Tafsir Surat Al Muzammil (Bagian 2)

(AYAT1-4)

  يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)

  1. Hai orang yang berselimut (Muhammad)
  2. Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)
  3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit
  4. Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan

Kandungan ayat 1

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ

“Hai orang yang berselimut (Muhammad)”

Ayat ini diawali dengan seruan (an nida) kepada nabi Muhammad yang posisinya dekat (ya ayyuhal muzzammil) wahai orang yang berselimut. Kedekatan ini menunjukkan bahwa Allah Dzat yang berfirman berkehendak menyampaikan sesuatu kepada Rasulullah sebagai orang yang diajak berdialog (al-mukhatab) dalam posisi yang sangat dekat. Biasanya isim munada (kata benda utk yang dipanggil) disebutkan dengan nama yang sudah jelas bagi pihak yang berbicara, misal,” Hai Umar, “Hai Ali”dan lainnya, namun dalam ayat ini Allah memanggil Nabi Muhammad dengan “Ya Ayyuhal Muzzammil’ bukan dengan “Ya Muhammad”. Fungsinya untuk takrim wa ta’zim (memuliakan dan menghormati) Atau bisa juga untuk panggilan lembut (talathuf)  dan cinta(tahabbub).[1]

Asal Mula Penyebutan Al Muzzammil

Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa asal mula penyebutan Al Muzzammil adalah ketika nabi Muhammad menerima wahyu pertama, surat Al-Alaq,  di Gua Hira bertemu dengan Malaikat Jibril yang memerintahkan Nabi untuk membaca,namun nabi menjawab”Aku tidak bisa membaca” kemudian Malaikat Jibril merangkul Nabi, hingga timbul kepayahan”. Tubuh Nabi gemetar, lalu Jibril menuntun Nabi untuk melafalkan ayat, lalu Nabi pulang menemui keluarganya dan berkata,”

زَمّـِلُونيِ زَمّـِلُونيِ “

“selimuti aku..selimuti aku”.[2]

Menurut Imam Ibnu Katsir[3]

يَأْمُرُ تَعَالَى رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتْرُكَ التَّزَمُّلَ، وَهُوَ: التَّغَطِّي فِي اللَّيْلِ، وَيَنْهَضَ إِلَى الْقِيَامِ لِرَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: {تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ} [السَّجْدَةِ: 16] وَكَذَلِكَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُمْتَثِلًا مَا أَمَرَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ مِنْ قِيَامِ اللَّيْلِ، وَقَدْ كَانَ وَاجِبًا عَلَيْهِ وَحْدَهُ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: {وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا} [الْإِسْرَاءِ: 79]

Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya shalallahu alaihi wasallam, untuk meninggalkan berselimut, yaitu menutupi tubuh di di malam hari. Lalu bangun untuk shalat menyembah Allah. Seperti dalam firmannya.

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya, dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian rezekiyang kami berikan kepada mereka (QS. As Sajdah:16)

Kandungan Ayat kedua

قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا

Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya) (QS.Al-Muzzammil:2)

Allah memerintahkan kepada manusia untuk bangun pada malam hari meskipun sebentar, lalu mendirikan shalat dan berdoa pada sepenggal malam sebagai waktu istirahat. Karena pada waktu malam itu lebih tenang, dalam kondisi tenang inilah jiwa-jiwa dengan iman berkomunikasi dengan Allah subhanahu wataala.

KEUTAMAAN QIYAMULLAIL

  • Berhak mendapat kedudukan mulia (pertolongan Allah), seperti disebutkan dalam firman Allah:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud, (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu pada tempat yang terpuji (QS. Al Isra: 79)

Makna maqaman mahmuda adalah pertolongan Allah di hari kiamat.

عن قتادة (مَقَامًا مَحْمُودًا) قال: هي الشفاعة، يشفِّعه الله في أمته

“Dari Qatadah makna Maqaman Mahmuda adalah syafaat (pertolongan), Allah memberi pertolongan kepada umat-Nya.[4]

  • Berhak mendapatkan surga

Firman Allah:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18(

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan mata air (15)mereka mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat baik (16) mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam (17) dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah) (18) (QS. Az Dzariyat: 15-18)

Hadits Nabi dari Abdullah bin Salam Radhiyallahu anhu:

قال: فكان أول ما سمعت من كلامه أن قال: (أيها الناس أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا الارحام، وصلوا بالليل والناس نيام، تدخلوا الجنة بسلام) رواه الحاكم وابن ماجه والترمذي وقال: حديث حسن صحيح

Abdullah bin Salam berkata,”Ucapan pertama dari Nabi Muhammad yang aku dengar adalah saat beliau bersabda,” Wahai manusia, sebarkan salam, berilah makanan, sambunglah tali silaturahim, shalat malamlah saat manusia tertidur, engkau akan masuk surga dengan selamat sejahtera (HR.Al Hakim, Ibnu Majah, dan At Tirmizi: Hasan Sahih)

  • Dapat menghalangi dosa, menghapuskannya, dan menjauhkan penyakit fisik.

Hadits Nabi:

عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين قبلكم، ومقربة لكن إلى ربكم، ومكفرة للسيئات، ومنهاة عن الاثم، ومطردة للداء عن الجسد)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaknya kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam adalah hidangan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan. (HR. Tirmizi, no. 3472)

PERBEDAAN ANTARA QIYAMULLAIL DAN TAHAJUD

Qiyamullail Tahajjud
·         Makna qiyamullail adalah menyibukkan diri pada sesaat, atau sebagian besar malamnya untuk beribadah.

·         Bisa dilakukan dengan shalat sunnah, membaca Al-Quran, atau mendengar hadits, atau bertasbih, atau shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiah, 34/117)

·         Makna Tahajjud adalah shalat malam secara khusus, sebagian ulama menyebut bahwa dia adalah shalat malam yang dilakukan setelah tidur.Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhish Al-Habir, 2/35, “Sanadnya hasan

·         Makna (الهجود) adalah tidur. Jika dikatakan (تهجد الرجل) jika dia bergadang dan meninggalkan tidurnya. Orang yang bangun untuk shalat dikatakan sebagai orang yang tahajjud, karena dia meninggalkan tidur pada dirinya. (Tafsir Qurthubi, 10/307)

Kandungan ayat ke-3

نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3)

“(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit”

Ahmad bin Musthafa Al Maraghi menafsirkan ayat ini:

أي إلا قليلا وهو النصف أو انقص من النصف أو زد على النصف إلى الثلثين، فهو قد خير بين الثلث والنصف والثلثين.وقصارى ذلك- أنه أمر أن يقوم نصف الليل أو يزيد عليه قليلا أو ينقص منه قليلا، ولا حرج عليه فى واحد من الثلاثة.

“Yaitu sedikit yakni 1/2 atau kurangi dari separuh, atau tambah separuh hingga 2/3, bisa menjadi pilihan antara 1/3 malam, 1/2 atau 2/3 malam, intinya: perintah qiyamullail ini berlaku untuk separuh malam, atau tambahanya sedikit atau kurangi sedikit, tidak mengapa selama masih dalam tiga pilihan tersebut.[5]

  • Pilihan waktu ini dibolehkan sesuai dengan keterangan ayat
  • Qiyamullail itu dilakukan tujuannya bukan untuk memberatkan hamba, namun untuk melatih istiqamah, karena amalam sedikit tapi istiqamah lebih disukai Allah daripada amalan banyak tapi tidak konsisten.

 

Kandungan ayat ke-4

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)

Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”

  • Tartil secara bahasa artinya

جعل الشيء مرتلا، أى: منسقا منظما

“menjadikan sesuatu tertib dan tersusun rapi”.[6]

  • Bacalah Al-Quran pada saat qiyamullail dengan tartil (perlahan-lahan) dengan memperhatikan kaidah tajwid dan makhrajnya (Tafsir Marah Labid, 2/575)
  • Karena bacaan yang tartil lebih berkesan dalam hati dalam mewujudkan tadabbur (memikirkan maksud dan hikmah) dari ayat yang dibaca.
  • Ayat ini menjadi isyarat bahwa metode terbaik untuk membaca Al-Qur’an adalah dengan tartil, Aisyah menyebutkan bahwa Rasulullah ketika membaca Al-Quran dengan cara perlahan-lahan.
  • Ibnu Mas’ud berkata:

لا تنثروه نثر الرمل، ولا تهذوه هذّ الشّعر وقفوا عند عجائبه، وحركوا به القلوب

“Jangan membaca Al-Quran seperti menebar pasir, jangan pula seperti sedang bersyair, namun berhenti saat membaca ayat yg mengandung keajaiban dan menggerakan hati (Tafsir Ibnu Katsir, 7/276)

 Kesimpulan

  • Perintah Allah diawal risalah tentang wajibnya qiyamullail berlaku setahun, kemudian hukumnya di nasakh (diganti), sehingga menjadi sunnah, pada akhir surat.
  • Pilihan waktu dalam melakukan qiyamullail, sesuai dengan kesempatan dan kemampuan. Meskipun Rasulullah menyukai sepertiga malam terakhir.
  • Bacaan Al-Qur’an saat qiyamullai dengan tartil seraya memperhatikan kesempurnaan bacaan dan tajwid.

والله أعلم

=====

Fauzan Sugiyono, Lc . M.Ag


[1] Muhammad Thahir bin Asyyur (w1393H), At Tahrir wa at Tanwir, (Tunisia: Dar Tunis Lin Nasyr, 29/255

[2] Abdurrahman bin Nashir Asy-Sya’di, Taysir al karim ar Rahman, (Muassasah Ar Risalah) 1/892

[3] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, 8/249

[4] Tafsir At Thabari, 17/528

[5] Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi (w1371H), Tafsir Al Maraghi, (Mesir: Syarikah Maktabah wa matba’ah Musthafa Al Babi Al Halbi wa auladuhu, 1946M, 29/111.

[6] Muhammad Sayid At Thantawi, Tafsir Al Wasith, 15/155

Belum Terlambat Membersamai Al Quran di Ramadhan Ini

💢💢💢💢💢💢💢

Imam az Zuhri Rahimahullah berkata:

إِنَّمَا هُوَ تِلَاوَةُ الْقُرْآنِ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ

Ini adalah bulan untuk tilawah Al Quran dan memberikan makan.

(Lathaif al Ma’arif, hal. 222)

Ali bin Zaid ash Shaidani menceritakan:

ختم أَبُو حنيفة القرآن فِي شهر رمضان ستين ختمة, ختمة بالليل وختمة بالنهار

Abu Hanifah mengkhatamkan Al Quran di bulan Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Sekali di malam hari, dan sekali di siang hari.

(Imam Abu al Qasim al Qazwaini, At Tadwin al Akhbar Qazwain, jilid. 2, hal. 332)

Imam an Nawawi Rahimahullah menyebutkan:

وَقَالَ الْحُمَيْدِيُّ كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ فِي كُلِّ شَهْرٍ سِتِّينَ خَتْمَةً

Al Humaidi mengatakan bahwa dahulu Imam asy Syafi’i mengkhatamkan Al Quran setiap bulan sebanyak enam puluh kali. (Imam an Nawawi, Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, jilid. 1, hal. 12)

اللهم اجعلنا من أهل القرآن….

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Ziarah Jelang Ramadhan & Syawal dan Membaca Al Qur’an di Kuburan

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz.

Dalam suasana menyambut Ramadhan ada kebiasaan sementara ummat Islam yang melakukan ziarah kubur.

Pertanyaan
1. Apa hukum terkait hal tersebut ? Pertanyaan ini terkait dengan pandangan bahwa mengkhususkan perbuatan tertentu yang tidak dicontohkan nabi Muhammad SAW dikategorikan sebagai bid’ah.

2. Apa hukum membaca Al-Qur’an di kubur ? Sementara pendapat menjadikan hadits berikut sebagai dalil pelarangan membaca Al-Qur’an.

“Jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, sesungguhnya setan benar-benar lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surah Al-Baqarah” (HR. Muslim)

Terima kasih sebelumnya.

Salam

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Berziarah kubur adalah sunnah, bahkan ada yg mengatakan wajib.

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:

( فزوروها ) الأمر للرخصة أو للاستحباب وعليه الجمهور بل ادعى بعضهم الاجماع بل حكى بن عبد البر عن بعضهم وجوبها

(maka berziarahlah) perintah ini menunjukkan keringanan atau menunjukkan kesunahannya, dan inilah pendapat mayoritas ulama, bahkan sebagian mereka ada yang mengklaim adanya ijma’, bahkan Ibnu Abdil Bar dan selainnya menceritakan tentang wajibnya berziarah kubur. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/135)

Perintah ziarah kubur adalah mutlak, sehingga kapan pun seorang muslim mau ziarah sesuai waktu, kesempatan, yg dia miliki, baik itu senin, selasa dll.. Atau di Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulhijjah, dll…, baik awal bulan, tengah, atau akhirnya..

Jika seseorang melakukannya menjelang Ramadhan, atau awal Syawwal, karena memang itulah dia sempatnya.. Atau karena kebiasaan semata, dia tidak pernah menganggap itu sunnah, maka tidak apa-apa..

Namun jika pengkhususan waktu tersebut dianggap bagian dari ajaran syariat, atau diangggap sunnah nabi, maka ini tidak boleh dengan anggapan seperti itu.. Sebab tidak ada dalam sunnah..

Untuk pertanyaan ke 2…

Ini juga SUNNAH menurut mayoritas ulama, dan sebagian memakruhkan seperti sebagian Hanafiyah dan Malikiyah.

Dasarnya hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa sallam bersabda, “Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan bacakanlah di samping kuburnya, Surat Al-Fatihah di dekat kepala dan ayat terakhir Surat Al Baqarah di dekat kakinya”.

(HR. At Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 13613, Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman No. 9294)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, imam pakar hadits dizamannya menyatakan bahwa status hadits di atas adalah HASAN. (Fathul Bari, 3/184). Penghasanan ini juga diikuti oleh: Imam Badruddin Al ‘Ainiy. (‘Umdatul Qari, 12/382). Imam Ash Shan’ani (Subulussalam, 2/106). Syaikh Az Zurqani (Syarh Az Zurqaniy, 2/127)

Hadits ini hasan, dan itu sah dijadikan hujjah. Begitu jelas pula hadits ini menunjukkan perintah membaca Al Fatihah dan akhir Al Baqarah untuk jenazah yang sudah dikubur.

Sementara Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid, mengisyaratkan kedhaifannya karena ada perawi bernama Yahya bin Abdillah Al Baabilutty, dia dhaif. (Majma ‘Az Zawaid, 3/44). Juga didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam beberapa kitabnya.

Imam Yahya bin Ma’in – salah satu imam hadits yang begitu ketat- ditanya tentang hukum membaca Al Quran di sisi kubur, Beliau menjawab:

ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺒﺸﺮ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ اﻟﺤﻠﺒﻲ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ اﻟﻌﻼء ﺑﻦ اﻟﻠﺠﻼﺝ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﺒﻨﻴﻪ ﺇﺫا ﺃﺩﺧﻠﺖ اﻟﻘﺒﺮ ﻓﻀﻌﻮﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻠﺤﺪ ﻭﻗﻮﻟﻮا ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﻭﺳﻨﻮا ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺮاﺏ ﺳﻨﺎ ﻭاﻗﺮﺅﻭا ﻋﻨﺪ ﺭﺃﺳﻲ ﺃﻭﻝ اﻟﺒﻘﺮﺓ ﻭﺧﺎﺗﻤﺘﻬﺎ ﻓﺈﻧﻲ ﺭﺃﻳﺖ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺫاﻙ

Berkata kepadaku Mubasysyir bin Ismail al Halabi, dari Abdurrahman bin al ‘Ala dari ayahnya, bahwa dia berkata kepada anaknya:

“Jika engkau memasukkan aku ke kubur, letakkanlah aku di Lahad, bacalah “Bismillah wa’ ala Sunnati Rasulillah,” dan dan bacakanlah dibagian kepalaku awal surat Al Baqarah dan penutupnya, SEBAB AKU MELIHAT IBNU UMAR menyukai (menyunnahkan) hal itu.

(Tarikh Ibnu Ma’in, 4 /502)

Imam Amir Asy Sya’bi Rahimahullah menceritakan tentang para sahabat Anshar:

كانت الأنصار إذا مات لهم الميت اختلفوا إلى قبره يقرءون عنده القرآن

Orang-orang Anshar (para sahabat) jika ada yang wafat si antara mereka, mereka berkumpul di kubur mayit tersebut, dan mereka membaca Al Quran di sisinya.

(Imam Abu Bakar Al Khalal, Al Qira’ah ‘Indal Qubur, no. 7)

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah pun menganjurkannya, tercatat dalam kitab Riyadhushshalihin-nya Imam an Nawawi Rahimahullah:

قال الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أن يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسن

Berkata Imam Asy Syafi’i Rahimahullah: Hal yang disukai membaca Al Quran di sisi kubur dan jika sampai khatam maka itu bagus. (Hal. 295, Muasasah Ar Risalah)

Sebagian orang ada yang mengingkari kebenaran riwayat dari Imam asy Syafi’i di atas, dgn alasan Imam asy Syafi’i mengatakan tidak sampainya pahala bacaan Al Quran buat mayit. Namun, sumber yang begitu banyak dan dikutip para ulama dari zaman ke zaman di berbagai madzhab memunjukkan hal itu benar dari Imam asy Syafi’i. Atau, bisa jadi ini adalah dua perkara yang berbeda: antara menghadiahi pahala baca Al Quran , dan membaca Al Quran di kubur.

Imam Abu Bakar Al Khalal berkata:

أخبرني روح بن الفرج ، قال : سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني ، يقول : « سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال : لا بأس به »

Mengabarkan kepadaku Ruh bin Al Faraj, katanya: Aku mendengar Al Hasan bin Ash Shabaah Az Za’farani berkata: *”Aku bertanya kepada Asy Syafi’i tentang membaca Al Quran di sisi kubur, Beliau menjawab: Tidak apa-apa.”

(Lihat riwayat No. 6)

Tentang anjuran membaca Al Quran dikubur telah DISEPAKATI kesunnahannya oleh madzhab Syafi’i. Berikut ini keterangannya:

ثُمَّ قَالَ السُّيُوطِيُّ: وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ عَلَى الْقَبْرِ فَجَازَ بِمَشْرُوعِيَّتِهَا أَصْحَابُنَا وَغَيْرُهُمْ. قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ: اسْتُحِبَّ لِزَائِرِ الْقُبُورِ أَنْ يَقْرَأَ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ، وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا، نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ، وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ، وَزَادَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ: وَإِنْ خَتَمُوا الْقُرْآنَ عَلَى الْقَبْرِ كَانَ أَفْضَلَ

Lalu Imam As Suyuthi berkata: “Ada pun membaca Al Quran di kubur, hal itu dibolehkan. Sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah) dan lainnya, menyatakan hal itu DISYARIATKAN.” Imam an Nawawi berkata: “Disukai (disunnahkan) bagi peziarah kubur membaca yang paling mudah dari Al Quran, lalu mendoakan mereka setelah itu, hal itu dikatakan oleh Imam asy Syafi’i, dan para sahabatnya (Syafi’iyah) telah SEPAKAT ATAS HAL ITU.” Beliau menambahkan di tempat lain: “Jika mereka sampai khatam baca Al Quran di kubur, maka itu lebih utama.”

(Mirqah Al Mafatih, 3/1229)

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah, Dari Salamah bin Syabib, dia berkata:

أتيت أحمد بن حنبل فقلت له : إني رأيت عفان يقرأ عند قبر في المصحف ، فقال لي أحمد بن حنبل : ختم له بخير

Aku datangi Ahmad bin Hambal, aku berkata kepadanya: “Aku melihat ‘Affan membaca Al Quran di kubur dengan mushaf.” Ahmad bin Hambal berkata kepadaku: “Baca sampai Khatam lebih baik baginya.”

(Al Qira’ah’ Indal Qubur, no. 4)

Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah menjelaskan makna “Bacalah kepada orang yg menjelang wafat di antara kamu dengan surat Yasin”:

حمله على ذلك وعلى حقيقته فتقرأ عليه بعد موته في بيته ومدفنه…. فاستحبو التلقين بعد الموت وبعد الدفن، وقد ألف فيه الحافظ السخاوي مؤلفاً نفيساً

Makna hal itu adalah secara hakiki, dibacakan kepada mayit itu setelah kematiannya baik di rumahnya dan tempat dikuburkannya…. Mereka (para ulama) mengatakan, adalah hal yang disukai melakukan talqin setelah wafat dan setelah penguburan. Al Hafizh As Sakhawi telah menyusun buku yang begitu berharga dalam masalah ini.

(Dalilul Falihin Syarh Riyadh ash Shalihin, 6/392)

Demikian. Wallahu a’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Shubuh Kesiangan, Langsung Sholat Atau Menunggu Dhuha?

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh. Tanha ustadz Apabila org terlambat bangun subuh dan ketika telah bangun serta berwudhuk, ditemukan matahari sedang terbit, apkah org tersebut langsung sholat shubuh atau d tunggu sampai matahari terbit sempurna atau sudah masuk waktu dhuha.

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh Bismillahirrahmanirrahim…

Hendaknya dia bersegera shalat subuh, saat dia menyadarinya atau mengingatnya, dan jangan ditunda. Itu waktu terlarang shalat khusus untuk shalat sunnah mutlak, bukan larangan qadha shalat wajib.

Dari Qatadah Radhiallahu ‘Anhu , katanya:

سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلَاةِ قَالَ بِلَالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلَالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلَالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلَالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلَاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى

“Kami pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, Wahai Rasulullah, barangkali anda mau istirahat sebentar bersama kami? Beliau menjawab: Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat. Bilal berkata, Aku akan membangunkan kalian. Maka merekapun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggannganya, tapi rasa kantuknya mengalahkannya dan akhirnya iapun tertidur. Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan! Bilal menjawab: Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya. Beliau lalu bersabda: Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat! kemudian beliau berwudhu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat. (HR. Bukhari No. 595)

Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

ذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَوْمَهُمْ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Mereka menceritakan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa tidurnya mereka membuat lalai dari shalat. Maka Beliau bersabda: “Sesungguhnya bukan termasuk lalai karena tertidur, lalai itu adalah ketika terjaga. Maka, jika kalian LUPA atau TERTIDUR maka shalatlah ketika kalian ingat (sadar).” (HR. At Tirmidzi No. 177, katanya: hasan shahih)

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ{وَأَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي}

Barang siapa yang lupa dari shalatnya maka hendaknya dia shalat ketika ingat, tidak ada tebusannya kecuali dengan itu (Allah berfirman: “dirikanlah shalat untuk mengingatKu”). (HR. Bukhari No. 597)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menerangkan:

اتفق العلماء على أن قضاء الصلاة واجب على الناسي والنائم

Para ulama sepakat tentang wajibnya mengqadha shalat bagi orang lupa atau tertidur. (Fiqhus Sunnah, 1/274, Lihat juga Bidayatul Mujtahid, 1/182) Demikian. Wallahu a’lam.

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top