Dilema Sholat Dhuha Bagi Karyawan Kantoran

Sholat Dhuha punya banyak fadhilah, sehingga wajar bila muslim – termasuk yang bekerja di kantoran – memburu keutamaannya. Seorang muslim yang melakukan sholat Dhuha, dijamin tercukupi kebutuhannya pada hari itu.

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)

Sholat Dhuha juga merupakan bentuk penunaian sedekah yang idealnya rutin dilakukan setiap hari. Rasulullah saw bersabda, “Di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enam puluh sendi, yang seluruhnya harus dikeluarkan sedekahnya.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah yang mampu melakukan itu wahai Nabiyullah?” Beliau menjawab, “Engkau membersihkan dahak yang ada di dalam masjid adalah sedekah, engkau menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan adalah sedekah. Maka jika engkau tidak menemukannya (sedekah sebanyak itu), maka dua raka’at Dhuha sudah mencukupimu.” (HR. Abu Dawud)

Namun timbul pro kontra atas pelaksanaan Sholat Dhuha di kantor. Karena ada yang beranggapan bahwa kurang amanah bila melaksanakan Sholat Dhuha memanfaatkan waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja. Bahkan sampai dianggap sebagai korupsi waktu. Bagaimana ini?

Mungkin beberapa hal berikut bisa mendudukkan persoalan tersebut.

1. Karyawan Punya Hak Melakukan Aktivitas Pribadi yang Diperlukan Saat Jam Kerja

Pihak perusahaan memaklumi kebutuhan pribadi karyawan saat bekerja. Seperti beranjak ke toilet untuk buang air kecil atau besar. Tidak pernah ada perusahaan yang melarang aktivitas yang memakan waktu yang dilakukan di jam kerja ini.

Aktivitas pribadi lain yang lebih memakan waktu misalnya keluar untuk membeli gorengan, melakukan transaksi di mesin ATM, hingga ada karyawan yang punya kebiasaan merokok di luar, dimaklumi juga oleh perusahaan selama tidak ada pekerjaan terbengkalai dan sudah izin atasan. Memang ada jenis pekerjaan yang menuntut karyawan stand by di tempat, seperti customer service, penjaga loket, dll.

Nah, bila perusahaan memberi kebebasan untuk melakukan aktivitas di atas, seharusnya karyawan juga punya kebebasan melaksanakan aktivitas sholat Dhuha.

2. Pahami Prioritas

Sholat Dhuha hukumnya sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan Sholat Zhuhur atau Sholat Ashar. Untuk Sholat Zhuhur, kita bisa kerjakan saat jam istirahat. Sementara Sholat Ashar, biasanya perusahaan memperbolehkan karyawan melakukannya di tengah jam kerja.

Tentu saja lebih prioritas menuntaskan pekerjaan daripada sholat sunnah. Karena dalam pekerjaan, kita terikat perjanjian yang menjadi beban amanah yang harus ditunaikan.

Ciri-ciri orang mukmin Allah sebutkan dalam surat Al-Mukminun. Salah satunya adalah: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS Al Mu’minun ayat 8)

Rasulullah saw juga pernah bersabda, “Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari Amr bin Auf)

Ada jenis pekerjaan yang tidak bisa ditinggal lama seperti penjaga loket, customer service, dll. Atau bila ada meeting, tentu tidak elok meninggalkannya untuk menunaikan Sholat Dhuha. Dan bila ada tugas yang harus segera diselesaikan, prioritaskan itu daripada Sholat Dhuha.

3. Lebih Elok Dilakukan Sebelum Jam Kerja

Jam kerja tiap perusahaan bervariasi. Biasanya berkisar 9 jam. Ada yang perusahaan yang menetapkan jam kerja dari pukul 08.00 hingga 17.00. Ada yang 08.30 – 17.30, 09.00-18.00, ada juga yang jam 07.00 pagi sudah harus masuk.

Mendirikan Sholat Dhuha sebelum jam masuk kerja tentu lebih baik. Kita bisa datang lebih pagi, lalu tegakkan dua hingga delapan rokaat dengan khusyuk di musholla kantor. Kemudian kembali ke tempat kerja dan mulai menyelesaikan tugas dengan ruh yang lebih segar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top