Serial Syarah Ringkas Hadits-Hadits Ramadhan (Hadits 3)

َ💢💢💢💢💢💢💢💢💢

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa meninggal dunia dan memiliki utang puasa maka walinya berpuasa untuknya”. (HR. Bukhari no. 1952, Muslim no. 1147)

Fiqhul Hadits:

Menurut Al Khathabi, hadits ini tentang utang puasa Ramadhan dan puasa Nazar. (Al Khathabi, Ma’alim as Sunan, 2/122) Begitu pula kata Abu Tsaur. (Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 9/28)

Hadits ini menjadi dalil bagi sebagian ulama mengqadha puasa wajib yang pernah ditinggal oleh mayit tersebut.

Namun menurut Imam Ash Shan’ani masalah ini sebenarnya ada tiga pendapat: wajib qadha dengan puasa, boleh saja, dan tidak boleh qadha sebab itu ibadah badan (yang tidak bisa diwakili). (At Tanwir Syarh Al Jami’ Ash Shaghir, 10/404). Mazhab Zhahiri juga mengatakan wajib. (Al Istidzkar, 3/343)

Ada riwayat serupa dari Ibnu Abbas yg menunjukkan wajib: “Datang seorang wanita kepada Rasulullah ﷺ, dan berkata: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal, padahal ia masih memiliki utang puasa selama satu bulan.” Maka beliau pun bersabda, “Bagaimana menurutmu jika ibumu memiliki utang uang, apakah kamu akan melunasinya?” wanita itu menjawab, “Ya, tentu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, utang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Muslim no. 1148)

Kebolehan qadha puasa Ramadhan untuk mayit menjadi pendapat Imam Ibnu Khuzaimah, Beliau memasukan hadits di atas dalam Kitab Shahihnya: Bab Qadha’i Waliyyil Mayit Shauma Ramadhan ‘anil Mayyit (Bab Wali Mayit Mengqadha Puasa Ramadhan untuk Mayit).

Al Maziri menyebutkan sebagian ulama yang mengatakan boleh saja, “Ahmad, Ishaq, dan lainnya mengambil zahir hadits ini bahwa bolehnya berpuasa untuk mayit oleh walinya.” (Al Mu’lim bifawaid Muslim, 2/58)

Sementara mayoritas ulama menakwilnya bahwa itu bukan dengan cara qadha puasa, tapi dgn memberikan makan, dan itu kedudukannya sama dengan berpuasa. (Ibid)

Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan bahwa Imam Ahmad memaknai hadits ini bukan puasa Ramadhan tapi puasa nazar saja. Ini juga pendapat Al Laits, Abu Ubaid, dan salah satu riwayat Asy Syafi’i, menurut mereka bukan dengan shaum tetapi memberikan makanan dari harta si Mayit, inilah yg masyhur dari Asy Syafi’i, dan pendapat umumnya ulama. (Ikmal Al Mu’lim, 4/104)

Namun, Imam An Nawawi memilih Pendapat wajibnya qadha bukannya fidyah, “Pendapat ini adalah pendapat yang benar lagi terpilih, dan kami meyakininya dan telah dishahihkan para peneliti dari para sahabat kami (Syafi’iyah) yang telah menggabungkan antara hadits dan fiqih, karena hadits-hadits ini adalah shahih dan begitu jelas.” (Syarh Shahih Muslim, 8/25)

Inilah yang resmi dalam mazhab Syafi’i, seperti yang dikatakan Syaikh Sayyid Sabiq: “Madzhab yang DIPILIH oleh Syafi’iyyah adalah dianjurkan bagi walinya untuk berpuasa qadha baginya, yang dengan itu mayit sudah bebas, dan tidak perlu lagi memberikan makanan (fidyah).” (Fiqhus Sunnah, 1/471)

Wali yg dimaksud adalah kerabat si mayit baik yang ahli waris atau ‘ashabah.

Kesimpulan:

– Mayoritas mengatakan menggantinya dengan memberikan makanan (fidyah), tidak boleh qadha
– Sebagian mengatakan wajib qadha, bukan fidyah.
– Sebagian mengatakan boleh qadha, boleh fidyah.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Serial Syarah Ringkas Hadits-Hadits Ramadhan (Hadits 2)

💢💢💢💢💢💢💢💢

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

Siapa yang puasa sehari fisabilillah, Allah akan jauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan.

(HR. Bukhari no. 2840, Muslim no. 1153, dari Abu Said Al Khudri)

Syarah Hadits:

مَنْ صَامَ يَوْمًا:

Siapa yang berpuasa sehari , yaitu siapa pun Muslim dan Muslimah, yang melakukan puasa yang telah Allah wajibkan kepadanya.

فِي سَبِيلِ اللَّهِ:

Fisabilillah, di jalan Allah, yaitu dia puasa dengan niat berjuang fisabillah. Para ulama berbeda pendapat tentang maksudnya, Ibnul Jauzi mengatakan yaitu berpuasa dalam arena jihad. Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan, secara tradisi yang lebih banyak kalimat fisabillah dipakai dalam jihad. Sementara Al Qurthubi mengatakan: sabilillah adalah ketaatan kepada Allah, maksudnya siapa yg berpuasa mencari ridha Allah. Ibnu Hajar mengatakan: dapat dimaknai maksudnya lebih umum dari itu. (Fathul Bari, 6/48)

بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ

Allah akan jauhkan wajahnya dari api neraka, yaitu Allah jauhkan orang yang berpuasa fisabillah tersebut dari neraka

سَبْعِينَ خَرِيفًا:

sejauh 70 tahun perjalanan., angka 70 sering dipakai dibeberapa hadits dlm konteks berbeda. Ini tidak menunjukkan makna hakiki tapi menunjukkan saking jauhnya dia dari api neraka. Al Qurthubi berkata: penyebutan 70 menunjukkan sangat banyak. (Fathul Bari, 6/48)

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Serial Syarah Ringkas Hadits-Hadits Ramadhan (Hadits. 1)

💢💢💢💢💢💢💢💢

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni baginya dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)

Syarah Hadits:

من صام رمضان :

Siapa yang berpuasa Ramadhan , aitu siapa yang menahan diri dari apa-apa yang membatalkan puasa, dan merusak nilai puasa. Ash Shaum artinya al imsak dan Al kaffu, yaitu menahan diri.

Kalimat ini juga menunjukkan bolehnya menyebut “Ramadhan”, tanpa mendahului dengan kata ” Bulan/syahr”, sama sekali tidak makruh. Inilah mazhab yg shahih, terpilih, dan dikuatkan oleh para peneliti seperti Imam Bukhari, sebagaimana dijelaskan Imam An Nawawi. Sementara pengikut Imam Malik mengatakan makruh menyebut Ramadhan tanpa Bulan, sebab Ramadhan adalah salah satu asma Allah maka mesti dikaitkan menjadi Syahru Ramadhan. Namun oleh Imam An Nawawi dikritik sebagai pendapat yang rusak (fasid) sama sekali tidak memiliki dasar larangan tersebut dan tidak ada dalil pula Ramadhan sebagai salah satu asma Allah. (Syarh Shahih Muslim, 7/187)

إيمانا:

Karena iman , yaitu berpuasa didasari keimanan, keyakinan, dan pembenaran bahwa puasa Ramadhan adalah kewajiban, serta tidak takut dan tidak malu kepada manusia saat melaksanakannya. (Imam Ath Thibi, Syarh Al Misykah, 5/1573)

واحتسابا:

Dan karena ihtisab , yaitu karena ingin mendapatkan pahala dari Allah yang Mulia. (Syarh Al Misykah, 5/1573)

Ibnu Baththal menerangkan yaitu puasa dgn berharap ridha Allah, ini hadits menjadi dalil bahwa amal shalih tidaklah direkomendasi dan tidaklah diterima kecuali dengan ihtisab dan benarnya niat. (Syarh Shahih Bukhari, 4/21)

غفر له:

Diampuni baginya , yakni yang puasanya karena iman dan ihtisab tersebut

ما تقدم من ذنبه:

dosa-dosanya yang lalu , menurut Imam Ibnu Baththal maknanya: diampuni baginya semua dosa-dosanya yang lalu baik dosa kecil dan dosa besar, sebab di hadits ini tidak ada pengecualian. (Syarh Shahih Al Bukhari, 4/150), namun menurut Imam Al Munawi untuk dosa yang terkait hak-hak manusia mesti ada keridhaan orang tersebut. Sebagian ulama menyebut ini menghapuskan dosa-dosa kecil. (Faidhul Qadir, 6/160, 191)

Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalih Permanen di Ramadhan

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Biasanya saat Ramadhan masjid lebih ramai, kajian tambah semarak,
majelis Al Quran lebih giat, infaq dan shadaqah tambah banyak, shalat wajib berjamaah jadi semangat, shalat malam juga tidak kalah, maksiat pun berkurang.

📌 Saat Ramadhan selesai, biasanya pula masjid sepi lagi, jamaah kajian menyurut, Al Quran ditutup, shalat berjamaah kembali ke sedia kala dengan jamaah yg sudah bisa dikenali wajahnya, shalat malam malas lagi, maksiat muncul lagi.. Kecuali orang-orang yang Allah Ta’ala rahmati dengan ISTIQAMAH.

📌 Kadang kita dapati Ramadhan belum berakhir sudah banyak yang berguguran. Jamaah tarawih berkurang, tilawah tidak kepegang, sibuk dgn hal yang sifatnya pernak pernik hari raya: mudik, thr, dan panganan lebaran.

📌 Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi berkata:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ, قَالَ: ” قُلْ: آمَنْتُ بِاللهِ، فَاسْتَقِمْ “

Aku berkata: “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam perkataan yang tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun setelahmu.” Beliau bersabda: “Katakanlah olehmu, “Aku beriman kepada Allah,” lalu istiqamahlah.” (HR. Muslim no. 38)

📌 Sikap istiqamah di atas kebaikan dan menjauh dari keburukan, itu memang anugerah Allah Ta’ala, tp tentunya juga ada upaya yang sifatnya kauniy dan real dari manusianya.

📌 Usaha itu misalnya; mujahadah (sungguh-sungguh) dalam menjaga kebiasaan tilawah, shalat, sedekah, berkumpul dgn orang shalih, dll. Walau frekuensi dan kuantitas berkurang dibanding Ramadhan, tidak apa-apa, yang penting masih ada yg mampu dipertahankan.

📌 Sedikit tapi konsisten, itu pun sudah luar biasa… di saat banyak manusia yang menghilang dari pusaran kebaikan..

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

Wahai manusia! Lakukanlah amal sesuai kemampuan kalian, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan sampai kalian sendiri yang bosan, sesungguhnya perbuatan yang paling Allah cintai adalah YANG KONSISTEN WALAU SEDIKIT. (HR. Bukhari no. 5861)

📌 So, siapkan diri, pasang seat belt, konsentrasi, periksa bahan bakar, dan jangan lupa surat-surat .. Perjalanan Ramadhan masih panjang, rintangan juga tidak sedikit .. Majulah bersama Allah Ta’ala untuk menggapai La’allakum tattaquun ..

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🍀🍁🌻🌴🍃🌷

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top