Bingung, Shalat Berjamaah di Masjid Yang Jauh dan Banyak Jama’ahnya atau Masjid Yang Dekat dan Sedikit Jamaahnya

PERTANYAAN:

Assalamualikum warahmatullahi wabarakat saya tinggal di suatu cluster perumahan sekutar 30 kk, kami bersama2 warga membangun Mushola kecil untuk pengajian anak2 dan tempat ibadah, yang ingin saya tanyakan adalah apakah lebih utama sholat berjamah di mesjid yang diluar komplek atau sholat sendiri (terkadang dengan anak2 kecil sekitar 3-5 orang) di mushola yang telah kita bangun untuk memakmurkan mushola yang telah dibangun bersama? (HA, Bogor)

JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Hal ini masalah yang lapang, luwes, dan lentur. Bebas saja mana yang kita pilih, keduanya sama-sama punya keutamaan.

Jika kita memilih shalat di luar cluster maka kita dapatkan dua keutamaan:

– Langkah kaki kita semakin jauh, maka semakin banyak pula keutamaan kita dapat.

Dalam hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menghapus kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu pada keadaan tidak suka untuk berwudhu, banyak berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat, itulah ribath.” (HR. Muslim no. 251)

Hadits lainnya:

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ …

Dari Abu Musa katanya; Rasulullah ﷺ bersabda: “Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya ..” (HR. Muslim no. 662)

– Shalat bersama Jama’ah yg lebih banyak lebih utama dibanding Jama’ah yg lebih sedikit

Sebagaimana hadits:

وَإِنَّ صَلَاةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ وَصَلَاتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى

Shalatnya seseorang dengan seseorang, itu lebih utama dibanding shalatnya seorang diri. Shalatnya bersama dua orang lebih utama dibanding bersama satu orang. Semakin banyak Jama’ahnya semakin Allah Ta’ala sukai.

(HR. Abu Daud no. 554, hadits hasan)

Ada pun shalat di mushalla yg baru dibangun di cluster sendiri dan lebih dekat, dgn Jama’ah yang hanya beberapa orang, tentu tidak mendapatkan keutamaan di atas. Namun, semoga dapat keutamaan lain yaitu sebagai perintis shalat berjamaah yg dengannya menjadi contoh dan kebiasaan kebaikan (sunnah hasanah) bagi warga lainnya.

Sebagaimana hadits:

من سن في الإسلام سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيء

“Barangsiapa memulai suatu kebaikan dalam Islam, maka dia mendapatkan pahala kebaikan, dan pahala orang-orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka. (HR. Muslim no. 1017)

Ada pun shalat berjamaah dengan anak-anak, jika anak itu sudah mumayyiz maka sudah sah di sebut Jama’ah. Mumayyiz menurut sebagian ulama adalah tujuh tahun atau lebih. Sebagian lain mengatakan tidak ada batas usia, yang terpenting adalah akalnya sudah berfungsi dan mampu berniat dan menjalankan shalat. (Imam An Nawawi, Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/248)

Demikian. WallahuA’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Ayat Tentang Bayang-Bayang

PERTANYAAN:

Ustadz bagaimana memahami ayat ini :

أَوَلَمۡ يَرَوۡاْ إِلَىٰ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَيۡءٖ يَتَفَيَّؤُاْ ظِلَٰلُهُۥ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَٱلشَّمَآئِلِ سُجَّدٗا لِّلَّهِ وَهُمۡ دَٰخِرُونَ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan suatu benda yang diciptakan Allah, bayang-bayangnya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri, dalam keadaan sujud kepada Allah, dan mereka (bersikap) rendah hati (Surat An-Nahl, Ayat 48)

Di sini di sebutkan bayangan berbolak-balik ke kanan & ke kiri, padahal posisi kanan kiri bayangan tergantung posisi bendanya?

JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim… Wal hamdulillah, washsholatu wassalaamu ‘alaa Rasulillah.. wa ba’d..

Ayat tersebut pada intinya menegaskan tentang ketundukan segala makhluk kepada kehendak dan kekuasaan Allah SWT, ketundukan itu ditandai dengan penegasan bahwa segala sesuatu yang memiliki bayangan, pasti bersujud kepada Allah SWT sesuai dengan caranya masing-masing.

Hal ini senada misalnya dengan firman Allah SWT di ayat yang lain :

وَلِلّٰهِ يَسْجُدُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّظِلٰلُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ ۩ ١٥

Hanya kepada Allahlah siapa saja yang ada di langit dan di bumi bersujud, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa. (Bersujud pula kepada-Nya) bayang-bayang mereka pada waktu pagi dan petang hari. (QS Ar-Ra’d: 15)

Mengapa Allah SWT menggunakan ungkapan bayang-bayang? Jika kita renungkan, ini mengisyaratkan dua hikmah utama :

1. Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT dan terlihat secara kasat mata, pasti memiliki bayang-bayang, dan segala yang memiliki bayang-bayang adalah makhluk, semua makhluk tanpa terkecuali tunduk dan bersujud kepada Allah swt. Tidak ada yang keluar dari garis kehendak dan aturan Allah SWT.

Lalu bukankah ada makhluk yang diciptakan Allah dan tidak terlihat bayang-bayangnya? Seperti hal-hal yang ghaib? Ya betul, namun pengkhususan penyebutan makhluk yang berbayang dimaksudkan agar manusia mengambil pelajaran ketundukan dari segala makhluk yang ada di sekitarnya dan mudah dilihat secara kasat mata.

2. Penyebutan bayang-bayang sebagai subjek (fa’il) dari ungkapan يتفيؤ ظلاله عن اليمين والشمائل““ sebenarnya mengisyaratkan akan keadaan para makhluk tersebut yang terus menerus dalam keadaan beribadah dan bersujud kepada Allah swt, seiring dengan perubahan waktu baik itu pagi, siang, petang, maupun malam. karena pada dasarnya keberadaan bayang-bayang makhluk sangat dipengaruhi oleh pergerakan sinar matahari. Matahari bergerak maka posisi bayang-bayang pun akan berubah, dan sepanjang waktu itu pula seluruh makhluk akan bersujud kepada Allah SWT.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata menafsirkan ayat ini :

يُخْبِرُ تَعَالَى عَنْ عَظَمَتِهِ وَجَلَالِهِ وَكِبْرِيَائِهِ الَّذِي خَضَعَ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ، وَدَانَتْ لَهُ الْأَشْيَاءُ وَالْمَخْلُوقَاتُ بِأَسْرِهَا: جَمَادُهَا وَحَيَوَانَاتُهَا، وَمُكَلَّفُوهَا مِنَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ وَالْمَلَائِكَةِ، فَأَخْبَرَ(١) أَنَّ كُلَّ مَا لَهُ ظل يتفيأ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ، أَيْ: بُكْرَةً وَعَشِيًّا، فَإِنَّهُ سَاجِدٌ بِظِلِّهِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Allah Ta’ala mengabarkan tentang keagungan, kebesaran, dan ketinggianNya, segala sesuatu tunduk kepadaNya, seluruh makhluk patuh padaNya; baik benda mati dan hidup, termasuk makhluk yang mendapatkan Taklif (pembebanan) dari kalangan manusia, jin dan malaikat. DIA menegaskan bahwa segala sesuatu yang bayangannya bergerak ke kanan dan ke kiri, yakni : di pagi dan petang, maka sejatinya ia sedang bersujud diiringi bayangannya itu, kepada Allah Ta’ala”.

Wallahu a’lam

Ustadz Faris Jihady

Menyikapi Meme “Harga-Harga Naik, Sabar Saja, Jangan Ngeluh!”

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Beredar meme yg memuat sebuah hadits agar kita tidak mengeluh atas kenaikan harga, cukup sabar dan tawakkal.

📌 Haditsnya tentu benar yaitu mengajarkan sabar. Tapi Sabar bukanlah bermakna pasif dan bukan pula tidak boleh kritis. Itu menempatkan hadits bukan pada tempatnya.

📌Al Quran sendiri merinci sifat orang-orang bersabar itu: tidak lemah, tdk lesu, dan tidak tinggal diam. (QS. Ali Imran: 146)

📌 Di sisi lain, seharusnya pembuat meme tersebut hendaknya bisa berbuat adil dan sportif, jangan hanya menuntut rakyat untuk jangan mengeluh, tapi juga hendaknya mengingatkan pemimpin/penguasa dengan hadits:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم

“Ya Allah, siapa saja yang memimpin/mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka SUSAHKANLAH DIA”.

(HR. Muslim no. 1828)

📌 Jangan sampai pembuat meme ini mirip seperti yg Rasulullah gambarkan:

إِذَا رَأَيْت أُمَّتِي تَهَابُ فَلَا تَقُولُ لِلظَّالِمِ يَا ظَالِمُ فَقَدْ تُودِّعَ مِنْهُمْ

Jika kau melihat umatku ketakutan dan tidak berkata kepada orang zalim “Wahai Zalim” maka Allah akan tinggalkan mereka.

(HR.Ahmad, Al Bazar,Al Hakim, beliau nyatakan: shahih. Disepakati Adz Dzahabi)

📌 Sungguh menasehati kebijakan pemimpin yg keliru adalah salah satu perkara penting dalam Islam, sebagaimana hadits:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.”

(HR. Muslim no. 55)

📌 Imam Al Khathabi menjelaskan bahwa NASIHAT itu tonggak dan tiangnya agama. Beliau Rahimahullah mengomentari makna hadits tersebut :

وَمَعْنَى الْحَدِيث : عِمَاد الدِّين وَقِوَامه النَّصِيحَة . كَقَوْلِهِ : الْحَجُّ عَرَفَة أَيْ عِمَاده وَمُعْظَمه عَرَفَة

“Makna hadits (agama adalah nasihat) adalah: tiang agama dan penyangganya adalah nasihat. Ini seperti sabdanya: haji adalah ‘arafah artinya tiang dan ang paling penting dari haji adalah (wukuf) di ‘Arafah.”

(Dikutip An Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 1/144)

📌 Maka, siapa pun yang menasihati kekeliruan kebijakan pemimpin dgn cara santun, argumentatif, maka dia sedang menegakkan agama.

📌 Kebalikannya, selalu menjadi pembela kebijakan yang salah dan mencekik dengan berbagai dalil-dalil, tidak peduli benar atau salah, asal bela saja, adalah perilaku menjilat yang terlarang.

Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam bersabda:

«اسْمَعُوا، هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ؟ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ،َ»

“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sesudahku nanti akan ada para pemimpin. Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan mendukung kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.”

(HR At Tirmidzi no. 2259, An Nasa’i no. 4208, Shahih)

Demikian. Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Thariq

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Taubat, Memulihkan Diri dari Dosa

Oleh : Ust. Drs. Syueb Mawardi ( Ketua DED PKS Kota Depok )_

Manusia memang tidak luput dari dosa dan kesalahan. Hal ini telah terlihat sejak Allah menciptakan manusia pertama yang sekaligus Nabi utusan-Nya. Meski telah dibekali dengan pengetahuan, tetap saja Nabi Adam tergelincir dengan melakukan hal yang dilarang oleh Rabnya. Dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia pertama tersebut, tidak mengurungkan kehendak Allah untuk tetap menjadikannya khalifah atau wakil-Nya di muka bumi.

Sebelum turun ke bumi, Nabi Adam dan istrinya Hawa, sebagai Bapak dan Ibu semua manusia juga telah mencontohkan bagaimana caranya memulihkan diri dari dosa dan kesalahan tersebut, yaitu dengan memohon ampun dan bertaubat kepada Sang Penerima Taubat, Allah yang Maha Pengampun. Firman Allah Swt QS. Al-Baqarah ayat 27 :

﴿ فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ﴾

Artinya : “Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Imam Ibnu Kasir (Wafat 774 H/1373 M) dalam tafsirnya menyebutkan riwayat yang menjelaskan bahwa maksud dari beberapa kalimat tersebut dijelaskan di dalam surat Al-A’raf ayat 23 yang berbunyi :

﴿ قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ﴾

Artinya : Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”

Jadi sejak dari manusia pertama, kita sudah ditunjukkan caranya menghapuskan dosa dan kesalahan. Dan sangat banyak ayat dan hadits yang menunjukkan luasnya rahmat dan kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mau memohon ampun kepada-Nya.

Salah satu hadits yang mewakili luasnya rahmat Allah adalah sebagai berikut :

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah berfirman: ”Wahai Bani Adam, sesungguhnya jika engkau senantiasa berdoa dan berharap kepada–Ku niscaya Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam kalau seandainya dosamu setinggi langit, kemudian engkau memohon ampun kepada– Ku, niscaya aku akan memberikan ampunan kepadamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam seandainya engkau menghadap kepada–Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau berjumpa dengan–Ku dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi).

Besarnya harapan akan rahmat dan karunia Allah tentu jangan lantas membuat kita lalai dan kemudian meremehkan dosa dan kesalahan. Sekecil apapun dosa tetaplah dosa, pelanggaran tetaplah pelanggaran. Akibat buruk dosa itu ada dan nyata. Nabi Adam dan Siti Hawa terbuka auratnya tak lama setelah mereka bermaksiat. Beberapa dosa bahkan dapat memicu kerusakan di darat dan di laut. Maka berhati-hatilah !.

Disamping menghadirkan harapan (raja’) akan luasnya rahmat dan karunia Allah, kita juga perlu menghadirkan rasa khawatir (khauf) akan hukuman dan kemurkaan-nya. Seperti yang disebutkan oleh Ibnu Athailah As-Sakandari (W 709 H/1309 M) dalam salah satu hikmahnya :

“Apabila engkau ingin dibukakan pintu harapan (raja’), lihatlah rahmat yang Dia berikan kepadamu ! Apabila engkau ingin dibukakan pintu kekhawatiran (khauf), lihatlah dosa yang engkau lakukan kepada-Nya !”

Semoga kita senantiasa mampu menjadi hamba yang mawas diri, sensitif dengan dosa dan maksiat sekecil apapun bentuknya. Allahummaghfilanaa wa natuubu ilaiik..

scroll to top