Jangan Ganggu Tetangga

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Tetangga saya memelihara ayam banyak sekali dan sudah bertahun2 sampai sekarang masih, ayamnya itu dilepas liarkan sehingga membuat saya dan tetangga2 lainnya setiap hari kedatangan “kotoran ayam2 tersebut”, saya sudah berulang kali menyindir tetangga saya ketika saya mengeluh membersihkan kotoran ayam2 tersebut, tapi tidak pernah ada perubahan. Ayamnya pun kalau hujan dibiarkan begitu saja, kedinginan dan sebagainya. Jika saya menegur secara langsung saya tidak enak dan pasti beliau akan mencari2 kesalahan saya. Kira2 dosa tidak tetangga macam begitu? Padahal dia tau dia salah, dia sudah membuat tetangga2nya tidak nyaman dengan kotoran ayam2nya bertahun2, dan membiarkan ayam2nya kehujanan dan kedinginan. (Ibu D, Tegal)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Salah satu ciri orang beriman adalah berlaku baik dengan tetangga dan jangan mengganggunya.

Sebagaimana hadits:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya. (HR. Bukhari no. 6136)

Tentunya sikap tetangga yang Anda ceritakan tersebut, yang tidak peduli keluhan tetangga lainnya dengan kotoran ayam miliknya yang begitu banyak, tidaklah mencerminkan hidup bertetangga yang baik.

Cukuplah seseorang disebut jahat ketika dia membuat tidak nyaman tetangganya. Hal ini sebagaimana hadits berikut:

َ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya. (HR. Muslim no. 46)

Oleh karena itu sebaiknya sampaikan dgn baik, dgn bahasa yang santun dan momen yang tepat, agar dia bertanggungjawab atas hewan peliharaannya.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan

Percikan Air Kencing ke Kolam

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Bagaimana cara menyucikan air bak mandi yang kurang dari 2 qullah yang terkena percikan kencing? Nor, Jawa Tengah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Sebelumnya yang perlu dibahas adalah percikan air kencing ke air kolam, apakah membuat air kolam itu berubah najis juga? Kata “percikan” mengesankan tidak banyak, berbeda dgn menumpahkan air kencing ke dalam kolam tentu beda lagi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

“Sesungguhnya air itu suci, dan tidak ada suatu apa pun yang bisa menajiskannya.” [1]

Jika kita pakai hadits ini saja, tentu kita akan berpikir air tidak bisa jadi najis, apa pun yang terjadi pada air itu. Tapi tidak demikian kenyataannya. Sebab, kita dapati riwayat lain:

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ, إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ, وَلَوْنِهِ – أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ

Dari Abu Umamah Al Baahili Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Bersabda Rasulullah ﷺ: “Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang menajiskannya, kecuali apa-apa yang bisa mengubah baunya, rasanya, dan warnanya.” [2]

Walau hadits ini dhaif tapi secara makna shahih, Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:

قال ابن المنذر: قد أجمع العلماء: على أن الماء القليل والكثير إذا وقعت فيه نجاسة فغيرت له طعماً، أو لوناً، أو ريحاً فهو نجس، فالإجماع هو الدليل على نجاسة ما تغير أحد أوصافه، لا هذه الزيادة

“Berkata Ibnul Mundzir: “Para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa air yang sedikit dan banyak, jika terkena najis lalu berubah rasa, warna, dan aroma, maka dia menjadi NAJIS.” Maka, ijma’ adalah merupakan dalil atas kenajisan sesuatu yang telah berubah salah satu sifat-sifatnya, bukan berdalil pada kalimat tambahan hadits ini. “ [3]

Jadi, yang menjadi standar adalah apakah air itu berubah sifatnya atau tidak. Jika ada perubahan aroma, atau warna, atau rasa, maka air tersebut menjadi najis.

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ إِذَا خَالَطَتْهُ نَجَاسَةٌ، وَغَيَّرَتْ أَحَدَ أَوْصَافِهِ، كَانَ نَجِسًا، سَوَاءٌ أَكَانَ الْمَاءُ قَلِيلاً أَمْ كَثِيرًا. قَال ابْنُ الْمُنْذِرِ: أَجْمَعَ أَهْل الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ الْقَلِيل وَالْكَثِيرَ إِذَا وَقَعَتْ فِيهِ نَجَاسَةٌ، فَغَيَّرَتْ لِلْمَاءِ طَعْمًا أَوْ لَوْنًا أَوْ رَائِحَةً أَنَّهُ نَجِسٌ مَا دَامَ كَذَلِكَ.وَاخْتَلَفُوا فِي الْمَاءِ إِذَا خَالَطَتْهُ نَجَاسَةٌ وَلَمْ تُغَيِّرْ أَحَدَ أَوْصَافِهِ عَلَى قَوْلَيْنِ:

Ahli fiqih sepakat bahwa air yang tercampur najis dan berubah salah satu sifatnya maka itu menjadi najis, baik air itu sedikit atau banyak. Ibnul Mundzir mengatakan: “Ulama sepakat bahwa air yang sedikit dan banyak jika terjatuh padanya najis lalu ada perubahan rasa, atau warna, atau aroma, maka itu najis selama keadaannya seperti itu. Para ulama berbeda pendapat jika air bercampr dengan yang najis tapi TIDAK BERUBAH SIFAT SALAH SATU AIR tersebut, dalam hal ini ada dua pendapat:

الْقَوْل الأْوَّل: أَنَّ الْمَاءَ إِذَا خَالَطَتْهُ نَجَاسَةٌ وَلَمْ تُغَيِّرْ أَحَدَ أَوْصَافِهِ، فَهُوَ طَاهِرٌ سَوَاءٌ أَكَانَ كَثِيرًا أَمْ قَلِيلاً، وَهَذِهِ رِوَايَةٌ عَنْ مَالِكٍ، وَإِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ، وَبِهِ قَال بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ، وَإِلَيْهِ ذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ … الْقَوْل الثَّانِي: يُفَرِّقُ بَيْنَ كَوْنِهِ قَلِيلاً وَبَيْنَ كَوْنِهِ كَثِيرًا، فَإِنْ كَانَ الْمَاءُ قَلِيلاً يَنْجُسُ، وَإِنْ كَانَ كَثِيرًا لاَ يَنْجُسُ. وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ، وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ مَالِكٍ، وَالْمَذْهَبُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَالْمَشْهُورُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ، وَهُوَ رَأْيُ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ

Pertama. Air yang bercampur najis dan tidak ada perubahan salah satu sifatnya maka itu TETAP SUCI baik air itu sedikit atau banyak. Ini adalah salah satu riwayat dari Imam Malik, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat sebagian Syafi’iyyah, dan segolongan sahabat dan tabi’in. ….. Kedua. Dibedakan dulu antara sedikit dan banyaknya air, jika airnya sedikit maka itu najis, jika airnya banyak maka tidak najis. Inilah pendapat Hanafiyah, salah satu riwayat Imam Malik, dan madzhab Syafi’i, pendapat terkenal dari Hanabilah, ini juga pendapat segolongan sahabat dan tabi’in. (Al Mausu’ah, 39/367-368)

Jadi, jika air kolam tersebut tidak ada perubahan apa pun dari salah satu dari tiga (aeoma, rasa, warna), maka dia tetap suci menurut sebagian ulama dan tidak perlu membuang dan mengurasnya.

Ada pun jika sudah berubah, maka cara membersihkannya jika Hendaknya dikuras, disikat dindingnya karena dindingnya pasti bersentuhan dengan najisnya air kolam tersebut, lalu bilas, dan diganti air baru.

Kesimpulan:

– Jika cipratan kencing itu tidak merusak air, air itu tetap tidak berubah sifat dasarnya, yaitu aroma, rasa, dan warna, maka dia tetap suci, baik air itu jumlahnya sedikit atau banyak.

– Sementara Syafi’iyyah mensyaratkan jika sudah dua qullah maka itu tetap suci, tapi jika tidak mencapai dua qullah maka tidak mensucikan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] HR. Abu Daud no. 67

[2] HR. Ibnu Majah no. 521. Para ulama mendhaifkan hadits ini seperti Imam Asy Syafi’iy, Imam An Nawawi, Imam Ibnul Mulaqin, dll

[3] Imam Ash Shan’aniy, Subulus Salam, 1/19

Pro Kontra Hipnoterapi, Bagaimana Menyikapinya?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Saya mau tanya soal hypnotherapy. Apa boleh muslim melakukan ini? Halalkah? Erlissa

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Hipnoterapi adalah salah satu terapi (pengobatan) alternatif dengan menggunakan metode relaksasi, konsentrasi intens, dan perhatian yang terfokus agar terciptanya kesadaran yang lebih tinggi atau disebut juga dengan ‘trance’. Konon, hal ini untuk meningkatkan fokus seseorang, terutama agar lebih menerima sugesti dari terapisnya. Efeknya adalah tidurnya sistem syaraf, sehingga org tersebut sering tidak menyadari dan tidak merasakan apa yang dialaminya.

Sebagian orang ada yang menggunakannya untuk kejahatan seperti mencopet, menipu, dan ada juga untuk kebaikan seperti pengobatan, menghilangkan stress, dan memudahkan persalinan saat melahirkan.

Cara seperti ini mirip seperti sihir, sama-sama menghilangkan kesadaran orang yang disihir. Yg berbeda adalah metodenya. Sihir biasanya dibarengi dgn rapalan mantera dan alat-alat seperti benang, jarum, dll, dengan mendatangkan jin. Sedangkan Hipnoterapi menggunakan kata-kata yg mensugesti, dan pikiran fokus pasiennya. Oleh karena itu, Hipnoterapi dgn hipnosis sebagai dasarnya dianggap nau’un minas sihr (salah satu jenis dr sihir) menurut sebagian ulama.

Maka, muncullah pro dan kontra. Sebagian ulama mengharamkannya, baik dipakai dalam kebaikan, apalagi buat kejahatan. Sebagian lain membolehkan dgn syarat benar-benar bebas dari unsur yang mengandung dan mengundang syirik.

Jalan terbaik adalah tetap menghindarinya. Jika sebuah terapi alternatif seperti Hipnoterapi ini masih kontroversi secara fiqih, pihak yang membolehkan pun memberikan sejumlah syarat, sementara masih banyak cara lain yang jelas halal dan bolehnya, maka pakailah cara-cara yang jelas jalal dan bolehnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

َدَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ

Tinggalkan apa-apa yang membuat kamu ragu, beralihlah kepada apa-apa yang membuat kamu tidak ragu.

(HR. At Tirmidzi no. 2518, shahih)

Dalam hadits lainnya:

فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ

Maka barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya, tetapi siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman. Tak ubahnya seperti gembala yang menggembala di tepi pekarangan, dikhawatirkan ternaknya akan masuk ke dalamnya.

(HR. Muslim no. 1599)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan

Status Bangkai Hewan Yang Tidak Mengalir Darahnya

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Apakah bangkai binatang yang tidak memiliki darah itu najis? Lalu jika najis bagaimana cara mensucikannya? Resa, Malang

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, menurut umumnya ulama adalah tidak najis.

Dasarnya adalah hadits berikut:

إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً ، وَفِي الْآخَرِ دَاءً

“Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya ia mencelupkan ke dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.” [1]

Hadits ini menunjukkan bahwa lalat -hewan yang tidak mengalir darahnya- adalah suci. Jika dia najis, sudah pasti Nabi ﷺ akan memerintahkan membuangnya bukan mencelupnya.

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan dalam Zaadul Ma’ad:

“Hadits ini menjadi dalil yang begitu jelas bahwa Lalat yang mati dan terjatuh ke air atau benda cair tidaklah itu membuatnya menjadi najis, tidak diketahui adanya salaf yang menyelesihi ini.” Beliau juga berkata: “Kemudian hukum ini juga berlaku bagi hewan lain yang darahnya tidak mengalir seperti Lebah, Kumbang, Laba-laba, dan semisalnya.” [2]

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata: “Ada pun cicak, pendapat jumhur adalah hewan yang darahnya tidak mengalir.” [3]

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata: “Hewan yang darahnya tidak mengalir semua bagian anggota tubuhnya adalah suci dan kotorannya juga.” [4]

Imam Syamsuddin bin Syihabuddin Ar Ramli Rahimahullah – yang dijuluki Asy Syafi’iy Ash Shaghir (Asy Syafi’i Kecil)- berkata:

“Dan dikecualikan sebagai najis yaitu bangkai yang tidak mengandung darah yang mengalir pada tempat lukanya, termasuk yang pada dasarnya itu hewan memiliki darah, atau darahnya tidak mengalir, seperti cicak, tawon, kumbang, lalat, dan semisalnya. Maka, itu tidak menajiskan benda cair.” [5]

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] HR. Bukhari no. 5782

[2] Imam Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’ad, 4/111

[3] Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/129

[4] Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 1/768

[5] Imam Syamsuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 1/81

 

scroll to top