluk yang terlahir, Dia juga tidak memiliki keturunan, Dia ada sejak awal (qadim)  tak ada yang lebih awal dari Allah, dan Dia Maha Kekal selamanya, sampai kapanpun.[1]

Menurut Abu Bakar Al-Jazairi

Beliau menyebutkan dalam tafsirnya:

لم يلد: أي لا يفنى إذ لا شيء يلد إلا وهو فان بائد لا محالة. ولم يولد: أي ليس بمحدث بأن لم يكن فكان هو كائن أولا وأبدا

Makna “Lam Yalid” yaitu, tidak fana (binasa) karena jika sesuatu berasal dari dilahirkan, maka ia bisa rusak binasa. Dan “wa lam yulad”,”Allah bukanlah baru karena Dia adalah Zat yang ada sejak awal dan selamanya”.[2]

Syekh Wahbah Zuhaili

Terkait makna ayat

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَد

Dia tidak beranak dan tidakpula diperanakkan                         

Beliau menyebutkan:

وهذا نفي للشبه والمجانسة، ووصف بالقدم والأولية، ونفي الحدوث

Penafian dalam ayat ini berfungsi sebagai perumpamaan dan penyetaraan (Allah tiada setara dengan serupa) penyifatan dengan awal mula bermakna menafikan sesuatu yang baru.[3]

Thahir Ibnu Asyur

Beliau menyebutkan dalam tafsirnya:

وَلِأَنَّهُ لَوْ تَوَلَّدَ عَنِ اللَّهِ مَوْجُودٌ آخَرُ لَلَزِمَ انْفِصَالُ جُزْءٍ عَنِ اللَّهِ تَعَالَى وَذَلِكَ مُنَافٍ لِلْأَحَدِيَّةِ

Karena jika terlahir keturunan dari Allah,berarti ada wujud lain pecahan dari Allah dan inilah yang menafikan sifat Ahad (tungga) Allah. [4]

Sesuai dengan firman Allah:

وَقالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً سُبْحانَهُ بَلْ عِبادٌ مُكْرَمُون

Dan mereka berkata,”Tuhan Yang Maha Pemurah telah memiliki anak, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan” (QS. Al Anbiya[21]:26

Menurut Ibrahim Al Qattan (1404H)

Beliau menyebutkan dalam Taysir At Tafsir:

لم يتَّخِذ ولداً ولا زوجة، ولم يولَد من أبٍ ولا أُم. . فهو قَديمٌ ليس بحادِثٍ، ولو كان مولُودا لكان حادِثا. إنه ليس له بدايةٌ ولا نهاية

Dia (Allah) tidak mengambil anak juga istri, tidak berketurunan dari ayah maupun ibu, Dia qadim (terdahulu) bukan hadits (baru). Karena jika Allah terlahir, maka Dia adalah makhluk baru, padahal Dia tak bermula dan tak berakhir”.[5]

Allah Maha Suci dari segala tuduhan kaum kafir dan musyrik terhadap Allah yang berketurunan. Tuduhan yang sangat tidak pantas ditujukan kepada Allah.

Penegasian dalam ayat ini merupakan jawaban atas tuduhan kaum Nashrani yang menyangka bahwa Nabi Isa adalah anak Allah, dan orang Yahudi yang berkata bahwa Uzair adalah anak Allah, juga tuduhan sebagian orang Arab yang menyangka bahwa para malaikat adalah puteri-puteri Allah, dan sangkaan orang-orang Hindu yang menyatakan  Tuhan-Tuhan lain kepada Allah dan Allah memiliki keturunan. [6]

Firman Allah:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling? (QS. Taubah [9]:30)

Tiada yang Setara Dengan Allah

Firman Allah:

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ  ( 4 (

“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (4)

Terkait dengan ayat ini Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi menyebutkan dalam tafsirnya:

لم يوجد له مماثل أو مكافئ لا في حقيقة الوجود ولا في حقيقة الفاعلية ولا في أية صفة من الصفات الذاتية

Tiada yang serupa atau setara dengan Allah, tidak pada hakikat keberadaan maupun kenyataan, begitupula pada sifat  Zat-Nya.[7]

Disebutkan dalam hadits Rasulullah riwayat Imam al Hakim:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، ” أَنَّ الْمُشْرِكِينَ، قَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ} قال: الصمد: الذي لم يلد، {وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ}  لِأَنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ يُولَدُ إِلَّا سَيَمُوتُ، وَلَيْسَ شَيْءٌ يَمُوتُ إِلَّا سَيُورَثُ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمُوتُ وَلَا يُورَثُ {وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ} قَالَ: لَمْ يَكُنْ لَهُ شَبِيهٌ، وَلَا عَدْلٌ وَلَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ .

Dari Ubay Bin Ka’ab Radhiyallahu Anhu,” Bahwa orang-orang Musyrik berkata,”Wahai Muhammad beritahu nasab Tuhanmu kepada kami, lalu Allah menurunkan ayat:

{قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ}

Katakanlah, Dia –lah Allah, yang Maha Esa,Dia Allah tempat bergantung segala sesuatu).

Ash Shamad adalah,”Dia yang tak beranak,

{وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ}

Tiada diperanakkan dan tidak ada yang setara dengan-Nya,

Karena setiap yang di lahirkan, ia akan mati, dan dan setiap yang mati akan mewarisi, dan Allah tak mati dan tak mewarisi,

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ}

Tiada sesuatupun yang setara dengan Allah

Allah tak serupa dengan apapun dan tak ada yang sesuatu yang sebanding dengan Allah. (HR. Al Hakim, no. 3897)

والله أعلم

🍃🌸☘🎋🌹🍀🌷

✍ Ust Fauzan Sugiono, MA


[1] Tafsir At Thabari, 24/693

[2] Al Jazairi, Aisar At Tafasir, 5/628

[3] Wahbah Zuhaily, Tafsir Al Munir, 30/465

[4] Thahir bin Asyur, At Tahrir wa Tanwir, 30/618

[5] Ibrahim Al Qattan, Taysir At Tafsir, 3/458

[6] Yusuf Al Qaradhawi, Tafsir Juz Amma, h. 560

[7] Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi, Tafsir Juz Amma,  661

Serial Tafsir Surat Al-Ikhlas
Tafsir Surat Al-Ikhlas (Bag. 1)

Tafsir Surat Al-Ikhlas (Bag. 2)

Tafsir Surat Al-Ikhlas (Bag. 3)

Tafsir Surat Al Ikhlas (Bag.4)

scroll to top