Tiga Tokoh Utama Ulama Salafi: “Boleh Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan”

💢💢💢💢💢💢💢💢

1⃣ Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz Rahimahullah

Beliau ditanya tentang rambu-rambu mengingkari kesalahan pemimpin, jawabannya:

الجواب: الأصل أن المُنكِر يتحرى ما هو الأصلح والأقرب إلى النجاح، فقد ينجح في مسألة مع أمير ولا ينجح مع الأمير الثاني، فالمسلم الناصح يتحرى الأمور التي يرجو فيها النجاح، فإذا كان جهره بالنصيحة في موضع يفوت الأمر فيه، مثل قصة أبي سعيد، والرجل الذي أنكر على مروان إخراج المنبر، وتقديم الصلاة، فهذا لا بأس؛ لأنه يفوت، أما إذا كان الإنكار على أمور واقعة، ويخشى أنه إن أنكر لا يقبل منه أو تكون العاقبة سيئة، فيفعل ما هو الأصلح

“……. Seandainya menasihati secara terang-terangan dalam perkara yang dia (pemimpin) abaikan, seperti dalam kisah Abu Said dan laki-laki yang mengingkari Marwan saat dia keluar ke mimbar dan mendahulukan shalat, maka INI TIDAK APA-APA, karena dia telah abaikan hal itu. Ada pun jika mengingkari dalam urusan yang riil terjadi dan dia khawatir jika diingkar dia (pemimpin) tidak menerimanya atau khawatir terjadi hal yang buruk, maka lakukanlah yang lebih bermaslahat ….”

Selengkapnya LIHAT: https://audio.islamweb.net/audio/index.php/index.php?page=FullContent&full=1&audioid=113613

2⃣ Syaikh Muhammad Naahiruddin Al Albani Rahimahullah

Beliau di tanya tentang menasihati pemimpin secara terang-terangan, saat membahas hadits Abu Said Al Khudri, Beliau berkata:

إذا خالف الحاكم الشريعة علنا, فالإنكار عليه علنا لا مخالفة للشرع في ذلك

Jika seorang pemimpin menyelisihi syariat secara terang-terangan, maka dia diingkari dengan cara terang-terangan pula, dan hal itu tidak bertentangan dengan syariat.

Lihat: https://youtu.be/gy_DRXwmpSc (detik ke 38 sd 39)

3⃣ Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin Rahimahullah

Beliau ditanya tentang manhaj salaf dalam menasihati pemimpin:

…. فإذا رأينا أن الإنكار علناً يزول به المنكر ويحصل به الخير فلننكر علناً، وإذا رأينا أن الإنكار علناً لا يزول به الشر، ولا يحصل به الخير بل يزداد ضغط الولاة على المنكرين وأهل الخير، فإن الخير أن ننكر سراً، وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون الأدلة الدالة على أن الإنكار يكون علناً فيما إذا كنا نتوقع فيه المصلحة، وهي حصول الخير وزوال الشر، والنصوص الدالة على أن الإنكار يكون سراً فيما إذا كان إعلان الإنكار يزداد به الشر ولا يحصل به الخير. وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك

….Jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai dalil-dalil yang ada.

Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.

Aku katakan kepada kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya….”

(Liqo Baab Al Maftuuh no. 62)

📚 Kenyataannya, kebolehan menasihati pemimpin secara terbuka adalah pendapat para sahabat nabi, Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengutip dari Imam Ibnu Jarir ath Thabari saat membahas hadits “Jihad paling utama adalah mengutarakan kebenaran kepada penguasa zalim”:

الواجبُ على من رأى منكرًا من ذى سلطان أن ينكره علانيةً وكيف أمكنه، روى ذلك عن عمر بن الخطاب وأبىّ بن كعب، واحتجوا بقوله – صلى الله عليه وسلم – : « من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطيع فبلسانه، فإن لم يستطيع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان » وبقوله: « إذا هابت أمتى أن تقول للظالم: يا ظالم، فقد تودع منهم » .

Wajib bagi yang melihat kemungkaran dan dia punya kekuatan/kemampuan untuk mengingkarinya terang-terangan sebisa mungkin. Hal ini diriwayatkan dari UMAR BIN KHATHAB, dan UBAY BIN KA’AB. Mereka beralasan hadits: “Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran …dst”

(Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 19/62)

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Mengendorse Produk dalam Islam

💢💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Ustadz mau tanya… Bolehkah saya di endorse untuk menawarkan barang” exp. Gamis, hijab dll. Suwun. azkiyatul, Semarang, (+62 895-2270-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Aktifitas endorsement, sederhananya adalah seseorang mendukung sebuah produk untuk dilempar ke pasar. Dengan kata lain, dia ikut mempromosikan. Biasanya dia adalah seorang tokoh, bintang, atau siapa pun yg dianggap punya pengaruh, tujuannya utk mendongkrak penjualan atau popularitas produk tersebut. Lalu, dia bayar karena aktifitas itu.

Hal ini dibolehkan berdasarkan prinsip ijarah (sewa) atas jasa. Fee yang diperoleh merupakan ujrah (upah) atas jasanya meng- endorse barang tersebut.

Namun, pembolehan ini tentu terikat oleh syarat, yaitu:

1. Barang dan jasanya harus halal, tidak boleh barang jasa haram seperti khamr, permainan judi, zina, dan semisalnya.

Jika ini tidak diperhatikan maka termasuk berta’awun (saling bantu) dalam dosa dan kejahatan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan janganlah saling membantu dalam dosa dan kejahatan. (QS. Al Maidah: 2)

2. Orang yang meng-endorse itu mesti jujur menceritakan tentang barang yang dia promosikan.

Misalkan jika itu sebuah jilbab, dia sampaikan bahwa jilbab itu adem, bahannya tebal, jahitannya bagus, dst, memang begitulah keadaaannya dan dia sudah membuktikannya. Dia tidak boleh dusta, sebagaimana banyak yang terjadi pada iklan-iklan yang tidak memperhatikan adab Islam. Sebab itu adalah menipu dan memberikan kesaksian palsu.

Nabi ﷺ bersabda:

ومن غشنا فليس منا

Dan barang siapa yang menipu kami maka dia bukan golongan kami. (HR. Muslim No. 101)

Rasulullah ﷺ bertanya:

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟» قَالَ: ” قَوْلُ الزُّورِ – أَوْ قَالَ: شَهَادَةُ الزُّورِ – “، قَالَ شُعْبَةُ: وَأَكْبَرُ ظَنِّي أَنَّهُ شَهَادَةُ الزُّورِ

Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa besar yang paling besar? Beliau bersabda: “Perkataan/sumpah palsu” atau dia berkata: “kesaksian palsu”. Syu’bah berkata: “Dugaan kuatku bahwa itu adakah kesaksian palsu.”

(HR. Muslim no. 88)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Berdoa di hari Rabu antara Zuhur dan Ashar

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Adakah hadis yg menerangkan point bahwa salahsatu waktu doa yang baik adalah hr rabu antara zuhur dan ashar. Rama, Depok, (+62 821-6602-xxxx) (Ibadah)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Hadits yang ditanyakan adalah sebagai berikut:

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا فِي مَسْجِدِ الْفَتْحِ ثَلَاثًا : يَوْمَ الِاثْنَيْنِ ، وَيَوْمَ الثُّلَاثَاءِ ، وَيَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ ، فَاسْتُجِيبَ لَهُ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ ، فَعُرِفَ الْبِشْرُ فِي وَجْهِهِ .

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berdoa di masjid al Fath, sebanyak tiga kali: hari senin, hari selasa, dan hari rabu. Doanya dikabulkan di hari rabu antara dua shalat. Hal itu bisa diketahui dari raut gembira di wajahnya.

(HR. Ahmad no. 14153)

Hadits ini dha’if. Karena ada dua sebab:

1. Katsir bin Zaid bin Al Aslam

Mayoritas ulama mengatakan dia dha’if, sedikit saja yang menyatakan tsiqah (terpercaya).

(Al Jarh wat Ta’dil, 7/150, Al Kamil fi Dhu’afa, 6/67, Mizanul I’tidal, 3/404, Tahdzibut Tahdzib, 8/370)

2. Abdullah bin Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik

Dia majhuul haal (tidak diketahui jatidirinya), alias perawi yang misterius. (Tarikh Al Kabir, 5/133)

Sementara Ibnu Abi Hatim tidak mengkritik dan tidak pula memujinya. (Al Jarh wat Ta’dil, 5/59)

Oleh karena itu Syaikh Syuaib al Arnauth mengatakan: DHA’IF.
(Ta’liq Musnad Ahmad, 22/425)

Namun, demikian sebagian ulama mempraktekkan hadits ini. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

وفي إسناد هذا الحديث : كثير بن زيد ، وفيه كلام ، يوثقه ابن معين تارة ، ويضعفه أخرى
وهذا الحديث يعمل به طائفة من أصحابنا وغيرهم ، فيتحرون الدعاء في هذا ، كما نقل عن جابر ، ولم ينقل عن جابر رضي الله عنه أنه تحرى الدعاء في المكان ، بل تحرى الزمان “

Sanad hadits ini ada Katsir bin Zaid, dia masih diperbincangkan, Ibnu Ma’in pernah menyebutnya tsiqah, tapi juga menyebutnya dhaif pada kesempatan lain.

Hadits ini telah diamalkan sekelompok sahabat kami (Hambaliyah) dan lainnya, mereka begitu serius mengintai waktu berdoa di waktu ini, sebagaimana yang dinukil dari Jabir. Tidak ada riwayat dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu bahwa dia berdoa mengkhususkan tempat tertentu, tapi dia mengincar waktunya.

(Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqim, 2/344)

Kenapa hadits dhaif diamalkan juga? Umumnya ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif untuk urusan fadhailul a’mal, akhlak, kelembutan hati, seperti masalah ini. Ada pun masalah aqidah dan halal haram, wajib pakai Al Quran dan As Sunnah yang shahih saja.

Imam Al Hathab Al Maliki Rahimahullah:

اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال

Para ulama telah sepakat bolehnya mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhailul a’mal.

(Imam Al Hathab, Mawahib Al Jalil, 1/17)

Namun, pembolehan ini BERSYARAT, yaitu:

شرط العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال أن لا يكون شديد الضعف، وأن يدخل تحت أصل عام، وأن لا يعتقد سنيته بذلك الحديث

Syarat mengamalkan hadits dhaif dalam urusan fadhailul a’mal, adalah:

– kedhaifannya tidak terlalu

– kandungannya masih sesuai nilai umum yang mendasar dalam Islam

– tidak meyakini kesunahannya (dari Rasulullah) karena hadits itu.

(Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 1/194)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Doa Tolak Bala, Mestikah Membalikkan Tangan?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum… Ustadz..ini benarkah? Telapakny dihadpkan ke bumi, sedang punggungnya yg ke langit, krn Rasulullah melakukan itu ketika berdoa agar dijauhkan dr hal2 yg buruk, umm (+62 816-1698-xxx:)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Masalah membalikkan telapak tangan saat berdoa tolak bala, adalah hal yang diperselisihkan ulama. Ada yang mengatakan sunnah, ada pula yang mengatakan tidak, alias sama saja doa tolak bala dan lainnya yaitu telapak tangan menghadap ke langit bukan punggung tangannya.

Dalil pihak yang mengatakan sunnah adalah, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu bercerita:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى، فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ

Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam doa istisqa dan dia menjadikan posisi punggung tangannya ke langit. (HR. Muslim no. 895)

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا وَغَيْرُهُمْ: السُّنَّةُ فِي كُلِّ دُعَاءٍ لِرَفْعِ بَلَاءٍ ، كَالْقَحْطِ وَنَحْوِهِ ، أَنْ يَرْفَعَ يَدَيْهِ وَيَجْعَلَ ظَهْرَ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، وَإِذَا دَعَا لِسُؤَالِ شَيْءٍ وَتَحْصِيلِهِ ، جَعَلَ بَطْنَ كَفَّيْهِ إلى السماء

Segolongan sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah) dan selain mereka mengatakan, adalah sunnah pada setiap doa tolak bala, seperti musim kemarau dan lainnya, untuk mengangkat tangan dan menjadikan punggung tangannya ke langit, dan jika berdoa meminta sesuatu secara umum dengan telapak bagian dalam ke langit.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/190)

Sementara sekelompok ulama lain mengatakan, hendaknya tidak membalikkan tangan, itu tidak sunnah, sebagaimana hadits:

إذا سألتم الله فاسألوه ببطون أكفكم ولا تسألوه بظهورها

Jika kalian berdoa kepada Allah berdoalah dengan telapak tangan kalian (ke langit), jangan berdoa dengan punggung tangan kalian. (HR. Abu Daud no. 1486, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih)

Menurut kelompok ini, hadits doa istisqa di atas (dari Anas bin Malik) bukan bermakna doa dengan tangan dibalik, tapi karena situasi sedemikian berat sampai seolah berdoa seperti itu.

Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah mengatakan:

“أي من شدة الرفع بيده ، كأن ظهور كفيه نحو السماء ، وهذا هو الذي يلتقي مع جميع أحاديث الرفع التي فيها التصريح بجعل بطونهما إلى السماء

Yaitu begitu berat mengangkat kedua tangannya seolah punggung tangannya mengarah ke langit. Inilah yang bisa dipahami dari hadits ini dengan meniliknya juga dengan hadits-hadits lain yang menyebutkan doa dengan bagian telapaknya yang ke arah langit.

(Tashhih ad Du’a, Hal. 118-119)

Sedangkan Imam Ash Shan’ani Rahimahullah menyatakan keduanya benar dengan konteksnya masing-masing. Berdoa dengan membalikkan tangan itu jika maksudnya doa perlindungan, sedangkan dengan menengadahkan tangan itu jika doa permintaan secara umum.

Beliau berkata:

قيل: فيحتمل على أن السؤال بالباطن والاستعاذة بالظاهر، جمعاً بينه وبين ما قبله، وقد جاء عن ابن عباس وقد ذكره أصحاب الشافعي

Dikatakan bahwa doa permingaan itu dengan telapak tangan, sedangkan doa perlindungan itu dengan punggungnya, demikianlah kompromi antara hadits yang satu dengan hadits sebelumnya. Pemahaman ini terdapat riwayat dari Ibnu Abbas, dan telah disebutkan oleh pengikut Asy Syafi’i.

(At Tahbir Li Idhah Ma’ani At Taysir, 4/28)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top