Shira’ Al Mushthalahat (Perang Terminologi)

💢💢💢💢💢💢💢💢

Perang terminologi, salah satu bentuk peperangan yang hari ini terjadi menimpa umat Islam.

Hal ini bukan barang baru, Allah Ta’ala menceritakan:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلَٰكِن لَّا يَعۡلَمُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang lain telah beriman!” Mereka menjawab, “Apakah kami akan beriman seperti orang-orang yang KURANG AKAL itu beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang kurang akal, tetapi mereka tidak tahu.

(QS. Al-Baqarah, Ayat 13)

Ayat ini menceritakan tentang karakter kaum munafiqin, yang memberikan sebutan buruk kepada orang-orang beriman, yaitu Sufaha’ (orang-orang lemah akal). Mu’minun itu sufaha’. Tujuan dari perang istilah (perang terminologi) adalah membangun citra buruk kepada Islam dan umatnya, dan citra itu menjadi persepsi yang dipaksakan tentang umat Islam. Didukung oleh media dan buzzernya.

Hari ini kita juga merasakannya. Istilah-istilah dgn konotasi negatif diarahkan kepada umat Islam.

Dulu, istilah teroris identik dengan para pembajak pesawat yang dilakukan para bandar narkoba. Sekarang teroris itu diidentikkan dgn; teriakannya takbir, istrinya bercadar atau jilbab lebar, dan mengoleksi buku-buku Islam. Gambaran ini dipaksakan secara massiv lewat banyak media; buku, reka ulang, latihan penanggulangan teroris, dan karikatur.

Radikal, dulu dipakai untuk menggambarkan aksi kekerasan secara semena-mena yang dilakukan sekelompok masyarakat atas kelompok lain. Saat ini, radikalisme itu adalah apa pun yang berbeda dengan yang dimaui oleh pemilik modal, penguasa, pemilik media.. Termasuk orang-orang yang ingin istiqamah dengan agamanya dengan berjamaah di masjid, ikut halaqah, hijrah, berjanggut, semua disebut dgn terpapar radikalisme. Sementara itu, orang yang membawa golok ke bandara, mengusir ulama, membunuh dan mengusir muslim pendatang, bahkan membunuh TNI dan Polri, tidak disebut teroris, radikal, dan separatis, tapi tindakan kriminal biasa.

Intoleran dan takfiri, diartikan yaitu orang yang merasa agamanya yang paling benar, tidak menerima adanya orang murtad, menolak LGBT.. Ini semua intoleran. Jadi, maunya mereka seharusnya semua agama sama benarnya dan tidak ada yang kafir, murtad biarkanlah, LGBT itu normal.. Bahkan mereka dengan enteng menuduh yang berbeda dgn mereka sebagai takfiri, padahal umat Islam tidak pernah mengkafirkan kecuali org kafir saja.. Tidak pernah mengkafirkan sesama muslim.

Hari ini umat Islam nampak lemah, maka hati-hatilah… paling tidak lindungi anak istri di rumah agar tidak putus asa sekaligus tidak ikut-ikutan menjadi muslim yang phobia kepada agamanya sendiri.

Innama asyku batstsi wa huzni ilallah…. (sesungguhnya aku adukan kegundahanku dan kesedihanku kepada Allah)

Wallahul Musta’an

🌻🌷🍀🌿🌳🍃🌸🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Berobat Dengan yang Haram

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

bolehkah mengkonsumsi obat yg dianjurkan oleh 2 dokter yg obat tersebut mengandung sedikit bagian usus babi ? Asep, Bogor, +62 878-7238-xxxx (Ibadah)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Pada prinsipnya mayoritas ulama tetap mengharamkan berobat dengan obat-obatan yang masih mengandung unsur yang haram –kecuali darurat-berdasarkan beberapa hadits berikut:

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan obat buat kalian dari apa-apa yang diharamkan untuk kalian.” (HR. Bukhari No. 5613)

Dari Abu Darda’ Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit pasti ada obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram.”

(HR. Abu Daud No. 3876, Imam Ibnul Mulaqin mengatakan: shahih. (Tuhfatul Muhtaj, 2/9). Imam Al Haitsami mengatakan: perawinya terpercaya. (Majma’uz Zawaid, 5/86)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berobat dengan yang buruk (Al Khabits).

(HR. At Tirmidzi No. 2045, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan lainnya)

Ada pun para ulama, seperti Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:

وَكَذَلِكَ سَائِرُ الْأُمُورِ النَّجِسَةِ أَوْ الْمُحَرَّمَةِ ، وَإِلَيْهِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ قَوْلُهُ : ( وَلَا تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ ) أَيْ لَا يَجُوزُ التَّدَاوِي بِمَا حَرَّمَهُ اللَّهُ مِنْ النَّجَاسَاتِ وَغَيْرِهَا مِمَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ وَلَوْ لَمْ يَكُنْ نَجَسًا

“Demikian juga seluruh hal yang najis dan haram (tidak boleh dijadikan obat), demikianlah madzhab jumhur (mayoritas), sabdanya: “janganlah berobat dengan yang haram,” artinya tidak boleh pengobatan dengan apa-apa yang Allah haramkan baik berupa benda-benda najis, dan benda lainnya yang diharamkan Allah, walau pun tidak najis.” (Nailul Authar, 8/204)

BOLEH jika darurat

Allah Ta’ala berfirman:

“ Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al An’am (6): 145)

Atau ayat lainnya:

“…tetapi Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah (2): 173)

Dari sini, maka telah ijma’ (sepakat) para ulama bahwa bolehnya memakan bangkai (atau sesuatu yang haram) karena darurat. Berkata Imam Ibnul Mundzir:

وأجمعوا على إباحة الميتة عند الضرورة

“Mereka (para ulama) telah ijma’ bolehnya memakan bangkai ketika darurat.” (Kitabul Ijma’ No. 746)

Apa itu darurat? Yaitu jika kondisi sudah benar-benar mengancam jiwa atau membinasakan tubuh, dan tidak ada alternatif lain kecuali obat itu. Ada pun jika belum sampai mengancam jiwa, atau masih ada alternatif yang halal, maka itu tidak dikatakan darurat. Sehingga belum dibenarkan berobat dengan yang haram.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Seimbang Antara Lembut dan Tegas

💢💢💢💢💢💢💢

📌 Salah satu karakter Islam adalah At Tawaazun (seimbang)

📌 Hal apa pun jika sudah tidak seimbang, berat sebelah, akan membawa kerusakan

📌 Salah satu keseimbangan yang dituntut adalah seimbang antara bersikap lemah lembut (ar rifq) dan tegas (asy syadid)

📌 Kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mewujudkan keseimbangan antara keduanya

📌 Beliau mampu menahan amarah, atas tindakan buruk masyarakat Quraisy di awal-awal dakwahnya. Karena memang dakwah itu mesti lemah lembut.

📌 Kisah Beliau menjenguk Yahudi yang sakit, yang sangat memusuhinya, sangat terkenal. Kemudian berhasil diislamkan. Sebagaimana tertera dalam Shahih Bukhari.

📌 Kisah kesabaran Beliau disakiti oleh penduduk Thaif, dari orang dewasa, anak-anak, wanita, menimpuk dan mengusirnya. Sampai dirinya berdarah-darah.

📌Malaikat menawarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk meniban gunung kepada mereka, tapi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menolaknya, “Ya Allah ampunilah kaumku karena mereka tidak tahu.”

📌 Demikianlah, fase awal. Fase ta’sis, peletakkan batu pertama di Mekkah penuh penderitaan dan kesabaran.

📌 Demikianlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan bagaimana memulai dakwah dan perjuangan, sabar dan penuh kelembutan.

📌 Namun, fase sejarah berlanjut sampai di Madinah. Fase wibawa dan kuat.

📌 Fase di mana “telah diizinkan berperang bagi yang diperangi dan dizalimi”, sehingga terjadilah peperangan Badr sampai Tabuk.

📌 Inilah fase di mana seorang Ka’ab bin Asyraf, tokoh Yahudi Madinah, yang hari-harinya diisi dengan menghina Rasulullah dan kaum muslimin, akhirnya dibunuh oleh Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu ‘Anhu atas persetujuan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

📌 Saat Fathu Makkah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjatuhkan hukuman mati kepada “Fartana” seorang budak wanita yang sangat rajin memaki-maki Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

📌 Fase ini jangan dilupakan. Lengkapilah cakrawala sejarah kita dengan membaca sikap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap musuh-musuhnya secara utuh dan lengkap.

📌 Agar kita paham bahwa lemah lembut dan tegas itu mesti seimbang.

📌 Kapan mesti lembut, kapan mesti tegas. Keduanya mendapat porsi yang benar, seimbang, dan pantas.

📌 Begitulah seharusnya seorang muslim dalam menyikapi apa yang dialami Islam dan kaum muslimin dari pihak yang memusuhi mereka.

📌 Lembut tidak pada tempat dan waktunya adalah ZALIM.

📌 Keras tidak pada tempat dan waktunya adalah ZALIM.

📌Dan.. Zalim itu bukan akhlak seorang muslim

📌 Sebab, Khairul Umur awsathuha – sebaik baiknya perkara adalah yang pertengahan

Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwaamith Thariq

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Alasan Larangan Menggambar Rasulullah

💢💢💢💢💢💢💢💢

Assalamu’alaikum.. ustadz mohon pencerahan terkait pelecehan kepada Nabi Muhammad Shollohu ‘alaihi wasallam.. dalil tdk diperbolehkan menggambar,mengilustrasikan dgn orang lain/pemeran pengganti mgkn dalam pembuatan film.. dan bagaimana seharusnya muslim bersikap? Jazaakalloh khoiron🤲 (+62 813-1440-xxxx)

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Dalilnya adalah ijma’, dari zaman ke zaman umat menyepakati larangan memvisualisasikan Rasulullah ﷺ seperti apa pun dan dalam bentuk apa pun. Zaman ini, fatwa keharaman telah muncul dari Al Azhar, Darul Ifta al Mishriyah, Majma’ Fiqih al Islami, Al Lajnah ad Daimah, dll.

Rasulullah ﷺ, menegaskan memalsukan ucapannya saja sudah haram, dan dosa besar, maka apalagi memalsukan dirinya.

Maka melukis atau memerankan Rasulullah ﷺ adalah dusta atas namanya, selain itu pelecehan kepadanya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Siapa yang sengaja berdusta atas namaku maka disediakan kursi baginya di neraka.

(HR. Muttafaq’ Alaih)

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

تَعْظِيمُ تَحْرِيمِ الْكَذِبِ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ فَاحِشَةٌ عَظِيمَةٌ وَمُوبِقَةٌ كَبِيرَةٌ وَلَكِنْ لَا يَكْفُرُ بِهَذَا الْكَذِبِ إِلَّا أَنْ يَسْتَحِلَّهُ هَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ مِنْ مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ مِنَ الطَّوَائِفِ وَقَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْجُوَيْنِيُّ وَالِدُ إِمَامِ الْحَرَمَيْنِ أَبِي الْمَعَالِي مِنْ أَئِمَّةِ أَصْحَابِنَا يَكَفُرُ بِتَعَمُّدِ الْكَذِبِ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Begitu besar dosa berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ini adalah kekejian yang sangat buruk, pembinasa yang besar, tapi kedustaan ini tidak sampai kafir bagi pelakunya KECUALI jika dia menghalalkan kedustaan ini. Inilah yang masyhur dari madzhab para ulama dan berbagai kelompok.

Imam Abu Muhammad al Juwaini, ayah Imam al Haramain Abu Ma’ali al Juwaini, salah satu imam madzhab kami (Syafi’iyyah) menyatakan KAFIRNYA sengaja berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/69)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top