Tafsir Surat Al Kautsar (bag. 2)

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Mufrodat

فَصَلِّ

Maka dirikanlah shalat

لِرَبِّكَ

Karena Tuhanmu

وَانْحَرْ

Dan berkorbanlah

Kandungan Ayat

Setelah Allah memberikan anugerah yang banyak berupa Al Kautsar, kebaikan-kebaikan yang bergam dan sungai di surga yang diperuntukan bagi orang-orang yang beriman, pada ayat kedua ini, Allah memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan amalan istimewa yaitu mendirikan shalat dan berkurban.

Karena orang beriman ia akan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah meskipun ibadah tersebut berat dan sulit. Ketika tujuannya Allah semata, maka segala tantangan berat berbekal sabar, akan mudah dilaluinya.

Firman Allah:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

‘Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’am:162)

Sedangkan orang musyrik, mereka melakukan ibadah bukan karena Allah, tidak murni dalam ibadah maupun dalam pengorbanannya.

Firman Allah:

وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al An’am:121)

Makna Fashalli (فصل )

Imam Ibnu Jarir At Thabari menyebutkan makna kata “fashali” (kerjakanlah shalat), yang dimaksud shalat disini adalah:

  1. Menurut Atha yang dimaksud shalat disini adalah shalat fajar (shalat subuh) dalam pendapat lain beliau memaknai shalat adalah bersyukur kepada Allah.
  2. Ibnu Abbas memaknai sebagai shalat maktubah (shalat wajib)
  3. Qatadah memaknai sebagai shalat Idul Adha dan An Nahr artinya menyembelih hewan kurban.
  4. Mujahid memaknai an nahr adalah penyembelihan hewan qurban di Mina.
  5. Said bin Jubair menyebutkan:

كانت هذه الآية، يعني قوله: (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ) يوم الحديبية، أتاه جبريل عليه السلام فقال: انحر وارجع، فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم، فخطب خطبة الفطر والنحر (1) ثم ركع ركعتين، ثم انصرف إلى البُدن فنحرها، فذلك حين يقول: (فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

Ayat ini turun pada peristiwa Hudibiyah, saat malaikat Jibril datang dan berkata kepada Rasulullah shalalallahu alaihi wasallam, kemudian Rasul bangkit dan berkhutbah hari raya Idul Fitri dan An Nahr (Hari raya kurban), lalu beliau rukuk dua kali rukuk, setelah selesai beliau menyembelih unta, saat itu beliau menyebut ayat:

(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

Dan dirikanlah shalat lalu berkurbanlah (Tafsir At Thabari,24/655)

 Makna وانحر (wan Nahr)

Menurut imam Al Mawardi ada lima:

  1. Sembelihlah hewan kurbanmu (Ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid dan Qatadah)
  2. Lanjutkan ibadahmu (Ad Dhahaq)
  3. Letakkan tangan kanan diatas tangan kiri pada waktu shalat (Ali dan Ibnu Abbas)
  4. Mengangkat tangan saat takbiratul ihram (Ali)
  5. Menghadap kiblat dalam shalat juga dalam sembelihanmu ( Abu Al Ahwash)-Tafsir Al Mawardi, 6/355)

Korelasi ayat (munasabah) dengan Perjanjian Hudaibiyah

1. Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke-6 hijriyah

2. Rasulullah bermaksud menunaikan umrah dan mengajak kaum muslimin yang berada di Madinah untuk menunaikan umrah sebagai salah satu ajaran Islam, saat Rasulullah menyampaikan mimpi beliau dengan para sahabat, sedang memasuki Masjidil Haram, mengambil kunci Ka’bah, menunaikan umrah, tawaf dan bercukur rambut (tahalul). Setelah dikabarkan mimpi tersebut, para sahabat senang sekali dan bersiap-siap untuk menuju Mekkah.

3. Kaum muslimin berjumlah 1400 orang, keluar bersama unta-unta mereka, tanpa membawa senjata, bukti mereka tidak ingin berperang.

4. Kaum musyrik Quraisy berusaha menghalangi kaum muslimin, setelah kaum Muslimin tiba di Usfan (sekitar 80 km dari Mekah), Busra bin Sufyun datang dengan membawa kabar tentang Quraisy yang telah mengetahui kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka telah menyiapkan pasukan untuk menghalangi kaum Muslimin memasuki Mekah. Dan Khalid bin Walid dengan pasukan kudanya sudah sampai di daerah Kura’ al-Gamim yang jaraknya dengan Mekah sekitar 64 km.

5. Untuk menghindari pertempuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil jalan alternatif melalui Tsaniyyatil Mirar yaitu nama suatu tempat Hudaibiyah.

6. Rasulullah mengirim utusan untuk bernegosiasi menegaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk umrah, lalu memilih Umar bin Khattab, namun Umar menolak

يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس لي بمكة أحد من بني كعب يغضب لي إن أوذيت، فأرسل عثمان بن عفان، فإن عشيرته بها، وإنه مبلغ ما أردت، فدعاه، وأرسله إلى قريش

“Wahai Rasulullah saya khawatir terhadap diri saya sendiri dari orang-orang Quraisy. (karena) di Mekah tidak ada satu pun Bani Adiy bin Ka’ab yang bisa menolongku, sementara kaum Quraisy sudah mengetahui bagaimana permusuhannku dan bagaimana kerasnya aku terhadap mereka. Saya akan tunjukkan orang yang lebih terpandang di mata kaum Quraisy daripada aku yaitu Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu, kemudian beliau memanggil Utsman dan mengutusnya kepada Quraiys. (Shafiyurrahman al Mubarakfury, Ar Rahiqil Makhtum, 1/311)

7. Lama berselang waktu, tersiar kabar bahwa Utsman bin Affan terbunuh, kemudian Rasulullah memanggil para sahabat untuk berjanji setia (bai’at) untuk sabar membela Islam, setia dan siap mati untuk Islam, dan tidak akan berkhianat dalam peperangan.semua sahabat berbaiat di bawah sebuah pohon kecuali seorang munafiq yang bernama Jad bin Qais.

Baiat inilah yang dikenal dengan Baiatur Ridhwan, seperti disebutkan dalam firman Allah:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

 Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (QS. Al Fath:18)

8. Isi perjanjian Hudaibiyah

  • Rasulullah tidak diperkenankan memasuki Mekkah untuk mengerjakan umrah tahun ini harus kembali, namun boleh melakukannya tahun depan.
  • Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama 10 tahun
  • Suku-suku lain yang akan ingin ikut dalam perjanjian dibolehkan masuk kedalam barisan kedua belah pihak tersebut.
  • Orang Quraisy yang melarikan diri ke Madinah tanpa izin walinya lalu bergabung dengan Rasulullah segera dikembalikan ke Mekkah, sedangkan orang Madinah melarikan diri ke Mekkah maka tidak boleh dikembalikan.

9. Beberapa Sahabat tidak setuju dengan isi perjanjian

a. Ali bin Abi Thalib terdiam

Dari butir-butir perjanjian tersebut terlihat Rasulullah “mengalah” kepada Quraiys Mekkah, Beliau memanggil Ali bin Abi Thalib untuk menulis kalimat:

 بسم الله الرحمن الرحيم

(Bismillahirrahmanirrahim) lalu seorang Quraiys bernama Suhail  datang merevisi seraya berkata,” Aku tidak mengenal Ar Rahman”, rubahlah kalimat itu dengan kalimat:

بسمك اللهم (bismika Allaumma). Lalu Suhail berkata  disini tertulis kalimat rasulullah رسو الله  , ia berkata,” Jika engkau Rasul tentu kami tak kan menolakmu ke Baitullah rubahlah kalimat itu dengan namamu dan orang tuamu, محمد بن عبد الله  (Muhammad bin Abdullah)  lalu Nabi bersabda,” Aku adalah Rasulullah, meski engkau mendustaiku”. Dan Nabi memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk merubahnya, namun Ali tidak setuju dan cenderung diam, hingga akhirnya Nabi menghapusnya dengan tangannya sendiri.

b. Umar bin Khattab

Salah seorang sahabat yang merasa paling terpukul adalah Umar bin Khattab dalam dialognya dengan Rasulullah:

يا رسول الله ألسنا على حق وهم على باطل؟ قال: بلى. قال: أليس قتلان في الجنة وقتلاهم في النار؟ قال: بلى. قال: ففيم نعطي الدنية في ديننا، ونرجع ولما يحكم الله بيننا وبينهم، قال: «يا ابن الخطاب إني رسول الله ولست أعصيه، وهو ناصري، ولن يضيعني أبدا» قال: أو ليس كنت تحدثنا أنا سنأتي البيت فنطوف به؟ قال: بلى، «فأخبرتك أنا نأتيه العام؟ قال: لا. قال: فإنك آتيه ومطوف به

Wahai Rasulullah bukankah kita dalam kebenaran dan mereka dalam kebathilan? Nabi menjawab,” Tentu”. Bukanlah kita jika terbunuh masuk surga dan mereka masuk neraka?”. Nabi menjawab,”Tentu”. Umar berkata,”Mengapa kita merendahkan agama kita”? maka hendaknya kita kembali kepada hukum Allah antara kita dan mereka”. Nabi bersabda,”Wahai Ibnu Khattab aku adalah Rasulullah, aku tak bermaksiat kepada Allah, Dia adalah penolongku, Dia tak kan meninggalkanku selamanya”. Umar berkata,”Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan tawaf di Baitullah?”. Nabi bersabda,”Benar, (akan tetapi) apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatangingya pada tahun ini?” Umar berkata,Tidak”. Lalu Nabi bersabda,” Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan melakukan thawaf.” ( Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqil Makhtum,(Beirut: Darul Hilal) juz 1/317)

Dengan gundah, kemudian Umar mendatangi Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan mengutarakan perkataan yang sama seperti yang diutarakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian Abu Bakar Radhiyallahu anhu mengingatkan Umar Radhiyallahu anhu , “Sesungguhnya ia adalah benar-benar utusan Allah dan dia tidak sedang bermaksiat kepada Rabbnya dan Dialah penolongnya, patuhilah perintahnya ! Demi Allâh Azza wa Jalla sesungguhnya ia di atas kebenaran. (HR. al-Bukhari/al-Fath (11/167- 178/ no:2731,2732) dan (12/271/ no:3182) dan Muslim (3/1412/no:1785) dan Ahmad (4/325) dengan sanad yang hasan)

10. Nabi tahalul

Diceritakan dalam ar Rahiqil Makhtum kisah tahalulnya Rasulullah:

ولما فرغ رسول الله صلى الله عليه وسلم من قضية الكتاب قال: قوموا، فانحروا، فو الله ما قام منهم أحد حتى قال ثلاث مرات، فلما لم يقم منهم أحد قام فدخل على أم سلمة، فذكر لها ما لقي من الناس، فقالت: يا رسول الله أتحب ذلك؟ أخرج، ثم لا تكلم أحدا كلمة حتى تنحر بدنك، وتدعو حالقك فيحلقك، فقام فخرج فلم يكلم أحدا منهم حتى فعل ذلك، نحر بدنه، ودعا حالقه فحلقه، فلما رأى الناس ذلك قاموا فنحروا، وجعل بعضهم يحلق بعضا

Setelah selesai persoalan penulisan perjanjian, nabi bersabda,”Bangkitlah semua dan sembelihlah hewan, namun tak seorangpun menyambutnya hingga beliau memanggil sebanyak tiga kali. Lalu Beliau menemui kepada Ummu Salamah dan menceritakan hal yang terjadi, lalu Ummu Salamah berkata,”Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin mereka mengikutimu?”.” Keluarlah, jangan bicara kepada seorangpun hingga engkau menyembelih untamu, kau panggil tukang cukurmu untuk mencukurmu, lalu Nabi keluar, tidak bicara kepada siapapun dan melakukan apa yang disampaikan oleh Ummu Salamah. Saat orang-orang melihat, mereka melakukan apa yang Rasulullah lakukan dan memoton hewan, mereka saling bercukur seolah seperti hendak membunuh satu sama lain. (ar Rahiqil Makhtum, 1/314)

والله أعلم

🖊 Fauzan Sugiyono Lc, M.A.

Langit Adalah Kiblatnya Doa

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ust, sy lihat di YouTube Perdebatan tentang kiblat doa itu ke langit. Masing-masing ngegas banget ama pendapatnya. Itu mana yang benar? Jzkllh

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim…

Masalah ini diperselisihkan para ulama,mayoritas ulama mengatakan kiblatnya doa adalah langit, sebagaimana kiblatnya shalat adalah ka’bah. Bagi mereka, berdoa menghadap ke langit dan mengangkat kedua tangan ke langit bukan berarti Allah Ta’ala di langit, tapi karena kiblatnya doa memang ke langit.

Namun sebagian ulama mengatakan kiblat doa dan shalat itu sama yaitu ka’bah.Mereka menilai kiblat doa adalah ke langit sebagai pendapat yg tidak dikenal di generasi salaf.

Kemudian, dalil pihak mayoritas bahwa kiblatnya doa adalah langit, yaitu firman Allah Ta’ala:

وَفِي ٱلسَّمَآءِ رِزۡقُكُمۡ وَمَا تُوعَدُونَ

Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.

(QS. Adz-Dzariyat, Ayat 22)

Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan:

وقال غيره ممن أجازه – وهم الأكثرون -: إن السماء قبلة الدعاء كما أن الكعبة قبلة الصلاة، فلا ينكر رفع [الأبصار والأيدى] (3)، إلى جهتها، قال الله تعالى: {وَفِى السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدونَ}

Ulama lain mengatakan -yaitu pihak yg mengatakan bolehnya berdoa memghadap langit- dan itu adalah pendapat MAYORITAS, bahwasanya LANGIT ADALAH KIBLATNYA DOA, sedangkan ka’bah adalah kiblatnya shalat. Maka, tidaklah diingkari mengangkat pandangan mata dan kedua tangan (ketika Doa) menuju arah langit. Allah Taala berfirman: Dan di langit adanya  rezeki kalian dan apa-apa yang dijanjikan (kepada kalian).

(Ikmal Al Mu’lim, 2/341)

Imam an Nawawi juga mengutip dari Al Qadhi ‘Iyadh:

وَاخْتَلَفُوا فِي كَرَاهَة رَفْع الْبَصَر إِلَى السَّمَاء فِي الدُّعَاء فِي غَيْر الصَّلَاة فَكَرِهَهُ شُرَيْح وَآخَرُونَ ، وَجَوَّزَهُ الْأَكْثَرُونَ ، وَقَالُوا : لِأَنَّ السَّمَاء قِبْلَة الدُّعَاء كَمَا أَنَّ الْكَعْبَة قِبْلَة الصَّلَاة ، وَلَا يُنْكِر رَفْع الْأَبْصَار إِلَيْهَا كَمَا لَا يُكْرَه رَفْع الْيَد . قَالَ اللَّه تَعَالَى : { وَفِي السَّمَاء رِزْقكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ }

“Para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu shalat. Syuraih dan lainnya memakruhkan hal itu, namun mayoritas ulama membolehkannya.Mereka (mayoritas) mengatakan: karena langit adalah kiblatnya doa sebagaimana kabah adalah kiblatnya shalat, dan tidaklah diingkari menengadahkan pandangan ke langit sebagaimana tidak dimakruhkan pula mengangkat tangan (ketika berdoa). Allah Taala berfirman: Dan di langit adanya  rezeki kalian dan apa-apa yang dijanjikan (kepada kalian).

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/171. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Hal ini juga dikatakan para imam lainnya:

– Imam Abu Sa’id al Mutawlli asy Syafi’i dalam Kitab al Mughanni (hal.15)

– Imam Ibnul ‘Arabi al Maliki dalam al Masalik fi Syarh Muwaththa’ Malik (3/306)

– Imam Ibnu Hajar al Asqalani asy Syafi’i dalam Fath al Bari (2/233)

– Imam as Suyuthi asy Syafi’i dalam Syarh Sunan Ibni Majah (1/73)

– Imam ath Thibiy dalam Syarh al Misykah al Mashabih (3/1071)

– Imam Badruddin al ‘Aini al Hanafi dalam Syarh Abi Daud (4/136)

– Imam Murtadha az Zabidi al Hanafi dalam Ittihaf as Saadah al Muttaqin. (5/34-35)

– Imam Al Munawi asy Syafi’i dalam Faidhul Qadir (5/398)

– Imam Ibnul Mulaqqin asy Syafi’i dalam At Taudhih Li Syarh al Jaami’ ash Shahih (7/36)

– Imam Ali al Qari al Hanafi dalam Syarh al Fiqh al Akbar (hal. 199)

– Imam al Bayadhi al Hanafi dalam Isyarat al Maram (hal. 198)

– Imam Abul Hasan as Sindi dalam Syarh Sunan Ibni Majah (1/323)

– Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri dalam Mir’ah al Mafatih (3/349)

– Dll

Sementara itu sebagian lain menolak pendapat tersebut. Bagi mereka kiblatnya doa dan shalat itu sama.Kiblatnya doa ke langit dinilai pendapat yang tidak ada pendahulunya dari ulama salaf.

Imam Ibnu Abi al ‘Izz al Hanafi mengatakan:

أن قولكم : إن السماء قبلة للدعاء – لم يقله أحد من سلف الأمة ، ولا أنزل الله به من سلطان ، وهذا من الأمور الشرعية الدينية ، فلا يجوز أن يخفى على جميع سلف الأمة وعلمائها

Pekataan kalian “Langit adalah Kiblatnya doa”, tidak ada yang mengatakan demikian satu pun dari salafnya umat ini. Allah tidak pernah menurunkan kuasa dengan pendapat demikian. Ini adalah perkara agama yang syar’i, maka tidak boleh hal itu samar bagi semua salaf dan ulamanya.

(Syarh al ‘Aqidah ath Thahawiyah, hal. 327)

Ini juga diikuti para ulama lain seperti:

– Syaikh Abul Barakat Khairuddin al Alusi dalam Jala’ul ‘Aynain (hal.410)

– Syaikh Abul Ma’ali al Alusi dalam Ghayatul Amani (1/571)

– Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin ‘Isa dalam Taudhih al Maqashid (1/400)

– Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi dalam Fatawa wa Rasail (hal.260)

– Syaikh al Albani dalam As Silsilah adh Dha’ifah no. 6204

– Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid dalam Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 126154

– DLL

Semoga perbedaan pandangan dalam hal ini tidak menjadi sebab robeknya persatuan kaum muslimin. Mana pun pendapat yang kita ikuti masing-masing pendapat juga terdapat para imam Ahlus Sunnah yang kredible ilmu, taqwa, dan akhlak nya.

Perdebatan masalah ini belasan abad lamanya dan belum ada kata final. Sebaiknya masalah ini tidak sampai menghabiskan waktu, pikiran, dan tenaga kita, sebab masih sangat banyak PR keumatan yang belum terselesaikan seperti pemurtadan, kemiskinan, penjajahan yg dialami sebagian negeri muslim,diusirnya umat Islam dari negerinya sendiri, dsb.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 2)

Jika Pertolongan Allah Tiba

إِذا جاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (QS. An Nashr [110]:1)

Makna Mufrodat

النصر: العون أو الإعانة على تحصيل المطلوب وَالْفَتْحُ تحصيل المطلوب الذي كان متعلقا أو موقوفا

An Nashr (pertolongan) atau bantuan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dan Al Fath (kemenangan) adalah terkabulnya keinginann yang diharapkan yang sebelumnya tertunda atau terhalang. (Wahbah Zuhaily, Tafsir Al Munir, 30/448)

إِذا

“jika”

Menurut Syekh Yusuf Al Qardhawi, kata إذا  adalah keterangan waktu yang berfungsi kata bersyarat, yang membutuhkan jawaban sari syarat itu (jawabu asy syart)[1]

Makna ‘Al Fath”

Ibnu Jarir At Thabari memaknai, Al Fath (kemenangan) dalam ayat ini adalah Fathu Makkah.

Syekh Yusuf Al Qardawi menafsirkan bahwa datangnya pertolongan Allah pada Fathu Makkah merupakan bentuk kasih sayang Allah yang berulang-ulang kepada Rasulullah dan kaum muslimin, karena sebelum Fathu Makkah Allah menunjukkannya kepada kaum muslimin, diantaranya:

✅ Allah menolong Rasulullah saat bersama Abu Bakar Siddik di Gua Tsur, pada peristiwa hijrah ke Madinah. Seperti termaktub dalam firman Allah:

إلاَّ تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُما فِي الْغارِ إِذْ يَقُولُ لِصاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْها وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (40)

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah: 40)

✅ Pertolongan Allah pada perang Khandak (bulan Syawal tahun 5 Hijriyah)

✅ Pertolongan Allah pada perang Khaibar (7 H) Sulhu Al Hudaibiyah (akhir tahun ke 6 Hijriyah)

✅ Pertolongan Allah pada peristiwa Fathu Makkah

Kisah Fathu Makkah

Abdul Malik Bin Hisyam menyebutkan dalam sirahnya, bahwa peristiwa Fathu Makkah terjadi pada tahun ke 8 hijriyah di bulan Ramadhan.[2] Adapun kejadian sebelum Fathu Mekkah adalah Perjanjian Hudaibiyah yang salah satu butirnya adalah gencatan senjata antara kaum muslimin dan kaum Quraisy Mekkah selama 10 tahun. Tersebutlah dua kabilah pada saat itu Bani Bakr yang masuk ikut dalam barisan perjanjian kaum Quraiys, dan Bani Khuza’ah masuk dalam barisan perjanjian kaum Muslimin. Terjadilah perselisihan diantara kedua kabilah tadi, akibatnya terjadilah penyerangan Bani Bakr yang mendukung Quraisy Mekkah kepada Bani Khuza’ah yang hingga timbul korban. Tokoh-tokoh Quraiyspun turut serta dalam penyerangan tersebut.Abu Sofyan sebagai pemimpin Quraisy Mekkah merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, lalu orang kafir Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya. Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menyiapkan senjata dan perlengkapan perang secara rahasia. Beliau mengajak semua shahabat untuk menyerang Makkah. Berangkatlah kaum muslimin bersama 10.000 pasukan lengkap menuju Mekkah. Meski sebelumnya seorang Sahabat Hatib bin Baltha’ah membocorkan rahasia penyerangan ke Mekkah ini, hingga membuat Umar bin Khattab berang, lalu Rasulullah menengahi bahwa maksud Hatib bin Baltha’ah adalah khawatir kepada keselamatan sanak saudaranya di Mekkah akan kedatangan kaum muslimin dan ia tidak bermaksud buruk. Singkatnya, kemudian Rasulullah masuk ke Mekkah, Khalid bin Walid ditempatkan di sayap kanan untuk memasuki Makkah dari dataran rendah dan menunggu kedatangan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Shafa. Sementara Zubair bin Awwam memimpin pasukan sayap kiri, membawa bendera Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan memasuki Makkah melalui dataran tingginya.

Syekh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri menceritakan dalam sirahnya, Rasulullah kemudian memasuki Masjidil Haram serta membersihkan berhala-berhala didalam dan disekitarnya yang berjumlah 360 berhala, beliau juga mencium hajar Aswad dan tawaf seraya membaca firman Allah:[3]

وَقُلْ جاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْباطِلُ إِنَّ الْباطِلَ كانَ زَهُوقاً

Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap (Qs. Al Isra [17]:81)

Kemudian Rasulullah melaksanakan shalat didepan ka’bah dan berceramah dihadapan kaum Quraisy.

يا معشر قريش، ما ترون أني فاعل بكم؟ قالوا: خيرا، أخ كريم وابن أخ كريم، قال: فإني أقول لكم كما قال يوسف لإخوته: لا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ اذهبوا فأنتم الطلقاء

“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian? Merekapun menjawab, “Yang baik-baik, sebagai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia. Beliau bersabda,“Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!”

Begitu lembutnya hati Rasulullah memaafkan kaum Quraisy yang dahulu menyusahkan beliau dan para sahabat, seandainya mau tentu beliau bisa memerangi dan membunuh mereka semua, namun keluhuran akhlak beliaulah Mekkah ditaklukkan tanpa pertumpahan darah. Lalu Rasulullah menetap di Mekkah selama 19 hari, mengarahkan manusia kepada petunjuk Allah, memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan dan mengadili para pembangkan dari kaum Quraisy serta membersihkan sisa-sisa kemusyrikan. Sebuah penaklukan yang besar, kemenangan yang abadi dalam sejarah Islam.

Penjelasan Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya:[4]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: ” إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ” دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ  وَقَالَ: “إِنَّهُ قَدْ نُعِيت إِلَيَّ نَفْسِي”، فَبَكَتْ ثُمَّ ضَحِكَتْ، وَقَالَتْ: أَخْبَرَنِي أَنَّهُ نُعيت إِلَيْهِ نفسُه فَبَكَيْتُ، ثُمَّ قَالَ: “اصْبِرِي فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِي لِحَاقًا بِي” فَضَحِكْتُ

Dari Ibnu Abbas berkata, saat turun ayat:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, memanggil Fatimah, dan bersabda,” Ini adalah ucapan belasungkawa terhadapku. Lalu Fatimahpun menangis, tak lama kemudian tertawa, dan berkata,” Rasulullah mengabarkan kepadaku bahwa ayat tersebut adalah ungkapan belasungkawa kepadanya, lalu aku menangis, kemudian Nabi bersabda,”Bersabarlah Fatimah, sesungguhnya kamu adalah keluargaku yang pertama yang akan menyusulku, lalu aku tertawa”.(Dalalil Nubuwah, 7/167)

والله أعلم

✏ Fauzan Sugiono Lc, M.A.


[1] Yusuf Al Qaradhawi, Tafsir Juz Amma, 546

[2] Abdul Malik bin Hisyam (213 H), Sirah Nabawiyah, (Mesir 1375 H), 2/389

[3] Ar Rakhiq Al Makhtum, Shafiyur Rahman Al Mubarakfuri (Damaskus:427), 1/343

[4] Tafsir Ibnu Katsir, 8/509


Serial Tafsir Surat An-Nashr

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 1)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 2)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 3)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 4)

Mengumrahkan Ortua atau Membelikannya Kendaraan?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Asalamualaikum wr wb saya mau bertanya mana yang harus didahulukan berangkat umroh atau membelikan alat transportasi untuk orang tua? Ary, Jawa Tengah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Kedua-duanya sama-sama kemuliaan bagi anak, sebab itu bagian dari bakti anak kepada orgtuanya. Lalu, mana yang didahulukan?

Ada dua tinjauan:

1. Tinjauan hukum

Kewajiban Umrah diperselisihkan para ulama. SEBAGIAN mengatakan wajib yaitu sekali seumur hidup. Sebagian mengatakan sunnah muakkadah.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi Rahimahullah menjelaskan:

العمرة فرض عين في العمر مرة واحدة – كالحج – على التفصيل السابق من كونه على الفور أو التراخي، وخالف المالكية، والحنفية……
المالكية، والحنفية قالوا: العمرة سنة مؤكدة في العمر مرة لا فرض، لقوله صلى الله عليه وسلم: “الحج مكتوب، والعمرة تطوع” رواه ابن ماجة. وأما قوله تعالى: {وأتمو الحج والعمرة لله} فهو أمر بالاتمام بعد الشروع، والعبادة متى شرع فيها يجب إتمامها ولو كانت نفلا، فلا يدل على الفرضية

Umrah itu fardhu ‘ain sekali seumur hidup seperti haji berdasarkan penjelasan sebelumnya baik dilakukan segera atau menundanya, namun Malikiyah dan Hanafiyah menyelisihi pendapat ini…

Malikiyah dan Hanafiyah mengatakan Umrah itu sunnah muakkadah sekali seumur hidup. Berdasarkan hadits: “Haji itu wajib, Umrah itu tathawwu’ (sunnah)” (HR.Ibnu Majah)

Ada pun firman Allah Ta’ala: “Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah”, adalah perintah untuk menyempurnakan ibadah setelah disyariatkan. Ibadah itu setelah disyariatkan memang mesti disempurnakan walau ibadah sunnah, dan itu tidak menunjukkan kewajiban. (Al Fiqh ‘alal Madzahib al Arba’ ah, juz. 1, hal. 615)

Sementara itu membelikan kendaraan atau alat transportasi, hukum asalnya adalah mubah. Ini bagian hajat duniawi yang boleh-boleh saja. Dan bisa menjadi ibadah bagi si anak, jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala melalui cara ini, agar mobilitas orangtuanya menjadi lebih ringan. Di sisi ini, maka umrah lebih diutamakan. Sebab kaidahnya adalah mendahulukan kepentingan yang wajib atau sunnah dibanding keperluan yang mubah.

Dalam kondisi mendesak, bisa jadi membelikan kendaraan menjadi sunnah atau wajib, tapi ini berpulang kepada analisa anaknya: sudah sejauh mana kebutuhan orgtuanya thdp kendaraan tersebut? Atau sekedar pemberian hiburan untuk menyenangkan hatinya?

2. Tinjauan teknis

Membelikan kendaraan itu lebih mudah apalagi jika belinya cash. Kita bisa beli pagi, siangnya sudah bisa kita bawa pulang. Sehingga ortua kita sudah bisa kita ringankan sebagian beban kehidupannya.

Ada pun umrah, mesti banyak yang diurus, kesehatan, pasport, visa, kadang juga antrian. Daftar sekarang berangkat mungkin bulan depan. Itu jika kondisi normal. Ada pun kondisi pandemi saat ini (walau sdh mereda) sederetan prosedur harus dilewati. Bahkan bisa tertunda tidak jelas kapan waktunya. Anggaplah itu bagian dari jihad bagi yang ingin umrah.

Dari sisi ini, memilih yang lebih mudah di antara dua hal adalah hal yang utama. Sebagaimana Aisyah Radhiallahu ‘Anha pernah bercerita:

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْه

“Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam dihadapkan dua perkara melainkan dia akan memilih yang lebih ringan, selama tidak berdosa. Jika mengandung dosa, maka dia paling jauh darinya. ”

(HR. Al Bukhari No. 3560, dan MuslimNo. 2327)

Masalah ini bukan antara SALAH dan BENAR, apalagi HAQ dan BATIL. Ini hanyalah masalah mana yang lebih utama dan utama, sebab keduanya sama-sama kebaikan, sama-sama amal shalih.

Seandainya memilih mengumrahkan maka itu kebaikan, seandainya memilih membelikan kendaraan buat orangtua dulu dengan pertimbangan jadwal umrah yang belum jelas, itu juga kebaikan.

Semoga ini bisa jadi pertimbangan, jangan lupa istikharah dan musyawarah dengan keluarga.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top