Berdoa di Media Sosial

Menulis status di media sosial (medsos) harus siap dikomentari baik positif maupun negatif. Karena memang tujuan kita menulis status adalah untuk berinteraksi dengan follower atau friend di medsos. Termasuk menulis status doa, bisa ada yang mengaminkan, atau bisa ada yang malah mengkritik, “Tuhan gak punya akun socmed.”

Ya, ada yang beranggapan begitu, menulis doa di medsos hanyalah pencitraan dan tidak akan didengar Tuhan. Lebih baik doa dipanjatkan saat ibadah, bukan malah dipamerkan di depan umum.

Tapi mohon maaf, ada beberapa kesalahan dalam anggapan ini.

Anggapan Tuhan Tidak Mendengar Doa Di Sosmed

Anggapan Tuhan tidak akan mendengar doa di medsos jelas salah fatal. Maha suci Allah dari anggapan itu. Allah swt Maha Mengetahui. Ia tahu apa yang terbersit di hati hamba-Nya. Ia juga tahu apa yang diucapkan oleh hamba-Nya, juga apa yang ditulis oleh hamba-Nya. Semua aktivitas suatu makhluk sangat diketahuinya dengan rinci.

Allah Maha Mendengar (As-Sami’) dan Melihat (Al-Bashir).

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syura: 11).

Dan Dia Maha Mengetahui Perkara Yang Tersembunyi. (Al-Khobir)

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Sejatinya yang menciptakan itu sangat mengetahui. Dan Dia adalah yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Allah Maha Mengetahui (Al-Aliim). Bahkan apa yang kita tulis pada status media sosial, telah tertera dalam Lauhul Mahfuzh. Yaitu kitab berisi apa yang terjadi pada kehidupan.

 وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ 

”Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS Al-An’am: 59)

Manfaat Menulis Status Doa di Media Sosial

Ada juga anggapan berdoa di medsos tidak bermanfaat. Padahal sangat bermanfaat. Ada beberapa alasan menulis sebuah doa di status medsos:

1. Syiar Agama Islam

Kalau doa itu adalah doa yang ma’tsur (berasal dari Rasulullah saw), maka kita sudah ikut menyiarkan agama Islam. Misalnya yang paling sering dishare adalah doa saat turun hujan, itu baik sekali karena masih banyak muslim yang belum hafal doa saat turun hujan. Atau mungkin tidak tahu bahwa saat hujan turun, Rasulullah mengucapkan sebuah doa yang harus dijadikan ikutan oleh umatnya. Termasuk doa lain, misalnya doa meminta rezeki, doa keselamatan, doa meminta perlindungan kepada Allah, dll yang pernah Rasulullah contohkan.

Kalau doa itu bukan berasal dari hadits Rasulullah, maka kita sudah memberi contoh kepada netizen lain dalam hal berserah diri memohon kepada Allah swt.

2. Mengabarkan Hal Aktual Yang Patut Menjadi Perhatian Khalayak

Seperti saat perang di Palestina, menulis status doa di medsos mempunyai efek agar orang lain ikut menaruh perhatian pada apa yang terjadi di sana. Atau berdoa agar korban Sinabung diberi perlindungan Allah swt, membuat orang lain tersadar bahwa ada sesuatu yang terjadi di Sinabung.

Karena medsos bukan surat kabar yang punya gaya bahasa resmi. Medsos adalah media ekspresi pribadi di ruang publik. Mengabarkan apa yang terjadi di Palestina atau Sinabung di medsos, perlu cara yang membuat orang tertarik. Salah satunya adalah doa.

3. Agar Ada yang Mengaminkan

Kemustajaban doa orang lain yang tulus kepada kita, sudah digaransi oleh Rasulullah saw. Jadi, utarakan saja harapan kita di medsos melalui doa. Semoga ada yang meng-amin-kan atau berdoa dengan kata-katanya sendiri.

“Doa seorang muslim kepada saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan adalah mustajab. Terdapat malaikat yang menjadi wakiil baginya. Setiap ia berdoa kebaikan untuk saudaranya itu, malaikat tadi berkata, “Amiin dan untuk mu pula kebaikan itu.” (HR Muslim)

Anggapan Pencitraan

Ikhlas atau riya’ adalah amalan hati. Orang lain tidak pernah tahu apakah suatu perbuatan dilakukan ikhlas atau riya’. Karena itu tidak boleh seseorang menghakimi niat orang lain.

Jangan pernah kita risih dengan kebaikan orang lain yang dilakukan di depan umum. Allah swt yang lebih tahu niatnya. Terkadang perlu ada yang mempelopori sebuah kebaikan agar ada yang mencotohnya.

Anggapan Tidak Menghormati Follower/Friend Yang Beragama Lain

Anggapan ini ada, dan agak aneh juga. Karena doa yang ditulis di medsos sama sekali tidak mengganggu kerukunan umat beragama. Kecuali kalau tulisan itu mengandung penghinaan kepada agama lain. Justru kalau ada pemeluk agama lain yang tidak senang dengan sebuah status doa, itulah yang tidak toleran.

Media sosial memang ruang publik. Tapi tidak ada aturan yang melarang urusan agama dibawa ke ruang publik. Malah ketika warga negara bebas mengekspresikan semangat spritualitasnya di ruang publik tanpa ada yang mengganggu, saat itulah toleransi beragama sudah berjalan.

Penerima Daging Qurban, Bolehkah menjualnya?

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Larangan jual daging, kulit, dll, dr hewan qurban itu berlaku bagi mudhahhi atau shahibul qurban (pemilik hewan qurban) dan panitianya, bukan bagi penerima daging qurban.

Orang yg telah menerima daging qurban atau kulitnya, boleh saja memanfaatkannya baik dimakan sendiri atau dijual lagi. Sebab, itu sudah menjadi milik mereka.

Dalam Fatwa Al Lajnah Ad Daimah:

بأنه إذا أعطي جلد الأضحية للفقير، أو وكيله فلا مانع من بيعه وانتفاع الفقير بثمنه، وإنما الذي يمنع من بيعه هو المضحي فقط، وكذا لا مانع أن تبيع الجمعيات الخيرية ما تحصل لديها من جلود الأضاحي، وصرف القيمة لصالح الفقراء

Jika kulit sudah diberikan kepada orang fakir atau yg mewakilinya, maka tidak ada larangan baginya menjualnya dan memanfaatkan hasil penjualannya. Sesungguhnya larangan tersebut khusus bagi MUDHAHHI (SI PEMILIK HEWAN QURBAN). Demikian juga bagi yayasan-yayasan khairiyah, tidak apa-apa mereka menjual kulit yg mereka dapatkan, dan menyalurkannya ke kemaslahatan fakir miskin.

(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 10/446)

Dalilnya adalah, dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan unta-untanya dan mensedekahkan daging, kulit, dan bagian punuknya, dan saya diamanahkan agar tidak memberikan si tukang potong dari hasil potongan itu (sebagai upah).” Ali berkata: “Kami memberikannya dari kantong kami sendiri.” (HR. Muslim)

Ali Radhiallahu ‘Anhu sebagai “panitia” dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai “shahibul qurban”, yang diperintahkan adalah menyedekahkan semuanya. Krn Itulah larangan menjualnya atas pemilik dan panitianya.

Imam Al ‘Aini mengatakan:

وفيه من استدل به على منع بيع الجلد قال القرطبي وفيه دليل على أن جلود الهدي وجلالها لا تباع لعطفها على اللحم وإعطائها حكمه وقد اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذلك الجلود والجلال

Dalam hadits ini (hadits Ali Radhiallahu ‘Anhu di atas) terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan terlarangnya menjual kulit. Berkata Al Qurthubi: “Pada hadits ini terdapat dalil bahwa kulit hewan qurban dan Jilal (daging punuk Unta) tidaklah dijual belikan, karena hukum menyedekahkannya itu satu kesatuan dengan daging. Mereka (para ulama) sepakat bahwa daging tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya.”

(‘Umadatul Qari, 15/254)

Sebagian ulama ada yang membolehkan menjual kulit, seperti Ibnu Umar, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur. Sebagian lain membolehkan menjual kulit dengan bayaran berupa perkakas seperti timbangan, ayakan, dll, sebagaimana pendapat Al Auza’ i, An Nakha’i, dan Abu Hanifah. (Syarh Shahih Muslim, 9/65)

Namun pendapat mereka dikomentari oleh Imam An Nawawi Rahimahullah:

وهذا منابذ للسنة والله أعلم

Semua ini berlawanan dengan sunah. Wallahu A’lam. (Ibid)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Saksikanlah! Dia Termasuk Mukmin!

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إذا رأيتم الرجل يتعاهد المسجد فاشهدوا له بالإيمان فإن الله تعالى يقول ( إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر وأقام الصلاة وآتى الزكاة ) الآية

Apabila kamu sekalian melihat seseorang yang biasa ke masjid maka saksikanlah bahwa ia benar-benar beriman.

Allah ‘azza wajalla berfirman : Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menegakkan shalat dan menunaikan zakat.

(HR. At Tirmidzi No. 2617, Ibnu Majah No. 802, Ahmad No. 11725)

Hadits ini dihasankan oleh: Imam At Tirmidzi, Imam An Nawawi, Syaikh Muhammad Ibrahim, Syaikh Ibnu Jibrin, dan lainnya.

– Tapi SHAHIH, menurut Imam Al Hakim (Al Mustadrak No. 3280), juga Imam Adz Dzahabi Talkhishnya.

– Imam Ibnu Hibban, Imam Ibnu Khuzaimah juga memasukkanya dalam kitab Shahih mereka. (Ibnu Hibban No. 1721, Ibnu Khuzaimah No. 1502).

– Dishahihkan oleh Imam Al Munawi. (At Taysir, 1/198),

– juga Imam As Sakhawi (Maqashid Al Hasanah Hal. 87),

– Imam Al ‘Ajluni (Kasyful Khafa, 1/90), dan Syaikh Ahmad Mushthafa Al A’zhami dalam Tahqiq Ibni Khuzaimah. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 54303)

– Tapi Syaikh Al Albani mendhaifkannya, tapi menurutnya secara makna tetap shahih. (Tahqiq Riyadhishshalihin, 1067)

Wa Shallallahu ‘Alaihi wa aalihi wa Shahbihi wa Salam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hikmah Al-Qur’an Diturunkan Bertahap

Allah swt menyempurnakan turunnya Al-Qur’an dalam proses yang gradual. Secara berangsur-angsur, Allah swt menurunkan perintah demi perintah kepada umat Islam, menghadirkan firman-Nya saat hati Rasulullah gundah, menjelaskan masalah saat ada pertanyaan dari sahabat atau peristiwa tertentu, hingga akhirnya semua ayat dalam Al-Qur’an turun sempurna.

Penting bagi umat muslim untuk mengerti hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap, agar umat muslim bisa menghayati perjuangan Rasulullah saw. Idealnya, seorang muslim memiliki pengetahuan tentang asbabun nuzul (peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat). Pemahaman ini bisa menumbuhkan semangat juangnya dalam mengamalkan ajaran Islam.

Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap antara lain:

Meneguhkan Hati Rasulullah

Begitu banyak rintangan dalam dakwah Rasulullah saw. Peristiwa demi peristiwa dihadapinya, dan banyak di antaranya kejadian yang tidak mengenakkan. Menghadapi semua itu perlu mental yang kuat. Manusia biasa butuh nasihat, masukan, saran, dan kata-kata motivasi saat menghadapi masalah. Untuk Rasulullah, penguatan mental itu berupa turunnya Al-Qur’an di kala ia saw gundah hatinya. Itulah hikmah pertama, meneguhkan hati Rasulullah saw.

“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Al-Furqon: 32-33)

Ketika Rasulullah diejek sebagai orang gila, Allah menurunkan surat Al-Qolam yang menjelaskan bahwa beliau tidak gila, bahkan perangai beliau beradat yang luhur. Saat beliau mengalami pukulan yang hebat dalam perang Uhud, Allah swt meneguhkan ia dan pasukan muslim dengan turunnya Al-Qur’an.

Agar Qur’an Mudah Dihafal dan Dipahami

“Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Al-Isra 106)

Ini merupakan sunnahnya, bahwa sesuatu yang diajarkan secara gradual dan runut akan lebih mudah dipahami. Penghafal Al-Qur’an hingga zaman sekarang akan menghafalnya dari yang mudah. Di zaman Rasulullah, pada peristiwa demi peristiwa Al-Qur’an diturunkan; dan dibantu dengan metode berfikir asosiatif, ayat-ayat itu lebih mudah dihafal.

Mementahkan Argumentasi Orang Kafir

Orang-orang kafir akan mencari kelemahan dari ajaran Islam. Dan saat mereka mendatangkan keraguan di kalangan umat muslim, Allah menurunkan Al-Qur’an yang mementahkan keraguan itu. Begitu seterusnya hingga orang kafir frustasi terhadap Al-Qur’an.

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Al-Furqan: 33)

Penahapan Dalam Menurunkan Syariat-Nya

Contoh yang paling populer adalah penahapan pelarangan khamr (minuman keras). Karena khamr sudah menjadi gaya hidup yang sangat melekat di peradaban Arab kala itu, maka pelarangannya harus dilakukan secara bertahap.

Pertama kali Allah menerangkan bahwa khamr menyimpan potensi buruk yang besar.

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya” (Al-Baqoroh 219)

Setelah argumentasi ini tersebar di kalangan manusia dan mereka memahaminya, lalu turun perintah agar tidak dalam keadaan pengaruh khamr saat mendirikan sholat.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (An Nisa 43)

Hingga larangan itupun sempurna, Allah memerintahkan umat Islam meninggalkan khamr secara total.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan ta’atlah kamu kepada Allah dan ta’atlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Al-Maidah 90-92)

Merespon Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi

Agar Al-Qur’an dapat dipahami oleh manusia seluruh zaman, maka Allah swt menyetting peristiwa-peristiwa penyebab turunnya Al-Qur’an. Dan juga melalui pertanyaan-pertanyaan para sahabat yang kemudian dijelaskan oleh Allah swt melalui Al-Qur’an.

Allah swt mendisain peristiwa pernikahan Rasulullah saw dengan Zainab rha. dengan tujuan menghapus anggapan anak hasil adopsi/anak angkat sebagai anak sendiri yang sudah berlaku di kalangan bangsa Arab. Atas peristiwa itu, Allah swt menurunkan Qur’an surat Al-Ahzab 37. Sebelumnya berlaku aturan tidak boleh menikahi wanita mantan istri anak angkat sendiri. Namun Allah swt menghapus aturan itu dengan peristiwa ini.

Atau atas pertanyaan para sahabat yang meminta fatwa kepada Rasulullah saw tentang haidh, Allah swt meresponnya dengan menurunkan surat Al-Baqarah ayat 222.

Juga saat memutuskan perkara soal fitnah dari kalangan munafik kepada Aisyah rha (peristiwa haditsul ifki), Allah menurunkan beberapa ayat dalam surat An-Nur.

scroll to top