Bermazhab Bagi Orang Awam, Apakah Wajib?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Apakah kita harus bermazhab? Dan apakah jika kita sudah dengan 1 mazhab tidak boleh pake mazhab yang lainya? Bagaimana jika tidak bermazhab?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Di antara manusia ada yang di sebut orang awam (Al ‘Amiy) yaitu orang yang tidak ada kemampuan untuk berijtihad sendiri, krn tidak memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana berijtihad.

Para ulama menegaskan bahwa orang awam tidaklah memiliki mazhab ( al’ Amiy laa madzhaba lahu). Seseorang dikatakan bermazhab “Fulani” jika dia paham bagaimana sejarah mazhab Imam Fulan tersebut, perkembangannya, penyebarannya, tokoh-tokohnya, konsep fiqihnya, metode ijtihadnya, dan kitab-kitabnya yang standar. Tentu ini berat bagi org awam. Maka, perkataan sebagian orang awam: “Saya ini bermazhab Fulani” hanyalah klaim dan boleh diabaikan.

Namun demikian, mereka tetap mesti memilih atau mengikuti salah satu mazhab dengan bimbingan ulama yang dia tanyakan. Sehingga Mazhabnya orang awam adalah jawaban ulama semasanya yang mengarahkan mereka, atau ulama yang menjadi tempat mereka bertanya.

Dalam Tuhfatul Muhtaj, Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah mengatakan:

مَعْنَاهُ مَا عَبَّرَ بِهِ الْمَحَلِّيُّ فِي شَرْحِ جَمْعِ الْجَوَامِعِ بِقَوْلِهِ وَقِيلَ لَا يَلْزَمُهُ الْتِزَامُ مَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ فَلَهُ أَنْ يَأْخُذَ فِيمَا يَقَعُ لَهُ بِهَذَا الْمَذْهَبِ تَارَةً وَبِغَيْرِهِ أُخْرَى

Artinya seperti yang dijelaskan oleh Al Mahalli dalam Jam’ul Jawami’, dikatakan bahwa tidaklah wajib bagi orang awam mengikuti satu madzhab secara khusus, tapi hendaknya dia mengambil satu pendapat mazhab dalam satu waktu, dan mengambil mazhab lain di waktu lainnya. [1]

Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan mengutip dari Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah, pemuka madzhab Syafi’i yang dijuluki Sulthanul ‘Ulama di masanya:

يجوز تقليد كل واحدٍ من الأئمة الأربعة رضي الله عنهم ، ويجوز لكل واحدٍ أن يقلد واحداً منهم في مسألة ويقلد إماماً آخر منهم في مسألة أخرى ، ولا يجوز تتبع الرخص

Diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam madzhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat imam lainnya dalam masalah yang lain, namun tidak diperkenankan mencari-cari rukhshah (yang gampang-gampang). [2]

Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki menjelaskan:

(انه) يجوز تقليد كل واحد من الآئمة الآربعة رضي الله عنهم ويجوز لكل واحد آن يقلد واحدا منهم فى مسالة ويقلد اماما آخر في مسالة آخرى ولا يتعين تقليد واحد بعينه في كل المسائل

Bahwa sesungguhnya diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam madzhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari mereka dalam satu masalah dan mengikuti imam lainnya dalam masalah yang lain. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mengikuti satu mazhab dalam semua masalah. [3]

Imam Ibnul Qayyim Al Hambali Rahimahullah menjelaskan:

بَلْ لَا يَصِحُّ لِلْعَامِّيِّ مَذْهَبٌ وَلَوْ تَمَذْهَبَ بِهِ؛ فَالْعَامِّيُّ لَا مَذْهَبَ لَهُ؛ لِأَنَّ الْمَذْهَبَ إنَّمَا يَكُونُ لِمَنْ لَهُ نَوْعُ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ، وَيَكُونُ بَصِيرًا بِالْمَذَاهِبِ عَلَى حَسْبِهِ، أَوْ لِمَنْ قَرَأَ كِتَابًا فِي فُرُوعِ ذَلِكَ الْمَذْهَبِ وَعَرَفَ فَتَاوَى إمَامِهِ وَأَقْوَالَهُ، وَأَمَّا مَنْ لَمْ يَتَأَهَّلْ لِذَلِكَ أَلْبَتَّةَ بَلْ قَالَ: أَنَا شَافِعِيٌّ، أَوْ حَنْبَلِيٌّ، أَوْ غَيْرُ ذَلِكَ؛ لَمْ يَصِرْ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الْقَوْلِ، كَمَا لَوْ قَالَ: أَنَا فَقِيهٌ، أَوْ نَحْوِيٌّ، أَوْ كَاتِبٌ، لَمْ يَصِرْ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ قَوْلِهِ

“Bahkan tidak sah bagi orang awam untuk bermadzhab, karena orang awam itu tidak punya madzhab, karena orang yang disebut bermadzhab mesti memahami bagaimana menganalisa dan berdalil, dia mengetahui berbagai madzhab, atau bagi yang membaca persoalan cabang di sebuah madzhab, mengetahui fatwa imamnya dan berbagai pendapatnya. Sedangkan orang yang tidak ada keahlian tentang ini sama sekali, lalu dia berkata: saya ini Syafi’i, saya ini Hambali, atau lainnya, maka tidaklah terwujud hanya dengan semata-mata ucapan.

Sama seperti orang yang berkata: saya ahli fiqih, saya ahli nahwu, maka tidak cukup sekedar perkataan.” [4]

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan


Notes:

[1] Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj (Kairo: Dar al Hadits, 2016), jilid. 3, hal. 237

[2] Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan, Ta’rif ath Thulab bi Ushul al Fiqh fi Su’al wa Jawab, hal. 102

[3] Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki, Al Ifshah ‘ala Masailil Idhah ‘alal Madzahib al Arba’ah, hal. 219

[4] Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, jilid. 4, hal. 202

 

Di antara Adab Murid Kepada Gurunya

💢💢💢💢💢💢💢💢

Para salaf adalah panutan bagi umat Islam secara umum. Salah satunya adalah tentang akhlak mereka terhadap guru-guru mereka.

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengatakan:

وإني لأدعو للشافعي منذ أربعين سنة في صلاتي

“Dalam shalat saya, sejak 40 tahun yang lalu saya berdoa untuk Asy Syafi’i.”

(Imam Al Baihaqi, Manaqib Asy Syafi’i, 1/54)

Imam Yahya bin Said Al Qaththan Rahimahullah berkata:

أنا أدعو الله للشافعي، أخصه به

“Saya berdoa kepada Allah untuk Asy Syafi’i, saya khususkan doa baginya.”

(Imam Al Baihaqi, Manaqib Asy Syafi’i, 2/243)

Sementara Imam Abu Bakar bin Khalad Rahimahullah berkata:

أنا أدعو الله في دبر صلاتي للشافعي

“Aku berdoa kepada Allah untuk Asy Syafi’i setelah selesai shalat.”

(Imam Ibnu ‘Asakir, Tarikh Dimasqi, 14/409)

📚 Pelajaran:

– Salah satu adab murid kepada guru adalah mendoakannya: baik doa keberkahan ilmunya, usianya, agar tertutup aibnya, dan doa kebaikan lainnya.

– Berdoa di dalam shalat atau setelahnya, walau dengan doa yang tidak ma’tsur (tidak ada dalam sunnah), adalah boleh dan merupakan perilaku para salafush shalih.

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📗📕📒📔📓

✍ Farid Nu’man Hasan

Biarkan Adik-Adik Santri Tidak Mendengarkan Musik

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Viral sebuah video tentang anak-anak remaja santri yang menutup telinga saat mereka antri vaksin dan menggema suara musik di ruangan tsb

📌 Lalu video ini memunculkan banyak komen miring, ada banyak pula yang mendukungnya

📌 Kita tidak sedang membahas hukum musik tapi tentang sportifitas

📌 Kenapa anak-anak santri yang memiliki keyakinan bahwa musik itu terlarang atau dapat menganggu hapalan mereka, dituduh yang tidak-tidak?

📌 Kembali muncul istilah untuk menyerang mereka: radikal, tidak pro NKRI, pro Taliban.. Apa hubungannya coba?

📌 Apakah kurang puas setelah menuduh bahasa Arab sebagai pintu radikalisme, atau dulunya menuduh ciri-ciri radikal adalah yang hapal Al Quran dan rajin ke masjid?

📌 Biarlah adik-adik Santri meyakini dan mengikuti hadits:

Dari Abu Malik Al Asy’ari, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda:

“Manusia di antara umatku akan benar-benar minum khamr, mereka menamakannya dengan bukan namanya, dipukulkan di hadapan mereka alat-alat musik, Allah membenamkan mereka di bumi, dan menjadikan sebagian mereka sebagai kera dan babi.”

(HR. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 17383 dan 20989, dengan tambahan: mughanniyat (biduanita), Shahih. Ghayatul Maram No. 402)

📌 Bahkan bisa jadi mengambil dari Imam Asy Syafi’i, yang mengatakan bahwa sekedar mengetuk-ngetuk batang (pohon untuk hiburan) adalah perbuatan zindik. Al Qadhi Abu Thayyib menceritakan:

وحكي عن الشافعي أنه كان يكره الطقطقة ابلقضيب ويقول وضعته الزَندقة ليشتغلوا به عن القرآن

Diceritakan dari Imam Asy Syafi’i, bahwa Beliau membenci mengetuk-ketuk batang pohon dan mengatakan itu adalah perbuatan orang zindiq yang dengannya orang menjadi lalai dari Al Quran.

(Imam Al Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, 2/269)

📌 Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang hukum musik, maka sangat tidak fair menuduh dan menjelak-jelekkan santri ini.

📌 Kenyataan ini menunjukkan kesekian kalinya, siapa sebenarnya yang anti toleransi. Siapa sebenarnya yang tidak siap berbeda pendapat.

📌 Sungguh adik-adik ini bukanlah masalah bagi kita, apalagi ancaman bagi negara. Masalah itu adalah ada pada remaja yang mabuk, judi, narkoba, pergaulan bebas, tukang bolos, dan memiliki bakat koruptor. Ingat itu!

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Imam Lupa Duduk Tasyahud Awal

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz, dalam sholat berjamaah pada raka’at kedua imam lupa duduk tasyahud awal dan imam berdiri tegak untuk raka’at ke tiga sedangkan makmumnya duduk tasyahud awal dan menegur imam. Apakah imam yang harus mengikuti makmumnya duduk tasyahud awal atau makmumnya ikut imam walaupun makmumnya benar.? Mohon pencerahannya dan Jazakallah Khairan katsiro. Hamdani, Lombok Barat

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Apa yang dilakukan imam, yaitu terlanjur tegak sempurna saat seharusnya duduk tasyahud, lalu dia melanjutkan maka itu sudah benar saat menyikapi kesalahan itu. Namun, sebelum salam hendaknya sujud sahwi dua kali. Itulah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Kecuali, jika dirinya imam belum tegak sempurna, lalu dia teringat itu kesalahan krn seharusnya duduk tasyahud awal, maka hendaknya dia duduk.

Inilah yang ditegaskan oleh ‘Alqamah, Qatadah, Abdurrahman bin Abi Laila, Al Auza’i, Ibnul Qasim dalam Al Mudawanah, dan Imam Asy Syafi’i. (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, jilid. 3, hal. 212)

Dalilnya adalah, dari Ibnu Buhainah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فَقَامَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ فَسَبَّحُوا فَمَضَى فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat, beliau bangun pada rakaat kedua, maka jamaah mengucapkan ‘subhanallah’ maka beliau tetap melanjutkannya, lalu ketika selesai shalat, Belia sujud dua kali lalu salam.” (HR. An Nasa’i No. 1177, 1178, Ibnu Majah No. 1206, 1207. Shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1177, 1178)

Menurut hadits ini jika sudah terlanjur tegak berdiri, maka imam tidak usah duduk lagi, dia lanjutkan saja tetapi setelah selesai shalat dia sujud dua kali (sahwi) lalu salam. Tetapi, jika berdirinya belum sempurna tegaknya, maka boleh baginya untuk duduk lagi untuk tasyahhud awal, dan akhirnya tanpa melakukan sujud sahwi.

Hal ini ditegaskan dalam riwayat dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلَا يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ سَجْدَتَيْ السَّهْوِ

“Jika salah seorang kalian berdiri ketika rakaat kedua tetapi belum sempurna, maka hendaknya duduk, jika sudah sempurna maka janganlah duduk. Lalu sujudlah dua kali sebagai sahwi.” (HR. Abu Daud No. 949, 950, Ibnu Majah No. 1208. Hadits ini shahih. Lihat Al Misykah Al Mashabih No. 1020)

Riwayat ini menunjukkan bahwa sujud sahwi juga bisa dilakukan sebelum salam, yakni ketika kesalahan tersebut diketahui dan diingat masih di dalam shalat.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top