Jihad Islam; Memerangi Musuh Karena Kekafiran Musuh Semata Atau Karena Mereka Menyerang Terlebih Dulu kepada Islam?

💦💥💦💥💦💥

Pendapat yang menyebutkan bahwa peperangan umat Islam dengan orang kafir (termasuk Yahudi), adalah karena faktor permusuhan dan penyerangan mereka terhadap kaum muslimin, adalah pendapat yang kuat.

Inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal, lalu dikuatkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Risalah Qital. Pendapat inilah yang difatwakan oleh Syaikh Hasan Al Banna dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, namun sayangnya pendapat ini disebut oleh sebagian kalangan sebagai fatwa yang jahat. Laa haulaa walaa quwwata illa billah…

Ada pun Imam Syafi’i berpendapat bahwa peperangan melawan orang kafir adalah karena mereka kafir, bukan karena mereka menyerang dahulu, alias perang itu ofensif.

Perlu dketahui, sebagian ulama Arab Saudi telah mengingkari kitab Risalah Qital sebagai bagian dari Majmu’ Fatawa-nya Imam Ibnu Taimiyah. Namun, para ulama seperti Syaikh Abu Zahrah, Syaikh Abdullah bin Zaid bin Ali Mahmud Al Hambali (seorang Hakim di Qatar yang bermadzhab Hambali), juga ulama Arab Saudi seperti Syaikh Abdullah Al Qadiri Al Ahdal, menguatkannya bahwa itu memang merupakan risalah Imam Ibnu Taimiyah.

📌 Pendapat Imam Ibnu Taimiyah

Beliau juga menjelaskan dalam kitabnya As Siyaasah Asy Syar’iyyah:

…لأن القتال هو لمن يقاتلنا إذا أردنا إظهار دين الله كما قال الله تعالى : { وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين }

“…. Karena sesungguhnya peperangan adalah bagi siapa saja yang memerangi kita,  jika kita menghendaki kemenangan bagi agama Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al Baqarah (2): 190)

Syaikhul Islam juga mengatakan:

وذلك أن الله تعالى أباح من قتل النفوس ما يحتاج إليه في صلاح الخلق كما قال الله تعالى : { والفتنة أكبر من القتل } أي أن القتل وإن كان فيه شر وفساد ففي فتنة الكفار من الشر والفساد ما هو أكبر منه

Dengan demikian Allah Ta’ala membolehkan pembunuhan jika itu dibutuhkan bagi kemaslahatan hamba. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS. Al Baqarah (2): 217) yaitu bahwa jika pada pembunuhan  memiliki keburukan dan kerusakan, maka fitnah yang dilakukan oleh orang kafir (karena menyerang kita, pen) adalah lebih buruk dan lebih merusak dari pada pembunuhan (terhadap orang kafir,pen)  itu sendiri. (Imam Ibnu Taimiyah, As Siyaasah Asy Syar’iyyah, Hal. 159. Darul Ma’rifah)

Demikianlah pendapat Imam Ibnu Taimiyah yang begitu jelas, bahwa peperangan terjadi karena kaum kafir menyerang kita, oleh karenanya kita dilarang menyerang yang tidak menyerang kita, seperti anak-anak, kaum wanita, dan orang jompo. Jika kita memerangi manusia dengan sebab semata-mata kekafirannya, sudah barang tentu habislah orang kafir kita perangi tanpa kecuali.

📌Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah

Beliau berkata dalam kitabnya yang berjudul  Hidaayah Al Hiyari:

ومن تأمل سيرة النبي صلى الله عليه و سلم تبين له انه لم يكره أحدا على دينه قط وانه انما قاتل من قاتله وأما من هادنه فلم يقاتله ما دام مقيما على هدنته لم ينقض عهده بل أمره الله تعالى أن يفي لهم بعهدهم ما استقاموا له كما قال تعالى فما استقاموا لكم فاستقيموا لهم ولما قدم المدينة صالح اليهود وأقرهم على دينهم فلما حاربوه ونقضوا عهده وبدؤوه بالقتال قاتلهم فمن على بعضهم وأجلى بعضهم وقتل بعضهم وكذلك لما هادن قريشا عشر سنين لم يبدءهم بقتال حتى بدءوا هم بقتاله ونقضوا عهده فعند ذلك عزاهم في ديارهم وكانوا هم يغزونه

Bagi siapa yang memperhatikan sirah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, akan jelas baginya bahwa Beliau tidak pernah sekali pun memaksakan seseorang untuk masuk keagamanya (Islam). Sesungguhnya Beliau hanyalah memerangi  orang yang memeranginya, ada pun yang mau berdamai dengannya Beliau tidak akan memeranginya, selama perjanjian itu berlaku dan dia tidak melanggarnya. Bahkan Allah Ta’ala  memerintahkan Beliau untuk menepati janji dengan mereka, sejauh mereka konsisten berlaku lurus dengan janji itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala: maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. (QS. At Taubah (9): 7)

Ketika Beliau datang ke Madinah, Beliau berdamai dengan Yahudi dan mengakui agama mereka. Namun ketika mereka memeranginya dan melanggar janjinya serta memulai menyerangnya dengan peperangan, maka Beliau pun memerangi mereka, sebagian mereka diusir, sebagian lagi diperangi. Demikian juga ketika Beliau berdamai dengan Quraisy selama sepuluh tahun, Beliau tidak pernah memulai penyerangan terhadap mereka sampai mereka dahulu yang memeranginya dan melanggar janjinya. Nah, saat itulah Beliau memerangi mereka di negeri mereka padahal dahulu mereka dulu yang memerangi Beliau. (Lihat Imam Ibnul Qayyim, Hidaayah Al Hiyari fi Ajwibah Al Yahuud wan Nashaara, Hal. 12. Al Jami’ah Al Islamiyah, Madinah Al Munawarah)

Apa yang dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim amat jelas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah memerangi orang kafir (offensive), kecuali jika mereka menyerang dulu (defensive). Dan, sikap dengan Yahudi di Madinah pun juga demikian, Beliau memeranginya lantaran mereka dulu yang menyerang dan melanggar janji, barulah Beliau menyerang mereka. Apa artinya ini? Islam tidaklah memerangi orang kafir karena aqidahnya, tapi karena mereka menyerang umat Islam terlebih dahulu. Demikianlah pandangan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah.

Selanjutnya ……….

📌Imam Ibnu Katsir Rahimahullah

Beliau menjelaskan dalam tafsirnya, ketika menjelaskan surat Al Baqarah ayat 190:

قال أبو جعفر الرازي، عن الربيع بن أنس، عن أبي العالية في قوله تعالى: { وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ } قال: هذه أول آية نزلت في القتال بالمدينة، فلما نزلت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقاتل من قاتله، ويكف عَمَّن كف عنه حتى نزلت سورة براءة وكذا قال عبد الرحمن بن زيد بن أسلم حتى قال: هذه منسوخة بقوله: { فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ } [التوبة: 5] وفي هذا نظر؛ لأن قوله: { الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ } إنما هو تَهْييج وإغراء بالأعداء الذين همّتْهم قتال الإسلام وأهله، أي: كمايقاتلونكم فقاتلوهم أنتم

Berkata Abu Ja’far Ar Razi, dari Ar Rabi’ bin Anas, dari Abul ‘Aliyah, tentang firmanNya: (Berperanglah  di jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi kalian), dia berkata: ini adalah ayat pertama tentang perang yang diturunkan di Madinah, maka ketika ayat ini turun RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerangi orang yang memeranginya. Dia menahan diri terhadap orang yang tidak mengganggunya, sampai turunnya surat Bara’ah. Demikian juga yang dikatakan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, katanya: ayat ini mansukh (dihapus) dengan ayat: (maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian menemukan mereka) (QS. At Taubah (9): 5), namun pendapat ini (yang mengatakan mansukh,pen) perlu dipertimbangkan. Karena firmanNya : (Orang-orang yang memerangi kalian), itu adalah sebagai penggerak dan pembangkit untuk melawan musuh yang telah menyusahkan mereka dengan memerangi Islam dan pemeluknya, yaitu sebagaimana mereka memerangi kalian, maka kalian perangilah mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/523. Cet. 2, 1999M-1420H. Dar Ath Thayyibah. Tahqiq: Saami bin Muhammad Salaamah)

Sangat jelas, Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa peperangan dengan orang kafir terjadi karena kaum kafir memerangi Islam dan pemeluknya, bukan karena aqidah mereka yang kafir. Dan Beliau pun menyanggah pihak yang mengatakan bahwa ayat Al Baqarah 190 telah mansukh.

📌 Imam Muhammad Al Khathib Asy Syarbini Rahimahullah

Beliau salah seorang ulama bermadzhab Syafi’iyah, mengatakan:

وَوُجُوبُ الْجِهَادِ وُجُوبُ الْوَسَائِلِ لَا الْمَقَاصِدِ ، إذَا الْمَقْصُودُ بِالْقِتَالِ إنَّمَا هُوَ الْهِدَايَةُ وَمَا سِوَاهَا مِنْ الشَّهَادَةِ ، وَأَمَّا قَتْلُ الْكُفَّارِ فَلَيْسَ بِمَقْصُودٍ حَتَّى لَوْ أَمْكَنَ الْهِدَايَةِ بِإِقَامَةِ الدَّلِيلِ بِغَيْرِ جِهَادٍ كَانَ أَوْلَى مِنْ الْجِهَادِ

Kewajiban jihad adalah kewajiban yang bernilai sebagai sarana (al wasaail) bukan maksud (al maqaashid). Jika maksud dari peperangan adalah mengantarkan hidayah dansyahadah (kesaksian), maka memerangi orang kafir bukanlah tujuannya. Sehingga, jika memungkin hidayah dapat disampaikan dengan menegakkan dalil tanpa jihad, maka itu lebih utama dibanding jihad. (Imam Asy Syarbini,Mughni Muhtaj, 17/226. Mawqi’ Al Islam)

Ya, jika memang memerangi orang kafir karena kekafirannya, maka tentunya tidak ada kompromi dengan cara lainnya. Namun, di sini Imam Asy Syarbini mengatakan bahwa jika tujuan jihad adalah tersampaikannya hidayah dan mereka mau bersyahadat, dan ternyata ada cara lain yang lebih mungkin dan tepat, maka cara itulah yang digunakan, bukan dengan perang.

Wallahu a’lam. Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa shahbihi wa sallam.

🌴🍃🌸☘🌷🌺🌾🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Sholat Sunah Dua Rakaat Sebelum Jima’ Untuk Pengantin Baru

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz
Saya ingin bertanya, apakah sholat sunnah dua rakaat sebelum melakukan jima’ harus dilakukan? Bolehkah melakukan jima tanpa didahului oleh sholat sunnah dua rakaat?

Terima kasih

📬 JAWABAN

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah …,
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Hal ini tidak ada sunahnya dari Nabi ﷺ, tapi diriwayatkan dari sebagian sahabat Nabi ﷺ bahwa menjelang mereka mendatangi istrinya di malam pertama, mereka melakukan shalat dua rakaat, bahkan bersama istrinya.

Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى أَبِي أُسَيْدَ قَالَ : تَزَوَّجْتُ وَأَنَا مَمْلُوكٌ فَدَعَوْتُ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِيهِمَ ابْنُ مَسْعُودٍ ، وَأَبُو ذَرٍّ وَحُذَيْفَةُ قَالَ : وَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ قَالَ : فَذَهَبَ أَبُو ذَرٍّ لِيَتَقَدَّمَ فَقَالُوا : إلَيْكَ ، قَالَ : أَوَ كَذَلِكَ ؟ قَالُوا : نَعَمْ ، قَالَ : فَتَقَدَّمْتُ إلَيْهِمْ وَأَنَا عَبْدٌ مَمْلُوكٌ وَعَلَّمُونِي فَقَالُوا : إذَا أُدْخِلَ عَلَيْكَ أَهْلُكَ فَصَلِّ عَلَيْكَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ خَيْرِ مَا دَخَلَ عَلَيْكَ وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنْ شَرِّهِ ثُمَّ شَأْنَكَ وَشَأْنَ أَهْلِكَ

Dari Abu Said, budak Abu Usaid, Dia berkata, “Saya menikah ketika saya masih menjadi budak. Maka saya mengundang sejumlah shahabat Nabi ﷺ di antaranya ada Ibnu Mas’ud, Abu Zar dan Huzaifah, mereka mengajarkan kepadaku dengan berkata;

“Ketika kamu menemui isterimu, maka shalatlah dua rakaat. Kemudian memohonlah kepada Allah Ta’ala dari kebaikan yang dimasukkan kepadamu. Dan berlindunglah darinya. Kemudian setelah itu terserah urusan kamu dengan istrimu. ” (Mushannaf Ibni Abi Syaibah No. 17438, Al Mushannaf Abdirazzaq, No. 17153)

Kisah ini shahih menurut Syaikh Al Albani Rahimahullah. (Adabuz Zifaf, Hal. 22)

Jadi, silahkan shalat dua rakaat sebelum jima’, sebab itu menjadi sunah sebagian salafush shalih sejak masa sahabat Nabi ﷺ. Ini hanya pilihan saja yang sangat luwes, bagus dilakukan dan tidak apa-apa jika tidak di lakukan.

Wallahu A’lam

☘🌺🌻🌴🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Tafsir Surat An Nashr bag. 4 (selesai)

PERINTAH BERTASBIH, MEMUJI DAN BERISTIGHFAR KEPADA ALLAHPERINTAH BERTASBIH, MEMUJI DAN BERISTIGHFAR KEPADA ALLAH

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (QS. An Nashr:3)

📖 Tinjauan Bahasa

فَسَبِّحْ

Maka bertasbihlah

بِحَمْدِ رَبِّكَ

Dengan memuji Rabbmu

وَاسْتَغْفِرْهُ

Mohonlah ampun kepada Allah

📖 Pendapat Ibnu Umar Isyarat tentang akhir hayat Nabi Muhammad

Seperti telah disebutkan dalam bahasan yang lalu, Ibnu Abbas mengekspresikan bahwa turunnya merupakan pertanda dekatnya ajal Rasulullah Shalalahu alaihi wasallam, karena Islam sudah tersebar ke segenap penjuru dan manusia semakin banyak yang masuk Islam, risalah sudah sempurna diturunkan, dan tugas Rasulullah sudah sebagai penyampai risalah pun demikian juga. Disamping itu Imam Al Qurthubi menyebutkan pendapat Ibnu Umar dalam tafsirnya:

(وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: نَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ بِمِنًى فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، ثُمَّ نَزَلَتْ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي . فَعَاشَ بَعْدَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَمَانِينَ يَوْمًا. ثُمَّ نَزَلَتْ آيَةُ الْكَلَالَةِ ، فَعَاشَ بَعْدَهَا خَمْسِينَ يَوْمًا. ثُمَّ نَزَلَ لَقَدْ جاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ , فَعَاشَ بَعْدَهَا خَمْسَةً وَثَلَاثِينَ يَوْمًا. ثُمَّ نَزَلَ وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ  إِلَى اللَّهِ ,فَعَاشَ بَعْدَهَا أَحَدًا وَعِشْرِينَ يَوْمًا. وَقَالَ مُقَاتِلٌ سَبْعَةَ أَيَّامٍ

Ibnu Umar berkata,”Surat ini turun di Mina pada saat Haji Wada’, kemudian turun setelahnya surat “Al Yauma Akmaltu Lakum Dinakum (Surat Al Maidah:3) maka Nabi Shalallahu Alaihi wasallam hidup setelahnya 80 hari. Lalu turun ayat Kalalah (Surat An Nisa:176/ tentang warisan), maka Nabi hidup setelahnya 50 hari, lalu turun ayat “Laqad Ja akum Rasulun Min Anfusikum (Surat At Taubah:128), maka nabi hidup setelahnya 35 hari, lalu turun ayat,” Wattaqu Yauman Turja’una Fih Ilallah (Surat Al Baqarah:281) maka Nabi hidup setelahnya 25 hari dan pendapat Muqatil 7 hari. (Al Qurthubi (671H), Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an, 20/233)

Beliau juga menyebutkan hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi wasallam lebih bersungguh-sungguh sejak turun surat ini, hingga bengkak kedua kaki dalam ibadah, lemah fisik, sedikit senyum, dan banyak menangis. (Tafsir Al Qurthubi, 20/232)

📖 Perintah bertasbih, memuji Allah dan Beristighfar

Secara umum ayat ini memerintahkan untuk bertasbih (mensucikan Allah, ucapan Subhanallah) memuji Allah (ucapan Alhamdulillah) dan istighfar (ucapan memohon ampun kepada Allah.

فاشكر ربك، وسبّح بحمده، ونزّهْه عن كل شريك – لما حقّق لك وللمؤمنين من النصر العظيم – واطلُب المغفرةَ لك ولأمتك من الله تعالى، فإنه يَقْبَلُ التوبةَ، وبابُه مفتوحٌ دائما للتوابين

“Bersyukurlah kepada Allah, sucikan Dia dengan bertasbih dan memuji-Nya, sucikan dari segala macam sekutu, atas pencapaian kaum muslimin berupa kemenangan besar, mintalah ampun kepadamu dan untuk umatmu, ampunan dari Allah, karena Allah Maha menerima taubat, pintu taubat selalu terbuka untuk orang-orang yang bertaubat. (Ibrahim Al Qatan, Taisir At Tafsir, 3/456)

Menurut Ibnu Asyur, penyebutan antara tasbih dan istighfar secara berurutan dalam ayat ini merupakan kekhususan, karena kemenangan dan Fathu Mekkah merupakan isyarat dekatnya ajal Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, dekatnya ajal tersebut seperti beriring dekatnya tasbih dan istighfar (Tafsir Ibnu Asyur,30/594).

📖 Mengapa Nabi diperintahkan beristighfar, bukankah beliau sudah diampuni segala dosanya?

Imam Al Qurthubi menyebutkan beberapa analisanya:

✅ Karena nabi membaca doa memohon ampunan, karena beliau merasa membatasi diri dalam menunaikan apa yang semestinya dikerjakan merupakan dosa, apalagi jika dikaitkan dengan agungnya nikmat Allah.

رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي كُلِّهِ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَئِي وَعَمْدِي، وَجَهْلِي وَهَزْلِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وأنت المؤخر، إنك على شي قَدِير

“Ya Allah, ampunilah kesalahanku, tindak kebodohanku, sikap berlebihan dalam seluruh urusanku, dan yang Engkau lebih mengetahuinya. Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kesengajaanku dan kebodohanku, gurauanku, semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah apa yang sudah aku kerjakan dan apa yang belum, apa yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan. Engkaulah Dzat Yang mendahulukan dan Engkau Dzat yang mengundurkan dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

✅ Istighfar merupakan wujud selalu bergatung seorang hamba kepada Allah, merendahkan diri dihadapan-Nya, atas terbatasnya melaksanakan perintah dan hak-hak Allah, agar tidak terputus amal-amalmu.

✅ Istighfar disini merupakan ibadah yang wajib dilakukan, bukan istighfar memohon ampunan seperti yang lain.

✅ Istighfar ini maksudnya pelajaran untuk umatnya agar tidak meninggalkan untuk memohon ampunan selalu kepada Allah.( Tafsir Al Qurthubi, 20/233)

📖 Nabi Membaca Doa ini Saat rukuk

Imam Muslim menyebutkan dalam kitab Sahihnya:

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ زُهَيْرٌ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي الضُّحَى، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ: سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ” يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim, berkata Zuhair, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Manshur dari Abi Dhuha dari Masruq dari Aisyah ia berkata,” Ketika rukuk, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam memperbanyak membaca bacaan سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي (Subhanaka Allahumma Wabihamdika Allahumaghfirli), Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb yang Maha Terpuji, Ya Allah Ampunilah aku, seperti diperintahkan dalam Al Qur’an (HR. Muslim Bab Ma Yuqalu inda Ruku’ wa sujud, No. 484).

📖 Hikmah Surat

✅ Allah memberikan nikmat yang agung berupa Fathu Makkah dan kota-kota setelahnya dalam naungan risalah Islam.

✅ Fathu Makkah merupakan puncak sejarah bukti kebenaran tauhid yang diterima oleh fitrah manusia, karena manusia lahir dalam keadaan fitrah, sehingga mereka masuk kedalam agama Islam secara berbondong-bondong

✅ Fathu Makkah merupakan rangkaian perjalanan perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam, yang sebelumnya sudah didahului oleh beragam peristiwa peperangan, kemenangan dan kekalahan, yang tujuannya menyiapkan mental kaum muslimin untuk menyambut kemenangan besar.

✅ Perintah untuk mensucikan Allah, memuji-Nya dan memohon ampunan atas dosa dan kekurangan dalam menunaikan hak-hak Allah, senantiasa berzikir dan bersyukur atas segala nikmat-Nya.
Selesai serial Tafsir Surat An Nashr, bersambung ke surat Al Kafirun

والله أعلم

🍂🌱🌿☘🍀🎍🎋🍃

✒ Fauzan Sugiono Lc, M.A.


Serial Tafsir Surat An-Nashr

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 1)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 2)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 3)

Tafsir Surat An-Nashr (Bag 4)

Mengulang Membaca Satu Surat Yang Sama Untuk Dua Rakaat

💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz.. Mau tanya.. Mna yg lebih afdhal shalat dhuha yg 4 rakaat d kerjakan 2 2 atau skaligus 4 stad?
Bolehkah dalam satu shalat membaca surat yg sama, antara rakaat pertama dan kedua? (08217413xxxc)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

2-2 dgn masing-masing sekali salam, lebih utama. Karena shalat itu pada dasarnya adalah matsna matsna – dua-dua.

Ada pun mengulang surat yang sama utk dua rakaat, boleh ..

Seorang laki-laki dari Juhainah berkata:

سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ ( إِذَا زُلْزِلَتْ الْأَرْضُ ) فِي الرَّكْعَتَيْنِ كِلْتَيْهِمَا ، فَلَا أَدْرِي أَنَسِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْ قَرَأَ ذَلِكَ عَمْدًا

Dia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat subuh membaca IDZA ZULZILATIL ARDHU di dua rakaat masing-masing. Aku tidak tahu, apakah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lupa atau sengaja sepeti itu.

(HR. Abu Daud no. 816, Hasan)

Imam Ibnul ‘Arabiy Rahimahullah berkata:

فَكَانَ هَذَا دَلِيلًا عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ تَكْرَارُ سُورَةٍ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ

Ini menjadi dalil bolehnya mengulang satu surat di tiap rakaat. (Ahkamul Qur’an, 4/468)

Dan kebolehan ini merupakan pendapat mayoritas. Tertulis dalam Al Mausu’ah :

ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ إلَى أَنَّهُ : لَا بَأْسَ لِلْمُصَلِّي أَنْ يُكَرِّرَ السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ الَّتِي قَرَأَهَا فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى

Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Bahwasanya tidak apa-apa bagi orang yang shalat mengulang membaca surat Al Qur’an yang sama seperti pada rakaat pertama.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 25/290)

Demikian. Wallahu a’lam

🌴🍄🌷🌱🌾🌸🍃🌵🌹

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top