Aktif Dipartai Islam Yang Membela Kepentingan Islam, Apakah termasuk Jihad?

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz , sy mau nanya tentang hukum politik dalam islam .
Apakah termasuk jihat jika masuk partai yg membela kepentingan islam . Afwan. (+62 877-3429-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Politik (As Siyasah) dalam definisi Islam itu mulia. Sebab dia adalah upaya mengatur manusia atas manusia lain, agar manusia semakin dekat dengan kebaikan dan jauh dari keburukan.

Imam Ibnu ‘Aqil Al Hambaliy Rahimahullah berkata -sepert yang dikutip Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:

السِّيَاسَةُ مَا كَانَ مِنْ الْأَفْعَالِ بِحَيْثُ يَكُونُ النَّاسُ مَعَهُ أَقْرَبَ إلَى الصَّلَاحِ وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ

“As Siyaasah (politik) adalah aktifitas yang dengan itu mendekatkan manusia dengan kebaikan dan menjauhkannya dari kerusakan (Al fasad)

(I’lamul Muwaqi’in, 6/26)

Bahkan Al ‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebut politik sebagai “keadilan Allah dan RasulNya” yang terlanjur manusia istilahkan dengan politik, berikut ini ucapannya:

فَلَا يُقَالُ : إنَّ السِّيَاسَةَ الْعَادِلَةَ مُخَالِفَةٌ لِمَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ ، بَلْ هِيَ مُوَافِقَةٌ لِمَا جَاءَ بِهِ ، بَلْ هِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَائِهِ ، وَنَحْنُ نُسَمِّيهَا سِيَاسَةً تَبَعًا لِمُصْطَلَحِهِمْ ، وَإِنَّمَا هِيَ عَدْلُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، ظَهَرَ بِهَذِهِ الْأَمَارَاتِ وَالْعَلَامَاتِ

“Maka, tidaklah dikatakan, sesungguhnya politik yang adil itu bertentangan dengan yang dibicarakan syariat, justru politik yang adil itu bersesuaian dengan syariat, bahkan dia adalah bagian dari elemen-elemen syariat itu sendiri. Kami menamakannya dengan politik karena mengikuti istilah yang mereka buat. Padahal itu adalah keadilan Allah dan RasulNya, yang ditampakkan tanda-tandanya melalui politik.” (Ibid)

Bahkan para Nabi ‘Alaihimussalam juga ber- siyasah, hal ini bisa terbaca dalam hadits Shahih Berikut:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ

Dahulu, Para Nabi men-siyasahkan Bani Israil. (HR. Bukhari no. 3455)

Dengan kata lain, para Nabi ‘Alaihimussalam juga berpolitik untuk umatnya yaitu mengurus, mendampingi, dan melayani mereka.

Maka, janganlah seorang muslim anti dan alergi dengan politik, gara-gara definisi politik yg salah atau gambaran politik yang kotor yg lebih tepat merupakan “penumpang gelap” dalam urusan politik.

Kemudian, .. apakah masuk ke partai Islam yang memperjuangkan agama atau melawan/mengimbangi orang-orang sekuler dan kafir, dinilai sebagai jihad?

Hal ini kembali kepada makna jihad itu sendiri, .. jika makna jihad diartikan sempit qitaalul kuffar bis silaah faqath (hanya memerangi orang kafir dengan senjata di Medan tempur, bukan yang lainnya), maka aktifitas politik aktifis Islam seolah bukan jihad.

Tapi, para ulama banyak yang memaknai jihad tidak hanya itu. Semua aktifitas pembelaan kepada agama, syiarnya, syariatnya, juga dinilai sebagai jihad.

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

وَشَرْعًا : بَذْلُ الْجُهْدِ فِي قِتَالِ الْكُفَّارِ وَيُطْلَقُ أَيْضًا عَلَى مُجَاهَدَةِ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ وَالْفُسَّاقِ

“Secara syariat, artinya mengerahkan kesungguhan dalam memerangi orang kafir, dan secara mutlak artinya juga berjihad melawan nafsu, syetan dan orang-orang fasik.”

(Fathul Bari, 8/365)

Definisi ini benar adanya, sebab Nabi ﷺ menyebut jihad-nya kaum wanita, anak-anak, orang tua, dan lemah adalah haji. Sebab haji disebut dalam Al Qur’an: min sya’aa-irillah – diantara syiar-syiar Allah.

Nabi ﷺ bersabda:

جِهَادُ الْكَبِيرِ وَالصَّغِيرِ وَالضَّعِيفِ وَالْمَرْأَةِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

Jihadnya orang jompo, anak-anak, lemah, dan wanita, adalah haji dan umrah. (HR. An Nasa’i no. 2626, Hasan)

Bahkan, jihad paling utama adalah amar ma’ruf nahi munkar kepada pemimpin yang zalim.

Nabi ﷺ bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang ‘adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.”

(HR. Abu Daud No. 4344. Ahmad No. 18830, dalam riwayat Ahmad tertulis Kalimatul haq (perkataan yang benar). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan SHAHIH. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 18830)

Dua hadits ini menunjukkan luasnya makna jihad. Sehingga JIKA partai Islam mampu menjalankan ini, membendung kekuatan sekuler, mampu memperjuangkan syariat (walau perlahan), dan menjadikan mimbar politik sebagai mimbar amar ma’ruf nahi munkar kepada pemimpin, maka itu juga jihad.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Rindu Mati Syahid Tapi Wafatnya di Pembaringan

▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

“Seorang ikhwan berniat untuk berjihad, tetapi ia sebelum melaksanakan jihadnya, ia sudah meninggal dunia karena sakit atau kecelakaan. Apakah pahala jihadnya didapatkan?,” (+62 877-8474-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Ya, Jika dia berharap untuk syahid dan jujur dengan niat dan doanya itu, Insya Allah dia syahid ..

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

“Barangsiapa mengharapkan mati syahid dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan mengangkatnya sampai ke derajat para syuhada’ meski ia meninggal dunia di atas tempat tidur.” (HR. Muslim no. 1909)

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

أَنَّهُ إِذَا سَأَلَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ أُعْطِيَ مِنْ ثَوَابِ الشُّهَدَاءِوَإِنْ كَانَ عَلَى فِرَاشِهِ وَفِيهِ استحباب سؤال الشهادة واستحباب نية الخير

Bahwasanya jika meminta mati syahid dengan jujur maka dia akan diberikan pahala mati syahid walau dia wafatnya di pembaringannya.

Dalam hadits ini juga menunjukkan disukainya (disunnahkan) berdoa minta mati syahid dan disunahkan berniat untuk kebaikan. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 13/55)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Menikah Tanpa Mahar

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Apakah begitu pentingnya mahar untuk menikahi wanita dan harus berwujud suatu yang bernilai, misalnya emas. Jika tidak dinyatakan adanya mahar apakah pernikahan itu sah?
Karena pernah dengat kalau alat sholat itu belum bisa disebut mahar. Apakah benar demikian! (Rika)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Bismillahirrahmanirrahim ..

Dalam proses akad nikah, mahar itu WAJIB ..

Allah Ta’ala berfirman:

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. (Qs. An-Nisa’: 4)

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

هذه الآية تدل على وجوب الصداق للمرأة وهو مجمع عليه ولا خلاف فيه

Ayat ini menunjukkan wajibnya memberikan mahar untuk wanita dan ini telah ijma’ (konsensus) para ulama, dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini.

( Tafsir Al Qurthubi, 5/24)

Hanya saja, walau ini wajib, tapi menurut mayoritas ulama BUKANlah termasuk syarat sahnya nikah dan bukan pula rukun nikah. Dengan kata lain tetap sah pernikahannya tanpa mahar, namun dia (laki-laki) meninggalkan kewajiban dan berdosa karenanya.

Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

والمهر ليس شرطاً في عقد الزواج ولا ركنا عند جمهور الفقهاء، وإنما هو أثر من آثاره المترتبة عليه، فإذا تم العقد بدون ذكر مهر صح باتفاق الجمهور

Mahar itu bukan bukanlah syarat dan rukun dalam pernikahan menurut mayoritas ahli fiqih. Itu hanyalah konsekuensi dari akad itu sendiri. Jika akad nikah sudah sempurna tanpa menyebut mahar, maka itu SAH menurut mayoritas ulama.

( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/64)

Namun demikian, tidak sepantasnya kewajiban ini ditinggalkan.

Ada pun nilai mahar, apa pun yang memiliki harga tetap sah. Baik sedikit atau banyak.

Nabi ﷺ bersabda:

خير الصداق أيسره

Mahar terbaik adalah yang paling mudah. (HR. Al Hakim, Al Baihaqi. Shahih. Lihat Shahihul Jami’ no. 3279)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

ولم يحدد الشرع المهر بمقدار معين لا يزاد عليه . ومع ذلك فقد رَغَّب الشرع في تخفيف المهر وتيسيره

Tidak ada batasan syariat tentang ukuran mahar secara spesifik. Bersamaan dengan itu, syariat menganjurkan untuk yang ringan dan mudah dalam mahar.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 10525)

Maka, seperangkat alat shalat, buku, atau cincin emas, semua ini boleh jadi mahar, sesuaikan dengan kemampuan dan tradisi layak di sebuah daerah. Tidak ada dalil yang melarangnya.

Hanya saja para ulama berselisih tentang mahar dengan hapalan Al Qur’an semata, kebanyakan menyatakan tidak boleh, kecuali dibarengi oleh mahar yang lain.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Membaca Al-Qur’an dalam Hati (Tanpa Suara)

▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaikum. Ustadz, mau bertanya tentang membaca Al qur’an didalam hati (ketika di kereta atau diruang kantor, yg jika dikeraskan khawatir mengganggu orang lain). Apakah kita akan mendapatkan pahalanya seperti ketika dibaca dengan suara keras? Terima kasih (+62 813-3330-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Membaca Al Qur’an dihati, belum dikatakan “tilawah”. Kecuali membaca satu ayat di sebuah buku pelajaran, majalah, dalam rangka merenungkannya .. tidak apa-apa.

Imam Al Kasani Rahimahullah berkata:

القراءة لا تكون إلا بتحريك اللسان بالحروف ، ألا ترى أن المصلي القادر على القراءة إذا لم يحرك لسانه بالحروف لا تجوز صلاته

Membaca Al Qur’an tidaklah terwujud kecuali dengan menggerakkan lisan terhadap hurufnya, apakah Anda tidak melihat orang yang shalat jika tidak menggerakkan lisannya terhadap huruf-huruf maka shalatnya tidak diperbolehkan? (Bada’iy Shana’iy, 4/118)

Imam Malik Rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang shalat namun bacaannya tidak terdengar oleh orang lain dan dirinya. Beliau menjawab:

ليست هذه قراءة ، وإنما القراءة ما حرك له اللسان

Ini bukanlah membaca Al Qur’an, membaca itu hanyalah bagi yg menggerakkan lisannya. (Imam Ibnu Rusyd, Al Bayan wat Tahshil, 1/490)

Jadi, saran saya gerakkan bibir, bacalah sesuai tajwid, minimal di dengar untuk diri sendiri.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top