Membuka Hari Dengan Infaq

💦💥💦💥💦💥

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي أَخِي عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي مُزَرِّدٍ عَنْ أَبِي الْحُبَابِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا

Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepada saya saudaraku dari Sulaiman dari Mu’awiyah bin Abu Muzarrid dari Abu Al Hubab dari Abu Hurairah radliallahu  bahwa Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:

“Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).”

📕 HR Bukhari No. 1351, Muslim No. 1678

☘🌸🌺🌴🌷🌻🌿🍂

✏ Farid Nu’man Hasan

Fiqih Shalat Gerhana (Bag. 4)

💦💥💦💥💦💥

6⃣ Apakah Ada Cara Lain?

Dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan pengikutnya, tatacara shalat gerhana adalah dua rakaat biasa dengan sekali ruku, sebagaimana shalat hari raya atau shalat Jumat.

Imam An Nawawi menyebutkan:

وقال الكوفيون هما ركعتان كسائر النوافل عملا بظاهر حديث جابر بن سمرة وأبي بكرة أن النبي صلى الله عليه و سلم صلى ركعتين

Berkata Kufiyyin (Para ulama Kufah), shalat gerhana adalah dua rakaat sebagaimana shalat nafilah lainnya, berdasarkan zahir hadits Jabir bin Samurah dan Abu Bakrah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat. [1]

Dalilnya adalah bahwa:

▶     Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فإذا رأيتم ذلك فصلوا كأحدث صلاة صليتموها من المكتوبة

Maka, jika kalian melihat gerhana, shalatlah kalian sebagaimana shalat wajib yang kalian lakukan. [2]

▶      Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

الشمس انخسفت فصلى نبي الله صلى الله عليه وسلم ركعتين ركعتين

Matahari mengalami gerhana, lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakat dua rakaat. [3]

Namun dua hadits ini dipermasalahkan para ulama.

📌 Hadits yang pertama, banyak imam yang mengisyaratkan kedhaifan hadits ini lantaran terputus sanadnya, seperti Imam Al Baihaqi   [4], Imam Yahya Al Qaththan[5], Imam Abu Hatim sebagaimana dikutip Az Zailai’i [6], Imam Al Haitsami [7], Syaikh Syu’aib Al Arnauth[8], Syaikh Al Abani mengatakan: sanadnya idhthirab (guncang).[9]

Sementara Imam Ibnu Abdil Bar menshahihkan hadits ini [10], juga Imam An Nawawi dan Imam Al Hakim menshahihkannya.[11]

📌 Sedangkan hadits kedua, dinyatakan dhaif oleh Syaikh Al Albani.[12]

Oleh karena pendapat jumhur ulama, bahwa shalat gerhana dengan cara dua rakaat yang masing-masing rakaat dua kali ruku’, adalah pendapat yang lebih kuat, sebagaimana pernyataan berikut:

📖 Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وحجة الجمهور حديث عائشة من رواية عروة وعمرة وحديث جابر وبن عباس وبن عمرو بن العاص أنها ركعتان في كل ركعة ركوعان وسجدتان قال بن عبدالبر وهذا أصح ما في هذا الباب

Alasan jumhur adalah hadits ‘Aisyah dari riwayat, ‘Urwah, ‘Umrah, jabir, Ibnu Abbas, Ibnu Amr bin Al ‘Ash, bahwa shalat tersebut adalah dua kali ruku pada setiap rakaat, dan juga dua kali sujud. Ibnu Abdil Bar berkata: Ini adalah yang paling shahih tentang masalah ini.[13]

📖 Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan:

 السنة الصحيحة الصريحة المحكمة في صلاة الكسوف تكرار الركوع في كل ركعة، لحديث عائشة وابن عباس وجابر وأبي بن كعب وعبد الله بن عمرو بن العاص وأبي موسى الاشعري
كلهم روى عن النبي صلى الله عليه وسلم تكرار الركوع في الركعة الواحدة، والذين رووا تكرار الركوع أكثر عددا وأجل وأخص برسول الله صلى الله عليه وسلم من الذين لم يذكروه

Sunah yang shahih dan jelas, yang bisa dijadikan hukum tentang shalat kusuf adalah yang menunjukkan diulangnya ruku pada setiap rakaat, yang ditunjukkan oleh hadits ‘Asiyah, Ibnu ‘Abbas, jabir, Ubai bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, dan Abu Musa Al Asy’ari.

Semuanya meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ruku diulang dalam satu rakaat, orang-orang yang meriwayatkan berulangnya ruku lebih banyak jumlahnya, lebih berwibawa, lebih istimewa hubungannya dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dibanding orang-orang yang tidak menyebutkan hal demikian. [14]

Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan


🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃

[1] Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198
[2] HR. Ahmad No. 20607, dari Qabishah, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 1870, dari An Nu’man bin Basyir, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6128, Al Bazzar No. 1371, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 957, dalam Al Awsath No. 2805
[3] HR. An Nasa’i dalam Sunannya No. 1487, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 1872, Al Bazzar No. 3294
[4] Imam Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 6128
[5] Imam Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/215
[6] Imam Az Zaila’i, Nashbur Rayyah, 2/228
[7] Imam Al Haitsaimi, Majma’ Az Zawaid, 2/446
[8] Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No. 20607
[9]  Syaikh Al Albani, Tamamul Minnah Hal. 262
[10] Imam Ibnu Hajar, Talkhish Al Habir, 2/215
[11] Imam An Nawawi, Khulashah Al Ahkam, 2/863
[12]  Syaikh Al Albani, Dhaif ul Jami’ No. 1474, Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1487
[13] Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198
[14] Syaikh Sayyid Sabiq,  Fiqhus Sunnah, 1/214. Lihat juga Raudhah An Nadiyah, 1/157

 

Menggabungkan Pesta Pernikahan dan Aqiqahan

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Salam. Admin,Bolehkah walimatul aqiqah diadakan bersamaan dengan walimatul ursy dengan undangan yang sama dan hidangan makanan yang disatukan?
Mohon penjelasannya. Terima kasih sebelumnya.

📬 JAWABAN

Wa ‘alaikumussalam…, Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu wa Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Ada dua hal yang perlu dibahas:

📌Pertama. Mengundang manusia pada cara aqiqahan

Secara khusus sebenarnya ini tidak ada contohnya dari Nabi ﷺ. Namun, secara umum, ini merupakan bagian dari menampakkan nikmat Allah ﷻ atas hambaNya, yang memang dianjurkanNya untuk disiarkan.

Allah ﷻ berfirman:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh Dhuha (93): 11)

Acara ini semakin baik jika di dalamnya di isi dengan ceramah agama oleh seorang ‘alim yang terkait dengan maslahat kehidupan manusia. Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Hafizhahullah berkata tentang hukum berkumpul dalam acara undangan taushiah aqiqah:

وأما التزام إحضار المشايخ والمحاضرين في هذه المناسبات فليس بوارد، لكن لو فُعل في بعض الأحيان انتهازاً لفرصة معينة للتذكير أو للتنبيه على بعض الأمور بمناسبة الاجتماع فلا بأس بذلك.”

“Ada pun membiasakan menghadirkan seorang syaikh dan para undangan dalam acara ini maka tidak ada dalilnya, tetapi seandainya dilakukan untuk memanfaatkan keluangan pada waktu tertentu, dalam rangka memberikan peringatan dan nasihat atas sebagian permasalahan yang terkait dengan berkumpulnya mereka, maka hal itu tidak mengapa.” (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Badr, Syarh Sunan Abi Daud, No. 086. Maktabah Misykah)

📌 Kedua. Lalu bagaimana jika acara aqiqahan itu digabung dengan pesta pernikahan?

Tidak ada larangan dalam hal ini. Termasuk jika makanan aqiqahan itu dikonsumsi oleh tamu undangan. Karena aqiqah bukanlah zakat yang membagikannya mesti disesuaikan dengan mustahiq yang spesifik, sedangkan aqiqah siapa pun boleh memakannya.

Wallahu A’lam

🌴🌻🍃🌺☘🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Bolehkah Daging Qurban Diberikan Kepada Non Muslim?

💢💢💢💢💢💢

Bagi kafir yang bukan harbiy, seperti non muslim yang mau hidup berdampingan dengan muslim secara damai, maka para ulama membolehkan memberikan daging qurban buat mereka.

Hal ini berdasarkan riwayat berikut:

وعَنْ مُجَاهِدٍ : ” أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ فِي أَهْلِهِ ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ؟ ، أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ )

Dari Mujahid, bahwa Abdullah bin Amr menyembelih kambing untuk keluarganya. Ketika beliau datang bertanya, “Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi? Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi? Saya mendengar Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk tetangga, sampai saya menyangka dia akan mewarisinya.” (HR. At Tirmizi No. 1943, dinyatakan shahih oleh Al Albany)

Ditambah lagi Allah Ta’ala memang tidak melarang kita berbuat baik dan adil kepada non muslim yang tidak memerangi dan mengusir kita.

Allah Ta’ala berfirman:

( لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ)

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)

Memberikan mereka daging qurban adalah salah satu berbuat baik yang Allah Ta’ala izinkan bagi kita, sebagaimana bolehnya memberikan sedekah sunah lainnya kepada mereka.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:

وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا ، … ؛ لِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ، كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ

Diperbolehkan memberi makanan dari (daging kurban) kepada orang kafir. Karena ia adalah sedekah sunnah. Maka diperbolehkan memberikan makanan kepada orang kafir Dzimmi (dalam perlindungan Negara Islam), tawanan sebagaimana sedekah sunnah lainnya.” (Al Mugni, 9/450).

Dalil lainnya, perhatikan ayat berikut:

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. _Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al Baqarah: 272)

Ayat ini turun berkenaan tentang kaum muslimin yang enggan bersedekah kepada keluarga mereka yang musyrik, adanya ayat ini merupakan koreksi atas sikap mereka itu. Ada beberapa versi tentang latar belakang turunnya ayat ini, tapi semuanya secara substansi sama, berawal dari keengganan mereka bersedekah kepada orang kafir. Saya angkat dua versi saja.

Pertama. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

عن النبي صلى الله عليه وسلم: أنه كان يأمر بألا يتصَدق إلا على أهل الإسلام، حتى نزلت هذه الآية: { لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ } إلى آخرها، فأمر بالصدقة بعدها على كل من سألك من كل دين

Dari Nabi ﷺ bahwa Beliau memerintahkan bersedekah hanya untuk orang Islam, sampai akhirnya turun ayat ini (Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk) hingga  ujuang  ayat, maka Beliau setelah itu memerintahkan bersedekah  untuk siapa saja yang meminta dari semua agama. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/704)

Kedua. Imam Al Qurthubi menyebutkan riwayat dari Said bin Jubeir secara mursal,  tentang sebab turunnya ayat ini, bahwa kaum muslimin dahulu bersedekah kepada kafir dzimmi,  padahal banyak  orang-orang faqir yang muslim, maka  Nabi ﷺ bersabda: (Janganlah bersedekah kecuali kepada yang seagama denganmu), maka turunlah ayat ini yang menyatakan bolehnya bersedekah kepada selain orang Islam. ( Tafsir Al Qurthubi, 3/319)

Masih ada beberapa versi lain dalam kitab para mufassir, yang menunjukkan bahwa turunnya ayat ini diawali sikap kaum muslimin yang enggan memberikan sedekah kepada orang kafir, maka turunnya ayat ini sebagai koreksi atas sikap mereka itu.

Imam Al Qurthubi menjelaskan dari para ulama, bahwa sedekah yang dimaksud adalah sedekah sunah, bukan sedekah yang wajib seperti zakat. Imam Ibnul Mundzir mengatakan bahwa telah ijma’ larangan memberikan zakat kepada mereka, ada pun Ibnu ‘Athiyah membolehkan jika diberikan kepada kafir dzimmi yang memiliki hubungan kekerabatan/kekeluargaan berdasarkan ayat di atas. Tapi pendapat ini tertolak karena bertabrakan dengan ijma’.  Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan memberikan zakat fitri, tapi Imam Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa pendapat ini lemah  dan tidak memiliki dasar. (Lengkapnya Tafsir Al Qurthubi, 3/319)

Demikian. Wallahu A’lam

🌴🌷🍃🌵🌸🌱🌾🌹

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top