Hukum Wanita Sholat Dengan Tangan dan Wajah Terbuka (Tanpa Cadar)

◽◼◽◼◽◼◽

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Ustadz… Afwan ana mau nanya.., Setiap ana ngaji,ana sering melihat akhwat yg make nicob ataupun tidak make niqob,pd saat sholat mereka menampakan telapak tangan pd saat sujud dan duduk..mereka tdk memakai mukena krn beralasan jilbabnya sdh panjang.tp pd saat sholat telapak tangannya jelas sekali nampak.. Apakah sholat nya syah..? (+62 857-8892-xxxx)

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Terbuka telapak tangan dan punggungnya tangan, saat shalat boleh, sah, tetapi menutupnya Afdhal (lebih utama) menurut sebagian ulama.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata:

أما اليدان فإن شاءت كشفتهما على الصحيح وإن شاءت سترهما وهو أفضل، خروجاً من خلاف من قال بوجوب سترهما، أما القدمان فيستران

Ada pun kedua (telapak) tangan, jika dia mau membukanya maka itu sah, jika dia mau menutupnya maka itu lebih utama, dalam rangka keluar dr perselisihan pendapat thdp yg mengatakan wajibnya menutup kedua tangan. Ada pun telapak kaki mesti ditutup.[1]

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:

الستر أفضل ، ولا حرج في كشفهما

Menutupnya Afdhal, dan tidak apa-apa membukanya. [2]

Tetapi yg mengatakan hendaknya telapak tangan terbuka adalah pendapat mayoritas ulama. Berkata Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah:

وأما الكفان: فجمهور أهل العلم على أن لها كشفهما في الصلاة وذهب الحنابلة إلى أنهما عورة فيجب سترهما في الصلاة وخارجها وعن أحمد رواية ثانية: أنهما ليسا من العورة: اختارها المجد وشيخ الإسلام، وصوبها المرداوي في الإنصاف

Ada pun dua telapak tangan, menurut mayoritas ulama keduanya hendaknya terbuka saat shalat. Sedangkan menurut Hanabilah, keduanya aurat dan wajib ditutup baik di dalam shalat dan diluar shalat. Sementara dalam riwayat yg kedua dari Imam Ahmad, bahwa kedua telapak yg tangan bukan aurat dan inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah), dan Al Mardawiy dalam Al Inshaaf.[3]

Ada pun membuka wajah, juga merupakan pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Aku diperintahkan sujud di atas tujuh tulang: di atas jidat, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan kanan beliau ke hidung, dua tangan, dua lutut, dan ujung-ujung dua telapak kaki.” [4]

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah memberikan keterangan sebagai berikut:

وَنَقَلَ اِبْن الْمُنْذِرِ إِجْمَاع الصَّحَابَة عَلَى أَنَّهُ لَا يُجْزِئ السُّجُود عَلَى الْأَنْف وَحْده ، وَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى أَنَّهُ يُجْزِئُ عَلَى الْجَبْهَة وَحْدهَا ، وَعَنْ الْأَوْزَاعِيِّ وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَابْن حَبِيب مِنْ الْمَالِكِيَّة وَغَيْرهمْ يَجِب أَنْ يَجْمَعهُمَا وَهُوَ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيِّ أَيْضًا

“Dikutip dari Ibnul Mundzir adanya ijma’ (kesepakatan) sahabat nabi bahwa menempelkan hidung saja tidaklah cukup ketika sujud. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa menempelkan jidat saja sudah cukup. Sedangkan dari Al Auza’i, Ahmad, Ishaq, Ibnu Habib dari kalangan  Malikiyah dan selain mereka mewajibkan menggabungkan antara jidat dan hidung. Ini juga pendapat Asy Syafi’i.” [5]

Memang ada ulama (umumnya ulama Saudi) zaman ini yang tetap mewajibkan wanita menutup wajahnya ketika shalat jika ada kaum laki-laki bukan mahram, sebab khawatir mengundang fitnah. Namun, pendapat tersebut menyelisihi nash (teks) hadits di atas.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

وَأَمَّا سَتْرُ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ فَلَا يَجِبُ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ بَلْ يَجُوزُ لَهَا إبْدَاؤُهُمَا فِي الصَّلَاةِ عِنْدَ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ كَأَبِي
حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِمَا وَهُوَ إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَد

“Ada pun menutup wajah dalam shalat tidaklah wajib dengan kesepakatan kaum muslimin, bahkan boleh bagi wanita menampakkan wajah dan kedua telapak tangan dalam shalat menurut jumhur ulama, seperti Abu Hanifah, Asy Syafi’i, dan lainnya, serta satu riwayat dari Ahmad.” [6]

Imam Al Bahuti Rahimahullah berkata:

لَا خِلَافَ فِي الْمَذْهَبِ أَنّ

َهُ يَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ الْحُرَّةِ كَشْفُ وَجْهِهَا فِي الصَّلَاةِ ذَكَرَهُ فِي الْمُغْنِي وَغَيْرِهِ

“Tidak ada perbedaan pendapat dalam madzhab (Hambali), bahwa boleh bagi wanita merdeka membuka wajahnya dalam shalat, sebagaimana disebutkan dalam Al Mughni dan lainnya.” [7]

Sementara Imam An Nawawi mengatakan, jika membuka wajah itu wajib, maka itu musykil, maka untuk kehati-hatian lebih baik memang wajah dan telapak tangan dibuka, paling tidak salah satunya.  [8]

Sementara ulama lain mengatakan makruh bagi wanita menutup wajahnya ketika shalat, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Bar dalam At Tamhid dan Ibnu Qudamah dalam Asy Syarh Al Kabir.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃

[1] https://www.binbaz.org.sa/noor/5696

[2] Fatawa Nuur ‘alad Darb, 7/249

[3] Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 4523

[4] HR. Bukhari no. 812

[5] Fathul Bari, 3/204

[6] Majmu’ Al Fatawa, 22/114

[7] Kasysyaaf Al Qinaa’, 2/247

[8] Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, 2/52

 

Buang Angin Di Salam Kedua, Apakah Batal Shalatnya?

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

assalammualaikum…

ust bgm hukumnya yg seseorang punya penyakit buang buang angin…

lalu ia ktika sholat berjamaah ia di saat saat terakhir ingin buang angin lalu ia tahan sampai imam salam pertama..

ketika salam pertama langsung ia ikut salam pertama lalu pas salam ke dua ketika imam bilang di salam kedua baru as…

lalu makmum atau ia langsung bilang assalammualaikum warohmatulloh dengan cepat saat rokaat kedua…

apakah makmum tersebut sholatnya batal ust? (+62 895-3721-xxxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah

Semoga Allah angkat penyakitnya .. pada prinsipnya makruh menahan buang angin, BAB, BAK, saat shalat ..

Tapi, karena ini penyakit semoga Allah maafkan ..

Ada pun buang angin saat salam kedua tidaklah batal shalatnya, sebab berakhirnya shalat adalah di salam pertama, dan itu sudah cukup .. salam kedua adalah Sunnah ..

عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ تَسْلِيمَةً وَاحِدَةً تِلْقَاءَ وَجْهِهِ يَمِيلُ إِلَى الشِّقِّ الْأَيْمَنِ شَيْئًا

Dari ‘Aisyah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salam dalam shalatnya hanya sekali salam ke arah mukanya sedikit condong ke sebelah kanan.”

(HR. At Tirmidzi no. 296, Shahih)

Dan para imam empat madzhab sepakat salam ke kanan adalah wajib, dan itu sudah cukup .. ada pun ke kiri adalah Sunnah.

Syaikh Khalid Abdul Mun’im Ar Rifa’iy mengatakan:

فَقد ذهَبَ عامَّة أهلُ العِلْمِ إلى وجوب التَّسليمة الأُولى فقط، ومنهم الأئمَّة الأربعة، وفي روايةٍ عندَ الحنابِلة أنَّه يَجِبُ التّسليمتان. والرَّاجحُ قول الأكثرين في عدم وجوب التَّسليمة الثانية، وأنَّها مندوبةٌ فَقَطْ؛ لِما صحَّ عنِ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم أنَّه اجتزأ بتسليمةٍ واحدة

Umumnya ulama berpendapat wajibnya salam adalah di salam yang pertama saja, di antara mereka adalah imam yang empat, dalam satu riwayat Hambaliyah bahwa yang wajib dua kali salam.

Pendapat yg yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama bahwa yang wajib yang pertama saja, yang kedua anjuran saja. Sebab, telah Shahih dari Nabi ﷺ bahwa Beliau mencukupi dengan sekali salam saja. (selesai)

Demikian. Wallahu a’lam


🍃🌻Buang Angin Ketika Salam Shalat🌻🍃

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz ijin bertanya ketika shalat pada salam pertama ternyata buang angin itu bagaimana seharusnya?(+62 857-9127-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Hal ini perlu dirinci dulu, sbb:

– Jika buang anginnya di SALAM PERTAMA, baik sengaja atau tidak, maka itu BATAL, sebab salam pertama adalah rukun shalat menurut mayoritas. Kecuali, menurut Hanafiyah yang mengatakan shalat tanpa salam itu sah, tapi makruh.
(Syaikh Said Hawwa, Al Asas fis Sunnah wa Fiqhiha, 2/770)

– Jika buang angin di SALAM KEDUA, maka shalat tetap sah menurut mayoritas ulama. Sebab, salam kedua adalah sunnah, jika tanpa dilakukan maka shalat sudah sah dan cukup.

Dalilnya:

عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ تَسْلِيمَةً وَاحِدَةً تِلْقَاءَ وَجْهِهِ يَمِيلُ إِلَى الشِّقِّ الْأَيْمَنِ شَيْئًا

Dari ‘Aisyah berkata, “Rasulullah ﷺ salam dalam shalatnya hanya sekali salam ke arah mukanya sedikit condong ke sebelah kanan.”

(HR. At Tirmidzi no. 296, shahih)

Imam At Tirmidzi mengutip dari Imam asy Syafi’i, katanya:

إِنْ شَاءَ سَلَّمَ تَسْلِيمَةً وَاحِدَةً وَإِنْ شَاءَ سَلَّمَ تَسْلِيمَتَيْنِ

Siapa yang ingin salam sekali saja silahkan, dan yang ingin salam dua kali juga silahkan.

Dalam hadits lainnya:

ثم يُصلِّي ركعتينِ وهو جالسٌ ثم يُسلِّمُ تسليمةً واحدةً: السَّلامُ عليكم، يرفَعُ بها صوتَه حتَّى يوقِظَنا

Lalu Beliau shalat dua rakaat dalam keadaan duduk, kemudian salam dengan SEKALI SALAM: “Assalamu ‘Alaikum,” dengan meninggikan suara sampai membangunkan kami.
(HR. An Nasa’ i. Imam Ibnul Mulaqin mengatakan: “Shahih sesuai syaratnya Imam Muslim.” Badrul Munir, 4/54)

Dalil lainnya, Imam al Qurthubi mengatakan bahwa hadits- وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ Dan penghalalnya adalah salam, menunjukkan kata AT TASLIM, bermakna sekali salam (taslimah wahidah). (Tafsir Al Qurthubi, 1/262)

Artinya, jika sudah sekali salam pertama, maka sudah selesai shalatnya walau dia tidak salam kedua. Inilah pendapat jumhur sahabat nabi dan tabi’in. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdab, 3/481)

Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

والواجب تسليمة واحدة والثانية سنة قال ابن المنذر : أجمع كل من أحفظ عنه من أهل العلم أن صلاة من اقتصر على تسليمة واحدة جائزة

Yg wajib adalah salam yg pertama, yang kedua itu sunnah. Ibnul Mundzir mengatakan: “Telah ijma’ dari orang yang aku ketahui sebagai ulama, bahwa salam satu kali itu boleh.”

(Al Mughni, jilid. 1, hal. 396)

Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syanqithi mengatakan:

فلو أنه سلَّم التسليمة الأولى ثم أحدث فإن صلاته تصح وتجزيه

Seandainya seseorang sudah salam pertama, lalu dia hadats maka shalatnya itu tetap sah. (Syarh Zaad al Mustaqni’, 47/8)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalat Tidak menghadap Kiblat Karena Lupa

▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Ustadz bagaimana jk kita sholat kiblatnya terbalik apakah sholatnya harus diulang? (+62 815-8860-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim wal hamdulillah wash Shalatu was salam’ala Rasulillah wa ba’d:

Shalat menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Jika tidak, maka shalatnya batal dan wajib ulang.

Bagaimana jika lupa? Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

ذكر أهل العلم رحمهم الله : أن من صلى إلى غير القبلة ناسياً ، فإنه يعيد الصلاة ؛ لإخلاله بشرط من شروط الصلاة

Para ulama Rahimahumullah mengatakan: bahwa orang yang shalat tidak menghadap kiblat karena lupa maka dia wajib mengulangi shalatnya, sebab dia telah kehilangan salah satu syaratnya shalat.(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 192773)

Imam Ibnu Hazm Rahimahullah berkata:

فمن صلى إلى غير القبلة ممن يقدر على معرفة جهتها – عامدا أو ناسيا – بطلت صلاته , ويعيد ما كان في الوقت , إن كان عامدا , ويعيد أبدا إن كان ناسيا

Siapa yang shalat tidak menghadap kiblat padahal dia mampu untuk mengetahui arahnya -secara sengaja atau lupa- maka shalatnya batal. Maka dia ulangi di waktu itu jika dia sengaja tidak menghadap kiblat, dan dia mengulangi di waktu yg tidak terbatas jika lupa.(Al Muhalla, 2/259)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Merutinkan Surat As Sajadah di Shalat Subuh Hari Jumat, Adakah Dasarnya?

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikumwr.wb
Mohon ijin bertanya Ustadz, kebiasaan Masjid deket rumah setiap Shubuh pada hari jumat adalah membaca surat sajdah dan melakukan sujud tilawah di rakaat pertama. yang jadi pertanyaan apakah diperbolehkan kalau di rutinkan seperti itu (setiap jumat)?, Terimakasih Ustad atas jawabannya. (+62 895-1684-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Ya, merutinkan membaca surat As Sajadah saat shalat subuh di hari Jumat, berdasarkan hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْجُمُعَةِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu berkata, “Nabi ﷺ dalam shalat Fajar (Subuh) membaca: “ALIF LAAM MIIM TANZIIL (Surah As Sajadah), dan ‘HAL ATAA ‘ALAL INSAANI HIINUM MINAD DAHRI (Surah Al Insaan).”

(HR. Bukhari no. 891)

Hadits ini menunjukkan bahwa SUNNAH dalam shalat subuh di hari Jumat, membaca surat As Sajadah di rakaat pertama secara sempurna dan Al Insan di rakaat kedua secara sempurna. Bukan dipotong-potong seperti yang dilakukan orang-orang saat ini.

Syaikh Raghib As Sirjaniy Hafizhahullah menjelaskan:

وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأ السورتين كاملتين، ولم يكن يختار آية السجدة وما حولها من آيات كما يفعل بعض الناس اليوم، ولا أدري ما الذي جعل الناس تعتقد أن المراد بقراءة سورة السجدة هي آية السجدة تحديدًا! إنما السُّنَّة أن نقرأ سورة السجدة كاملة في الركعة الأولى، ثم نقرأ سورة الإنسان كاملة في الركعة الثانية، ولا حُجَّة لمن يقول: إن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يُطَوِّل في صلاته بالناس. لأن التطويل أو التخفيف أمر نسبي، والمعيار الدقيق له هو سُنَّة الرسول صلى الله عليه وسلم، وهي في فجر الجمعة تكون كما وضَّحنا

Dahulu Nabi ﷺ membaca dua surat secara sempurna, Beliau tidak memilih ayat sajadah dan sekitarnya saja sebagaimana yang dilakukan sebagian manusia hari ini. Saya tidak tahu apa yang membuat manusia memahami bahwa membaca surat sajadah hanyalah terbatas pada ayat sajadah saja. Yg SUNNAH itu adalah kita membaca surat As Sajadah di rakaat pertama secara sempurna dan surat Al Insan di rakaat kedua secara sempurna.

Bukan alasan bagi mereka yang mengatakan “Sesungguhnya Nabi ﷺ tidak memanjangkan shalatnya bersama manusia”. Karena memanjangkan dan meringankan adalah perkara yang relatif (nisbi), parameter yang paling tepat adalah sunah Nabi ﷺ di mana pada shalat subuh di hari Jumat Nabi ﷺ melakukan seperti yang telah kami jelaskan.

(Lihat http://iswy.co/e14h5i)

Kesunnahan ini, para ulama berselisih apakah dirutinkan atau tidak ?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah berkata:

نعم كان النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ بهما «ويديم على ذلك»، وهذه اللفظة ليست في الصحيحين، ولكن لا تنافي ما في الصحيحين، لكن لو أنه خشي أن يظن العامة أن قراءتهما فرض فلا بأس أحياناً أن يقرأ بغيرهما مثل في الشهر مرة، أو في الشهر مرتين

Ya, Nabi ﷺ dahulu membaca dua surat tersebut “dan dia merutinkan hal itu” dan lafaz ini bukan dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), tetapi tidak mengingkari apa yang ada pada Shahihain.

Tapi jika dia khawatir orang kebanyakan mengira itu wajib maka boleh baginya kadang dia membaca selain kedua surat lain, misalnya dalam sebulan sekali atau dua kali. (Selesai)

Ada pun meruntinkan membaca As Sajadah, jika karena meyakini sebagai kemestian dan bertujuan semata-mata ayat sajadahnya di subuh hari Jumat, maka sebagian imam memakruhkannya.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

أما إذا كان مقصوده أنه لابد أن يصلي في يوم الجمعة بسورة فيها سجدة تلاوة ليسجد ظناً منه أن السجدة مقصودة لذاتها في يوم الجمعة، فهذا عمل مكروه، ولذلك فقد كره بعض الأئمة المداومة على قراءة سورة السجدة يوم الجمعة، دفعاً لتوهم بعض الجهلة من تخصيص يوم الجمعة بسجدة زائدة

Ada pun jika maksudnya adalah diharuskan saat shalat dihari Jumat membaca surat yang ada sujud tilawah agar dia sujud, yang dari itu dia menyangka bahwa sujud tersebut adalah maksud dan tujuan itu sendiri di hari Jumat, maka ini adalah perbuatan MAKRUH.

Oleh karena itu sebagian imam memakruhkan merutinkan membaca surat As Sajadah di hari Jumat untuk mencegah sebagian persangkaan orang bodoh yang mengkhususkan hari Jumat dengan sujud tambahan itu.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 9929)

Kesimpulannya, merutinkannya Sunnah, dan dibacanya tuntas sebagai upaya mengikuti sunah Nabi ﷺ .. ada pun membacanya dengan keyakinan atau mengincar kekhususan ayat sajadah semata justru makruh jika itu dirutinkan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top