Basmalah Dikeraskan atau Dipelankan?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Pak Ustadz, di mushalla kami ada imam kalau baca alfatihah langsung alhamdulillahirabbil ‘alamin.. Sy mikirnya mungkin dia baca tapi dipelankan, tp biasanya di mushalla kami tidak begitu akhirnya saya yg bingung 😊.. Sebenernya mana yg shohih?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Masalah basmalah dikeraskan atau dipelankan dalam shalat jahriyah bukanlah hal yang pokok dalam agama, bahkan dalam shalat sendiri, itu bukan bagian dari rukun shalat.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan:

فهذه مآخذ الأئمة رحمهم الله في هذه المسألة وهي قريبة؛ لأنهم أجمعوا على صحة صلاة من جهر بالبسملة ومن أسر

Inilah refrensi para imam dalam masalah ini, dan ini pendapat yang berdekatan, karena mereka telah ijma’ bahwa shalat tetap sah baik yang basmalahnya dikeraskan atau dipelankan. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/118)

Semoga tidak menjadi sebab rusaknya ukhuwah Islamiyah.

Dalam hal ini, secara umum ada tiga pendapat ulama.

1️⃣ Sunnahnya basmalah itu dipelankan

Ini pendapat umumnya ulama sejak masa sahabat, empat khalifah, dan generasi setelahnya.

Imam at Tirmidzi Rahimahullah mengatakan:

وَالعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ: أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَغَيْرُهُمْ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ.
وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، وَابْنُ الْمُبَارَكِ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ: لاَ يَرَوْنَ أَنْ يَجْهَرَ بِ {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قَالُوا: وَيَقُولُهَا فِي نَفْسِهِ

Inilah yang diamalkan mayoritas ulama dari kalangan sahabat nabi, di antaranya: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, dan lainnya, dan generasi setelah mereka dari tabi’in. Ini juga pendapat Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad, dan Ishaq, bagi mereka membaca “Bismillahirrahmanirrahim” tidaklah dikeraskan, membacanya di hati saja.

(Sunan at Tirmidzi, Hal. 327)

Dalil-dalilnya adalah:

1. Hadits dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘Anhu

عَنِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلٍ، قَالَ: سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا فِي الصَّلاَةِ، أَقُولُ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقَالَ لِي: أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ إِيَّاكَ وَالحَدَثَ، قَالَ: وَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَبْغَضَ إِلَيْهِ الحَدَثُ فِي الإِسْلاَمِ، يَعْنِي مِنْهُ، قَالَ: وَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ، وَمَعَ عُمَرَ، وَمَعَ عُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَلاَ تَقُلْهَا، إِذَا أَنْتَ صَلَّيْتَ فَقُلْ: {الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ}

Dari Ibnu Abdullah bin Mughaffal ia berkata; Ayahku (Abdullah bin Mughaffal) mendengarku ketika aku dalam shalat, ketika itu aku membaca, “BISMILLAAHIIR RAHMAANIR RAHIIM (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah), lalu ayahku berkata; “Wahai anakku, engkau telah melakukan hal yang baru (bid’ah), jauhilah perkara baru!” Ia (ayahku) berkata; “Aku tidak pernah melihat seorang pun dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membenci sesuatu selain perkara yang baru (diada-adakan) di dalam Islam.” Ia berkata lagi, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, namun aku belum pernah melihat mereka mengucapkannya, maka janganlah engkau ucapkan itu. Jika engkau melaksanakan shalat maka bacalah, “ALHAMDULILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN (Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam).”

(HR. At Tirmidzi no. 244. Imam at Tirmidzi mengatakan: hasan. Sementara Syaikh Kamal Ibnus Sayyid Salim dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/542, mengatakan DHA’IF)

2. Hadits Anad bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

أن النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر رضي الله عنهما كانوا يفتتحون الصلاة بالحمد لله رب العالمين

Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar, mereka memulai shalat dengan membaca ALHAMDULILAHIRABBIL ‘ALAMIN. (HR. Bukhari no. 743 dan Muslim no. 399)

Dalam Shahih Muslim pula, dari Anas bin Malik pula:

صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان فلم أسمع أحدًا منهم يقرأ بسم الله الرحمن الرحيم

Aku Shalat bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, tidak pernah mendengar satu pun dari mereka yang membaca BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM.

3. Hadits Aisyah Radhiallahu ‘Anha

Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستفتح الصلاة بالتكبير، والقراءة بـ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memulai shalat dengan bertakbir, dan membaca ALHAMDULILAHIRABBIL’ ALAMIN. (HR. Muslim no. 498)

Syaikh Kamal bin as Sayyid Salim mengatakan:

قالوا: وهو ظاهر في عدم الجهر بالبسملة، ومؤيد لحديث أنس

Mereka (para ulama) mengatakan: ini secara zahir menunjukkan tidak dikeraskannya membaca basmalah, menguatkan apa yang ada pada hadits Anas. (Shahih Fiqh as Sunnah, 1/542)

2️⃣ Sunnahnya basmalah dikeraskan

Ini pendapat Imam asy Syafi’i dan pengikutnya, juga pendapat sebagaian sahabat nabi, dan pembesar tabi’in.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan:

فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ إِلَى أَنَّهُ يَجْهَرُ بِهَا مَعَ الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ، وَهُوَ مَذْهَبُ طَوَائِفٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ سَلَفًا وَخَلَفًا، فَجَهَرَ بِهَا مِنَ الصَّحَابَةِ أَبُو هُرَيْرَةَ وَابْنُ عُمَرَ وَابْنُ عَبَّاسٍ وَمُعَاوِيَةُ وَحَكَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ وَنَقَلَهُ الْخَطِيبُ عَنِ الْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ وَهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ وَهُوَ غَرِيبٌ، وَمِنَ التَّابِعِينَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَعِكْرِمَةَ وَأَبِي قِلَابَةَ وَالزُّهْرِيِّ وَعَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَعَطَاءٍ وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِدٍ وَسَالِمٍ وَمُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ وَأَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ وَأَبِي وَائِلٍ وَابْنِ سِيرِينَ وَمُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ وَعَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الله ابن عَبَّاسٍ وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ وَنَافِعٍ مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ وَعُمَرَ بْنِ عَبَدِ الْعَزِيزِ وَالْأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ وَحَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ وَأَبِي الشَّعْثَاءِ وَمَكْحُولٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْقِلِ بْنِ مُقَرِّنٍ زَادَ الْبَيْهَقِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ صفوان ومحمد بن الْحَنَفِيَّةِ. زَادَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: وَعَمْرُو بْنُ دِينَارٍ

Imam asy Syafi’i berpendapat membaca basmalah pada al fatihah dan surah itu dikeraskan, ini juga pendapat berbagai golongan seperti para sahabat, tabi’in, dan para imam kaum muslimin baik salaf dan khalaf.

Di kalangan sahabat di antaranya adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Muawiyah. Ibnu Abdil Bar dan al Baihaqi menceritakan ini juga pendapat Umar dan Ali. Al Khathib menukil ini juga pendapat empat Khalifah yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, tapi ini riwayat yang gharib (menyendiri/asing).

Dari kalangan tabi’in, yaitu Said bin Jubeir, Ikrimah, Abu Qilabah, Az Zuhri, Ali bin al Husein dan anaknya yaitu Muhammad, Said bin al Musayyab, Atha, Thawus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka’ab, Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm, Abu Wail, Ibnu Sirin, Muhammad bin Munkadir, Ali bin Abdillah bin Abbas dan anaknya yaitu Muhammad, Naafi’ pelayan Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdil Aziz, al Arzaq bin Qais, Habib bin Abi Tsabit, Abu Asy Sya’tsa, Makhul, Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin. Al Baihaqi menambahkan: Abdullah bin Shafwan dan Muhammad bin al Hanafiyah. Ibnu Abdil Bar mengatakan: Amru bin Dinar.

(Tafsir Ibnu Katsir, 1/177)

Dalil-dalil kelompok ini:

1. Hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ صَلَّى فَجَهَرَ فِي قِرَاءَتِهِ بِالْبَسْمَلَةِ، وَقَالَ بَعْدَ أَنْ فَرَغَ: إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

Dari Abu Hurairah bahwa dia shalat MENGERASKAN dalam membaca basmalah. Dia pun berkata setelah selesai shalat: “Saya tunjukkan kepada kalian shalat yang serupa dengan shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

(HR. Ibnu Hibban no. 450, Ibnu Khuzaimah no. 499. Imam Ibnu Katsir mengatakan: “Dishahihkan oleh Ad Daruquthni, Al Khathib, Al Baihaqi, dan selain mereka.” Tafsir Ibnu Katsir, 1/117)

2. Hadits Anad bin Malik Radhiyallahu’ Anhu

كانَتْ قِرَاءَتُهُ مَدًّا، ثُمَّ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، يَمُدُّ بِسْمِ اللَّهِ، وَيَمُدُّ الرَّحْمَنِ، وَيَمُدُّ الرَّحِيمِ

Bacaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam itu panjang, lalu Beliau membaca Bismillahirrahmanirrahim, memanjangkan bismillah, memanjangkan ar rahmaan, dan memanjangkan ar rahiim.

(HR. Bukhari no. 5046)

Anas bin Malik juga berkata:

أَنَّ مُعَاوِيَةَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ، فَتَرَكَ الْبَسْمَلَةَ، فَأَنْكَرَ عَلَيْهِ مَنْ حَضَرَهُ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ ذَلِكَ، فَلَمَّا صَلَّى الْمَرَّةَ الثَّانِيَةَ بَسْمَلَ

Bahwa Muawiyah shalat di Madinah, dia tidak membaca basmalah, lalu hal itu diingkari oleh para jamaah yang hadir dari kalangan Muhajirin, saat dia shalat lagi yang kedua, dia membaca basmalah.

(HR. Asy Syafi’i dalam Musnadnya, Al Hakim dalam al Mustadrak, 1/233)

3. Hadits Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha

انَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقطع قراءته: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca secara terputus: Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil’ alamin. Arrahmanirrahim. Malikiyaumiddin.

(HR. Ahmad, 6/302, Abu Daud no. 1466, Al Hakim 2/131. Di shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Ad Daruquthni berkata: Shahih. Tafsir Ibnu Katsir, 1/118)

Imam Ibnu Katsir sendiri mendukung pendapat ini, Beliau berkata:

وَفِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ، وَالْآثَارِ الَّتِي أَوْرَدْنَاهَا كِفَايَةٌ وَمَقْنَعٌ فِي الِاحْتِجَاجِ

Berbagai hadits dan atsar yang telah kami sampaikan begitu mencukupi dan memuaskan sebagai hujjah. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/118)

3️⃣ Tidak membaca bismillah baik secara keras atau pelan

Ini pendapat Imam Malik, alasannya karena menurutnya Bismillahirrahmanirrahim bukanlah bagian dari Alfatihah.

Imam Ibnu Katsir mengatakan:

وَعِنْدَ الْإِمَامِ مَالِكٍ: أَنَّهُ لَا يَقْرَأُ الْبَسْمَلَةَ بِالْكُلِّيَّةِ، لَا جَهْرًا وَلَا سِرًّا

Menurut Imam Malik bahwa secara keseluruhan basmalah itu tidak dibaca baik secara keras atau pelan. (Ibid)

Alasan-alasan kelompok ini sama dengan kelompok pertama. Bagi mereka hadits-hadits yang dijadikan hujjah oleh kelompok pertama, baik dari Anas, Aisyah, dan Abdullah bin Mughaffal, maknanya adalah tidak membaca basmalah, bukan sekedar melirihkan/memelankan suara saat membacanya. Inilah ta’wil golongan ini.

Syaikh Abdul Aziz ar Rajihi mengatakan:

عدم قراءتها بالكلية لا جهراً ولا سراً، وهذا هو قول مالك، وهو أضعف الأقوال

Tidak membaca basmalah sama sekali disemua shalat baik secara keras atau lirih, adalah pendapat Imam Malik, dan ini adalah pendapat paling lemah. (Syarh Tafsir Ibnu Katsir, 7/6)

Demikianlah peta perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini dan masing-masing dalil-dalil mereka.

Jadi, jika ada seseorang atau imam shalat yang mengeraskan bacaan basmalahnya, maka dia telah menjalankan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sunnah para sahabat, para tabi’in, dan sebagian imam madzhab.

Begitu pun jika ada yang membacanya secara pelan maka dia pun telah menjalankan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sunnah para sahabat, tabi’in, dan para imam madzhab.

Ada penjelasan bagus dari Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:

والإِنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف، أنه صلى الله عليه وسلم جهر، وأسر، وقنت، وترك، وكان إسرارُه أكثَر من جهره، وتركه القنوتَ أكثر من فعله

Pendapat yang bijak yang diridhai oleh para ulama yang objektif adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca baamalah secara keras, pernah pelan, pernah berqunut, dan pernah meninggalkannya. Hanya saja memelankannya lebih sering dibanding mengeraskannya, dan meninggalkan qunut lebih sering dibanding melakukannya.”

(Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 1/272)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid memberikan nasihat:

فيجوز لك الجهر بالبسملة لأولئك القوم إما دائما ، أو أحياناً ؛ لتحقيق مصلحة كبرى وهي ائتلافهم واجتماعهم ووحدة كلمتهم

Maka boleh bagi anda mengeraskan basmalah untuk kaum yang melakukannya, baik secara rutin atau kadang-kadang, untuk merealisasikan maslahat besar yaitu menjaga ikatan hati, perkumpulan, dan persatuan, di antara mereka.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 175551)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🍀🌿🌸🌻🍃🌳🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top