💦💥💦💥💦💥
📨 PERTANYAAN:
Assalamualaikum ustadz,
Mau bertanya tentang beasiswa yang sumbernya bs d bilang kurang baik. Misalkan beasiswa dr perusahaan rokok atau mungkin perusahaan makanan yang tdk halal
Apa hukumnya bagi kita yg menerima?
Dan bagaimana jika kita tdk mengetahui sumbernya?
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:
Menuntut ilmu adalah perbuatan mulia, termasuk ibadah bahkan jihad. Saat ini biaya pendidikan tidak murah, membutuhkan biaya dan modal tinggi. Bagi yang punya kemampuan maka itu tidak jadi soal, bagaimana dengan yang tidak mampu?
Keadaan ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh lembaga-lembaga zakat, yaitu dengan memberikan beasiswa kepada para pelajar dan mahasiswa berprestasi, sebagai ashnaf faqir miskin dan Ibnu Sabil. Namun, kenyataannya belum menjangkau semua yang membutuhkan. Atau, ada dana CSR dari BUMN dan perusahaan yang bergerak pada usaha halal, maka inilah yang bisa kita tempuh sebagai alternatif bagi pelajar dan mahasiswa kurang mampu.
Akhirnya, ada yang berpikir untuk mengambil tawaran beasiswa dari perusahaan yang memproduk barang atau jasa haram sepeti minuman keras, rokok, dan sejenisnya. Diskusi tentang rokok, para ulama hari ini mayoritas mengharamkan, sedikit saja yang memakruhkan.
Hal ini tidak kami rekomendasikan mengingat nash-nash agama dan juga dampak buruknya.
📌 Pertama. Menerima dan memanfaatkan beasiswa dari perusahaan produsen barang-barang haram, adalah bentuk kerjasama atas dosa dan pelanggaran. Ini terlarang.
“… dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah: 2)
📌 Kedua. Ini termasuk mencampurkan antara aktifitas Al Haq (kebenaran yakni menuntut ilmu) dengan Al Bathil. Ini juga terlarang.
“Dan janganlah mencampurkan antara Al Haq dan Al Bathil … “ (QS. Al Baqarah: 42)
📌 Ketiga. Aktifitas kebaikan yang dimodalkan oleh dana yang tidak halal maka tidak akan diterima.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, baha Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبَاً
Sesungguhnya Allah itu baik, tidak akan menerima kecuali dari yang baik. (HR. Muslim No. 1015)
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah berkata:
ومعنى الحديث أنه تعالى منزه عن العيوب فلا يقبل ولا ينبغي أن يتقرب إليه إلا بما يناسبه في هذا المعنى. وهو خيار أموالكم الحلال كما قال تعالى: {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ}
“Makna hadits ini adalah bahwa Allah Ta’ala suci dari segala aib, maka tidaklah diterima dan tidak sepatutnya mendekatkan diri kepadaNya kecuali dengan apa-apa yang sesuai dengan makna ini. Yakni dengan sebaik-baik hartamu yang halal, sebagaimana firmanNya: “Kamu selamanya belum mencapai kebaikan sampai kamu menginfakan apa-apa yang kamu cintai ..” (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 8/333, No. 4074. Al Maktabah As Salafiyah)
📌 Keempat. Sikap kita terhadap kemungkaran seharusnya menghilangkannya atau mengubahnya, bukan malah memperkuatnya.
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu,bahwa Nabi ﷺ bersabda:
مَن رَأى مِنكُم مُنكَرَاً فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِقَلبِه وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيمَانِ
Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan hati, dan demikia itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim No. 49)
📌Kelima. Menerima beasiswa dari perusahaan tersebut sama juga kita menjadi duta-duta bagi produk mereka. Disadari atau tidak, itu sebagai bentuk lain dari promosi dan iklan.
Bagaimana jika tidak tahu? Agak sulit dipercaya jika sampai tidak tahu, sebab biasanya beasiswa diawali oleh pengajuan. Artinya si penerima beasiswa akan mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan, lalu diuji dan seterusnya. Aneh jika dia tidak tahu perusahaan apa yang memberinya beasiswa.
Anggaplah benar-benar tidak tahu …, kesalahan orang tidak tahu memang dimaafkan sebagaimana ayat: Laa tuakhidzna inna siina aw akhtha’naa – jangan hukum kami jika kami lupa dan tidak sengaja membuat kesalahan. Tapi, si penerima jgn diam, hendaknya dia mencari tahu sampai jelas perusahaan yang memberinya beasiswa.
Demikian. Wallahu A’lam
📓📕📗📘📙📔📒
✏ Farid Nu’man Hasan