Hari Pemotongan Itu Empat Hari

💢💢💢💢💢💢

Penyembelihan afdhalnya memang di 10 Zulhijjah, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri mengistilahkan hari tsb yaumun nahr (hari penyembelihan).

Tapi, hari penyembelihan itu ada waktu MUBAH, yaitu hari tasyriq.

Pada waqi’ (kenyataannya)nya, ada masjid yang sangat banyak jumlah hewan qurbannya, sehingga tidak tuntas 1 hari, atau ada orang yg baru beli hewan qurban dihari tasyriq, maka ini keluasan dari syariat.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وأما اخر وقتها فاتفقت نصوص الشافعى والاصحاب على أنه يخرج وقتها بغروب الشمس اليوم الثالث من ايام التشريق، واتفقوا على أنه يجوز ذبحها فى هذا الزمان ليلا و نهارا

Ada pun waktu akhir penyembelihan, telah sepakat perkataan Imam Asy Syafi’iy dan para sahabatnya bahwa waktunya sudah usai setelah terbenamnya matahari di hari ketiga hari tasyriq. Mereka sepakat bahwa bolehnya menyembelih di waktu itu baik siang dan malam. ( Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 8/360)

Syaikh Bin Baaz Rahimahullah berkata:

أما وقت الضحية فهو أربعة أيام على الصحيح من أقوال العلماء: يوم العيد وهو يوم عيد النحر وهو العاشر من ذي الحجة، ثم اليوم الحادي عشر ثم اليوم الثاني عشر ثم اليوم الثالث عشر، وقال بعض أهل العلم: إنها ثلاثة يوم العيد ويومان بعده، والصواب أنها أربعة، يوم العيد وثلاثة أيام بعده، وهي أيام التشريق

Ada pun waktu penyembelihan yg SHAHIH adalah 4 hari berdasarkan pendapat ulama.

Hari ‘Id, yaitu hari penyembelihan di 10 Dzulhijjah, lalu 11, 12, 13 Dzulhijjah.

Sebagian ulama mengatakan tiga hari, di hari Id dan dua hari setelahnya. Tapi yang benar adalah 4 hari, di hari Id dan tiga hari setelahnya, yaitu hari tasyriq.

(Selesai dr Syaikh Bin Baaz)

Wallahu a’lam

🌷🌴🌱🌸🍃🌵🍄🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Sekali Lagi Tentang Puasa Tarwiyah

💢💢💢💢💢

Mufti: Syaikh Shalah Muhammad Abul Haj Al Hanafi Hafizhahullah

 

ما هو يوم التروية، وما حكم صومه؟

الجواب
أقول وبالله التوفيق: يوم التروية هو الثامن من ذي الحجة، ويستحب صوم الأيّام الثّمانية الّتي من أوّل ذي الحجّة قبل يوم عرفة ويدخل فيها يوم التروية؛ لحديث ابن عبّاس رضي الله عنهما مرفوعاً: ((ما من أيّام العمل الصّالح فيها أحبّ إلى اللّه من هذه الأيّام – يعني أيّام العشر – قالوا: يا رسول اللّه، ولا الجهاد في سبيل اللّه؟ قال: ولا الجهاد في سبيل اللّه، إلاّ رجل خرج بنفسه وماله، فلم يرجع من ذلك بشيء))، في سنن أبي داوود، 5: 102، وصححه الألباني، والسنن الكبرى، 17: 138. والله أعلم

Pertanyaan: Apakah hari Tarwiyah itu? Dan bagaimana hukum berpuasa di hari itu?

Jawaban:

Wabillahi wat Tawfiq.

Hari Tarwiyah adalah hari ke 8 di bulan Dzulhijjah. Dan disunnahkan berpuasa selama 8 hari di hari-hari awal Dzulhijjah sebelum hari Arafah, dan hari Tarwiyah termasuk di dalamnya.

Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, secara marfu’:

Tidak ada hari yang lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini -yakni 10 hari Zulhijjah.

Mereka bertanya: “Tidak juga dengan jihad wahai Rasulullah?”

Nabi menjawab: “Tidak juga dengan jihad, kecuali seorang laki-laki yang keluar membawa harta dan jiwanya, dan dia tidaklah kembali dengan itu semua (maksudnya: mati syahid).” (HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani).

Wallahu a’lam

📚Fatwa Markaz Anwaar Al ‘Ulama Ats Tsaqafiy Ad Dauliy, No. 1323

☘🌹🌷🌸🍀🍃🎋

✍ Farid Nu’man Hasan

Satu Bulu Bernilai Satu Pahala

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Mau Tanya ust farid, mohon penjelasan mengenai basmalah yang dijaharkan / tidak dijaharkan oleh imam pada sholat berjamaah baik pada awal surat fatihah maupun awal surat pendek. Jzk

📬 JAWABAN

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihiwa Ashhabihi wa Man Waalah, wa ba’d:

Hadits tersebut cukup terkenal, apalagi disebarkan melalui spanduk di berbagai sudut ibu kota Jakarta.

Berikut hadits-hadits tersebut:

1⃣ Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ

Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al ‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.”

2⃣ Riwayat Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 2/422, No. 3467, Juga Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 18796, Abdu bin Humaid dalam Musnadnya No. 259, Ahmad dalam Musnadnya No. 19283

أخبرنا أبو بكر محمد بن عبد الله البزار ببغداد ثنا محمد بن سلمة الواسطي ثنا يزيد بن هارون أنبأ سلام بن مسكين عن عائذ الله بن عبد الله المجاشعي عن أبي داود السبيعي عن زيد بن أرقم رضي الله عنه قال : قلنا يا رسول الله ما هذه الأضاحي ؟ قال : سنة أبيكم إبراهيم قال قلنا : فما لنا منها ؟ قال : بكل شعرة حسنة قلنا يا رسول الله فالصوف ؟ قال : فكل شعرة من الصوف حسنة

Mengabarkan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Abdullah Al Bazzar di Baghdad, bercerita kepada kami Muhammad bin Salamah Al Wasithi, bercerita kepada kami Yazid bin Harun, mengabarkan Sullam bin Miskin, dari ‘Aidzullah bin Abdullah Al Mujasyi’i, dari Abu Daud As Sabi’i, dari Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘Anhu, kami berkata:

“Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.”

Imam Al Hakim berkata:

هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه

Hadits ini shahih isnadnya, dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 2/422, No. 3467)

3⃣ Riwayat Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1493 secara mu’alaq (tanpa sanad).

قَالَ أَبُو عِيسَى وَيُرْوَى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي الْأُضْحِيَّةِ لِصَاحِبِهَا بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ

Berkata Abu ‘Isa (At Tirmidzi), diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Beliau bersabda: “Bagi pemiliknya, setiap bulu hewan qurban adalah satu kebaikan.”

Selanjutnya……….

Para Imam hadits telah mendhaifkan hadits-hadits ini, bahkan sebagian mereka ada yang mengatakan palsu. Ada pun penshahihan Imam Al Hakim, sebagaimana telah masyhur menurut para ahli hadits, bahwa Beliau termasuk yang mutasahil (memudahkan) dalam menshahihkan hadits.

Imam Adz Dzahabi mengkritik penshahihan Imam Al Hakim dalam At Talkhish dengan mengatakan: “‘Aidzullah, dikatakan oleh Abu Hatim: munkarul hadits.” (Ibid)

Imam Ibnul Mulaqin juga mengkritik penshahihan Imam Al Hakim, Beliau berkata:

ثمَّ قَالَ : صَحِيح . وَفِيه نظر ؛ لِأَن فِيهِ عَائِذ الله الْمُجَاشِعِي قَالَ البُخَارِيّ : لَا يَصح حَدِيثه . وَقَالَ أَبُو حَاتِم : مُنكر الحَدِيث . وَقَالَ ابْن حبَان : يروي الْمَنَاكِير ، لَا يجوز الِاحْتِجَاج بِهِ

Kemudian dia (Al Hakim) berkata: shahih. Hal ini perlu dipertimbangkan lagi, sebab dalam hadits ini terdapat ‘Aidzullah Al Mujasyi’i. Imam Al Bukhari berkata: tidak shahih haditsnya. Berkata Abu Hatim: haditsnya munkar. Berkata Ibnu Hibban: Dia meriwayatkan hadits-hadits munkar, dan tidak boleh berhujjah dengannya. (Al Badrul Munir, 9/274)

Imam Al Mundziri juga mengoreksi Imam Al Hakim, Beliau berkata:

بل واهيه عائذ الله هو المجاشعي وأبو داود هو نفيع بن الحارث الأعمى وكلاهما ساقط

Justru hadits ini lemah, ‘Aidzullah dia adalah Al Mujasyi’i, dn Abu Daud dia adalah Nafi’ bin Al Harits Al A’ma, keduanya gugur. (Imam Al Mundziri, At Targhib wat Tarhib, 2/99)

Apa sebab kedhaifan hadits ini? Karena di dalamnya ada beberapa perawi yang bermasalah.

Pertama. ‘Aidzullah bin Al Mujasyi’i

Kun-yah (gelar) beliau adalah Abu Muadz. (Al Hafizh Al Mizzi, Tahdzibul Kamal, 14/93. No. 3069). Dia adalah seorang qadhi pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. (Al Hafizh Ibnu Hajar, Lisanul Mizan, 7/255, No. 3435).

Imam Abu Hatim mengatakan tentangnya: “Munkarul hadits – haditsnya munkar.” (Al Jarh wat Ta’dil, 7/38).

Imam Al Bukhari berkata: “’Aidzullah dari Abu Daud, meriwayatkan darinya Sullam bin Miskin, tidak shahih haditsnya.” (Imam Al Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir, Hal. 96, No. 289)

Imam Ibnu ‘Adi juga berkata seperti Imam Al Bukhari. (Imam Ibnu ‘Adi, Al Kamil fi Dhua’afa Ar Rijal, 5/355)

Imam Ibnu Hibban berkata: “Dia meriwayatkan hadits-hadits munkar, dan tidak boleh berhujjah dengannya.” (Imam Ibnul Jauzi, Adh Dhu’afa wal Matrukin, 2/68, No. 1750)

Kedua. Abu Daud As Sabi’i

Nama aslinya adalah Nufai’ bin Al Harits Al A’ma. (Ta’liq Musnad Ahmad, 32/34)

Imam Yahya bin Ma’in berkata tentangnya: “Laisa bisyai’ – bukan apa-apa.” Imam Abu Hafsh Ash Shairafi ‘Amru bin ‘Ali berkata: “Nafi’ Abu Daud matrukul hadits ­– haditsnya ditinggalkan. Imam Abu Hatim mengatakan: “Munkarul hadits dhaiful hadits – haditsnya munkar dan lemah.” Imam Abu Zur’ah berkata: “Lam yakun bisyai’ – dia bukan apa-apa.” (Lihat semua dalam Al Jarh wat Ta’dil, 8/490)

Imam Abdurrahman bin Mahdi mengatakan: “Dia dikenal dan diingkari.” (Imam Al Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir, Hal. 120, No. 381)

Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani mengatakan: “Dia meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari Anas, Al Barra, Zaid bin Arqam, dan Buraidah.” (Imam Abu Nu’aim, Adh Dhu’afa, hal. 152), dan hadits ini dia riwayatkan dari Zaid bin Arqam.

Imam Yahya bin Ma’in berkata: “Lam yakun tsiqah – Dia tidak bisa dipercaya.”

Berkata Imam An Nasa’i, Imam Al Fallas, dan Imam Ad Daruquthni: “Matruk.”

Imam Ibnu Hibban mengatakan: “Tidak boleh berhujjah dengannya.” (Imam Ibnul Jauzi, Adh Dhu’afa wal Matrukin, 3/165)

Dalam kitab lain, Imam Yahya bin Ma’in ditanya tentang Abu Daud Al A’ma, katanya: “Tidak bisa dipercaya dan tidak amanah.” (Al Majruhin, 3/55)

Al Hafizh Al Mizzi berkata: “Yahya bin Ma’in mengatakan, Abu Daud Al A’ma memalsukan hadits, dia bukan apa-apa.” (Tahdzibul Kamal, 30/12)

Imam Adz Dzahabi berkata: “Tarakuuhu – para ulama meninggalkan haditsnya.” (Imam Adz Dzahabi, Al Mughni fidh Dhu’afa, 2/701)

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Matruk, dan Ibnu Ma’in menyebutnya sebagai pendusta pada generasi kelima.” (Taqribut Tahdzib, 1/1008)

Imam Al Bushiri berkata: “Matruk, dan dia tertuduh memalsukan hadits.” (Mir’ah Al Mafatih, 5/111)

Imam Abul ‘Ala Al Mubarkafuri berkata: wadhaa’ kadzdzaab – pemalsu hadits dan pendusta. (Tuhfah Al Ahwadzi, 9/49)

Disebutkan dalam Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah:

وَقَالَ اِبْن عُمَر أَبُو الْحَمْرَاء اِتَّفَقُوا عَلَى ضَعْفه وَكَذَّبَهُ بَعْضُهُمْ قَالُوا وَأَجْمَعُوا عَلَى تَرْك الرِّوَايَة عَنْهُ

Berkata Ibnu Umar Abul Hamra’: para ulama sepakat atas kelemahannya, sebagian mereka menyebutnya sebagai pendusta, mereka mengatakan bahwa telah sepakat meninggalkan riwayat darinya. (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 4/443)

Demikian cacat yang ada pada sanad hadits ini, dengan cacat yang cukup parah. Oleh karenanya para ulama mendhaifkan hadits ini. Di antaranya:

📌 Imam Al Bukhari menjelaskan sanad hadits tersebut: “ ’Aidzullah dari Abu Daud, meriwayatkan darinya Sullam bin Miskin, tidak shahih haditsnya.” (Imam Al Bukhari, Adh Dhu’afa Ash Shaghir, Hal. 96, No. 289)

📌 Imam Al Mundziri berkata: “waahiyah – lemah.” (Imam Al Mundziri, At Targhib wat Tarhib, 2/99)

📌 Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Dhaif jiddan – sangat lemah.” (Ta’liq Musnad Ahmad, 32/34)

📌 Syaikh Al Albani mengatakan: “maudhu’ – palsu.” (As Silsilah Adh Dha’ifah, No. 527, Dha’if At Targhib wat Tarhib No. 672), dalam kitab lainnya beliau mengatakan: dhaif jiddan. (Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3127)

📌 Imam Ibnul ‘Arabi menyatakan tidak ada satu pun yang shahih tentang keutamaan berqurban:

قال بن العربي في شرح الترمذي ليس في فضل الأضحية حديث صحيح انتهى قلت الأمر كما قال بن العربي

“Berkata Ibnul ‘Arabi dalam Syarh At Tirmidzi, tidak ada hadits yang shahih tentang keutamaan berqurban. Selesai. Aku (Syaikh Al Mubarkafuri) berkata: “Masalah ini –masalah keutamaan qurban, pen– sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 5/63)

Sedangkan hadits riwayat Imam At Tirmidzi yang berbunyi:

قَالَ أَبُو عِيسَى وَ يُرْوَى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي الْأُضْحِيَّةِ لِصَاحِبِهَا بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ

Berkata Abu ‘Isa (At Tirmidzi), diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Beliau bersabda: “Bagi pemiliknya, setiap bulu hewan qurban adalah satu kebaikan.”

Imam At Tirmidzi sendiri mengisyaratkan kedhaifannya, dengan menggunakan shighat tamridh (bentuk kata yang menunjukkan adanya cacat), yakni yurwaa ‘an (diriwayatkan dari). Para ahli hadits menyebutkan, bahwa untuk menyebutkan hadits yang dhaif tidak boleh menggunakan shighat jazm (bentuk kata yang menunjukkan kepastian), seperti qaala (bersabda), tetapi hendaknya menggunakan shighat tamridh seperti ruwiya ‘an (diriwayatkan dari), hukiya ‘an (diceritakan dari), dan semisalnya.

Syaikh Al Albani menyebutkan bahwa hadits ini palsu. Menurutnya, hadits riwayat At Tirmidzi ini aslinya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqi, yang telah dibahas sebelumnya. (As Silsilah Adh Dha’ifah No. 1050)

Imam Al Mundziri juga menyebutkan bahwa hadits yang disebutkan diisyaratkan Imam At Tirmidzi ini adalah yang telah kami bahas sebelumnya. Berkata Syaikh Al Mubarkafuri:

قال المنذري في الترغيب وهذا الحديث الذي أشار إليه الترمذي رواه بن ماجة والحاكم وغيرهما كلهم عن عائذ الله عن أبي داود عن زيد بن أرقم قال

Berkata Al Mundziri dalam At Targhib, bahwa hadits ini yang disebutkan oleh At Tirmidzi ini, juga telah diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Al Hakim, dan lainnya, semuanya diriwayatkan dari ‘Aidzullah, dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: .. (lalu disebutkan hadits lengkap seperti hadits kedua). (Tuhfah Al Ahwadzi, 5/63)

Artinya pembahasan hadits ini sama dengan hadits sebelumnya.

Demikian. Wallahu A’lam.

🍃🌾🌸🌴🌺🌷☘🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 2)

💢💢💢💢💢💢

🗒 KEBINASAAN UNTUK ABU LAHAB DAN TIPU DAYANYA

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2)

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. (QS. AL MASAD [111]:1-2)

📌 TINJAUAN LUGHAWIYAH (BAHASA)

Para ulama tafsir menyebutkan makna kata تبت berarti خسر (rugi) atau هلك (kebinasaan).
Ini adalah firman Allah yang langsung kepasa Abu Lahab, maknanya,”Kebinasaan dan kehancuran bagi Abu Lahab dan apa yang ia usahakan dalam kebinasaan yang nyata”.

Sedangkan menurut Ar Raghib al Asfahani menyebutkan:

تبَّ-تباًّ- و تبّْ

Maknanya, ”Kerugian yang berkelanjutan dan tak ada putus-putusnya”

Seperti disebutkan dalam firman Allah:

فَمَا تَزِيدُونَنِي غَيْرَ تَخْسِيرٍ

Sebab itu kamu tidak menambah apapun kepadaku selain daripada kerugian (QS Hud [11]:63

Juga dalam firman Allah yang lain

وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ

Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka (QS. Hud [11]:101)

Jika kita perhatikan secara seksama, makna bahasa ayat diatas, maka makna kata Tabbat adalah kebinasaan yang bukan hanya sebentar, namun kebinasaan yang berkelanjutan hingga terputuslah dari rahmat Allah, dan kebinasaan tersebut tak mungkin bisa diperbaiki seperti semula. Begitulah masa depan Abu Jahal dan istrinya, kebinasaan yang akan mereka rasakan adalah abadi, harta, dunia dan akherat.

📌 MAKNA “Celakalah kedua tangan Abu Lahab”

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa (QS. AL Masad:1)

Beberapa pendapat ulama tafsir terkait makna “Kedua Tangan” Abu Lahab adalah:

1⃣ Ar Razi menyebutkan bahwa maknanya adalah,”Celaka dalam dua sisi; dunia dan akherat) ( Ar Razi, Mafatihul Ghaib, 32/152)

2⃣ Menurut Az Zamakhsyari maknanya adalah sebagai Majaz Mursal (perumpamaan) yang kaitannya dengan sebagian, maksudnya kedua tangan berfungsi sebagai penunjuk sebagian anggota tubuh, bahwa Abu Lahab yang binasa ( Az-Zamakhsyari, Al Kasyaf, 4/808)

3⃣ Menurut An Nuhas menunjukkan makna hakikat, bukan majaz (perumpamaan), artinya benar-benar kedua tangan Abu Lahab akan binasa.(Abu Ja’far An Nuhas, I’rab Al Qur’an, 1/1421)

4⃣ Menurut Asy Syinkithi,” Penyebutan kedua tangan Abu Lahab merupakan Ziyadatu Ikhtishash (penambahan kekhusususan makna). Artinya jika kebinasaan menimpa seluruh tubuh, maka tangan memiliki makna khusus dalam penyebutan tersebut. (Asy Syinqithi, Adhwaul Bayan, 9/144)

📌 Tiada Guna Apa Yang Ia Usahakan

مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan (QS. Al Masad:2)

Ketika Allah sudah menyatakan binasa bagi Abu Lahab, semakin diperkuat kembali dengan ayat ini, bahwa apa yang dimiliki oleh Abu Lahab, dari harta benda, keluarga, kekuasaan dan lainnya tak akan merubah apapun dan tiada guna sama sekali segala perbuatannya.

📌 Makna أغنى ما ( Tiada berfaedah)

Maksudnya (tidaklah berfaedah) apa yang diusahakan oleh Abu Lahab. Dalam ayat lain Allah menggambarkan:

وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS: Luqman [31]:12)

Allah Maha Kaya, tidak berguna segala yang dimiliki manusia, karena pada hakikatnya semua dari Allah dan milik Allah semata.

📌 Abu Lahab Mati mengenaskan

Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawi Ulama tafsir asal Mesir dalam tafsirnya menyebut akhir hayat Abu Lahab yang mengenaskan. “Abu Lahab mengidap penyakit yang disebut ‘Adasah’ (sejenis Kusta), bangsa Arab mengenal penyakit tersebut efeknya lebih dahsyat dari Kusta. Karena jika ada orang sehat berinteraksi dengan penderita ‘Adasah’ akan tertular. Saat Abu Lahab menemui ajalnya, tiga hari lamanya jasadnya dibiarkan, tak ada orang yang mau mendekat, apalagi mengurus jenazahnya. Hingga mendekati busuk. Kemudian orang-orang menggali lubang besar, dan menarik jasad Abu Lahab dengan kayu kea rah lubang tersebut dari kejauhan takut tertular, setelah masuk kedalamnya, jasad tersebut lalu dilempari batu dari jauh untuk menutupinya dari bau “. Begitulah nasib orang jika Allah sudah hinakan di dunia dan akherat. ( Tafsir Asy Sya’rawi, Surat Al-Lahab, H. 659)

Syaikh An Nawawi Al Bantani meenyebutkan bahwa Abu Lahab mati tujuh hari setelah peristiwa perang Badar menderita Kusta yang mematikan.

📌 HIKMAH AYAT

✅ Abu Lahab memiliki rencana dan tipu daya untuk mencelakakan Nabi Muhammad dan menghalangi dakwah.

✅ Kebencian Abu Lahab sangatlah berlebihan hanya karena egoisme sebagai tokoh Quraiys, namun usaha dan perbuatannya sia-sia.

✅ Allah memberi balasan bagi orang yang menghalangi dakwah, ia akan mati mengenaskan sia-sia di dunia dan sengsara akherat jika tak bertobat.

والله أعلم

☘🌴🌷🍃🌸🌻🌺🌹
📝 Fauzan Sugiono Lc, M.A.

Serial Tafsir Surat Al Lahab

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 1)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 2)

Tafsir Surat Al Lahab (Bag 3)

scroll to top