[Fiqih Doa] Sebab Doa Tidak Terkabul

💦💥💦💥💦💥

Sebagian manusia menganggap ini adalah kenyataan yang nampaknya tidak mengenakkan di tengah janjiNya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-hamaNya. Tetapi hal ini memang ada, kenapa bisa terjadi? Apa yang harus dievaluasi?

Ada banyak sebab doa kita di tolak, diantaranya:

📌  Makan dan Minum dari yang Haram

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

“Rasulullah ﷺ   menyebutkan, seorang laki-laki yang panjang perjalanannya, berambut kusut, berdebu, dan menengadahkan tangannya ke langit: “Ya Rabb .. Ya Rabb .., tetapi dia suka makan yang haram, minum   yang haram, pakaiannya juga haram, dan dikenyangkan dengan yang haram. Maka, bagaimana doanya bisa dikabulkan?” (HR. Muslim No. 1015)

📌  Tergesa-gesa dalam Berdoa

Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu,  dia berkata:

Sesungguhnya Rasulullah ﷺ  bersabda, “Doa salah seorang di antara kalian pasti akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa, yaitu dia mengatakan: Saya sudah berdoa akan tetapi belum dikabulkan.” (HR. Bukhari No. 6340)

Bukan hanya itu, dia juga tidak menjaga adab-adab doa yang lainnya.

📌 Meninggalkan Kewajiban

Dari Huzaifah Radhiallahu Anhu dari Nabi ﷺ  beliau bersabda, “Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus betul-betul memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, kalau tidak maka betul-betul dikhawatirkan Allah akan menjatuhkan kepada kalian semua siksaan dari-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya akan tetapi Dia tidak mengabulkannya.” (HR. At Tirmidzi No. 2169, katanya: hasan)

Hadits ini menyebutkan bahwa meninggalkan salah satu kewajiban agama  yakni kewajiban untuk  amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran), merupakan salah satu penyebab ditolaknya doa.

📌 Menjalankan Larangan dan Maksiat

Inilah keanehan manusia. Ketika mereka membutuhkan sesuatu atau dalam keadaan sulit, mereka mencari-cari Tuhannya, mereka memohon dan menangis, serta mengakui semua kesalahan dan kelemahannya. Tetapi ketika kesulitan hilang, mereka melupakanNya dan kembali maksiat kepadaNya. Bagaimana yang seperti ini dikabulkan doanya?

Ada jawaban sangat bagus dari Imam Ibrahim bin Adham Rahimahullah atas pertanyaan ini. Ketika beliau ditanya kenapa doa tidak dikabulkan dia menjawab:

1.   Seseorang yang meyakini adanya Allah ﷻ tetapi ia tidak menunaikan hak-hakNya.
2.   Seseorang yang telah membaca ( mengerti ) kitab Allah ﷻ tetapi tidak mengamalkanya.
3.   Seseorang yang mengetahui bahwa  syetan adalah musuhnya yang nyata, tetapi ia justru mengikuti langkah-langkahnya.
4.   Seseorang yang mengaku mencintai  Rasulullah ﷺ  tetapi meninggalkan atsar dan sunnahnya.
5.   Seseorang yang mencita-citakan masuk surga namun meninggalkan amalan – amalan masuk surga.
6.   Seseorang mengatakan takut adzab neraka, tetapi ia tidak berhenti melakukan dosa dan maksiat.
7.   Seseorang yang yakin tentang kepastian datangnya ajal, tetapi ia tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
8.   Seseorang yang sibuk dengan aib dan cacat orang lain, tetapi ia melupakan cacat dan aibnya sendiri.
9.   Seseorang yang makan rizki Allah, tetapi tidak mensyukurinya.
10.Seseorang yang mengubur orang mati, tetapi ia tidak mengambil pelajaranya dari padanya.

📌  Allah ﷻ Sedang menguji hambaNya

Sebenarnya Allah ﷻ punya banyak cara untuk menguji keimanan hambaNya, di antaranya dengan tidak dikabulkannya doa, khususnya di dunia. Apakah dengan itu dia semakin beriman atau justru lari dariNya.

Hamba yang mukmin dan shabirin (sabar) akan meyakini bahwa Allah ﷻ punya rencana lain untuknya, dan itu pasti lebih baik. Sebab Dia lebih tahu dibanding hambaNya sendiri tentang apa yang terbaik bagi hambaNya. Hamba minta A, Allah ﷻ  memberinya B, dan B itu ternyata lebih baik baginya. Atau, Allah ﷻ  menundanya sebagai ujian kesabaran dan sekaligus memang itulah momen yang pas baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah (2): 216)

(Bersambung ….)

🍃🌾🌸🌻🌴🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Menceraikan Istri Saat Haid

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Temen aku ada yg ditalak suaminya tp dy dlm keadaan haid
Apa talak nya sah? (+62 858-9032-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

📌 Para ulama mengatakan talak itu ada macam: talak sunnah (ath thalaq as sunniy) dan talak bid’ah (ath thalaq al bid’iy).

📌Talak sunnah, maksudnya talak yang proses terjadinya sesuai sunnah, sesuai cara yg dibenarkan syariat. Talak bid’ah, maksudnya talak yang proses terjadinya menyelisihi sunnah, tidal sesuai syariat.

(Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 29/33, Fiqhus Sunnah, 2/263)

📌 Talak sunnah misalnya mentalak istri saat suci atau hamil. Talak bid’ah misalnya mentalak istri saat haid, nifas, atau setelah digauli. (Fiqhus Sunnah, 2/265)

📌 Ulama ijma’ bahwa talak bid’ah itu HARAM dan BERDOSA bagi pelakunya. (Ibid)

📌 Namun mayoritas ahli fiqih empat madzhab mengatakan talak bid’ah itu tetap SAH (wuqu’), walau berdosa bagi pelakunya. Jika suaminya mau menghilangkan dosanya maka wajib baginya rujuk. Sementara Imam Al Quduri dari kalangan Hanafiyah, mengatakan rujuk itu sunnah saja. Ini juga pendapat Syafi’iyah dan Hambaliyah, bahwa rujuk itu sunnah. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa suami mesti dipaksa untuk rujuk untuk menghilangkan keharamannya. (Al Mausu’ah, 29/35)

📌 Sementara itu ulama lain mengatakan talak saat haid itu BID’AH dan TIDAK SAH.

📌 Pendapat yang menyatakan tidak sah adalah pendapat sebagian ulama salaf, seperti Abdullah bin Ma’mar, Sa’id bin Al Musayyab, Thawus, Khalas bin Amru, Abu Qilabah, lalu juga tokoh Hambaliyah seperti Imam Ibnu Aqil, Imam Ibnu Taimiyah, serta Zhahiriyah. (Fiqhus Sunnah, 2/266) Ini juga pendapat Imam Ibnul Qayyim, serta ulama zaman ini seperti al ‘Allamah Syaikh Yusuf al Qaradhawi, Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Ibn’ Utsaimin, dll.

📌 Alasan mereka karena talak dikala haid bertentangan dengan sunnah, telah shahih bahwa dahulu Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu pernah mentalak istrinya saat haid tapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkannya untuk rujuk, lalu kalau bercerai maka lakukan ketika suci atau hamil saja.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

[Fiqih Berdoa] Sebab Dikabulkannya Doa

Di antaranya:

📌 Dalam keadaan merendahkan diri.

Hal ini sesuai hadits:

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda:

كَمْ مِنْ أَشْعَثَ أَغْبَرَ ذِي طِمْرَيْنِ لَا يُؤْبَهُ لَهُ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

“Berapa banyak orang yang pakaiannya kusut dan berdebu yang sudah usang,   doanya tidak ditolak, dan seandainya dia bersumpah kepada Allah, Dia menerima sumpahnya.” (HR. At Tirmidzi No. 3854, katanya: hasan. Ahmad No. 12476. Abu Ya’la No.  3987. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 4573.  Syaikh Syu’aib Al Arnauth menshahihkannya dalam tahqiq terhadap  Musnad Ahmad No. 12476)

📌  Menengadahkan kedua tangan.

Dari Salman Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda:

إنَّ ربكم تبارك وتعالى حَيِيٌّ كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفراً

“Sesungguhnya Rabb kalian   yang Maha Pemalu, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat kedua tangannya kepadaNya, dia mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong.” (HR. At Tirmidzi No. 3556, katanya: hasan gharib.  Abu Daud No. 1488, Ibnu Majah No. 3856. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 2965. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1830, katanya: sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 1757)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

ومد اليدين إلى السماء من أسباب إجابة الدعاء،كما جاء في الحديث: إنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِييْ مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفعَ يَديْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرَاً

“Membentangkan kedua tangan ke langit termasuk sebab dikabulkannya doa, sebagaimana hadits: Sesungguhnya Allah Yang Maha Malu dan Mulia, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat kedua tangannya kepadaNya lalu dia mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 138)

Banyak sekali riwayat shahih yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ   mengangkat kedua tangannya ketika berdoa. Baik yang terlihat ketiaknya sepertika ketika istisqa dan terbunuhnya paman Abu Musa Al Asy’ari, atau mengangkat tangan biasa saja. Kenyataan ini membuat Imam Bukhari berpendapat bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa adalah mutlak dilakukan doa kapan pun.

Berkata Imam Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:

وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ 

Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits ini (hadits tentang istisqa, pen) dalam kitab Ad Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak (umum) ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As Salafiyah, Madinah Al Munawarah)

Al Hafizh Ibnu Hajar telah mengumpulkan dalam Fathul Bari, bahwa Nabi ﷺ   mengangkat tangan ketika berdoa dalam berbagai kesempatan,  di antaranya doa ketika gerhana, doa nabi untuk Utsman, doa nabi untuk Sa’ad bin ‘Ubadah, doa nabi ketika Fathul Makkah, doa nabi untuk umatnya, doa nabi ketika memboncengi Usamah, dan lainnya. Semuanya dengan sanad shahih dan jayyid, dan menyebutkan bahwa nabi mengangkat kedua tangannya ketika melakukan doa-doa tersebut. (Fathul Bari, 11/142)

📌  Menghadap Kiblat dan Mengulang-ulang doa

Hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi    ketika menjelang pertempuran Badar. Dengan menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya, Beliau berdoa:

اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض

“Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah!  jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu di muka bumi.”

Beliau senantiasa berdoa dengan suara tinggi seperti itu dan menggerakan kedua tangannya yang sedang menengadah dan menghadap kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya jatuh dari pundaknya. Lalu Abu Bakar menghampirinya dan meletakkan kembali selendang itu di pundaknya dan dia terus berada di be

lakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata:

يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه سينجز لك ما وعدك

“Wahai Nabi Allah! Inilah sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya kepadamu.”

Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:

إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني ممدكم بألف من الملائكة مردفين

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al Anfal (8): 9). (HR. Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)

Juga dalam Shahih Bukhari, Kitab Al Jum’ah Bab Al istisqa’ fil Masjid Al Jami’, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa diulang tiga kali ketika meminta turun hujan: “Allahumma isqinaa (Ya Allah turunkanlah kami hujan).”

📌 Mendahului dengan pujian kepada Allah ﷻ dan  bershalawat kepada Nabi  ﷺ

Fadhalah bin ‘Ubaid berkata, bahwa Nabi ﷺ   mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya, tapi dia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat kepadanya, lalu Beliau memanggilnya dan berkata kepada dia dan lainnya:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ، ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ

Jika kalian berdoa mulailah dengan memuji Rabbnya lalu bershalawat kepada Nabi, lalu berdoalah setelah itu sesukanya. (HR. At Tirmidzi, katanya: hasan shahih. 3477, Ahmad No. 23937, Al Hakim, No. 840, katanya: shahih sesuai syarat Imam Muslim. Disepakati oleh Imam Adz Dzahabi dalam At Talkhish. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Taliq Musnad Ahmad No. 23937)

📌  Khusyu’, Mantapkan Hati, Penuh Harap, Percaya Diri

Allah  Ta’ala berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al Anbiya: 90)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ   bersabda:

لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمِ المَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لاَ مُكْرِهَ لَهُ

Janganlah kamu berdoa: “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau mau, rahmatilah aku jika Engkau mau,” hendaknya dia mantapkan hati atas doanya itu karena sesungguhnya Allah tidaklah dipaksa oleh doanya itu. (HR. Bukhari No. 6339, 7477, Muslim No. 2679)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Nabi  ﷺ   bersabda:

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

Berdoalah kepada Allah dan kalian meyakininya akan dikabulkan, ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah.

(HR. At Tirmidzi No. 3479, Al Hakim No. 1817, Al Bazzar No. 10061, Al Kharaithy, I’tilal Al Qulub, No. 5, Ath Thabarani, Al Awsath, No. 5109. Sanad hadits ini dhaif (lemah) namun memiliki  beberapa jalur riwayat yang menguatkannya, sehingga para ulama menghasankannya, seperti Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth (Raudhatul Muhadditsin No. 4861),  Syaikh Al Albani (Shahihul Jami’ No. 245), Al Mundziri (At Targhib wat Tarhib, 2/491-492), Al Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 10/148)

📌  Melirihkan suara, sedang-sedang saja, jangan mengeraskan suara kecuali jika ada alasan yang benar

Allah  ﷻ  berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’raf: 55)

Allah  ﷻ berfirman:

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا

“Janganlah kalian mengeraskan doa kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al Isra: 110)

Inilah adab dasar dalam berdoa yaitu dilirihkan suaranya, seperti ketika berdoa sendi

ri-sendiri. Namun, dibolehkan dikeraskan suara, jika ada kebutuhan seperti berdoa ketika khutbah Jum’at dan ‘Id, istisqa, qunut nazilah, atau seseorang berdoa yang diikuti jamaah , sebagaimana dicontohkan dalam beberapa riwayat shahih berikut.

Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu menceritakan keadaan menjelang perang Badar, katanya:

لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي……

“Di hari ketika perang Badr, Rasulullah ﷺ  memandangi kaum musyrikin yang berjumlah 1000 pasukan, sedangkan sahabat-sahabatnya 319 orang. Lalu  Nabiyullah ﷺ  menghadap kiblat, kemudian dia menengadahkan kedua tangannya lalu dia berteriak memanggil Rabbnya: Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku …… (HR. Muslim No. 1763)

Al Imam An Nawawi Rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini disunahkan menghadap ke kiblat ketika berdoa dan mengangkat kedua tangan, dan tidak apa-apa meninggikan suara ketika doa.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/213. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Dalam Shahih Bukhari,  Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:

أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ

“Datang seorang laki-laki Arab Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah     mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR. Bukhari No. 983)

📌  Mengutamakan doa-doa Ma’tsur

Hendaknya kita berdoa lebih mengutamakan doa-doa ma’tsur, yaitu kalimat doa yang berasal dari Al Quran dan As Sunah.  Tetapi boleh saja kita menggunakan doa buatan manusia, terkait hajat dunianya, walau doa ma’tsur lebih utama.

Para ulama mengatakan:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى جَوَازِ كُل دُعَاءٍ دُنْيَوِيٍّ وَأُخْرَوِيٍّ، وَلَكِنَّ الدُّعَاءَ بِالْمَأْثُورِ أَفْضَل مِنْ غَيْرِهِ

Mayoritas ahli fiqih berpendapat bolehnya semua bentuk doa duniawi dan ukhrawi, tetapi doa yang ma’tsur lebih utama dibanding selainnya.  (Raudhatut Thalibin, 1/265, Asna Al Mathalib, 1/16)

🌷☘🌺🌴🌻🌸🍃🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Jihadnya Kaum Wanita

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Mengurus rumah (dengan segala macam kesibukannya) adalah jihad bagi wanita.

عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جِئْنَ النِّسَاءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِالْفَضْلِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى، فَمَا لَنَا عَمَلٌ نُدْرِكُ بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَعَدَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا -مِنْكُنَّ فِي بَيْتِهَا فَإِنَّهَا تُدْرِكُ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ”

Anas bin Malik bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki memiliki keutamaan dengan jihad fisabilillah, lalu bagaimana kami mendapatkan nilai jihad fisabilillah?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa di antara kalian yang berdiam di rumahnya – atau yang seperti itu- maka itu setara dengan amalnya para mujahidin fisabilillah.”

(Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/409)

📌 Umrah dan Haji.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

جهادُ الكبيرِ والصغيرِ والضَّعيفِ والمرأةِ الحجُّ والعمرةُ

Jihadnya orang tua, anak-anak, orang lemah, dan kaum wanita adalah haji dan umrah. (HR. An Nasa’ i no. 2626. Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hajar dalam Muwafaqah al Khabar, 2/30)

📌 Melahirkan anak

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ »

Mati syahid itu ada tujuh golongan, selain terbunuh fi sabilillah: “Orang yang kena tha’un, tenggelam, luka-luka di tubuh, sakit perut, terbakar, tertiban, dan wanita melahirkan.” (HR. Abu Daud No. 3113, shahih)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top