Maa Ba’da Ramadhan (Apa Setelah Ramadhan?)

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Ramadhan telah log out, tapi kebaikannya jangan sampai log out.

📌 Atmosfir dan spiritnya mesti dijaga sampai berjumpa Ramadhan selanjutnya, jika Allah Ta’ala izinkan.

📌 Tetaplah Tilawah Al Quran, walau tidak lagi sebanyak bulan Ramadhan. Itu masih lebih baik drpd tidak sama sekali.

📌 Tetaplah shalat malam, walau tidak lagi tiap malam sebagaimana tarawih, minimal satu kali sepekan. Itu masih lebih baik dari pada tidak sama sekali.

📌 Tetaplah bersedekah, walau tidak lagi sebanyak sedekah Ramadhan. Itu masih lebih baik drpd tidak sama sekali.

📌 Tetaplah mengontrol hawa nafsu dan emosi, walau kesempatan memperturutkannya begitu besar.

📌 Tetaplah memakmurkan masjid dan berjamaah, sesibuk apa pun di luar sana, kecuali ada uzur syar’i yg menghalangi.

📌 Jika semua ini.tetap konsisten, terjaga, walau sedikit, maka semoga kita termasuk hamba-hamba yang dicintai-Nya.

📌 Rasulullah ﷺ bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

Wahai manusia! Beramal-lah sesuai kemampuan kalian, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan sampai kalian sendiri yang bosan, sesungguhnya perbuatan yang paling Allah cintai adalah YANG KONSISTEN WALAU SEDIKIT. (HR. Bukhari no. 5861)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌷🌸🍀🍁🍃🌴🌻

✍️ Farid Nu’man Hasan

Serial Syarah Ringkas Hadits-Hadits Ramadhan (Hadits ke 5): Tadarus Jama’i di Masjid

💢💢💢💢💢💢💢💢

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:

وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

Jibril menemuinya (Rasulullah ﷺ) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril) bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)

Fiqhul Hadits:

– Hadits ini menunjukkan bertadarus (membaca dan mempelajari) Al Quran di malam hari saat bulan Ramadhan adalah sunnah Rasulullah ﷺ bersama malaikat Jibril ‘Alaihissalam.

– Tadarus Al Quran bersama, baik dilakukan di masjid atau di rumah bersama keluarga, bukanlah bid’ah, menuduhnya sebagai bid’ah adalah tuduhan ngawur dan kelewat batas. Bagaimana mungkin sunnah nabi disebut bid’ah?

– Jika dilakukan di masjid, maka itu sangat bagus. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Dan tidaklah sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah (maksudnya masjid, pen) dalam rangka membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi para malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk yang ada disisiNya. (HR. Muslim No. 2699)

– Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

أن قراءة الجماعة مجتمعين مستحبة بالدلائل الظاهرة وأفعال السلف والخلف المتظاهرة

Sesungguhnya berkumpulnya jamaah untuk membaca Al Quran adalah perkara yang mustahab (sunah), berdasarkan berbagai dalil yang jelas, dan perilaku para salaf, dan khalaf yang begitu jelas. (At Tibyan fi Aadab Hamalatil Quran, Hal. 71)

Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah mengatakan:

هذا دليل على فضل الإجتماع على تلاوة القرآن في المساجد

Ini adalah dalil tentang keutamaan berkumpul dalam rangka membaca Al Quran di masjid-masjid. (Syarh Al Arbain Nawawiyah, Hal. 93)

– Bagaimana bentuknya? Imam An Nawawi Rahimahullah dalam Bab fil Idarah bil Quran (Bab Bergiliran Membaca Al Quran), pada kitab At Tibyan-nya:

وهو أن يجتمع جماعة يقرأ بعضهم عشرا أو جزءا أو غير ذلك ثم يسكت ويقرأ الأخر من حيث انتهى الأول ثم يقرأ الآخر وهذا جائز حسن وقد سئل مالك رحمه الله تعالى عنه فقال لا بأس به

Yaitu jamaah berkumpul, lalu sebagian mereka membaca sepuluh ayat atau satu juz atau selain itu, kemudian mereka berhenti, dan dilanjutkan bacaannya oleh lainnya dengan melanjutkan ayat yang terakhir dibaca. Ini boleh dan bagus. Imam Malik Rahimahullah ditanya hal ini, Beliau menjawab: tidak apa-apa. (At Tibyan, Hal. 103)

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abad Al Badr hafizhahullah menambahkan:

[ (ما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله) ] بيوت الله هي المساجد، قيل: ويلحق بها دور العلم والأماكن التي تخصص للعلم ونشر العلم. قوله: [ (ويتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم) ] يعني: يقرءون كتاب الله، سواءٌ أكانت هذه القراءة بأن يقوم شخص ويقرأ ويفسر أو غيره يفسر، أم أنهم يجتمعون بحيث يقرأ واحد منهم مقداراً من القرآن ويستمع الباقون، ويكون هناك شخص يصوب قراءته ويبين ما عليه من ملاحظات، كل ذلك يدخل تحت التدارس

(Tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah di antara rumah-rumah Allah) yaitu masjid-masjid. Dikatakan: dikaitkan dengannya sebagai tempat ilmu dan tempat-tempat khusus untuk mencari ilmu dan menyebarkannya. (mereka membaca Kitabullah dan mengkajinya) yakni mereka membaca Kitabullah, keadaanya sama saja apakah ada seorang yang membaca dan menafsirkan, atau orang lain yang menafsirkan, atau mereka berkumpul dengan satu orang di antara mereka membaca sejumlah ayat Al Quran dan yang lain mendengarkan, lalu ada orang yang mengoreksi bacaannya dan menjelaskan dengan berbagai keterangan. Semua ini termasuk makna tadarus. (Lihat Syarh Sunan Abi Daud [175])

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Nasib Umat Yang Takut Berkata “Hei Zalim! ” Kepada Orang Zalim

💢💢💢💢💢💢

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَيْتَ أُمَّتِي تَهَابُ الظَّالِمَ أَنْ تَقُولَ لَهُ أَنْتَ ظَالِمٌ فَقَدْ تُوُدِّعَ مِنْهُمْ

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: bersabda Rasulullah ﷺ:

Jika Engkau melihat umatku takut kepada orang zalim untuk berkata kepadanya “ENGKAU ZALIM” maka mereka telah ditinggalkan/dibiarkan.

(HR. Ahmad, Al Hakim berkata: shahih. Disepakati Adz Dzahabi)

Syarhul Hadits:

– Hadits ini menceritakan kondisi umat yang lemah, sekadar menyatakan pendapat “Anda Zalim” kepada orang zalim pun ketakutan.

– Ketakutan itu muncul baik karena keberingasan orang zalim tersebut atau keberingasan pendukungnya atau peraturan yang dibuat oleh mereka

– Kondisi ketakutan umat seperti itu, justru membuat mereka terus-terusan dizalimi. Pelaku kezaliman kenikmati diamnya mereka

– Itulah dikatakan diujung hadits: tuwuddi’a minhum, maksudnya:

أي تودعهم الله وتركهم لاستواء وجودهم وعدمهم، واستنبط منه أن ترك إنكار المنكر من أسباب خذلان الله للأمة

Allah Ta’ala akan tinggalkan dan membiarkan mereka karena keberadaan mereka sama seperti tidak ada, pelajarannya adalah meninggalkan nahi mungkar termasuk di antara sebab Allah hinakan sebuah umat.

– Al Munawi menyatakan bahwa memanggil orang zalim dengan “Hai Zalim” adalah nadb (anjuran/sunnah), jika memang tidak ada bahaya bagi orang banyak saat mengucapkan itu.

– Sedangkan nasib bagi orang-orang zalim adalah sbb: dari Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu, RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

سَيَكُونُ أَئِمَّةٌ مِنْ بَعْدِي يَقُولُونُ وَلا يُرَدُّ عَلَيْهِمْ، يَتَقَاحَمُونَ فِي النَّارِ كَمَا تَتَقَاحَمُ الْقِرَدَةُ “

Akan datang para pemimpin setelahku yang ucapan mereka tidak bisa dibantah, mereka akan masuk ke neraka berdesa-desakkan seperti kera yang berkerubungan.

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 925, Al Awsath No. 5311, Abu Ya’la, No. 7382, menurut Syaikh Husein Salim Asad: isnadnya shahih)

Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Serial Syarah Ringkas Hadits-Hadits Ramadhan (Hadits 4)

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور

“Pemisah antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)

Fiqhul Hadits:

– Hadits ini menunjukkan bahwa Ahli Kitab juga berpuasa, bahkan dahulu mereka diperintah Allah Ta’ala berpuasa Ramadhan. Hanya saja para ahbaar (pendeta) mereka mengubah puasa Ramadhan menjadi 50 hari, dan memindahkan puasa Ramadhan yang biasanya di musim panas ke musim semi. (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Quran, 2/274)

– Kata fashlu, menunjukkan al faariq (pemisah) dan al mumayyiz (pembeda), yang menunjukkan perbedaan puasa kita dengan Ahli Kitab. Mereka tidak sahur, maka hendaknya menyelisihi mereka, sehingga kita disunnahkan (mustahab) untuk sahur. (An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/208).

– Menurut Ibnul Mundzir, sahur bukanlah wajib tapi mandub dan mustahab, sepakat segenap umat ini atas hal itu (ijma’), dan tidak berdosa meninggalkannya. (Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/455. Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmal Al Mu’lim, 4/33, Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 4/45). Mandub dan Mustahab adalah istilah lain dari sunnah menurut tradisi sebagian mazhab.

– Rasulullah ﷺ sendiri pernah tidak sahur, yakni saat ingin sarapan pagi, ternyata Aisyah Radhiallahu ‘Anha mengatakan sedang tidak ada makanan di rumah. Maka, Rasulullah memilih untuk puasa saja. (HR. Muslim no. 1154). Ini menunjukkan Beliau puasa tanpa sahur, ini terjadi pada puasa sunnah, sebab tidak mungkin Rasulullah ﷺ minta sarapan di bulan Ramadhan.

– Anjuran sahur menunjukkan agama ini mengajarkan kemudahan, tidak mengajarkan kesulitan bagi umatnya. (Al Khathabi, Ma’alim as Sunan, 2/103-104), Al Qurthubi mengatakan sahur adalah kekhususan umat ini untuk meringankan saat berpuasa. (As Suyuthi, Syarh ‘ala Shahih Muslim, 3/197)

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top