Hari Raya Dalam Islam Apa Saja?

Biasanya kita menganggap hari raya ada dua, yaitu Idul Ftri dan Idul Adha. Tentu ini tidak mutlak salah. Tapi, jika kita lihat ke banyak hadits kita akan dapati bahwa hari raya kita adalah:

1. Idul Fitri (1 Syawwal),

2. Idul Adha (istilah lainnya yaumun nahr yaitu 10 Dzulhijjah),

3. Hari Arafah (9 Dzulhijjah)

4 – 6. tiga hari tasyriq (11 sd 13 Dzulhijjah)

7. Hari Jumat

Tujuh hari raya Islam ini berdasarkan hadits-hadits shahih yang begitu banyak. Di antaranya:

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

Hari ‘Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah HARI RAYA KITA para pemeluk islam, itu adalah hari-hari makan dan minum. (HR. At Tirmidzi No. 773, katanya: hasan shahih, Ad Darimi No. 1764, Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.” )

Hadits di atas menyebutkan ada lima hari raya kita, yaitu 9 (hari Arafah), 10 (hari Idul Adha), dan tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijjah).

Ada pun hari raya yang ke-6 dan 7 yaitu Idul Fitri dan hari Jum’at, tersebar dibanyak hadits di antaranya:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ: ” إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْفِطْرِ، وَيَوْمَ النَّحْرِ

Anas bercerita: Saat Rasulullah  ﷺ sampai ke Madinah orang-orang Madinah punya dua hari (raya) yang biasa mereka bersenang-senang di masa Jahiliyah. Maka, Rasulullah bersabda: “Allah telah ganti untuk kalian dengan hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari Idul Fitri dan hari Penyembelihan (Idul Adha).”

(HR. Ahmad no. 12006, Syaikh Syu’aib al Arnauth: shahih. Ta’liq Musnad Ahmad, 19/65)

Ada pun tentang hari Jumat, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

“Sesungguhnya hari ini (Jumat) adalah hari raya yang Allah jadikan bagi kaum Muslimin. Maka siapa yang datang untuk shalat Jumat, hendaklah mandi, jika memiliki wewangian, hendaklah ia memakainya, dan hendaklah kalian bersiwak.”

(HR. Ibnu Majah, no. 1098; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 1/279, dan Al Hakim menshahihkannya)

Semua ini menunjukkan kurang lengkapnya orang yang mengatakan hari raya Islam hanya dua.

Masing masing kaum, umat beragama, ada hari rayanya masing-masing maka cukuplah umat Islam dengan hari rayanya yang begitu banyak.

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَإِنَّ عِيدَنَا هَذَا اليَوْمُ

Sesungguhnya setiap kaum ada hari rayanya, dan sesungguhnya hari raya kita adalah hari ini.

(HR. Bukhari no. 3931. Aisyah Radhiallahu Anha menceritakan bahwa ucapan nabi ini terjadi saat Idul Fitri atau Idul Adha)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Menunda Shaum Syawwal Karena Masih Keliling Mengunjungi Saudara

Bismillahirrahmanirrahim…

Hal itu tidak mengapa, shaum Syawwal adalah sunnah, sama sekali tidak masalah menundanya bahkan meninggalkannya. Adalah kemuliaan dan mendapatkan pahala bagi yang melakukannya namun tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.

Di sisi lain, berkunjung ke rumah saudara, famili, kerabat, handai taulan, dan menikmati hidangan yang mereka sediakan juga sebuah kebaikan, apalagi tuan rumah sudah repot-repot masak untuk tamunya. Menghormati tuan rumah atas kebaikan yang mereka lakukan tentunya juga ibadah.

Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu bercerita:

صَنَعْتُ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا فَأَتَانِي هُوَ وَأَصْحَابُهُ فَلَمَّا وُضِعَ الطَّعَامُ , قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” دَعَاكُمْ أَخُوكُمْ وَتَكَلَّفَ لَكُمْ ” ثُمَّ قَالَ لَهُ: ” أَفْطِرْ وَصُمْ مَكَانَهُ يَوْمًا إِنْ شِئْتَ “

  Aku membuat makanan untuk Rasulullah ﷺ, Beliau dan sahabat-sahabatnya mengunjungiku, ketika makanan sudah dihidangkan ada seorang yang berkata:

“Saya sedang puasa.”

Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Saudaramu sudah mengundang kamu dan sudah repot-repot untukmu.”

Lalu Beliau bersabda: “Berbukalah, dan puasalah satu hari di hari lain kalau kamu mau.”

(HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8362, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath, No. 3240. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: isnadnya hasan. Lihat Fathul Bari, 4/210)

Bahkan bagi yang sudah terlanjur sedang puasa sunah pun boleh membatalkannya, dan diganti di hari lain.

Dari Ummu Hani Radhiallahu ‘Anha, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

الصائم المتطوع أمير نفسه إن شاء صام وإن شاء أفطر

Seorang yang sedang shaum sunnah adalah raja bagi dirinya sendiri, jika dia mau maka dia teruskan puasanya, jika dia mau silahkan dia batalkan. (HR. Ahmad No. 26893, Al Hakim No. 1599, 1600, katanya: shahih. Disepakati oleh Adz Dzahabi keshahihannya)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

وقد ذهب أكثر أهل العلم إلى جواز الفطر، لمن صام متطوعا، واسحبوا له قضاء ذلك اليوم، استدلالا بهذه الاحاديث الصحيحة الصريحة.

Mayoritas ulama berpendapat bolehnya membatalkan puasa bagi yang sedang shaum sunnah, dan mereka dianjurkan mengqadha puasa hari tersebut, berdasarkan hadits-hadits ini yang begitu jelas. (Fiqhus Sunnah, 1/455)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Tambahan Do’a dalam Sujud

 PERTANYAAN:

Ustadz…
Mengenai menambahkan doa yang dibaca ketika sujud saat sholat, apakah boleh dilafadzkan, atau hanya dalam hati?
Apakah doanya hanya doa yang ada di hadist dan Al Qur’an, atau bebas tapi dalam bahasa arab?
Dan apakah boleh pada saat sholat wajib atau boleh hanya sholat sunah saja? Syukron


 JAWABAN

Berdoa dengan doa ghairul ma’tsur (tidak dari Al Quran dan As Sunnah) di dalam shalat (termasuk sujud), memang diperselisihkan para ulama. Pendapat yang melarang adalah mazhab Hanafi dan sebagian Hanabilah. Tapi umumnya ulama membolehkan berdoa dengan doa-doa Ghairul Ma’tsur termasuk di dalam sujud. Ini pendapat mayoritas ulama.

Dalilnya adalah keumuman hadits berikut:

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” (HR. Muslim no. 482)

Perintah perbanyaklah berdoa dalam hadits ini tidak ada ketentuan apakah harus dgn doa Ma’tsur atau Ghairul Ma’tsur.

Dalil lainnya, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa jika telah selesai membaca shalawat di duduk tasyahud akhir hendaknya:

ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ أعْجَبَهُ إلَيْهِ، فَيَدْعُو

Lalu dia pilih doa dengan doa apa pun yang disukainya, maka berdoalah. (HR. Bukhari no. 835)

Dalil lainnya:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ الْأَعْمَشِ حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلَاةِ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمْ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ فِي السَّمَاءِ أَوْ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Al A’masy, telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari ‘Abdullah berkata, “Jika kami salat bersama Nabi ﷺ, kami mengucapkan, “ASSALAAMU ‘ALAALLAH MIN ‘IBAADIHIS SALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah dari hamba-hamba Nya, dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada si anu dan si anu).’ Maka Nabi ﷺ bersabda, “Janganlah kalian mengucapkan: ‘ASSALAAMU ‘ALAALLAH (Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada Allah)’, karena sesungguhnya Allah, Dialah As-Salaam. Akan tetapi bacalah: ‘ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAAWAATU WATHTHAYYIBAAT ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHISH SHAALIHIIN (Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih). Karena apabila kalian mengucapkan seperti ini, maka berarti kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh yang ada di langit atau yang berada di antara langit dan bumi.” (Dan lanjutkanlah dengan bacaan): ‘ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya).’ LALU IA MEMILIH DOA APA PUN YANG PALING DIA SUKA IA SUKA KEMUDIAN BERDOA DENGANNYA. (HR. Bukhari no. 835)

Imam Ibnu Hajar mengatakan:

واستُدل به على جواز الدعاء في الصلاة بما اختار المصلي من أمر الدنيا والآخرة

Ini hadits dalil bolehnya berdoa di dalam shalat yang dipilih orang shalat, baik doa urusan dunia dan akhirat. (Fathul Bari, 2/321)

Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri menyebutkan bahwa Imam Malik dan Imam asy Syafi’i mengatakan:

يجوز أن يدعوا بكل شيء من أمور الدين والدنيا مما يشبه كلام الناس ما لم يكن إثماً، ولا يبطل صلاته بشيء من ذلك

Bolehnya berdoa dengan doa apa pun baik urusan agama dan dunia yang perkataannya menyerupai perkataan manusia, selama tidak mengandung dosa. Hal itu sama sekali tidak membatalkan shalatnya.

Lalu Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri mengomentari pihak yang melarang:

قلت: لا دليل على هذا التقييد لا من كتاب الله، ولا من سنة رسوله، ولا من قول صحابي فلا يلتفت إليه

Aku berkata: “Tidak ada dalilnya pengkhususan doa tersebut (hanya doa ma’tsur), baik dalil dari Al Quran, As Sunnah, dan perkataan para sahabat nabi, maka jangan hiraukan hal tersebut.” (Mir’ah Al Mafatih, 3/312)

Salah satu ulama Hambali zaman ini menjelaskan:

كذلك في أثناء الصلاة في السجود دعاء، وأقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد، كما ثبت ذلك عن الرسول صلى الله عليه وسلم … فاستغل هذه الفرصة وأكثر من الدعاء من خيري الدنيا والآخرة ، فلو قال أحدكم في دعائه : اللهم ارزقني سيارة جميلة ، فهذا يصلح ، لأن الرسول صلى الله عليه وسلم قال :  ليسأل أحدكم ربه حتى شراك نعله …..وأما قول بعض الفقهاء: إنه لا يجوز للإنسان في دعائه شيء من ملاذ الدنيا: فإنه قول ضعيف يخالف الحديث

Demikian pula ketika shalat, saat sujud berdoa karena posisi paling dekat antara Allah dan hamba adalah saat dia sujud, sebagaimana telah shahih dr Rasulullah ﷺ … Maka hendaknya dia sibukkan dirinya pada kesempatan ini untuk berdoa bagi kebaikan dunia dan akhirat, walau pun Anda berdoa: YA ALLAH BERIKANLAH SAYA MOBIL YANG BAGUS. Ini baik. Karena Rasulullah ﷺ bersabda: “Berdoalah salah seorang di antara kalian kepada Rabbnya sampai-sampai urusan tali sendal kalian” … Ada pun pendapat sebagian ahli fiqih bahwa tidak boleh seseorang berdoa (dalam shalatnya) meminta urusan dunia adalah pendapat lemah dan menyelisihi hadits.(Majmu’ Fatawa Libni ‘Utsaimin, 16/18).

Untuk pertanyaan apakah boleh dilafadzkan atau di dalam hati, silakan buka tautan berikut: Berdoa Di Dalam Shalat; Bolehkah Dengan Bahasa Selain Arab?

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Adat Hormat Membungkuk Kepada yang Lebih Tua

 PERTANYAAN:

assalamualaykum wr wb. ustadz izin bertanya terkait al urf, di beberapa daerah di indonesia, semisal kami di sulawesi, ada adat kebiasaan misalnya jika kita lewat di depan orang yang lebih tua, kita mengucapkan “Tabe’ puang” yang artinya permisi, dan sambil menundukan badan sedikit jika jalan. kemudian kalau misal kita duduk, dan ada orang lebih tua yang lewat, maka kita juga berdiri untuk menghormati yg tua, nah ada beberapa saudara islam kita yang melarang hal ini dan mengatakan itu perbuatan tercela. bagaiama sebenarnya islam memandang hal ini ustadz?


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika sampai membungkuk seperti ruku’, itu jelas terlarang. Para ulama mazhab Syafi’i tegas mengatakan hal tersebut.

Misal, Imam Ibnu ‘Allan berkata:

ومن البدع المحرمة الانحناء عند اللقاء بهيئة الركوع.

Termasuk bid’ah diharamkan adalah penghormatan saat berjumpa dengan cara rukuk (membungkuk). (Dalilul Falihin, 6/181)

Imam Al Bujairimi Asy Syafi’i berkata:

الانحناء لمخلوق كما يفعل عند ملاقاة العظماء حرام عند الإطلاق أو قصد تعظيمهم لا كتعظيم الله، وكفر إن قصد تعظيمهم كتعظيم الله تعالى

Membungkuk kepada makhluk, sebagaimana yg dilakukan saat berjumpa dgn para pejabat adalah haram secara mutlak. Atau untuk memuliakan mereka, walau tidak seperti mengagungkan Allah. Jika sampai seperti mengagungkan Allah maka itu kafir. (Hasyiyah Al Bujairimi ‘Alal Khathib, 4/241)

Imam Asy Syarbini berkata:

يكره حني الظهر مطلقا لكل أحد من الناس , وأما السجود له فحرام

Dimakruhkan membungkukan punggung secara mutlak kepada siapa pun, ada pun sujud kepadanya haram. (Mughni Al Muhtaj, 4/218)

Namun, jika sekedar menundukkan kepala, atau setengah badan saja, tidak membungkuk seperti ruku’, maka itu tidak masalah. Itu tidak sama dengan membungkuk atau ruku’.

Ada pun berdiri saat menyambut orang tua atau orang terhormat datang, itu bukan terlarang, justru itu sunnah Rasulullah ﷺ. Bagaimana mungkin itu tercela, jika datang tukang paket saja kita langsung berdiri menyambutnya? Kok malah melarang berdiri jika yang datang ortua sendiri, … Ini ajaran aneh.

Silakan baca tulisan berikut:

Berdiri Menyambut Orang Terhormat, Ulama, Ortua, adalah Sunnah Nabi ﷺ

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top